Fakultas Ilmu Komputer
Universitas Brawijaya
4428
Optimasi Vektor Bobot Pada
Learning Vector Quantization
Menggunakan
Particle Swarm Optimization
Untuk Klasifikasi Jenis
Attention Deficit
Hyperactivity Disorder
(ADHD) Pada Anak Usia Dini
Windi Artha Setyowati1, Wayan Firdaus Mahmudy2
Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email: 1setyowatiarthawindi@gmail.com, 2wayanfm@ub.ac.id
Abstrak
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah suatu gangguan perkembangan mental yang memiliki karakterisrik utama ketidakmampuan memusatkan perhatian dan hiperaktivitas. Perilaku yang menjadi ciri ADHD sering muncul pada anak usia 3- 5 tahun. ADHD terdiri dari 3 jenis, yaitu: inattention, hyperactivity, dan impulsivity. Belum banyak masyarakat yang sadar akan ADHD, maka dibutuhkan sistem untuk klasifikasi jenis ADHD. Dengan mengamati gejala yang tampak, ADHD dapat diklasifikasikan menggunakan algoritme Learning Vector quantiztion (LVQ), namun algoritme LVQ menghasilkan akurasi yang terbilang rendah. Untuk mengoptimalkan tingkat akurasi algoritme LVQ, maka digunakan algoritme Particle Swarm Optimization (PSO). Algoritme PSO digunakan untuk mencari vektor bobot LVQ terbaik. Untuk mengetahui perbedaan hasil akurasi, maka dilakukan 2 pengujian, yaitu pengujian LVQ-PSO dan LVQ. Pengujian tersebut menggunakan data uji yang sama. Hasil pengujian menunjukkan algoritme LVQ-PSO menghasilkan rata-rata akurasi tertinggi 87,3% dengan waktu 84,6 detik, sedangkan algoritme LVQ mengasilkan rata-rata akurasi tertinggi 80,6% dengan waktu 4,8 detik. Parameter-parameter PSO terbaik menghasilkan akurasi terbaik adalah Wmax 0,6, Wmin 0,5, ukuran swarm 100, maksimal iterasi PSO 100, α 0,1, dan dec α 0,1. Dari hasil akurasi pengujian tersebut, dapat disimpulkan bahwa algoritme PSO dapat digunakan untuk mengoptimasi algoritme LVQ meskipun membutuhkan waktu komputasi yang lebih lama.
Kata kunci: klasifikasi, optimasi, attention deficit hyperactivity disorder, learning vector quantization, particle swarm optimization
Abstract
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) is a mental development disorder that has a major characteristic of inability to focus attention and hyperactivity. Behavior that characterizes ADHD often appears in children aged 3-5 years. ADHD consists of 3 types, namely: inattention, hyperactivity, and impulsivity. Not many people are aware of ADHD, then needed a system for the classification type of ADHD. By observing visible symptoms, ADHD can be classified using the Learning Vector Quantiztion (LVQ) algorithm, but the LVQ algorithm produces a fairly low accuracy. To optimize the accuracy level of LVQ algorithm, Particle Swarm Optimization (PSO) algorithm is used. The PSO is used to find the best LVQ weight vector. To know the difference of accuracy result, 2 test is done, that is LVQ-PSO and LVQ test. The test uses the same data. Test results showed that LVQ-PSO algorithm yielded highest accuracy 87,3% in 84,6 seconds, while LVQ algorithm yielded highest average accuracy of 80,6% in 4,8 seconds. The best parameters of PSO yielding the best accuracy are Wmax 0,6, Wmin 0.5, swarm
size 100, maximum iteration PSO 100, α 0,1, and dec α 0,1. From the results of the test accuracy it can be concluded that the PSO algoritme can be used to optimize the LVQ algorithm even though it takes longer computation time.
