• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hak dan kewajiban kontrak kerja pak arif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hak dan kewajiban kontrak kerja pak arif"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

Apa yang dimaksud dengan kontrak kerja?

Sangatlah penting bagi pekerja untuk memiliki kontrek kerja. Kontrak kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara lisan dan/atau tulisan, baik untuk waktu tertentu maupun untuk waktu tidak tertentu yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban. Setiap perusahaan wajib memberikan kontrak kerja di hari pertama anda bekerja. Dalam KONTRAK KERJA biasanya terpapar dengan jelas pekerja memiliki hak mendapat kebijakan perusahaan yang sesuai dengan Undang- undang ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia. Di dalamnya juga memuat mengenai prosedur kerja dan kode disiplin yang ditetapkan perusahaan.

Dari bunyi pasal 1601a KUH Perdata dapat dikatakan bahwa yang dinamakan KONTRAK KERJA harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

 Adanya pekerja dan pemberi kerja

Antara pekerja dan pemberi kerja memiliki kedudukan yang tidak sama. Ada pihak yang kedudukannya diatas (pemberi kerja) dan ada pihak yang kedudukannya dibawah (pekerja). Karena pemberi kerja mempunyai kewenangan untuk

memerintah pekerja, maka kontrak kerja diperlukan untuk menjabarkan syarat , hak dan kewajiban pekerja dan si pemberi kerja.

 Pelaksanaan Kerja

Pekerja melakukan pekerjaan sesuai dengan apa yang ditetapkan di perjanjian kerja.

 Waktu Tertentu

Pelaksanaan kerja dilakukan dalam kurun waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh pemberi kerja.

 Adanya Upah yang diterima

Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan atau

(2)

Syarat sahnya kontrak kerja

Pasal 1338 ayat (1) menyatakan bahwa perjanjian yang mengikat hanyalah perjanjian yang sah. Supaya sah pembuatan perjanjian harus mempedomani Pasal 1320 KHU Perdata. Pasal 1320 KHU Perdata menentukan syarat sahnya kontrak kerja yaitu adanya :

 Kesepakatan

Yang dimaksud dengan kesepakatan di sini adalah adanya rasa ikhlas atau sukarela di antara pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut. Kesepakatan tidak ada apabila kontrak dibuat atas dasar paksaan, penipuan, atau kekhilafan.

 Kewenangan

Pihak-pihak yang membuat kontrak kerja haruslah orang-orang yang oleh hukum dinyatakan sebagai subyek hukum. Pada dasarnya semua orang menurut hukum mempunyai kewenangan untuk membuat kontrak. Yang tidak adalah anak-anak, orang dewasa yang ditempatkan di bawah pengawasan (curatele), dan orang sakit jiwa. Anak-anak adalah mereka yang belum dewasa yang menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan belum berumur 18 (delapan belas) tahun. Meskipun belum berumur 18 (delapan belas) tahun, apabila seseorang telah atau pernah kawin dianggap sudah dewasa, berarti cakap untuk membuat perjanjian.

 Objek yang diatur harus jelas

Hal ini penting untuk memberikan jaminan atau kepastian kepada pihak-pihak dan mencegah timbulnya kontrak fktif.

 Kontrak kerja harus sesuai dengan Undang - Undang.

Maksudnya isi kontrak tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan. Dan tidak boleh bersifat memaksa, ketertiban umum, dan atau kesusilaan.

(3)

Apa yang dimaksud dengan Kontrak Kerja?

Kontrak Kerja/Perjanjian Kerja menurut Undang-Undang No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.

Bagaimana membuat kontrak kerja yang memenuhi syarat?

Ada saja yang ada di dalamnya?

Menurut pasal 54 UU No.13/2003, Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya harus memuat:

a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha

b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh

c. jabatan atau jenis pekerjaan

d. tempat pekerjaan

e. besarnya upah dan cara pembayarannya

f. syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh

g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja

h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dani. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

(4)

Pada dasarnya untuk menyatakan suatu perjanjian kerja dianggap sah atau tidak maka wajib untuk memperhatikan ketentuan dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang menyatakan bahwa :

Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;

 kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya

 kecakapan untuk membuat suatu perikatan

 suatu pokok persoalan tertentu

 suatu sebab yang tidak terlarang

Pasal 52 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga menegaskan bahwa :

Perjanjian kerja dibuat atas dasar:

 kesepakatan kedua belah pihak

 kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum

 adanya pekerjaan yang diperjanjikan

 pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku.

Apa saja jenis kontrak kerja menurut bentuknya?

a) Berbentuk Lisan/ Tidak tertulis

 Meskipun kontrak kerja dibuat secara tidak tertulis, namun kontrak kerja jenis ini tetap bisa mengikat pekerja dan pengusaha untuk melaksanakan isi kontrak kerja tersebut.

 Tentu saja kontrak kerja jenis ini mempunyai kelemahan fatal yaitu apabila ada beberapa isi kontrak kerja yang ternyata tidak dilaksanakan oleh pengusaha karena tidak pernah dituangkan secara tertulis sehingga merugikan pekerja.

b) Berbentuk Tulisan

 Perjanjian yang dituangkan dalam bentuk tulisan, dapat dipakai sebagai bukti tertulis apabila muncul perselisihan hubungan industrial yang memerlukan adanya bukti-bukti dan dapat dijadikan pegangan terutama bagi buruh apabila ada beberapa kesepakatan yang tidak dilaksanakan oleh pengusaha yang merugikan buruh.

(5)

Apa saja jenis perjanjian kerja menurut waktu

berakhirnya?

a) Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang pekerjanya sering disebut karyawan kontrak adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan

kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu.

