PEMENUHAN HAK KONSUMEN ANAK MELALUI KAWASAN KONSUMEN ANAK (KAKAK) DALAM RANGKA MEWUJUDKAN
GENERASI KONSUMEN CERDAS DAN MANDIRI
Lomba Karya Tulis
Direktorat Jenderal Standarisasi dan Perlindungan Konsumen Dalam rangka Hari Konsumen Nasional2014
Disusun Oleh:
ARGADHIA ADITAMA (NIM. E0012056)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Swt yang telah melimpahkan hidayah dan
inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan tema
Konsumen Cerdas, Mandiri, dan Cinta Produk Dalam Negeri untuk Ajang Lomba
Karya Tulis Ilmiah yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Standarisasi
dan Perlindungan Konsumen dengan judul “Pemenuhan Hak Konsumen Anak Melalui Kawasan Konsumen Anak (KAKAK) Dalam Rangka Mewujudkan Generasi Konsumen Cerdas dan Mandiri”
Penyusunan karya tulis ilmiah islam ini dapat terwujud berkat bantuan dari
berbagai pihak yang selalu memberikan bimbingan, dukungan, semangat dan
berbagi pengetahuan. Dengan selesainya karya tulis ini, penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang telah melimpahkan kesehatan dan selalu memberikan
anugerah yang begitu besar sehingga penulis bisa menyelesaikan penyusunan
karya tulis ini;
2. Prof.Dr.Hartiwiningsih,S.H.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum, yang
telah memberikan izin penulisan karya tulis ini;
3. Para dosen di lingkup Fakultas Hukum yang telah memberikan bimbingan
dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini;
4. Bapak, Ibu, Kakak-kakakku, Saudara-saudaraku, dan Sahabat-sahabatku,
terimakasih untuk semangat dan dorongannya;
5. Teman-teman KSP “Principium” atas bantuan dan dukungannya dan
6. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan
karya tulis ini.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak
kekurangan, namun demikian kiranya masih dapat memberi manfaat bagi
perkembangan kajian keilmuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.
Surakarta, 15 April 2014
PEMENUHAN HAK KONSUMEN ANAK MELALUI KAWASAN KONSUMEN ANAK (KAKAK) DALAM RANGKA MEWUJUDKAN
GENERASI KONSUMEN CERDAS DAN MANDIRI Oleh : Argadhia Aditama (E0012056)
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta
A. PENDAHULUAN
Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang
termuat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa
depan bangsa dan generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak
atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta
berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak
sipil dan kebebasan.
Hasil Proyeksi Sensus Penduduk 2010, penduduk Indonesia
diperkirakan mencapai 243,8 juta jiwa pada 2011, dan sekitar 33,9 persen
diantaranya adalah anak-anak usia 0-17 tahun. Hal ini menunjukkan
bahwa berinvestasi untuk anak adalah berinvestasi untuk sepertiga lebih
penduduk Indonesia. Salah satu aspek penting untuk melihat kualitas anak
adalah dari sisi pendidikan. Hasil Susenas 2011 menunjukkan bahwa anak
usia 5-17 tahun yang berstatus sekolah sebesar 80,29 persen. Meskipun
persentase anak usia sekolah yang masih bersekolah cukup tinggi, namun
kualitas dari anak tersebut juga harus ditingkatkan demi terciptanya
Sumber Daya Manusia yang berkualitas di masa mendatang.1
Sebagai generasi penerus bangsa, hak-hak anak untuk dapat hidup,
tumbuh dan berkembang nyatanya masih belum menunjukkan adanya
pemenuhan dan perlindungan hak. Hal ini dibuktikan dengan masih
banyaknya kasus keracunan yang menimpa anak-anak sebagai akibat dari
buruknya kualitas jajanan di sekolahnya. BPOM menyebutkan, lebih dari
99% anak sekolah mengonsumsi Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)
1
untuk memenuhi kebutuhan energinya saat berada di sekolah. Hasil
pengawasan BPOM pada tahun 2013 juga menunjukkan bahwa pangan
jajanan anak sekolah (PJAS) yang memenuhi syarat hanya sekitar 80,79%
dari sampel PJAS yang diuji.2 Sedangkan sisanya yang mencapai 19,21%
tidak memenuhi syarat karena penyalahgunaan bahan berbahaya serta
cemaran mikroba dan atau bahan tambahan pangan yang melebihi batas.