Keywords: classification, optimization, attention deficit hyperactivity disorder, learning vector quantization, particle swarm optimization
1. PENDAHULUAN
perkembangan yang memiliki karakterisrik atau ciri utama kesulitan penderita untuk memusatkan perhatian (Rohman & Fauzijah, 2008). Gangguan tersebut, biasa disebut Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Ciri-ciri ADHD sering muncul dan mulai dapat diamati pada anak usia 3 sampai 5 tahun dan ketika anak mulai belajar mengembangkan organ motorik. Jika tidak ditangani, ADHD dapat mempengaruhi perkembangan karena anak akan sulit berkomunikasi, sulit diam, sulit berkonsentrasi, sulit berinteraksi sosial, mengurangi pencapaian prestasi akademik (Novita & Siswati, 2010) bahkan memiliki kecenderungan melakukan bunuh diri ketika dewasa (Kompas, 2012). Agar penanganan ADHD dapat bekerja secara optimal, treatment sebaiknya disesuaikan dengan tipe ADHD yang diderita. Jenis-jenis ADHD dapat diketahui dengan memperhatikan gejala perilaku yang muncul (DSM IV). ADHD terdiri dari 3 jenis, yaitu: inattention, hyperactivity, dan impulsivity.
Penelitian untuk mengklasifikasikan jenis ADHD pernah dilakukan oleh Arifien pada tahun 2016 menggunakan algoritme dalam Learning Vector Quantization (LVQ), dengan nilai akurasi yang dihasilkan sebesar 70%. Nilai tersebut terbilang rendah jika dibandingkan dengan pengklasifikasian yang dilakukan dengan algoritme lain seperti: algoritme Linear Discriminant Analysis sebesar 90% (Nurmawati,2016), Fuzzy K-Nearest Neighbour mencapai akurasi 90% (Laxsmana, 2016), dan Neighbor Weighted K-Nearest Neighbor memiliki akurasi sebesar 95% (Fadila, 2016). Hasil akurasi penelitian-penelitian tersebut menunjukan perlu dilakukan perbaikan pada algoritme LVQ untuk menghasilkan nilai akurasi yang lebih baik untuk klasifikasi jenis ADHD pada anak usia dini.
Pengoptimalan suatu algoritme dapat dilakukan dengan menggabungkannya dengan algoritme lain. Novitasari, Cholissodin & Mahmudy (2016) menggunakan algoritme Local Best PSO untuk mengoptimasi Support Vector Regression (SVR) dan menunjukkan bahwa Local Best PSO-SVR menghasilkan nilai error paling rendah dibandingkan dengan PSO-SVR dan T-SVR. Rifqi (2016) mengoptimasi vektor bobot pada algoritme LVQ menggunakan algoritme genetika (GA) untuk klasifikasi tingkat penyakit stroke. Penelitiannya menghasilkan akurasi terbaik sebesar 93%. Tahun 2015, Ramanda meningkatan kerja
algoritme Neural Network (NN) menggunakan Particle Swarm Optimization (PSO) untuk memprediksi kelahiran premature dengan kesimpulan bahwa algoritme NN-PSO memberikan nilai akurasi 0,40% lebih baik daripada algoritme NN.
Menurut Budianita dalam penelitiannya untuk pengklasifikasian status gizi anak pada tahun 2013, LVQ memiliki kelebihan selain mencari jarak terdekat, LVQ juga melalukan pelatihan terawasi dalam memperbaiki vektor bobot untuk memperkirakan keputusan pengklasifikasian. Penelitian Nurkozin (Budianita, 2013), membuktikan bahwa LVQ memberikan akurasi yang lebih baik dalam membaca pola apabila dibandingkan dengan algoritme Backpropagation. Pada tahun 2015, Asriningtias dalam penelitiannya membuktikan jika PSO memiliki waktu yang lebih cepat mencapai konvergen daripada GA untuk training pada neural network. Pada tahun 2016, Caesar melakukan penelitian untuk mengoptimasi pakan ternak dan menyimpulkan bahwa ANN-PSO lebih baik daripada ANN-GA.
Dari beberapa penelitian sebelumnya, maka akan digunakan algoritme PSO untuk mengoptimasi algoritme LVQ untuk klasifikasi jenis ADHD pada anak usia dini..