PKWT harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

 didasarkan atas jangka waktu paling lama tiga tahun atau selesainya suatu pekerjaan tertentu

 dibuat secara tertulis dalam 3 rangkap : untuk buruh, pengusaha dan Disnaker

(Permenaker No. Per-02/Men/1993), apabila dibuat secara lisan maka dinyatakan sebagai perjanjian kerja waktu tidak tertentu

 dalam Bahasa Indonesia dan huruf latin atau dalam Bahasa Indonesia dan bahasa asing dengan Bahasa Indonesia sebagai yang utama;

 tidak ada masa percobaan kerja (probation), bila disyaratkan maka perjanjian kerja BATAL DEMI HUKUM(Pasal 58 UU No. 13/2003).

b) Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)

Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP. 100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap.

Pekerjanya sering disebut karyawan tetap

Selain tertulis, PKWTT dapat juga dibuat secara lisan dan tidak wajib mendapat pengesahan dari intstansi ketenagakerjaan terkait. Jika PKWTT dibuat secara lisan maka perusahaan wajib membuat surat pengangkatan kerja bagi karyawan yang bersangkutan. PKWTT dapat

mensyaratkan adanya masa percobaan kerja (probation) untuk paling lama 3 (tiga) bulan, bila ada yang mengatur lebih dari 3 bulan, maka demi hukum sejak bulan keempat, si pekerja sudah dinyatakan sebagai pekerja tetap (PKWTT). Selama masa percobaan, Perusahaan wajib

membayar upah pekerja dan upah tersebut tidak boleh lebih rendah dari upah minimum yang berlaku.

(6)

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Apa yang dimaksud dengan Perjanjian Kerja Waktu

Tertentu?

Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.100/MEN/IV/2004 tentang Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu.

Siapa saja pihak yang bersangkutan dalam

penandatanganan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu?

Pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang menjadi pihak dalam perjanjian adalah pekerja secara pribadi dan langsung dengan pengusaha

Apa saja isi dari Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

(PKWT) ?

Isi dari PKWT bersifat mengatur hubungan individual antara pekerja dengan

perusahaan/pengusaha, contohnya : kedudukan atau jabatan, gaji/upah pekerja, tunjangan serta fasilitas apa yang didapat pekerja dan hal-hal lain yang bersifat mengatur hubungan kerja secara pribadi.

Apa saja jenis dan sifat pekerjaan yang

diperbolehkan menggunakan Perjanjian Kerja Waktu

Tertentu?

1. Pekerjaan yang selesai sekali atau sementara sifatnya yang penyelesaiannya paling lama tiga tahun

(7)

 Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu harus mencantumkan batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai.

 Apabila pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan, dapat dilakukan pembaruan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

 Pembaruan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dilakukan setelah masa tenggang waktu 30 hari setelah berakhirnya Perjanjian Kerja. Selama tenggang waktu 30 hari tersebut, tidak ada hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan/pengusaha.

2. Pekerjaan Musiman

 Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ini hanya dapat dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu.

 Pekerjaan – pekerjaan yang harus dilakukan untuk memenuhi pesanan/ target tertentu dapat dilakukan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu sebagai pekerjaan musiman.

 Perjanjian Kerja Waktu Tertentu untuk pekerjaan musiman tidak dapat dilakukan pembaruan.

3. Pekerjaan yang terkait dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

 Perjanjian Kerja Waktu Tertentu untuk jenis pekerjaan ini hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali paling lama 1 tahun.

 Perjanjian Kerja Waktu Tertentu untuk pekerjaan ini tidak dapat dilakukan pembaruan

 Perjanjian Kerja Waktu Tertentu hanya boleh diberlakukan bagi pekerja yang melakukan pekerjaan di luar kegiatan atau di luar perkerjaan yang biasa dilakukan perusahaan 4. Pekerjaan harian/ Pekerja lepas

 Perjanjian Kerja Waktu Terntu dapat dilakukan untuk pekerjaan – pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran.

 Perjanjian Kerja Waktu Tertentu untuk pekerja harian lepas dilakukan dengan ketentuan pekerja bekerja kurang dari 21 hari dalam 1 bulan.

 Apabila pekerja harian bekerja selama 21 hari atau lebih selama 3 bulan berturut-turut maka Perjanjian Kerja Waktu Tertentu berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu.

 Pengusaha yang mempekerjakan pekerja harian/lepas wajib membuat perjanjian kerja secara tertulis

 Perjanjian Kerja tersebut harus memuat sekurang – kurangnya : Nama/alamat perusahaan atau pemberi kerja, nama/alamat pekerja, jenis pekerjaan yang dilakukan dan bersarnya upah dan/atau imbalan lainnya.

(8)

Tidak. PKWT wajib dibuat secara tertulis dan didaftarkan di instansi ketenagakerjaan terkait. Apabila dibuat secara lisan, akibat hukumnya adalah kontrak kerja tersebut menjadi PKWTT.

Berapa lama PKWT dapat diadakan?

PKWT dapat diadakan paling lama 2 (dua) tahun. Apabila pengusaha ingin melakukan perpanjangan kontrak, maka pengusaha wajib memberitahukan maksud perpanjangan tersebut secara tertulis kepada pekerja paling lama 7 (tujuh) hari sebelum kontrak berakhir.

Berapa lama maksimal Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

yang diperbolehkan Undang-Undang?

Menurut UU No.13/2003 pasal 59 ayat 4, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) hanya boleh dilakukan paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

Pengusaha/perusahaan yang bermaksud memperpanjang PKWT tersebut, harus memberitahukan maksudnya untuk memperpanjang PKWT secara tertulis kepada pekerja yang bersangkutan, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum PKWT berakhir. Jika pengusaha tidak memberitahukan perpanjangan PKWT ini dalam wakktu 7 (tujuh) hari maka perjanjian kerjanya batal demi hukum dan menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), seperti yang diatur dalam UU No.13/2003 pasal 59 ayat 5.

Hal ini juga ditegaskan dalam pasal 3 ayat 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP. 100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, bahwa PKWT hanya dibuat untuk paling lama 3 (tiga) tahun.