Bila dikaitkan dengan keberadaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen, anak-anak pada kasus tersebut
merupakan konsumen yang telah dilanggar hak-haknya. Hak-hak
konsumen yang dilanggar pada kasus tersebut adalah hak konsumen
seperti yang tercantum dalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen yaitu hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa.3 Anak-anak sebagai konsumen yang
mengkonsumsi barang dan/atau jasa seharusnya memperoleh metode
perlindungan yang khusus mengingat anak-anak dalam melakukan
hubungan hukum seharusnya masih memerlukan perwalian. Disisi lain
kepentingan pelaku usaha juga harus diperhatikan karena pelaku usaha
juga mempunyai hak untuk memperoleh penghidupan yang layak.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis mempunyai suatu solusi yang
dapat menjadi metode alternatif perlindungan dan pendidikan konsumen
anak-anak berupa program “Kawasan Konsumen Anak” atau
“KAKAK”. KAKAK adalah suatu program dimana mengefektifkan peran sekolah dalam menyelenggarakan perlindungan dan pendidikan konsumen
secara sekaligus. Disisi lain KAKAK juga mampu untuk mengakomodir
hak anak sebagai konsumen dan juga hak pelaku usaha. Apabila konsumen
anak-anak telah memperoleh pemenuhan hak berupa perlindungan dan
pendidikan konsumen yang baik, maka merupakan suatu keniscayaan
bahwa akan tercipta suatu generasi konsumen cerdas dan mandiri di
Indonesia.
2 _____, 2014,
BPOM : Jajanan Anak Sekolah Harus Aman,
http://infopublik.kominfo.go.id/read/67789/bpom‐jajanan‐anak‐sekolah‐harus‐aman.html , diakses pada 13 April 2014
3 Sidarta, 2000,
B. RUMUSAN MASALAH
Apakah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen telah secara efektif memenuhi hak konsumen
anak-anak dalam rangka mewujudkan generasi konsumen cerdas dan
mandiri di Indonesia ?
C. METODE PENULISAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam karya tulis ini adalah
penelitian hukum doktrinal, yakni metode penelitian hukum yang
dilakukan dengan meneliti bahan perundang-undangan , bahan pustaka
atau data sekunder. Dalam karya tulis ini penelitian bersifat deskriptif
analitis, yaitu dengan cara mengumpulkan data yang menggambarkan atau
memaparkan fakta-fakta maupun data-data serta analisis dari hasil
penelitian yang bertujuan memperoleh gambaran guna mendukung
argumentasi hukum secara sistematis dan terstruktur. Penelitian ini juga
berdasarkan yuridis normatif yaitu analisa penelitian berdasarkan pada
ketentuan peraturan perundang-undangan yang juga mengacu pada fakta
dan teori pendukung dalam penyelesaian permasalahan hukum
perlindungan konsumen di Indonesia. 4
D. PEMBAHASAN
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, Anak adalah seseorang yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Sedangkan perlindungan anak menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk
menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi. Hak-hak anak yang harus dilindungi tersebut merupakan
bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan
4 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 2003.
dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara.
Pada perlindungan hak anak, negara berpedoman pada 4 prinsip5 yaitu:
a) non diskriminasi;
b) kepentingan yang terbaik bagi anak;
c) hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan
d) penghargaan terhadap pendapat anak.
Perlunya pemenuhan dan perlindungan hak anak tersebut penting
untuk dilakukan karena berdasarkan hasil Proyeksi Sensus Penduduk
2010, penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 243,8 juta jiwa pada
2011 dan sekitar 33,9 persen diantaranya adalah anak-anak usia 0-17
tahun. Hasil Susenas 2011 menunjukkan bahwa anak usia 5-17 tahun yang
berstatus sekolah sebesar 80,29 persen. Penduduk pada kelompok usia
pendidikan dasar yaitu 7-12 tahun tercatat sebanyak 27,3 juta orang,
sedangkan pada kelompok usia pendidikan pra sekolah 0-6 tahun tercatat
sebanyak 32,6 juta orang, lalu pada kelompok pendidikan usia menengah
13-17 tahun tercatat sebanyak 22,4 juta orang.6 Gambaran -hak anak yang
harus dilindungi dan kondisi jumlah anak saat ini menjadi dasar yang
penting bagi pengambilan kebijakan yang tepat bagi anak oleh negara.