2. LANDASAN KEPUSTAKAAN
2.1 Attention Deficit Hyperactivity Disorder
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau dalam Bahasa Indonesia disebut dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif (GPPH) merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan suatu gangguan perkembangan mental yang memiliki gejala utama sulit untuk memusatkan perhatian dan hiperaktivitas (Rohman & Fauzijah, 2008). ADHD pertama kali diutarakan seorang dokter, penulis buku pengobatan dan psikiatri, yaitu Dr. Heinrich Hoffman pada tahun 1845. Penyebab pasti ADHD masih belum diketahui (Tanoyo, 2013). Menurut buku Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi ke 4, biasanya gejala ADHD muncul dan dapat diamati sebelum usia 7 tahun. ADHD terdiri dari tiga jenis, yaitu inattention, hyperactivity, dan impulsivity.
berantakan, tidak memperhatikan detail atau petunjuk tertentu, berpindah dari suatu tugas ke tugas lain meskipun belum selesai sepenuhnya atau melupakan sesuatu yang baru didengar.
Hyperactivity atau sikap hiperaktif biasanya terlihat ketika penderita ADHD sulit untuk tidak bergerak, misalkan duduk atau ketika berbaris ketika upacara, berlari ataupun memanjat perabotan rumah ketika seharusnya tidak dilakukan. Sikap hiperaktif pada penderita ADHD usia dini sulit dibedakan dengan sikap aktif pada anak normal karena wajar bagi seorang anak- anak untuk banyak bermain dan berlari.
Impulsivity atau sikap impulsif biasanya dikaitkan dengan ketidaksabaran. Penderita sulit menunda suatu respon, misalnya menjawab suatu pertanyaan yang belum selesai ditanyakan, sulit untuk menunggu giliran, menyela pembicaraan, memegang barang milik orang lain atau mengganggu seseorang.
2.2 Learnning Vector Quantization (LVQ)
Learning Vector Quantization adalah salah satu metode pembelajaran pada lapisan kompetitif jaringan saraf tiruan yang akan belajar otomatis untuk klasifikasi inputan ke dalam kelas tertentu. Hasil klasifikasi akan bergantung pada kemiripan atau kedekatan vekor. Jika ada dua inputan yang hampir mirip, maka akan dimasukkan ke dalam kelas yang sama. Terdapat 2 proses utama pada algoritme LVQ yaitu pelatihan dan pengujian.
Pelatihan LVQ digunakan untuk mencari vektor bobot. Vektor bobot tersebut akan digunakan sebagai acuan untuk melakukan klasifikasi.
Algoritme pelatihan LVQ:
1. Inisialisasi nilai dari learning rate (α), pengurang learning rate (dec α), data latih,
iterasi maksimal dan α minimal yang
digunakan.
2. Untuk setiap input lakukan langkah a hingga d:
a. Hitung jarak antara data input dengan vektor bobot untuk setiap kelas dengan Persamaan 1.
𝐷(𝑥, 𝑤) = ||𝑋𝑖 − 𝑊𝑗|| (1)
b. Tentukan jarak minimum dari hasil perhitungan jarak sehingga didapatkan keluaran Cj.
Cj = Min D(x,w) (2)
c. Perbaiki bobot dengan syarat:
Apabila T = C
d. Melakukan perbaikan terhadap nilai learning rate (α) dengan Persamaan 5.
α(baru) = α(lama) × dec α (5)
3.Berhenti ketika iterasi telah maksimum atau learning rate (α) telah minimum.
2.3 Particle Swarm Optimization (PSO)
Particle Swarm Optimization atau PSO ditemukan oleh Russell C. Eberhart dan James Kennedy di tahun 1995, merupakan salah satu algoritme yang ada pada swarm intelegence (Kresna, 2015). Metode ini meniru cara kerja sekelompok burung. PSO memiliki tiga komponen utama, yaitu partikel atau individu, komponen kognitif dan sosial, dan kecepatan partikel. Pembelajaran partikel terdiri dari cognitive learning atau pBest (posisi terbaik yang pernah dicapai partikel) dan social learning atau gBest (posisi terbaik dari keseluruhan partikel dalam kelompok). Untuk menghitung kecepatan menggunakan pBest dan gBest, sedangkan untuk menghitung posisi selanjutnya menggunakan kecepatan (Cholissodin, 2016).
Karena dirasa kecepatan partikel berubah terlalu cepat, maka pada tahun 1998, dilakukan modifikasi pada persamaan untuk memperbarui kecepatan partikel. Perubahan tersebut adalah penambahan bobot inersia, sehingga secara matematis besar bobot inersia seperti Persamaan 6.