(9)

Apakah pembaruan perjanjian kerja dapat diterapkan

dalam PKWT?

Dapat. Menurut UU No.13/2003 pasal 59 ayat 6, Pembaruan perjanjian kerja dapat dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun. Pembaharuan ini dapat diadakan setelah lebih dari 30 hari sejak berakhirnya PKWT . Misalnya, apabila pekerjaan belum dapat diselesaikan maka dapat diadakan pembaruan perjanjian. Apabila PKWT tidak melalui masa tenggang waktu 30 hari sejak berakhirnya PKWT, maka PKWT dapat berubah menjadi PKWTT.

Pembaruan PKWT ini dilakukan dalam hal PKWT dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu, namun karena kondisi tertentu maka pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan - pasal 3 ayat 5 Kepmenakertrans Nomor KEP. 100/MEN/VI/2004

Apa perbedaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dengan

Outsourcing?

Outsourcing = Perjanjian Pemborongan Pekerjaan. Perusahaan pemberi kerja memborongkan sebagian dari pekerjaan kepada perusahaan pemborong atau perusahaan penyedia tenaga kerja melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja.

Hubungan kerja antara pekerja outsourcing dengan perusahaan pemborong pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja dapat dengan status Perjanjian Kerja Waktu Tertentu atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu. Undang-undang tidak mengatur tentang hal ini.

Baik pekerja yang dipekerjakan langsung oleh perusahaan maupun pekerja dari perusahaan pemborong outsourcing akan bekerja di lokasi kerja perusahaan tersebut. Status hubungan kerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu apakah pekerja yang dipekerjakan langsung atau pekerja yang melalui outsourcing boleh saja dilakukan sepanjang sesuai dengan ketentuan Pasal 59 Undang – Undang No. 13 tahun 2003.

(10)

Mengenai aspek hukum hubungan kerja antara Saudara -selaku pekerja/buruh- dengan “perusahaan outsourcing“, dijelaskan dalam UU No. 13.2003 pasal 66 ayat 2 huruf b,

bahwa perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan penyedia jasa pekerja, adalah PKWT apabila pekerjaannya memenuhi persyaratan sebagai pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pelaksanaannya akan selesai dalam waktu tertentu; dan/atau PKWTT yang dibuat (diperjanjikan) secara tertulis dan ditanda-tangani oleh kedua belah pihak.

Terkait dengan ketentuan tersebut, dijelaskan dan dipertegas dalam pasal 59 ayat 2 UU No. 13/2003, bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu (PKWT), tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.

Yang dimaksud dengan pekerjaan yang bersifat tetap, ada 2 (dua) kategori, yakni:

 pekerjaan yang sifatnya terus-menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalan satu perusahaan, atau

 pekerjaan pekerjaan yang bukan musiman (Penjelasan pasal 59 ayat 2 UU No. 13/2003).

Dengan perkataan lain, apabila suatu pekerjaan walau bersifat terus-menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu namun bukan merupakan bagian dari suatu proses produksi pada satu perusahaan, dalam arti hanya merupakan kegiatan jasa penunjang yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi atau kegiatan pokok (core business) sebagaimana disebutkan dalam Pasal 66 ayat (1) UU No. 13/2003, maka dianggap bukan sebagai pekerjaan yang berisfat tetap, sehingga dapat menjadi objek PKWT.

Berkenaan dengan pelaksanaan kegiatan jasa penunjang, walaupun pekerja dapat dipekerjakan dengan hubungan kerja melalui PKWT, akan tetapi untuk

“perusahaan outsourcing”, ada persyaratan tambahan sebagai amanat Putusan MK Register Nomor 27/PUU-IX/2011, bahwa PKWT harus memuat prinsip pengalihan tindakan

perlindungan bagi pekerja atau Transfer of Undertaking Protection Employment (TUPE) yang mengamanatkan:

 pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh (termasuk berlanjutnya hubungan kerja dengan perusahaan outsourcing yang baru) yang objek kerja-nya tetap ada

walaupun terjadi pergantian perusahaan outsourcing.

 masa kerja pekerja/buruh harus diperjanjikan (dalam PKWT) untuk dibuatexperience letter

(11)

Apa yang harus dimuat dalam Perjanjian Kerja Tidak

Tertentu pada perusahaan penyedia jasa (outsourcing)?

Atas dasar Putusan MK tersebut kemudian dituangkan dalam Pasal 29 ayat (2) dan ayat (3) Permenakertrans No. 19 Tahun 2012, khususnya PKWT pada perusahaan penyedia jasa pekerja, bahwa PKWT-nya, sekurang-kurangnya memuat:

 jaminan kelangsungan bekerja;

 jaminan terpenuhinya hak-hak pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan yang diperjanjikan; dan

 jaminan perhitungan masa kerja apabila terjadi pergantian perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh untuk menetapkan upah;

Demikian juga memuat hak-hak lainnya, seperti

 hak atas cuti (tahunan) apabila telah memenuhi syarat masa kerja;

 hak atas jamsostek;

 Tunjangan Hari Raya (THR),

 istirahat mingguan;

 hak atas ganti-rugi (kompensasi diakhirinya hubungan kerja PKWT);

 penyesuaian upah berdasarkan -akumulasi- masa kerja;

 dan hak-hak lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan/atau perjanjian kerja (PKWT) sebelumnya.

Apakah ada aturan hukum mengenai penahanan

surat-surat berharga milik karyawan?

Peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, termasuk UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak mengatur boleh-tidaknya perusahaan menahan surat-surat berharga milik karyawan, seperti misalnya ijazah.

Penahanan ijazah pekerja/karyawan oleh perusahaan, diperbolehkan, sepanjang memang menjadi kesepakatan antara kedua belah pihak. Kesepakatan antara pekerja dan pengusaha biasa

dituangkan dalam perjanjian kerja yang mengikat pekerja dan pengusaha dalam hubungan kerja. Artinya, penahanan ijazah oleh pengusaha diperbolehkan sepanjang Anda menyepakatinya dan Anda masih terikat dalam hubungan kerja.