Tabel 1. Penduduk Indonesia Menurut Kelompok Umur Sekolah, 2011 (dalam juta)
Besarnya jumlah anak-anak yang bersekolah di Indonesia
berimplikasi juga pada besarnya jumlah konsumen anak di Indonesia.
5 Undang‐Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 6
Berdasarkan data yang diperoleh dari situs BPOM, diketahui bahwa 99%
anak sekolah mengonsumsi Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) untuk
memenuhi kebutuhan energinya saat berada di sekolah. Hal ini berarti
hampir sekitar delapan puluhan juta jiwa anak-anak Indonesia
mengonsumsi PJAS. Hasil pengawasan BPOM pada tahun 2013 juga
menunjukkan bahwa pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang memenuhi
syarat hanya sekitar 80,79% dari sampel PJAS yang diuji.7 Sedangkan
sisanya yang mencapai 19,21% tidak memenuhi syarat karena
penyalahgunaan bahan berbahaya serta cemaran mikroba dan atau bahan
tambahan pangan yang melebihi batas. Berdasarkan pernyataan yang
dikeluarkan oleh Kepala Badan POM, Dra Kustantinah, Apt, M.App.Sc
dalam acara seminar Gizi Lebih pada tahun 2011, ada beberapa potensi
masalah dari pangan jajanan anak sekolah yaitu:8
a) Mengandung pemanis buatan secara berlebihan
b) Mengandung bahan pewarna yang seharusnya tidak digunakan
untuk makanan, seperti rhodamin B (untuk warna merah) dan
methanil yellow (untuk warna kuning)
c) Mengandung bahan berbahaya seperti boraks atau formalin
d) Buruknya higien (tidak mencuci tangan sebelum mempersiapkan
makanan) dan sanitasi (tidak tersedianya air bersih) sehingga bisa
memicu terjadinya cemaran mikroba dan zat kimia.
Kondisi yang mengerikan dari PJAS tersebut berdampak pada
belum terpenuhinya hak-hak anak diantaranya adalah hak untuk hidup,
tumbuh, berkembang dengan baik. Hak-hak anak ini tidak dapat dipenuhi
dengan baik ketika kualitas konsumsi anak-anak masih mengalami
masalah seperti diatas. Disisi lain permasalahan kualitas PJAS tidak hanya
berdampak pada belum terpenuhinya hak anak, namun juga berdampak
7
_____, 2014, BPOM : Jajanan Anak Sekolah Harus Aman,
http://infopublik.kominfo.go.id/read/67789/bpom‐jajanan‐anak‐sekolah‐harus‐aman.html , diakses pada 13 April 2014
8
_____, 2014, Jajanan Anak Sumbang Kasus Keracunan,
pada belum terpenuhinya juga hak-hak anak sebagai konsumen atau hak
konsumen anak-anak.
Anak-anak sebagai konsumen juga berhak atas hak-hak yang
melekat pada konsumen pada umumnya yaitu hak konsumen atas
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa seperti yang tercantum dalam Pasal 4 Undang-Undang
Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Secara hukum,
anak-anak masih memerlukan perwalian untuk melakukan hubungan
hukum yang dalam hal ini adalah hubungan hukum jual beli. Menurut
Kunkel, et al.(2004) dan Calvert (2008) menyatakan bahwa konsumen
anak adalah unik oleh karena anak-anak kurang memiliki kemampuan dan
ketrampilan kognitif dibandingkan dengan orang yang lebih dewasa.9
Studi tentang kompetensi anak sebagai konsumen dan bagaimana anak
mengolah stimulus akan menarik dan bermakna. Konsumen anak adalah
subyek, dengan segala keterbatasan kognitifnya, adalah tetap konsumen
anak. Anak memiliki karakteristik tertentu yang unik dari beberapa
aspek.10 Konsekuensi dari hal ini adalah dalam perlindungan konsumen,
anak-anak diposisikan sangat lemah dalam konteks Undang-Undang
Perlindungan konsumen. Lemahnya posisi anak-anak dalam perlindungan
konsumen ini diantaranya terletak pada :
a) Tidak terdapatnya ketentuan dalam Undang-undang Perlindungan
Konsumen bahwa konsumen dibawah umur (konsumen anak)
harus melakukan hubungan hukum dengan pengawasan wali nya.
b) Konsumen anak-anak tidak dipertimbangkan dalam hal
pelaksanaan kewajiban konsumen yaitu membaca atau mengikuti
petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
9
Disarikan dari :
Kunkel, D., Wilcox, B.L., Cantor, J., Palmer, E., Linn, S., Dowrick, P. 2004. Psychological Issues in the Increasing Commercialization of Childhood, Report of The APA Task Force on Advertising and Children, February 20.