ω=𝜔𝑚𝑎𝑥-(𝜔𝑚𝑎𝑥−𝜔𝑚𝑖𝑛
𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 ) 𝑖 (6)
Algoritme PSO :
1. Inisialisasi banyak partikel, kecepatan awal partikel, posisis awal partikel, w (bobot), c1, c2, r1, r2, iterasi maksimal, pBest dan gBest.
2. Untuk setiap iterasi lakukan langkah a sampai f.
a. Update kecepatan setiap partikel dengan Persamaan 7.
𝑐2. 𝑟2(𝑔𝐵𝑒𝑠𝑡𝑔,𝑗𝑡 - 𝑥𝑖,𝑗𝑡 ) (7)
b. Update posisi menggunakan Persamaan 8.
𝑥𝑖,𝑗𝑡+1 = 𝑥
𝑖,𝑗𝑡 + 𝑣𝑖,𝑗𝑡+1 (8)
c. Menghitung fitness partikel baru.
d. Update pBest, pBest diambil dengan membandingkan antara setiap pBest lama dengan partikel paling baru. PBest dengan fitness lebih tinggi atau cost terkecil dijadikan pBest terbaru.
e. Menghitung fitness pBest terbaru.
f. Update gBest, gBest diambil dari pBest terbaru dengan nilai fitness paling besar
3. Pada iterasi terakhir, pilih partikel dengan nilai cost terkecil sebagai partikel terbaik.
2.4 Fitness Partikel PSO
Fitness atau kebugaran partikel dapat digunakan untuk mengukur tingkat keoptimalan suatu partikel. Semakin besar nilai fitness partikel, berarti solusi yang direpresentasikan partikel tersebut semakin optimal (Mahmudy, 2015). Untuk menghitung nilai fitness, terlebih dahulu menghitung cost. Cost atau penaliti adalah total ketidaksesuaian antara kelas data latih PSO hasil klasifikasi terhadap kelas data latih target (kelas sesungguhnya). Untuuk menghitung cost gunakan langkah 1 sampa 5 berikut:
1. Tentukan data latih.
2. Untuk setiap partikel lakukan langkah 3 sampai 4.
3. Untuk setiap data latih lakukan langkah a sampai f.
a. Hitung jarak euclidean antara data latih terhadap dimensi 0-44 partikel menggunakan Persamaan 1.
b. Hitung jarak euclidean antara data latih terhadap dimensi 45-89 partikel menggunakan Persamaan 1.
c. Hitung jarak euclidean antara data latih terhadap dimensi 90-134 partikel menggunakan Persamaan 1.
d. Hitung jarak euclidean antara data latih terhadap dimensi 135-179 partikel menggunakan Persamaan 1.
e. Cari kelas klasifikasi dengan cara mencari euclidean terkecil antara
langkah a sampai d dengan Persamaan 2.
f. Perbarui nilai cost dengan syarat :
Apabila T = C
𝑐𝑜𝑠𝑡 = 𝑐𝑜𝑠𝑡 + 1 (9)
Apabila T ≠ C
𝑐𝑜𝑠𝑡 = 𝑐𝑜𝑠𝑡 + 0 (10)
4. Hitung fitness partikel dengan Persamaan 11.
𝑓𝑖𝑡𝑛𝑒𝑠𝑠 =𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑙𝑎𝑡𝑖ℎ 𝑃𝑆𝑂 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑙𝑎𝑡𝑖ℎ 𝑃𝑆𝑂−𝑐𝑜𝑠𝑡 (11)
5. Berhenti ketika didapatkan fitness untuk semua partikel.
2.5 Pengujian Akurasi
Setelah pelatihan LVQ, dilakukan pengujian untuk mengetahui akurasi. Langkah yag dilakukan adalah :