(12)

perusahaan tidak mau mengembalikan ijazah Anda, Anda dapat menggugat perusahaan tersebut atas dasar perbuatan melawan hukum atau melaporkan ke polisi atas tuduhan penggelapan.

Sedangkan, penggelapan diatur dalam Pasal 372 KUHP. Yang termasuk penggelapan adalah perbuatan mengambil barang milik orang lain sebagian atau seluruhnya) di mana penguasaan atas barang itu sudah ada pada pelaku, tapi penguasaan itu terjadi secara sah. Misalnya,

penguasaan suatu barang oleh pelaku terjadi karena pemiliknya menitipkan barang tersebut. Atau penguasaan barang oleh pelaku terjadi karena tugas atau jabatannya, misalnya petugas penitipan barang. Tujuan dari penggelapan adalah memiliki barang atau uang yang ada dalam

penguasannya yang mana barang/uang tersebut pada dasarnya adalah milik orang lain.

Bagaimanakah bila tidak ada perjanjian kerja yang tertulis

antara pekerja dengan perusahaan dikarenakan perusahaan

masih baru beroperasi?

Pada dasarnya, perjanjian kerja tidak harus dilakukan secara tertulis. Berdasarkan Pasal 50 dan Pasal 51 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh, yang mana perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis atau lisan. Akan tetapi, terdapat pengecualian dalam hal perjanjian kerja untuk waktu tertentu (PKWT). Dalam Pasal 57 UU No.13/2003 ditegaskan bahwa PKWT harus dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. PKWT yang dibuat tidak tertulis dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu (PKWTT).

Selain itu, dalam hal perusahaan tidak membuat perjanjian kerja secara tertulis (PKWTT) dengan pekerjanya, maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan (Pasal 63 UU Ketenagakerjaan).

Surat pengangkatan tersebut sekurang-kurangnya memuat keterangan:

a. nama dan alamat pekerja/buruh;

b. tanggal mulai bekerja;

c. jenis pekerjaan; dan

(13)

Jadi, dalam hal perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu, memang tidak harus dilakukan dengan perjanjian kerja tertulis, akan tetapi perusahaan wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerjanya.

Bagaimana hukumnya jika Perjanjian Kerja Waktu

Tertentu dibuat dalam Bahasa Inggris dan para pihak yang

bertandatangan adalah orang asing?

Dalam Undang – Undang No. 13 tahun 2003 pasal 57 ayat 1 menyatakan bahwa “Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin”.

Meski para pihak adalah orang asing, hukum yang berlaku dalam perjanjian tersebut adalah Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, oleh karena itu PKWT harus dibuat dalam bahasa Indonesia, dengan terjemahan ke Bahasa Inggris. Segala ketentuan yang mengikat secara hukum adalah ketentuan yang ditulis dalam Bahasa Indonesia. Bahasa Inggris dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tersebut hanyalah merupakan terjemahan, agar para pihak mengerti isinya.

Apa yang menjadi acuan untuk tenaga kerja asing yang

bekerja di

representative office

jika ingin hak-haknya bisa

diakomodir menurut hukum Indonesia?

(14)
(15)

Latar Belakang

Dalam dunia kerja, sebelum terjadi hubungan kerja antara Pengusaha dan Pekerja, dibuat suatu perjanjian yang merupakan dasar kesepakatan untuk memenuhi hak dan kewajiban antara masing-masing pihak (Pengusaha dan Pekerja). Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) mengatur tentang perjanjian kerja, dan juga mengatur tentang perjanjian kerja bersama. Berdasarkan Pasal 1 angka 21 UU Ketenagakerjaan, perjanjian kerja bersama (“PKB”) adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.

Pengertian Serikat Pekerja/Serikat Buruh

Berdasarkan pengertian tersebut, PKB mengatur mengenai perjanjian antara serikat pekerja/beberapa serikat pekerja dengan pengusaha/beberapa pengusaha/perkumpulan pengusaha. Istilah serikat pekerja/serikat buruh berdasarkan Pasal 1 angka 17 UU Ketenagakerjaan, adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

Serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/ serikat buruh harus tercatat dan telah terdaftar dalam instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, yaitu Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia.

Syarat dan Tata Cara Penyusunan Perjanjian Kerja Bersama

Dalam 1 (satu) perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) PKB yang berlaku bagi seluruh pekerja/ buruh di perusahaan. Pembuatan PKB disusun secara musyawarah dan harus dilandasi dengan itikad baik antara pihak pengusaha dengan pekerja, yang artinya harus ada kejujuran dan keterbukaan para pihak serta kesukarelaan/kesadaran tanpa ada tekanan dari satu pihak terhadap pihak lain.

(16)

Penyelesaian melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial dapat dilakukan melalui lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

PKB harus dibuat secara tertulis dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia. Dalam hal terdapat PKB yang dibuat tidak menggunakan bahasa Indonesia, maka PKB tersebut harus diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah tersumpah. Apabila PKB dibuat dalam bahasa Indonesia, dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa lain dan menimbulkan penafsiran yang berbeda, maka PKB yang berlaku adalah yang dibuat dalam bahasa Indonesia.

- See more at:

http://www.hukumtenagakerja.com/perjanjian-kerja-bersama/#sthash.wsNEUvLt.dpuf

STRATEGI PENYUSUNAN PERJANJIAN KERJA

BERSAMA (PKB)

(17)

1

Oleh : H. Gunarto, S.H.,S.E.Akt.,M.Hum.

