• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pilkada langsung melanggar kaidah fundam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pilkada langsung melanggar kaidah fundam"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PILKADA LANGSUNG MELANGGAR KAIDAH FUNDAMENTAL NEGARA (2)

Oleh: Drs. A. Surjadi *)

Pembahasan bagian (2) ini sedikit menyimpang (side track) dari masalah

pokok “Pilakada Langsung”

karena ingin mengelaborasi isi paragraph-paragraph

terakhir bagian (1), yaitu mengapa elit politik Orde Reformasi berani melanggar

Kaidah Fundamental Negara, padahal “demokrasi Pancasila” (

Sila ke-4) tegas-tegas

mengamanatkan “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan perwakilan”

. Dengan perkataa

n lain “demokrasi Pancasila” adalah

demokrasi perwakilan bukan demokrasi liberal one man one vote. Berdasarkan

rumors yang luas beredar baik di media sosial maupun talks show TV, pelanggaran

itu disebabkan oleh adanya intervensi asing. Menurut bapak Aburizal Bakrie, Ketua

Umum Partai Golkar, hal itu karena pengaruh Memorandum of Understanding IMF

tahun 1998. Bahkan Dr. Kwik Kian Gie dalam Lawyers Club TV One tanggal 21

Oktober 2014 cenderung membenarkan rumors yang luas beredar bahwa kubu

Jokowi-JK dikendalikan oleh 9 taipan. Opo tumon, mas ?

Dalam artikel bagian (1) kita menganalisa bahwa akibat semakin kuat dan gencarnya tuntutan negara-negara berkembang (negara-negara Selatan atau Dunia Ketiga) yang dipelopori Indonesia untuk menciptakan Tata Ekonomi Dunia Baru (TEDB) yang lebih adil, maka untuk membendung gejolak ekonomi politik tersebut Amerika Serikat – didalangi Inggris – pada tahun 1970 merubah strategi perangnya dari perang militer (gunboat diplomacy) menjadi perang ekonomi (economic diplomacy) dengan senjata pamungkasnya “Globalisasi, Demokratisasi dan Penegakan HAM (disingkat GDH)”. Namun sebelum senjata pamungkas GDH diluncurkan secara resmi, tahap pertama perang ekonomi tersebut dimulai dengan mereformasi/meliberalisasi sistim moneter internasional “Bretton Woods” yang berdasarkan “fixed exchange rate” dirubah menjadi “floating exchage rate” pada tahun 1971. Setelah strategi tahap pertama mencapai sasarannya, maka pada tahun 1992/1993 barulah strategi GDH di-inaugurasikan melalui forum PBB. Mengapa tahun 1970 dijadikan starting point dan mengapa Amerika menggunakan tangan PBB sebagai operator ?

(2)

Namun agar tidak membangunkan ular tidur, strategi atau tipu muslihat Amerika – Inggris tersebut diluncurkan secara bertahap sejak tahun 1970 dimulai dengan liberalisasi sistim moneter internasional (SMI) “Brettonwoods”, yaitu: pertama melepaskan standar emas Dollar Amerika pada tahun 1971; kedua, merubah sistim nilai tukar valuta dari fixed exchange rate menjadi floating exchange rate. Tujuannya adalah : menumbuh-kembangkan pasar derivative (pasar berjangka) yang sangat spekulatif – terutama valuta asing dan minyak bumi – agar bisa dikendalikan oleh oligari keuangan internasional (OKI) pimpinan Amerika dan Inggris melalui bursa Wallstreet di New York dan City of London. Perdagangan derivatif adalah perdagangan berjangka baik valas, sekuriti/efek, emas, komoditi maupun interest rate dan currency swaps, yang bertujuan untuk meredam resiko dimasa depan (hedging), memperbaiki penghasilan atau sekedar spekulasi mengenai harga pasar. Berlainan dengan perdagangan riil (spot) yang perhitungannya rasional berdasarkan penawaran dan permintaan pada saat terjadinya transaksi, perdagangan berjangka (derivative) perhitungannya hanya berdasarkan spekulasi/harapan atau angan-angan semata-mata sehingga pasar derivative dapat dijadikan ajang perjudian – SMI dijadikan semacam kasino raksasa – dimana OKI menjadi bandar. Perdagangan derivatif bisa menghasilkan pertambahan kekayaan jauh lebih cepat dibandingkan dengan perdagangan riil, karena perdagangan derivatif hanya memperdagangkan kertas/promes dan harapan atau spekulasi, sedangkan perdagangan riil harus bertumpu kepada kekuatan ekonomi yang riil. Akan tetapi, keuntungan yang diperoleh dari perdagangan derivatif itu sebenarnya hanya menambah kekayaan uang bukan kekayaan riil, sebab perdagangan derivatif hanya memperdagangkan kertas/promes bukan barang riil, sehingga perdagangan derivatif hanya menghasilkan tambahan kekayaan uang bukan tambahan barang riil sehingga pasar derivatif menjadi sumber penggelembungan balon uang panas dunia (financial bubbles).