1. Inisialisasi vektor bobot dan data uji.
2. Menghitung jarak Euclidean antara data uji dan vector bobot menggunakan Persamaan 1.
3. Menentukan kelas data uji dengan Persamaan 2
4. Menghitung akurasi menggunakan Persamaan 12.
Akurasi = 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑢𝑗𝑖−𝑐𝑜𝑠𝑡
𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑢𝑗𝑖 x 100% (12)
3. METODOLOGI
3.1 Data Penelitian
pskologi dari House of Fatima Child Center Malang. Pertanyaan yang diajukan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kuisioner
No Gejala
1
Anak kurang memperhatikan benda yang ditunjukkan
2
Anak mudah mengalihkan pandangan pada sesuatu ketika dalam
pembicaraan (masih terjadi kontak mata)
3
Anak tertinggal dalam mengikuti pembicaraan yang berlangsung
4
Anak kehilangan mainan setelah dipakai
5
Anak melupakan aktivitas yang diajarkan dalam keseharian
6
Anak sulit menemukan tempat untuk mengambil atau mengembalikan benda
7
Perilaku yang muncul kurang sesuai dengan perintah yang diberikan
8
Anak melakukan aktivitas secara acak (berlawanan dengan tahapan)
9
Anak melakukan permainan di luar dari instruksi
10
Anak meninggalkan mainannya ketika diminta untuk membereskan
11
Anak tidak menjalankan perintah, meskipun telah diulang
12
Anak terus mempertahankan
aktifitasnya ketika diberikan perintah
13
Anak memainkan alat permainan tidak sampai akhir
14
Anak tidak melanjutkan giliran bermain
15
Anak kurang mampu menjalankan permainan bersama hingga akhir
16
Anak menjawab sebelum pertanyaan selesai diberikan
17
Anak menyela pembicaraan yang dilakukan orangtua atau saudara
18
Anak berbicara diluar topik pembicaraan
19
Anak ingin didahulukan dalam mendapatkan sesuatu
20
Anak sulit melakukan permainan secara bergantian
21 Anak menyerobot giliran orang lain
22
Anak merebut benda yang masih digunakan orang lain
23
Anak merengek dan menangis berlebihan untuk meminta sesuatu
24
Anak mendorong orang lain untuk mendapatkan yang diinginkan
25
Anak bermain sendiri meskipun ada teman sebayanya
26
Anak nampak kurang membaur dengan teman ketika bermain
27
Anak menolak ajakan bergabung untuk bermain bersama
28
Anak tak acuh untuk menolong orang lain dalam hal sederhana
29
Anak mengabaikan orang yang meminta bantuan
30
Anak pasif dalam kegiatan bermain bersama
31
Anak mudah meninggalkan tempat duduk ketika diajak berbicara
32
Anak beranjak dari tempat duduk ketika diberikan kegiatan
33
Anak beranjak dari tempat duduk meskipun tanpa ada perintah
34
Anak berlari meskipun jarak yang dituju dekat
35
Anak memanjat kursi atau benda lain, bukan untuk mengambil benda yang tinggi
36
Anak masih tetap berjalan atau berlari pada tempat yang sama berulang kali
37
Anak berceloteh, namun bukan untuk berkomunikasi 2 arah
38
Anak berbicara banyak namun bukan untuk bertanya atau menjawab pertanyaan
39
Anak aktif mengeluarkan kata-kata, namun tanpa arti dan tujuan
40
Anak tidak menghiraukan larangan yang diberikan
41
Anak menjalankan aktifitas tanpa terarah
42
Anada tidak menghiraukan aturan yang ada
43
Anak menggoyangkan kaki ketika duduk
44
Anak sulit berhenti unuk mengetukkan jari pada meja atau benda lain
45
Anak tampak terburu-buru dalam beraktifitas
3.2 Siklus LVQ-PSO
pelatihan LVQ. Siklus pelatihan LVQ dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Siklus pelatihan LVQ
Proses PSO merupakan proses yang pertama berjalan untuk mendapatkan partikel terbaik. Partikel terbaik PSO akan dijadikan vektor bobot awal pada proses vektor bobot awal. Lakukan perhitungan hitung euclidean kelas dan update vektor bobot pada sebanyak data latih. Setelah itu lakukan update α. Lakukan
pengecekan, jika nilai α <= min α maka
perulangan berhenti jika α > min α lakukan perulangan sampai sebanyak maksimal iterasi