Tenaga Kerja di Indonesia

Negara Indonesia adalah negara yang mempunyai jumlah penduduk yang banyak, hal ini merupakan modal bagi pembangunan bangsa. Dari jumlah penduduk yang banyak tersebut, mereka dapat menjadi tenaga kerja di negaranya sendiri. Namun, perkembangan penduduk dapat menjadi suatu faktor pendorong maupun penghambat dalam pembangunan bangsa. Dipandang sebagai faktor pendorong karena perkembangan atau banyaknya penduduk itu memungkinkan pertambahan jumlah tenaga kerja dari masa ke masa. Pertambahan penduduk dan pemberian pendidikan kepada mereka sebelum menjadi tenaga kerja, memungkinkan suatu masyarakat memperoleh bukan saja tenaga kerja yang tidak berkeahlian sama sekali, akan tetapi juga tenaga kerja terampil, tenaga kerja terdidik, dan golongan usahawan yang berpendidikan.[1]

Namun, banyaknya tenaga kerja ini tidak diimbangi dengan adanya lapangan kerja, inilah yang menimbulkan akibat buruk, yakni banyaknya pengangguran.. Padahal dalam ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa : “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” [2]

Pada dasarnya pembangunan nasional Indonesia dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional ini, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, apakah itu tenaga kerja di dalam negeri maupun di luar negeri diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.[3]

Pekerja/Buruh di Perusahaan

Setiap orang mempunyai kebebasan untuk memilih pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Bekerja adalah hak setiap orang. Setiap orang bebas untuk mengusahakan haknya serta menentukan sendiri tindakannya.[4] Tetapi tidak semua orang memiliki ketrampilan dan keahlian yang dibutuhkan oleh perusahaan, dan perusahaan mulai memperketat penerimaaan tenaga kerja, yakni hanya orang-orang yang memiliki kriteria yang diinginkan oleh perusahaan saja yang diterima.

(18)

perkembangan hidupnya, bukan hanya sekedar untuk mencari nafkah, melainkan harus pula didasari itikad baik bahwa dengan jasa-jasa yang telah dijualnya itu dapat pula merupakan sumbangan untuk turut melancarkan usaha dan kegiatan dalam pengembangan masyarakat.[5] Dengan demikian antara perusahaan (pengusaha) dengan buruh akan terjalin hubungan kerja, yakni hubungan-hubungan dalam rangka pelaksanaan kerja antara buruh dengan pengusaha dalam suatu perusahaan yang berlangsung dalam batas-batas perjanjian kerja dan peraturan kerja yang telah disepakati bersama oleh kedua belah pihak.[6]

Hubungan Kerja Pengusaha dan Pekerja/Buruh

Antara perusahaan (pengusaha) dengan tenaga kerja (pekerja/buruh) terjalin hubungan kerja, yakni hubungan-hubungan dalam rangka pelaksanaan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha dalam suatu perusahaan yang berlangsung dalam batas-batas perjanjian kerja dan peraturan kerja yang telah disepakati bersama oleh kedua belah pihak.[7]

Dapat dikatakan pula bahwa hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan tenaga kerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Jadi, hubungan kerja adalah hubungan (hukum) antara pengusaha dengan pekerja/buruh (karyawan) berdasarkan perjanjian kerja. Dengan demikian, hubungan kerja tersebut adalah sesuatu yang abstrak, sedangkan perjanjian kerja adalah sesuatu yang konkret atau nyata.[8]

Dengan terwujudnya hubungan kerja itu, maka baik pengusaha maupun buruh yang

bersangkutan masing-masing telah terikat oleh isi perjanjian kerja tersebut, dan masing-masing telah memperoleh hak, di mana pengusaha berhak memerintah dan/atau menugaskan buruh agar bekerja dengan giat dan rajin tanpa melampaui batas-batas isi perjanjian itu, dan buruh berhak menerima upah dan jaminan-jaminan lainnya kepada pengusaha tanpa melampaui pula batas-batas isi perjanjian kerja tersebut. Dengan demikian antara pengusaha dan pekerja/buruh ini mempunyai hubungan timbal balik, atau dengan kata lain baik perusahaan ataupun buruh masing-masing mempunyai hak dan kewajiban.[9] Hak dan kewajiban tersebut harus dilaksanakan sampai batas waktu perjanjian kerja berakhir.

Perjanjian Kerja Bersama

Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, selain mengenal perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha/perusahaan, dikenal pula perjanjian kerja bersama antara serikat pekerja dengan perusahaan/perkumpulan pengusaha.

(19)

Berdasarkan ketentuan di atas terlihat bahwa yang terlibat dalam pembuatan PKB adalah serikat pekerja dan pengusaha, sedangkan hal-hal yang dimuat dalam PKB meliputi hak dan kewajiban dari kedua belah pihak. Berdasarkan ketentuan di atas, PKB harus didaftarkan ke instansi yang berwenang dalam hal ini adalah Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Selanjutnya menurut Pasal 1 ayat (4), yang dimaksud dengan pengusaha adalah orang

perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri atau bukan milik sendiri yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. Yang dimaksud dengan perusahaan sendiri adalah perusahaan yang dimiliki oleh pengusaha, sedangkan yang dimaksud dengan bukan milik sendiri adalah perusahaan yang dijalankan oleh direksi yang bukan pemilik perusahaan. Dalam hal ini direksi bertindak atas nama perusahaan untuk melakukan perundingan bersama pekerja.

Sedang yang dimaksud dengan serikat pekerja adalah seperti tercantum dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Menurut Pasal 1 undang-undang tersebut, yang dimaksud serikat pekerja Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh, baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna

memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta me-ningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.[11] Menurut Pasal 5, serikat pekerja bisa dibentuk oleh sekurang kurangnya 10 pekerja.