Calvert, S.L. 2008. Children as Consumers: Advertising and Marketing, The Future of Children, Vol 18 (1), Spring: 205–234.
10
barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan. Hal ini
dikarenakan tidak semua konsumen anak-anak telah dapat
membaca dan mengikuti petunjuk informasi.
c) Konsumen anak-anak sering menderita kerugian dalam pemenuhan
haknya. Namun penegakkan hak konsumen anak hanya sebatas
pada upaya represif setelah jatuhnya korban.
Hak-hak konsumen anak-anak tersebut nyatanya belum sepenuhnya
terakomodir dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan juga
Undang-Undang Perlindungan Anak. Selain itu para pihak yang
berkewajiban untuk memberi pemenuhan hak anak juga masih belum
dilibatkan dalam upaya pemenuhan hak anak sebagai konsumen. Apabila
kita melihat ketentuan dalam Undang-undang Perlindungan Anak, hak-hak
anak tersebut seharusnya dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga,
masyarakat, pemerintah, dan negara. Bila dikaitkan antara hak anak
sebagai konsumen maka hak-hak konsumen anak juga seharusnya
memperoleh perlindungan dari orang tua, keluarga, masyarakat,
pemerintah, dan negara. Perlindungan konsumen juga sebenarnya menjadi
tanggung jawab semua pihak yaitu pemerintah, pelaku usaha, organisasi
konsumen, dan konsumen itu sendiri. 11 Berdasarkan hal tersebut maka
jelas bahwa kedudukan konsumen anak dengan konsumen dewasa
berbeda. Kedudukan konsumen yang masih anak-anak selayaknya
memperoleh metode perlindungan yang berbeda dibandingkan dengan
konsumen dewasa.
Apabila dikaitkan dengan peristiwa dan kasus-kasus keracunan
yang disebabkan oleh PJAS, maka dalam hal ini konsumen anak yang
berada di usia sekolah juga harus memperoleh metode perlindungan yang
berbeda guna menjamin pemenuhan dan perlindungan hak anak tersebut
sebagai konsumen. Dalam hal perlindungan hak anak terkait PJAS, maka
pihak yang seharusnya memberikan perlindungan lebih adalah pemerintah
dan negara. Pemerintah dalam hal ini adalah instansi pendidikan tempat
11
anak tersebut menuntu ilmu. Selain itu pemerintah dalam hal ini juga dapat
dimaknai sebagai institusi penunjang dalam rangka menyediakan
perlindungan konsumen bagi anak-anak. Institusi ini seperti Badan
Pengawas Obat dan Makanan, Kementerian pendidikan dan kebudayaan,
Kementerian Pemberdayaan Perampuan dan anak, Kementerian
Perdagangan, dan lain sebagainya.
Belum efektifnya perlindungan hak konsumen anak dalam UU No.
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen maupun dalam UU No. 23
Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak sebenarnya dapat teratasi apabila
terdapat sinkronisasi hukum dan sinergi institusi dalam rangka
perlindungan hak konsumen anak. Dalam kaitannya dengan masalah
perlindungan konsumen anak pada kasus PJAS, maka hal yang diutamakan
adalah pada bidang perlindungan dan pendidikan konsumen anak-anak.
Hal ini berawal dari konsepsi hak asasi manusia yang menyatakan bahwa
hak asasi manusia harus dapat di lindungi, dipenuhi dan dikembangkan/
dimajukan. Sehingga hak anak yang merupakan bagian dari hak asasi
manusia yang kemudian di integrasikan dalam hak konsumen anak juga
selayaknya harus dapat dilindungi, dipenuhi dan dikembangkan.