atau sampai nilai α <= min α (syarat berhenti terpenuhi). Output dari pelatihan LVQ adalah vektor bobot yang akan digunakan pada proses pengujian
3.3 Representasi Partikel dan Perhitungan
Cost
Panjang dimensi sebuah partikel didapat dari banyaknya parameter dikali banyak kelas
target. Misalkan terdapat 5 parameter gejala ADHD dan 4 jenis kelas target (inattention, hyperactivity, impulsivity, dan tidak ADHD), maka panjang sebuah partikel adalah 20 dimensi. Dimensi 1 sampai 5 diisi bobot untuk mewakili kelas target 1 (inattention), dimensi 6 sampai 10 adalah bobot pada kelas target 2(hyperactivity), dimensi 11 sampai 15 adalah bobot pada kelas target 3 (impulsivity)dan dimensi 16 sampai 20 adalah bobot pada kelas target 4(tidak ADHD). Penentuan 4 data untuk mewakili masing- masing kelas pada sebuah partikel dilakukan secara random, maka representasi partikel X1 dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Representasi partikel X1
Sebelum menghitung cost, terlebih dahulu menentukan data latih PSO yang akan digunakan sebagai pembanding hasil klasifikasi menggunakan partikel PSO sebagai vekor bobot dan kelas target. Misalkan digunakan 5 data untuk menghitung cost, data yang digunakan untuk menghitung cost dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Data latih PSO
Selanjutnya hitung jarak euclidean setiap data latih dengan sebuah partikel. Karena setiap partikel merepresentasikan bobot untuk 4 kelas target, sehingga untuk mecari kelas suatu data latih diperlukan perhitungan jarak euclidean secara berulang menggunakan 1 partikel yang sama dengan dimensi partikel yang berbeda.
menggunakan partikel PSO. Dari Tabel 3 dapat diketahui cost X1.
Jumlah ketidaksesuaian antara hasil perhitungan PSO dan kelas target sesungguhnya adalah 3, maka nilai cost dari partikel X1 adalah 3.
4. PENGUJIAN DAN ANALISIS
Pengujian dilakuka untuk mengetahui nilai parameter yang akan memberikan akurasi terbaik dan untuk mengetahui hasil perbandingan algoritme LVQ-PSO dan LVQ.
4.1 Pengujian Bobot Inersia
Parameter yang akan digunakan adalah pasangan Wmax dan Wmin antara 0,4 sampai 0,9. Pengujian bobot inersia dilakukan dengan nilai ukuran swarm = 10, data latih PSO = 20, maksimal iterasi PSO = 10, 𝑟1= 0,5, 𝑟2 = 0,5, 𝑐1 = 1,5 dan 𝑐2 = 1,5.
Gambar 3. Hasil pengujian bobot inersia
Berdasarkan hasil pengujian pada Gambar 3, diketahui bahwa rata-rata fitness terbaik adalah 0,86, yang didapatkan ketika menggunakan Wmax = 0,6 dan Wmin = 0,5. Hasil ini merepresentasikan bahwa semakin besar jarak antara Wmin dan Wmax menghasilkan fitness partikel yang semakin menurun karena partikel berpindah terlalu cepat sehingga semakin besar kemungkinan melewati posisi optimal, sedangkan nilai Wmax terlalu kecil menyebabkan partikel berpindah semakin lama sehingga lebih lama menuju posisi optimal.
4.2 Pengujian Ukuran Swarm
Pengujian ukuran swarm dilakukan untuk mengetahui ukuran swarm (banyak partikel) yang menghasilkan solusi terbaik. Parameter pengujian lain adalah Wmax = 0,6, Wmin =0,5, data latih PSO = 20, maksimal iterasi PSO = 10,
𝑟1= 0,5 𝑟2 = 0,5, 𝑐1 = 1,5 dan 𝑐2 = 1,5.
Gambar 4. Hasil pengujian ukuran swarm
Berdasarkan hasil pada Gambar 4, diketahui bahwa ukuran swarm yang menghasilkan fitness tertinggi adalah 100 partikel dengan nilai rata-rata fitness terbaik sebesar 0,86. Sedangkan ukuran swarm dengan nilai rata-rata fitness terkecil adalah 5 partikel dengan nilai fitness 0,8. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar ukuran swarm, maka semakin besar pula ruang pencarian solusi (partikel terbaik).
4.3 Pengujian Maksimal Iterasi PSO
Pengujian maksimal iterasi dilakukan untuk mengetahui jumlah iterasi yang menghasilkan solusi terbaik. Pengujian maksimal iterasi menggunakan Wmax=0,6, Wmin=0,5, data latih PSO =20, ukuran swarm= 100, 𝑟1= 0,5 𝑟2 = 0,5, 𝑐1 = 1,5 dan 𝑐2 = 1,5.