Tidak ada ketentuan yang mewajibkan perusahaan untuk membuat kesepakatan bersama. Yang harus dilakukan oleh perusahaan menurut ketentuan Pasal 2 KEP. 48/MEN/IV/2004 adalah membuat peraturan perusahaan. Ketentuan ini berlaku bagi perusahaan yang mempekerjakan sedikitnya 10 karyawan. Seperti PKB, peraturan kerja bersama juga mengatur hak serta

kewajiban pengusaha dan pekerja. Bedanya peraturan perusahaan dibuat oleh perusahaan tanpa melibatkan serikat pekerja sehingga kepentingan pekerja belum tentu terakomodasi secara maksimal.

Meski pengusaha tidak diwajibkan membuat PKB, menurut ketentuan Pasal 15 KEP.

48/MEN/IV/2004 mereka harus memberikan respons jika serikat pekerja meminta adanya PKB. Jadi, apabila serikat pekerja menghendaki adanya PKB, pengusaha wajib memenuhinya.

Biasanya serikat pekerja akan mengirim surat resmi meminta agar pengusaha melakukan perundingan dalam rangka pembuatan PKB.

Tujuan PKB[12]

Perjanjian kerja bersama dimaksudkan untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis antara pengusaha dengan pekerja. Pengusaha dan pekerja pada dasarnya adalah saling

membutuhkan. Pengusaha membutuhkan pekerja untuk melakukan aktivitas perusahaan, sedang pekerja membutuhkan pengusaha untuk mendapatkan penghasilan.

(20)

lain pihak, pekerja jangan menuntut yang berlebihan seperti upah yang sangat tinggi maupun fasilitas-fasilitas lainnya. Tuntutan yang berlebihan dapat menganggu kelangsungan hidup perusahaan yang pada gilirannya mengancam kesejahteraan pekerja sendiri. Untuk itulah dalam PKB, perlu dicapai kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak.

PKB juga berfungsi untuk mengatur hak dan kewajiban perusahaan kepada pekerja dan hak dan kewajiban pekerja terhadap perusahaan. Dengan adanya PKB hak dan kewajiban kedua belah pihak menjadi jelas. PKB dipakai sebagai dokumen resmi yang bisa digunakan untuk

menyelesaikan masalah jika terjadi perselisihan antara kedua belah pihak.

Selain itu juga PKB sebagai alat perlindungan bagi pekerja terutama yang berada di level bawah. Seperti diketahui, PKB biasanya diberlakukan untuk karyawan level bawah seperti seperti clerck, messenger, atau office boy yang mempunyai posisi tawar relatif rendah. Dengan adanya PKB ini, posisi mereka menjadi lebih terlindungi. Untuk pekerja di level yang lebih tinggi, mereka

biasanya mempunyai posisi tawar yang lebih tinggi karena kemampuan yang mereka miliki. Mereka biasanya mempunyai perjanjian yang sifatnya individual dengan ketentuan yang lebih menguntungkan bagi mereka. Walaupun ada juga perusahaan yang mengatur bahwa PKB berlaku untuk semua golongan pekerja.[13]

Tipe-tipe Penyelenggaraan PKB

Tipe-tipe penyelenggaraan PKB, yaitu :

1. Singgle Plant;

a. Pihak-pihak yang berunding ialah pimpinan unit kerja dan pengusaha dari suatu perusahaan;

b. PKB yang dihasilkan mengikat pekerja dan pengusaha di perusahaan itu;

c. PKB ini tidak berlaku di perusahaan lain.

2. Company Wide.

Perjanjian kerja bersama tipe ini pada umumnya diselenggarakan di perusahaan-perusahaan yang mempunyai cabang-cabang yang tersebar di beberapa tempat.

a. Pihak-pihak yang berunding ialah pimpinan unit kerja- pimpinan unit kerja dari kantor pusat dan cabang;

b. Dalam tipe ini biasanya pimpinan pusat sektor biasanya ikut serta sebagai pendamping atau koordinator;

(21)

d. PKB yang dihasilkan mengikat semua pekerja di pusat maupun di cabang.

Prinsip-prinsip Penyusunan PKB

Dalam penyelenggaraan penyusunan PKB, perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Masing-masing pihak dijamin untuk mengeluarkan pendapat dan keinginan secara bebas dan bertanggungjawab;

2. Kedua belah pihak harus berusaha dengan segala ketulusan hati dan semangat kemitraan;

3. Keputusan diambil atas dasar prinsip musyawarah untuk mufakat, metode pemungutan suara harus dihindarkan karena metode tersebut bukanlah aturan main yang dapat diperlakukan dalam penyusunan PKB;

4. Isi dan nilai PKB tidak boleh lebih rendah dari norma yang berlaku, misalnya PKB mengenai upah pekerja/buruh tidak boleh lebih rendah dari nilai upah yang terdapat dalam ketentuan mengenai upah minimum kabupaten, dan lain sebagainya.

Tata Tertib Perundingan[14]

Perjanjian kerja bersama dibuat melalui perundingan antara pengusaha dan serikat pekerja yang mewakili seluruh pekerja dilakukan berdasarkan itikad baik dan kemauan bebas kedua belah pihak dan dilakukan secara musyawarah untuk mufakat.

Untuk bisa mewakili pekerja, serikat pekerja harus mempunyai anggota lebih dari 50% dari jumlah keseluruhan pekerja yang dibuktikan dengan kartu keanggotaan yang sah dan masih berlaku. Jika jumlah anggota kurang dari 50% seperti ketentuan Pasal 16 KEP. 48/MEN/ IV/2004 maka serikat pekerja harus mencari dukungan dari pekerja yang bukan anggota sehingga jumlahnya mencapai 50% dari total pekerja. Perusahan harus memperhatikan secara serius apakah serikat pekerja memenuhi persyaratan ini. Serikat pekerja tidak dapat mengklaim mewakili karyawan jika tidak mendapat mandat tertulis dari 50% total pekerjanya.

Sebelum perundingan dimulai, kedua belah pihak perlu menyepakati tata tertib perundingan yang memuat tujuan pembuatan tata tertib, susunan tim perunding, materi perundingan, tempat

perundingan, dan tata cara perundingan.