Sebagai upaya untuk menyediakan perlindungan dan pendidikan
konsumen bagi anak-anak, penulis mempunyai suatu langkah progresif
berupa penyediaan program “Kawasan Konsumen Anak-anak” atau disingkat dengan “KAKAK”. KAKAK merupakan suatu ide dimana anak-anak sebagai konsumen akan memperoleh perlindungan dan
pendidikan sebagai konsumen cerdas dan mandiri secara sekaligus dalam
satu kawasan. Kawasan yang menjadi tempat berlangsungnya program
KAKAK ini adalah kawasan sekolah / kawasan institusi pendidikan.
Institusi pendidikan disini dapat terdiri dari pendidikan pra sekolah,
pendidikan dasar, pendidikan menengah pertama, dan pendidikan
menengah atas. Perlindungan konsumen anak pada program KAKAK ini
bertujuan untuk melindungi dan memenuhi hak anak sebagai konsumen.
bertujuan untuk meningkatkan kualitas pemenuhan hak anak sebagai
konsumen.
Kawasan pendidikan/ sekolah merupakan kawasan yang cocok
untuk menyelenggarakan program KAKAK dikarenakan yang pertama
kawasan ini rawan dari pelanggaran perlindungan konsumen khususnya
yang menyangkut keamanan konsumen dalam hal PJAS. Selain itu
kawasan pendidikan / sekolah juga merupakan tempat dimana 82.538.000
jiwa anak indonesia menuntut ilmu. Selain kedua hal tersebut, kawasan
pendidikan / sekolah juga menjadi tempat anak-anak untuk memperoleh
pendidikan dan pengetahuan. Fungsi strategis sekolah ini ditunjang dengan
keberadaan kurikulum pendidikan 2013 yang terintegrasi sehingga materi
pendidikan konsumen juga dapat dimasukkan dalam pembelajaran
anak-anak di sekolah sebagai suatu pengetahuan yang bersifat aktual dan faktual
tanpa mengganggu dan menambah beban belajar anak-anak di sekolah.
Program KAKAK ini sendiri difokuskan dalam dua bentuk
kegiatan utama yaitu perlindungan dan pendidikan konsumen anak. Untuk
kegiatan perlindungan konsumen anak, pihak sekolah selaku penanggung
jawab kawasan konsumen anak di sekolah tersebut dapat melakukan
kerjasama dengan instansi pemerintah lain guna memberikan perlindungan
konsumen. Instansi yang dapat bekerja sama dalam hal perlindungan
konsumen diantaranya adalah BPOM untuk pengecekan kualitas PJAS,
dinas terkait untuk mengecek izin pelaku usaha menjajakan PJAS di
kawasan sekitar sekolah, pemerintah kota/kabupaten untuk menetapkan
kawasan-kawasan dan batas-batas kawasan konsumen anak, dan instansi
lainnya.
Sedangkan untuk kegiatan pendidikan konsumen, pihak sekolah
dapat bekerjasama dengan berbagai instansi seperti kementerian
perdagangan melalui dirjen standarisasi dan perlindungan konsumen untuk
menyusun materi sosialisasi pendidikan konsumen di sekolah. Sedangkan
untuk pendidikan bagi pelaku usaha, pihak sekolah juga dapat menjalin
kerjasama dengan kementerian usaha mikro kecil dan menengah (UMKM)
kualitas PJAS dan juga kualitas usaha pelaku usaha. Pendidikan bagi
pelaku usaha penjajak PJAS penting untuk dilakukan dalam Kawasan
Konsumen Anak mengingat pelaku usaha juga mempunyai hak untuk
memperoleh penghidupan yang layak. Selain itu pendidikan bagi pelaku
usaha juga berfungsi untuk meningkatkan tanggung jawab dan kualitas
pelaku usaha dalam hal barang dagangannya.