Tujuan spekulasi/permainan judi tersebut, adalah: (a) merepatriasi Dollar Amerika yang beredar secara global masuk kembali ke negaranya guna menutup defisit neraca berjalan Amerika yang terus-menerus membengkak akibat perlombaan senjata dan biaya mempertahankan hegemoni Amerika diseluruh dunia; dan (b) menjadi sumber penggelembungan balon uang panas dunia/financial bubbles yang sangat besar, sehingga menyebabkan hyperinflasi global dan destabilisasi SMI yang tidak bisa dikontrol oleh otoritas moneter dengan tujuan mengacaukan perekonomian superpower Uni Soviet dan menggiring negara-negara berkembang masuk perangkap penjarahan hutang.

Lyndon la Rouche, seorang pengamat pasar uang dari Schiller Institute di Amerika Serikat, memperkirakan pada tahun 1995 saja telah terjadi ketidak-seimbangan sektor moneter dan sektor riil dunia sekitar 10 berbanding 1. Kekayaan uang (financial bubbles) diperkirakan sudah mencapai US$ 1 quadrilyun (seribu trilyun) sedangkan total GDP dunia hanya mencapai sekitar US$ 100 trilyun. Situasi yang sangat timpang ini jelas merupakan ancaman bagi stabilitas ekonomi, terutama bagi negara-negara berkembang yang landasan ekonominya belum cukup kuat, karena balon uang panas itu merupakan kekuatan spekulasi yang bisa menyambar kemana-mana tanpa bisa diantisipasi. John Hoefle dari Schiller Institute juga mencatat bahwa perdagangan derivatif dunia dalam 10 tahun terakhir (sebelum 1995) meningkat hampir 4500% yaitu dari US$ 1.1 trilyun pada tahun 1986 menjadi US$ 45 trilyun pada tahun 1994. Jika perdagangan riil kita asumsikan mencapai perkembangan rata-rata 20% per tahun atau meningkat sekitar 200% dalam 10 tahun, suatu angka yang saya rasa cukup optimistis, berarti perdagangan derivatif berkembang sedikitnya 22 kali lebih cepat dari perdagangan riil.

(3)

menyebabkan berkobarnya hyperinflasi yang tidak terkontrol lagi oleh otoritas moneter. Akibatnya pada tahun 1987 bursa Wallstreet di New York mengalami crash sehingga negara-negara besar – termasuk Amerika Serikat sendiri – dilanda depressi ekonomi cukup parah. Financial armageddon ini telah menyebabkan revolusi megapolitik global yang tidak ada taranya dalam sejarah dunia, yaitu:

(a) Negara superpower Uni Soviet bubar dan terhapus dari peta bumi. Perang dingin tiba-tiba berakhir seperti embun pagi kena sinar matahari; era bipolar berubah menjadi multipolar kembali dan menurut Samuel P. Huntington, dalam buku “ The Clash of CIVILIZATIONS And The Remaking of World Order” TOUCHSTONE BOOKS @ 1996, polarisasinya tidak lagi berdasarkan politik/ideologi, melainkan berdasarkan peradaban; revolusi teknologi informatika membuat perang irreguler bertambah gencar (perang irriguler ialah : subversi, teror, pembunuhan/assesinations, gerakan separatis, perang gerilya dan lain-lain).

(b)Negara-negara berkembang/Dunia Ketiga semakin terpuruk kedalam perangkap penjarahan hutang (debt looting), sehingga tuntutan mereka untuk terciptanya TEDB menjadi tidak menentu (stalemate), hidup enggan tapi mati tak hendak.

(c) Amerika Serikat walaupun keluar sebagai pemenang Perang Dingin tapi ekonominya berada dalam kondisi lame duck. Satu-satunya superpower ini sekligus juga kehilangan ligitimasi moral sebagai polisi dunia, akibat politik luar negerinya yang ambivalent/bermuka-dua, brutal, imprudent, unilateral, arogan dan pelanggar HAM berat.