Tempat perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama dilakukan di kantor perusahaan atau kantor serikat pekerja/serikat buruh atau di tempat lain sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Tempat perundingan tidak harus di hotel atau tempat yang memerlukan biaya yang mahal, bisa dilakukan di mess wisma perusahaan atau tempat netral lainnya. Sedangkan biaya

(22)

Tata tertib juga perlu mencantumkan cara penyelesaian apabila terjadi kebuntuan perundingan seperti diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Menurut undang-undang tersebut, penyelesaian perselisihan dilakukan secara bipartit antara per-usahaan dan pekerja sendiri. Jika tidak terselesaikan maka perselisihan diselesaikan melalui mediasi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi di tingkat pusat ataupun Dinas Tenaga Kerja di tingkat daerah. Jika tidak tercapai kesepakatan maka kasus dibawa ke Pengadilan Hubungan Industrial di bawah Pengadilan Negeri.

Meski penyelesaian perselisihan melalui pengadilan dimungkinkan, namun disarankan agar sebisa mungkin perselisihan bisa diselesaikan di luar pengadilan, sebab penyelesaian perkara melalui pengadilan membutuhkan biaya yang besar. Selain itu pihak pekerja juga dirugikan karena lamanya perundingan mengakibatkan tertundanya pelaksanaan hak-hak pekerja.

Sah dan Masa Berlakunya PKB[15]

Perjanjian Kerja Bersama dinyatakan sah setelah ditandatangani oleh kedua belah pihak (perusahaan dan serikat pekerja), dan berlaku sejak ditandatanganinya perjanjian tersebut. Setelah ditandatangani, pengusaha mendaftarkan PKB tersebut kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, yaitu Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota untuk perusahaan yang terdapat hanya dalam satu wilayah kabupaten/kota Dinas Tenaga Kerja Provinsi dan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk perusahaan yang terdapat pada lebih dari satu provinsi.

Pendaftaran dimaksudkan sebagai alat monitoring dan evaluasi pengaturan syarat-syarat kerja yang dilaksanakan di perusahaan dan sebagai rujukan utama dalam hal terjadi perselisihan pelaksanaan perjanjian kerja bersama. Pendaftaran bukan merupakan syarat sahnya PKB. PKB tetap berlaku jika telah ditandatangani oleh perusahaan dan pekerja meskipun belum didaftarkan kepada instansi di atas. PKB berlaku selama dua tahun sejak ditandatangani dan bisa

diperpanjang maksimum satu tahun berdasarkan kesepakatan tertulis kedua belah pihak.

Pemberlakuan PKB

PKB bisa diberlakukan terhadap seluruh karyawan atau hanya sebagian karyawan tergantung kesepakatan yang dicantumkan dalam perjanjian tersebut. Untuk perusahaan besar seperti multinasional, PKB hanya diberlakukan untuk pegawai golongan rendah seperti clerk dan staf administratif lainnya. Untuk officer atau posisi yang lebih tinggi biasanya diberlakukan kontrak individu dengan ketentuan yang lebih menguntungkan bagi mereka. Kesemuanya tergantung dari bagaimana kesepakatan di antara mereka.

Hal-hal yang Dimuat Dalam PKB

(23)

Selain itu, jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya PKB, dan tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama.[16]

Hak-hak pekerja yang diatur dalam PKB sebaiknya bukan hak-hak normatif yang sudah diatur dalam ketentuan perundang-undangan seperti upah UMR, Jamsostek, ketentuan pesangon jika terjadi pemutusan hubungan kerja dan sebagainya. Hal yang diatur dalam PKB adalah hak-hak tambahan seperti jaminan kesehatan, uang makan, transport, uang lembur, bonus, kenaikan gaji per tahun, dan lain-lain. Sedang kewajiban yang dilakukan oleh pekerja antara lain sebagai berikut :

1. Setiap karyawan wajib mengisi presensi (data kehadiran);

2. Karyawan harus datang tepat pada waktunya dan harus selalu berada di tempat kerjanya selama jam-jam kerja dan tidak diperkenankan meninggalkan tempat kerja kecuali dengan izin perusahaan;

3. Karyawan harus melaksanakan tugas maupun instruksi perusahaan dengan sebaik-baiknya;

4. Karyawan hanya diperbolehkan mempergunakan barang-barang milik perusahaan untuk kepentingan perusahaan dan dilarang memindahkan barang-barang apa pun yang menjadi milik perusahaan dari tempat kerja karyawan yang bersangkutan atau dari lingkungan perusahaan tanpa izin;

5. Karyawan harus merahasiakan dokumen-dokumen rahasia/penting yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan. Pada waktu pemutusan hubungan kerja, semua dokumen-dokumen rahasia/penting, aset dan inventaris milik perusahaan harus dikembalikan ke perusahaan;

6. Karyawan yang melanggar tata tertib dan ketentuan perusahaan yang mengakibatkan kerugian dan atau kerusakan pada barang-barang milik perusahaan harus memberikan pertanggungjawaban kepada perusahaan. Jika dianggap perlu, perusahaan dapat menuntut pertanggungjawaban karyawan melalui pengadilan;

Sebelum musyawarah PKB dilaksanakan, kedua belah pihak perlu menyetujui tata tertib

perundingan. Tata tertib ini berguna untuk mengatur kelancaran perundingan dan menjadi acuan aturan main kedua belah pihak.[17]

Aturan Main Penyusunan PKB

Guna melancarkan proses penyusunan PKB ada beberapa aturan main yang dapat diterapkan seperti :

1. Masing-masing pihak wajib mempersiapkan konsep PKB versi masing-masing, yang materinya dalam batas-batas ukuran yang wajar bagi kepentingan kedua belah pihak;