Untuk lebih jelasnya, berikut kami paparkan beberapa kualifikasi
dari program Kawasan Konsumen Anak (KAKAK) :
a) Menetapkan kepastian kawasan konsumen anak di sekolah dan sekitarnya yang menjadi tampat berlangsungnya jual beli antara
pelaku usaha dan konsumen anak.
b) Pihak sekolah melakukan perlindungan hak anak melalui
identifikasi pelaku usaha yang menjajakan PJAS di kawasan konsumen anak.
c) Tertib penjualan pelaku usaha, dimana pelaku usaha diwajibkan untuk melapor kepada pihak sekolah ketika hendak menjajakan
barangnya di kawasan konsumen anak sebagai bentuk pertanggung
jawaban.
d) Pengecekan secara berkala dan pengambilan sampel PJAS oleh
instansi terkait untuk mengecek kualitas PJAS dalam KAKAK. e) Penegakkan hukum dan pembinaan bagi pelaku usaha yang
melanggar ketentuan pelaporan berjualan di kawasan Konsumen
Anak dan menjual barang yang terindikasi kurang berkualitas dan
merugikan konsumen anak.
f) Memberi kesempatan persaingan yang sehat antara pedagang yang berjualan di dalam sekolah (kantin) dengan pedagang yang
berjualan di luar sekolah namun masih dalam kawasan konsumen
anak. Selain itu hal ini juga memberikan jaminan bagi pelaku usaha
untuk dapat berdagang di kawasan konsumen anak.
konsumen anak saja. Selain itu pengawasan kepada pelaku usaha
juga menjadi lebih mudah.
h) Tidak menghalangi kerjasama dengan instansi pemerintah lain dalam hal perlindungan konsumen anak dan juga pendidikan
konsumen anak.
i) Pendidikan di sekolah melalui kurikulum 2013 yang terintegrasi
memberi peluang untuk masuknya materi perlindungan konsumen
tanpa membebani belajar anak.
j) Efisiensi dan efektifitas perlindungan dan pendidikan konsumen
anak karena dilakukan secara integratif dan bersinergi antar instansi. Hal ini juga dapat dimaknai juga sebagai pelibatan Lembaga Konsumen swadaya masyarakat dan Badan Perlindungan
Konsumen Indonesia.
k) Mengakomodir perlindungan konsumen anak karena beban kewajiban konsumen tidak sepenuhnya menjadi kewajiban
konsumen anak melainkan dialihkan menjadi kewajiban sekolah
sebagai wali anak diluar keluarganya.
l) Memudahkan memperoleh informasi pelaku usaha yang berjualan di kawasan konsumen anak untuk selanjutnya dilakukan
pendidikan dan pembinaan atas usahanya demi peningkatan
kualitas PJAS dan juga pemenuhan hak anak.
Dengan dilaksanakannya program KAKAK ini maka diharapkan
hak-hak anak sebagai konsumen akan dapat dipenuhi, dilindungi dan
dimajukan. Selain itu hak-hak pelaku usaha juga tidak serta merta
dikesampingkan dengan adanya pendidikan dan pembinaan bagi pelaku
usaha. Program KAKAK yang dilaksanakan secara integratif dan sinergi institusi ini juga diharapkan mampu mengakselerasi perwujudan
perlindungan konsumen anak-anak. Akumulasi dari hal tersebut
diharapkan mampu mewujudkan konsumen cerdas dan mandiri di
Indonesia. Generasi konsumen cerdas dapat terwujud apabila sedari dini
kita dapat melindungi anak-anak dari pengaruh produksi barang/jasa yang
memperoleh perlindungan, maka selanjutnya kita dapat melakukan
peningkatan pendidikan bagi konsumen anak. Bila hal ini telah terlaksana
dengan baik, maka generasi konsumen cerdas dan mandiri di Indonesia
dapat terwujud di masa depan nantinya.
E. PENUTUP
Sebagai generasi penerus bangsa, hak-hak anak untuk dapat hidup,
tumbuh dan berkembang nyatanya masih belum menunjukkan adanya
pemenuhan dan perlindungan hak anak. Hal ini dibuktikan dengan masih
banyaknya kasus keracunan yang menimpa anak-anak sebagai akibat dari
buruknya kualitas PJAS. Kasus ini juga merupakan cerminan dari belum
diakomodirnya hak-hak anak dalam hal perlindungan konsumen
khususnya di lingkungan sekolahan. Anak sebagai konsumen selayaknya
memperoleh perlindungan hak atas kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa seperti halnya
konsumen pada umumnya. Yang membedakan antara perlindungan
konsumen biasa dengan konsumen anak adalah metode perlindungannya
mengingat anak dalam melakukan hubungan hukum seharusnya masih
dibawah perwalian. Namun kondisi pemenuhan hak konsumen anak ini
nyatanya masih belum di akomodir dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sehingga pelaksanaan
perlindungan konsumen anak dalam undang-undang ini masih belum
efektif. Belum efektifnya pelaksanaan perlindungan konsumen anak dalam
undang-undang tersebut berimplikasi pada terhambatnya perwujudan
generasi konsumen cerdas dan mandiri di Indonesia.