Gambar 5. Hasil pengujian maksimal iterasi
banyak dilakukan perbaikan pada posisi partikel mendekati nilai optimal.
4.4 Pengujian Learning Rate LVQ
Nilai learning rate atau α akan mempengaruhi perubahan vektor bobot, maka dari itu pengujian α dilakukan untuk mengetahui nilai α yang akan menghasilkan akurasi yang paling baik. Nilai α yang akan digunakan adalah 0,1 sampai 0,9 dengan interval 0,1. Variabel yang digunakan pada pengujian ini adalah α minimum= 10−16, pengali α= 0,1, iterasi maksimal= 100, jumlah data uji = 80, dan jumlah data latih = 20.
Gambar 6. Hasil pengujian learning rate
Berdasarkan hasil pengujian learning rate pada Gambar 6, diketahui bahwa rata-rata akurasi terbaik terdapat pada nilai learning rate 0,1 dan nilai rata-rata akurasi terendah terdapat pada nilai learning rate 0,9. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin besar nilai learning rate, maka semakin kecil tingkat akurasi. Hal ini dikarenakan semakin besar nilai
α semakin cepat perubahan nilai pada vektor
bobot setiap kali dilakukan pembaruan vektor bobot pada proses pelatihan LVQ.
4.5 Pengujian Pengurang Learning Rate
Nilai pengurang learning rate atau dec α akan mempengaruhi perubahan nilai α , maka dari itu pengujian nilai dec α dilakukan untuk mengetahui nilai dec α yang akan menghasilkan akurasi yang paling baik. Nilai variabel yang
digunakan pada pengujian ini adalah α
minimum= 10−16, α= 0,1, iterasi maksimal= 100, jumlah data uji = 80, dan jumlah data latih = 20.
Gambar 7. Hasil pengujian pengurang learning rate
Berdasarkan hasil pengujian pada Gambar 7 diketahui bahwa hasil akurasi paling tinggi adalah 91% pada penggunaan nilai dec a=0,1, sedagkan nilai akurasi terendah adalah 69% ketika penggunaan nilai dec α=0.9. Hal ini menujukkan bahwa semakin besar nilai dec a, semakin kecil tingkat akurasi
4.6 Pengujian Perbandingan LVQ-PSO dan LVQ
Pengujian ini dilakukan pada kedua algoritme (LVQ-PSO dan LVQ) untuk mengetahui apakah algoritme yang dioptimasi menghasilkan akurasi yang lebih baik. Pada setiap percobaan, algoritme LVQ-PSO dan LVQ menggunakan data uji yang sama. Variabel yang digunakan pada variabel ini adalah Wmax=0,6, Wmin=0,5, ukuran swarm= 100, maksimal iterasi PSO= 100, , 𝑟1= 0,5, 𝑟2 = 0,5, 𝑐1 = 1,5, 𝑐2 = 1,5, α minimum= 10−16, α = 0,1, pengurang
α=0,1 dan iterasi maksimal LVQ= 100
.
Gambar 8. Hasil pengujian perbandingan
yang digunakan pada pelatihan masing-masing algoritme berbeda. Pada algoritme LVQ-PSO vektor bobot awal sudah lebih optimal (lebih baik daripada vektor bobot pada algoritme LVQ). Meskipun begitu, bukan bararti algoritme LVQ akan selalu mendapatkan hasil akurasi yang lebih buruk dari LVQ-PSO, hal ini terjadi pada rata-rata pengujian dengan data uji sebanyak 20.
5. KESIMPULAN
Algoritme PSO dapat digunakan untuk mengoptimasi vektor bobot awal proses pelatihan LVQ, sehingga urutan algoritme yang berjalan adalah PSO, pelatihan LVQ kemudian pengujian LVQ. Parameter-parameter terbaik dari pengujian yang memberikan hasil terbaik adalah Wmax 0,6, Wmin 0,5, ukuran swarm 100, maksimal iterasi PSO 100, α 0,1, dan dec α 0,1. Hasil pengujian menunjukkan rata-rata akurasi tertinggi algoritme LVQ-PSO adalah 87,3% dengan waktu komputasi 84,6 detik, sedangkan algoritme LVQ memiliki nilai rata-rata tertinggi adalah 80,6% dengan waktu komputasi 4,8 detik. Dari hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata akurasi algoritme LVQ-PSO lebih baik daripada LVQ untuk klasifikasi jenis ADHD pada anak usia dini meskipun membutuhkan waktu komputasi yang lebih lama.
6. DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association, 1994. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Fourth Edition. Washington, DC.
Arifien, Z., Indriati, I., &Fauzi, M.A., 2016. Pendeteksi Jenis Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) pada Anak Usia Dini Menggunakan Algoritme Learning Vector Quantization (LVQ). Repositori Jurnal Mahasiswa PTIIK UB, Doro Jurnal Volume 8 – Number 17.
Asriningtias, S. R., Dachlan, H. S., & Yudaningtyas, E., 2015. Optimasi Training Neural Network Menggunakan Hybrid Adaptive Mutation PSO-BP. Jurnal EECCIS Vol. 9, No. 1, Juni 2015. Budianita, E. & Prijodiprodjo, W., 2013. Penerapan Learning Vector Quantization (LVQ) untuk Klasifikasi Status Gizi Anak. IJCCS, Vol.7, No.2,
July 2013, pp. 155~166 ISSN: 1978-1520
Cholissodin, I., 2016. Dasar-Dasar Algoritme PSO. Universitas Brawijaya.
Fadila, P. N., Indriati, I. & Ratnawati, D. E., 2016. Identifikasi Jenis Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) pada Anak Usia Dini Menggunakan Algoritme Neighbor Weighted K-Nearest Neighbor (NWKNN). Repositori Jurnal Mahasiswa PTIIK UB, Doro Jurnal Volume 8 - Number 10. Kompas, 2012. Kecenderungan Bunuh Diri
Penderita ADHD [online]. Tersedia di: <http://health.kompas.com/read/2012/0 8/17/10123980/kecenderungan.bunuh.d iri.penderita.adhd> [Diakses 19 Februari 2017]
Laxsmana, R. H., Indriati, I., Ratnawati D.E, 2016. Pendeteksi Jenis Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) pada Anak Usia Dini Menggunakan Algoritme Fuzzy Knearest Neighbor. Repositori Jurnal Mahasiswa PTIIK UB, Doro Jurnal Volume 8 - Number 10. Mahmudy, W.F., 2015, Dasar-Dasar Algoritme
Evolusi, Program Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya, Malang.
Novita, N. dan Siswati, S. 2010. Pengaruh Social Stories Terhadap Keterampilan Sosial Anak Dengan Attention-Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) Studi Eksperimental Desain Kasus Tunggal Di Sekolah Alam Ar-Ridho Semarang. Jurnal Psikologi Undip, 8(2), 102-116. Novitasari, D, Cholissodin, I & Mahmudy, W.F.,
2016. Optimizing SVR using Local Best PSO for Software Effort Estimation. Journal of Information Technology and Computer Science vol. 1, n0.1, pp. 28-37.
Nurmalahudin, 2013. Perancangan Algoritme Belajar Jaringan Saraf Tiruan Menggunakan Particle Swarm Optimization (PSO). JurnalPOROS TEKNIK, Volume 5, No.1,Juni 2013: 18 - 23.
Analysis. Repositori Jurnal Mahasiswa PTIIK UB, Doro Jurnal Volume 8 - Number 15.
Ramanda, Kresna, 2015. Penerapan Particle Swarm Optimization sebagai Seleksi Fitur Prediksi Kelahiran Prematur pada Algoritme Neural Network. Jurnal Teknik Komputer AMIK BSI 1 (2), 178-183.
Rifqi, M., Cholissodin, I. &Santoso, E., 2016. Optimasi Vektor Bobot Pada Learning Vector Quantization Dengan Algoritme Genetika Untuk Klasifikasi Tingkat Resiko Penyakit Stroke. Repositori Jurnal Mahasiswa PTIIK UB, Volume 8 -Number 14.
Rohman, F. F. dan Fauzijah, A., 2008. Rancang Bangun Aplikasi Sistem Pakar untuk Menentukan Jenis Gangguan Perkembangan Pada Anak. Media Informatika, Vol. 6, No. 1, Juni 2008, 1-23 ISSN: 0854-4743.