2. Dapat diajukan permintaan penyusunan PKB secara tertulis di mana sesuai dengan

(24)

pihak, maka pihak yang lainnya wajib menanggapi secara tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 14 hari terhitung sejak tanggal diterimanya surat permintaan berunding tersebut;

3. Selama penyusunan berlangsung, baik buruh/pekerja maupun pengusaha tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang bersifat menekan atau merugikan;

4. Perundingan-perundingan harus dilakukan dengan itikad baik, penuh sikap jujur, dan terbuka.

Upaya penyusunan PKB terkadang mengalami, beberapa kendala dan/atau hambatan, di mana kendala/hambatan yang biasa terjadi adalah adanya kecendrungan pihak pengusaha tidak ingin membuat PKB dengan berbagai alasan selain itu hambatan yang dihadapi adalah padatnya jadwal kerja dari manajemen, khususnya apabila banyak pekerjaan yang harus diselesaikan secepatnya, terkadang faktor ketidaksukaan salah satu pihak terhadap pihak yang lainnya juga mempengaruhi berjalannya proses perundingan, dan hambatan yang paling sering terjadi adalah adanya kekhawatiran pengusaha bahwa PKB dapat berisi berbagai tuntutan yang sulit

dipenuhi/diberikan.

(25)

Pada dasarnya, tidak ada format baku atau standar tertentu yang ditentukan dalam pembuatan suatu perjanjian/kontrak karena Indonesia menganut asas kebebasan berkontrak (lihat Pasal 1338 KUHPerda). Namun, pembuatan perjanjian tentunya harus memenuhi syarat sahnya perjanjian. Lebih jauh simak artikel kami Batalnya Suatu Perjanjian.

Ricardo Simanjuntak dalam bukunya “Teknik Perancangan Kontrak Bisnis” (hal. 60) menyatakan bahwa bila bentuk kontrak lisan saja mempunyai kekuatan hukum yang sah dan harus dipatuhi oleh para pihak yang terikat padanya, maka prinsip tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya kontrak tidak mempunyai suatu bentuk yang baku.

Jadi, tidak ada standar yang baku yang ditetapkan untuk membuat suatu perjanjian.

b. Hal-hal yang minimal diatur dalam suatu perjanjian

Pada dasarnya suatu perjanjian dapat dibuat secara bebas di antara para pihak yang mengikatkan diri. Dalam membuat perjanjian di Indonesia berlaku asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata sebagaimana kami sebutkan di atas. Namun, untuk hal-hal yang penting dicantumkan dalam perjanjian, simak artikel kami Poin-poin dalam Perjanjian.

c. Perjanjian cacat hukum

Menurut advokat David M.L. Tobing dari Adams & Co. suatu perjanjian dikatakan cacat apabila tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian, yaitu:

SYARAT SAHNYA PERJANJIAN

1. Kesepakatan para pihak dalam perjanjian

2. Kecakapan para pihak dalam perjanjian Syarat SUBJEKTIF

3. Suatu hal tertentu

4. Sebab yang halal Syarat OBJEKTIF

Sehingga, apabila suatu perjanjian itu tidak memenuhi syarat subjektif, maka perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalannya. Sedangkan apabila suatu perjanjian tidak memenuhi syarat objektif, maka perjanjian tersebut dinyatakan batal demi hukum.

(26)

Lebih lanjut David M.L. Tobing menjelaskan bahwa dalam suatu perjanjian, pada umumnya ada pihak yang memiliki posisi lebih dominan, ada yang lebih lemah. Hal inilah yang kemudian mengakibatkan seperti dalam praktik perbankan adanya klausula eksonerasi.

Klausula eksonerasi (pengecualian) ini pada suatu perjanjian kredit bank, mencantumkan syarat sepihak. Klausula ini menyatakan bahwa Bank sewaktu-waktu diperkenankan untuk mengubah (menaikan/menurunkan) suku bunga pinjaman (kredit) yang diterima oleh Debitur, tanpa pemberitahuan atau persetujuan dari debitur terlebih dahulu. Dengan kata lain, ada kesepakatan bahwa debitur setuju terhadap segala keputusan sepihak yang diambil oleh Bank untuk mengubah suku bunga Kredit, yang telah diterima oleh Debitur pada masa/jangka waktu perjanjian kredit berlangsung.

Dengan adanya klausula eksonerasi tersebut, bank diposisikan lebih tinggi daripada nasabah. Menurut David, hal-hal seperti inilah yang harus dihindari. Untuk menghindari konflik atau perselisihan dalam pembuatan suatu perjanjian, posisi setiap pihak harus seimbang sehingga potensi timbulnya sengketa di kemudian hari dapat diminimalkan.

e. Hukumonline sampai saat ini belum menyediakan contoh-contoh kontrak. Anda dapat mencari contoh-contoh

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang dilakukan di pedagang kaki lima kebersihan diri penjamah makanan kebersihan diri (100%), 9 responden yang mengatakan tidak menggunakan

Untuk menentukan besarnya kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti BOD, COD dan TOM.Uji BOD merupakan parameter yang sering digunakan

Kehadiran peserta yang senang bicara di luar konteks ini juga menjadi tantangan dalam proses lokakarya, terutama karena jika kurang konsentrasi, Manajer kampanye bisa terbawa

 PIHAK MEDIA PARTNER mempromosikan kegiatan BURSA KERJA IPB JOBFAIR 2014 dalam bentuk media yang disediakan pihak media partner sesuai kesepakatan yang

Pertemuan Komisi Bersama akan diketua i oleh Menteri Luar Negeri atau Pejabat Senior yang mewakili Kementerian Luar Negeri dari Para Pihak, dan akan terdiri dari

Data hasil penelitian terkait dengan penetapan/ pemilihan kelompok mata kuliah Vokasional dalam Kurikulum S-2 PTE yang diperoleh calon/ bakal mahasiswa dan calon/

[r]

“ Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Discovery Learning pada Siswa Kelas V SDN Madyogondo 2 Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Tahun