Sebagai alternatif solusi untuk mewujudkan perlindungan hak
konsumen anak adalah melalui Kawasan Konsumen Anak (KAKAK).
Penerapan program KAKAK ini merupakan upaya untuk meningkatkan
efektifitas pelaksanaan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. KAKAK adalah sebuah program dimana dalam program ini
hendak mewujudkan konsumen cerdas dan mandiri Indonesia masa depan
perlindungan dan pendidikan bagi konsumen anak-anak tanpa
mengesampingkan kepentingan pelaku usaha. KAKAK ini sendiri
nantinya akan diterapkan di lingkungan sekolah yang mana disana
biasanya banyak penjajak PJAS. Penerapan KAKAK juga akan
mengedepankan integrasi dan sinergi institusi dalam mewujudkan perlindungan dan pendidikan konsumen anak maupun pelaku usaha. Hal
ini juga sebagai sarana negara dalam mewujudkan tujuan nasional yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa dan melindungi segenap bangsa
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ahmadi Miru, dan Sutarrnan Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan kedua, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Anna Triwijayati, dkk , 2012, Kompetensi Anak Dalam Mengambil Keputusan Konsumsi serta Regulasi dan Pemberdayaan Konsumen Anak dalam Mengkonsumsi Makanan Jajanan, Jurnal Aplikasi Manajemen Volume 10 Nomor 2 Juni 2012
Calvert, S.L. 2008. Children as Consumers: Advertising and Marketing, The Future of Children, Vol 18 (1), Spring: 205–234.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP&PA). 2012. Profil Anak Indonesia 2012. Jakarta : Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP&PA).
Kunkel, D., Wilcox, B.L., Cantor, J., Palmer, E., Linn, S., Dowrick, P. 2004.
Psychological Issues in the Increasing Commercialization of Childhood, Report of The APA Task Force on Advertising and Children, February 20. Sidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta : PT. Grasindo Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 2003. Penelitian Hukum Normatif. Rajawali:
Jakarta.
Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Website
______, 2014, BPOM : Jajanan Anak Sekolah Harus Aman,
http://infopublik.kominfo.go.id/read/67789/bpom-jajanan-anak-sekolah-harus-aman.html , diakses pada 13 April 2014
______, 2014, Jajanan Anak Sumbang Kasus Keracunan,
http://health.detik.com/read/2011/04/20/130102/1621765/763/135-persen-jajanan-anak-sumbang-kasus-keracunan?l771108bcj, diakses pada 13 April 2014
______, 2014, Anak TK Korban Keracunan dirawat di Lorong Puskesmas, http://regional.kompas.com/read/2014/02/03/2247038/Anak.TK.Korban.Ker acunan.Dirawat.di.Lorong.Puskesmas , diakses pada 13 April 2014
______, 2014, Puluhan Murid SD dan TK Keracunan Seusai Jajan, http://www.tribunnews.com/regional/2014/02/04/puluhan-murid-sd-dan-tk-keracunan-seusai-jajan , diakses pada 13 April 2014
______, 2014, BPOM : 80 Persen Jajanan Sekolah Masih Layak,
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/02/04/n0gmva-bpom-80-persen-jajanan-sekolah-masih-layak , diakses pada 13 April 2014
______, 2014, Lindungi Anak-Anak dari Jajanan Berbahaya,
LAMPIRAN PESERTA
Judul Naskah : PEMENUHAN HAK KONSUMEN ANAK MELALUI
KAWASAN KONSUMEN ANAK (KAKAK) DALAM RANGKA MEWUJUDKAN GENERASI KONSUMEN CERDAS DAN MANDIRI
Penulis
Nama : ARGADHIA ADITAMA
NIM : E0012056
Fakultas/ Universitas : Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Tempat dan Tanggal Lahir : Surakarta , 23 April 1994
Domisili (Alamat Surat) : Jl. Mangunsarkoro 86 Kadipiro Banjarsari
Surakarta 57136
Alamat Email : argadhia.a@gmail.com
Telepon, Ponsel : 085642160789