Setelah strategi perang ekonomi tahap pertama – liberalisasi SMI – mencapai sasaran tepat pada waktu yang dijadwalkan, yaitu bubarnya negara imperial Uni Soviet pada tahun 1991/1992 dan dikrangkengnya negara berkembang dalam perangkap hutang, barulah Amerika menggunakan forum PBB menginaugurasikan strategi GDH melalui pidato Sekretaris Jenderal PBB Boutros Boutros Ghali di Dewan Keamanan PBB pada tahun 1992/1993. Sebagai operator lapangan ditunjuk IMF dan IBRD (Bank Dunia). Amerika sengaja menggunakan forum PBB untuk meluncurkan strategi GDH, agar strategi tersebut tidak kentara sebagai politik imperial Amerika.

Tujuan utama strategi Globalisasi, Demokratisasi dan Penegakan HAM adalah merampas kedaulatan negara-negara nasional atas sumberdaya alamnya. Negara nasional boleh tetap merdeka dan berdaulat secara politik, tapi kedaulatan atas sumberdaya alamnya sudah tergadaikan kepada MNC kaki tangan OKI yang dikendalikan oleh bursa Wallstreest di New York, Amerika Serikat dan City of London, Inggris. Perang ekonomi tidak dilakukan oleh aktor negara (serdadu militer) melainkan dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan multinasional (MNC), sehingga negara-negara berkembang yang akan dimangsanya tidak sadar bahwa negaranya sedang diinvasi dan digrogoti sumberdaya alamnya oleh negara-negara Utara. Ironinya, invasi mereka bukannya diwaspadai atau berusaha dihambat, melainkan Indonesia (Orde Reformasi) – yang menjadi incaran utama OKI karena sumberdaya alamnya kaya raya – malah menyambut gembira kedatangan mereka sebagai penyelamat negara kita dari kehancuran akibat krisis ekonomi multidimensional. OKI telah bermurah hati (?) memberi bantuan ekonomi (ODA) untuk biaya pembangunan, dan MNC telah menanamkan modal dan teknologinya sabagai investor yang baik untuk meng-exploitasi sumberdaya alam kita yang kaya raya. Bravo OKI.

(4)

menipu (decieved) penguasa atau elite politik kita yang bermental korup dan untuk menjarah (plunder) sumberdaya alam Indonesia yang kaya raya. Diatas permukaan rumusan strategi GDH nampak sebagai usaha bersama (concerted actions) guna meningkatkan volume perdagangan internasional; meningkatkan partisipasi rakyat dalam pengelolaan negara dan menghormati kedaulatan individu (invidual souvereignity). Padahal dibalik itu, strategi GDH tersebut penuh dengan agenda tersembunyi dan tipu daya, antara lain :

1.

Globalisasi

: mengkampanyekan perdagangan bebas guna meningkatkan volume

peragangan internasional dan pemberian bantuan ekonomi berupa pinjaman untuk pembangunan infrastruktur, perumahan dan lain-lain.

Dalam alam nyata “perdagangan bebas” tersebut justeru bertujuan untuk menghentikan tuntutan negara-negara berkembang yang terus mendesak (negging) untuk mendapatkan preferensi tarif (general system of preferences/GSP) bagi komoditi ekspor negara-negara berkembang. Dan pemberian bantuan ekonomi itu bukan karena kebaikan hati OKI, melainkan supaya kita semakin terlibat hutang yang tidak terbayarkan selamanya. Menurut economic hit man John Perkins pemberian bantuan ekonomi itu mengandung pengertian “provide loans the country can never repay”.

2.

Demokratisasi

: agar rakyat mendapat kebebasan seluas-luasnya berpartisipasi dan ikut mengatur pengelolaan negara sesuai dengan norma demokrasi modern one man one vote (lantas demokrasi Pancasila mau dibuang kemana, mas ? Pen.)

Padahal agenda yang sebenarnya adalah untuk membangkitkan perlawanan rakyat terhadap pemerintah/penguasa yang tidak disukai oleh Amerika. Oleh karena itu, OKI (baca: Amerika) aktif memberi bantuan (gizi) kepada LSM-LSM anti-kemapanan

3.

Penegakan HAM

: untuk membela dan menghormati harkat/martabat manusia

individu yang berdaulat. (Padahal Amerika Serikat sendiri adalah pelanggar HAM be rat – ingat invasi Amerika ke Iran, Irak dan lain-lain. Pen.).

Agenda tersembunyi strategi ini tidak lain adalah untuk membangkitkan kedaulatan individu (individual souvereignity), sehingga setiap orang berani bertindak semena-mena terhadap sesuatu yang tidak sesuai dengan pendirian/kemauannya sendiri atau kelompoknya; mereka mengambil hukum ditangannya sendiri walaupun tidak sesuai/melanggar hukum negara. Akibat meluasnya kampanye “Penegakan HAM” ini maka menjamurlah kelompok-kelompok teroris, kelompok sempalan agama dan kelompok anti-kemapanan (baca: anti-pemerintah yang sah).

Kapan kita bisa menjadi bangsa yang pintar dan berjiwa patriot ya ?

Intervensi asing dalam urusan dalam negeri Indonesia

(5)

diincarnya adalah sumbnerdaya alam strategis, seperti pertambangan: minyak dan gas, tembaga/emas, uranium, nikel, batubara dan lain-lain.

Orde Baru yang menerima tongkat estafet dari Orde Lama dalam keadaan pundi-pundi keuangan negara kosong dan hyperinflasi diatas 650%, merupakan makanan empuk bagi predator OKI pimpinan Amerika – Inggris untuk dimasukkan kedalam perangkap penjarahan hutang (debt looting) IMF/IBRD. Namun Tim Ekonomi “the magnificient seven” pimpinan Prof. Dr. Widjojo Nitisastro, walaupun terpaksa berhutang untuk mempertahankan ekonomi Indonesia tetap mengambang tapi tetap membuat perencanaan ekonomi yang integral dan berimbang (antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan penghasilan) sesuai rekomendasi yang dibuat oleh Kelompok 77 pimpinan Indonesia bersama UNCTAD. Selama tiga dekade Tim “the magnificient seven” berhasil menahan laju financial armageddon yang diciptakan oleh Amerika melalui liberalisasi SMI untuk merontokkan lawan-lawan politiknya termasuk melumpuhkan tuntutan negara-negara berkembang Dunia Ketiga.

Trilogi pembangunan “stabilisasi, pertumbuhan dan pemerataan” yang dilaksanakan regim Orde Baru benar-benar merupakan prestasi yang patut diacungi jempol. Regim Orde Baru sebetulnya sudah hampir merampungkan potret “doktrin ekonomi Pancasila” yang sesungguhnya. Sayang strategi trilogi pembangunan yang dilaksanakan melalui rangkaian Repelita tersebut dicampakkan begitu saja oleh regim Orde Reformasi yang datang di persada ibu pertiwi Indonesia seperti orang yang minum sepicis mabuk setalen.

Marilah kita berdoa siang malam dengan tulus agar regim Joko Widodo – Jusuf Kalla dapat melepaskan diri dari cengkeraman Economic Hit Man Amerika dan 9 Taipan, agar program Trisakti – terutama program ”Berdikari”nya – segera menjadi kenyataan supaya tidak keburu masuk angin menjadi “Berdikarang” (berdiri diatas kaki orang).

*) A. Surjadi, alumni Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta 1963, mantan Duta Besar LBBP RI untuk Republik Argentina merangkap Paraguay dan Uruguay.

Referensi

Dokumen terkait

siswa secara umum sudah menunjukan bahwa ia ulet dan rajin dalam mencapai tujuan belajar seperti siswa akan terus berusaha dan tidak menyerah untuk belajar sampai ia

Reformasi hukum atas badan hukum dapat dilihat dari dua tonggak sejarah badan hukum, yakni pertama saat lahirnya teori badan hukum yang menitikberatkan pada personifikasi

Skenario diuji dengan melakukan algoritma spray and wait tanpa taxi problem dan routing spray and wait yang taxi problem dengan skenario yang tidak saling bertukar informasi dari

Skripsi dengan judul "Perbandingan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Antara Menggunakan Model Discovery Learning dan Model Problem Based Learning Materi

Untuk melihat kinerja algoritma koloni lebah buatan pada sistem dalam menghasilkan nilai optimal kadar asupan energi harian dengan carbing untuk penderita DM,

Untuk mengetahui hubungan antara pelaksanaan proses pemberian obat pelengkap oral kepada pasien di ruang rawat IRNA B dengan pelak- sanaan pelayanan o bat pelengkap oral yang

Seseorang dikatakan stres apabila seseorang mengalami beban atau tugas yang berat tetapi orang tersebut tidak dapat mengatasi tugas yang dibebankan itu, maka

terbagi dua, freehold yang boleh memiliki properti selamanya dan leasehold yang memiliki properti dengan waktu terbatas. Penulis berpendapat semakin banyak jenis