• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Studi Hukum Islam Syariat Fiqh d

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Studi Hukum Islam Syariat Fiqh d"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

Fiqh, Syariah, dan Hukum Islam

MAKALAH

“Fiqh, Syariah, dan Hukum Islam”

Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah: Ushul Fiqh

Disusun Oleh:

Zaini Tafrikhan al- Kalimantany NIM: 1112033100001

PROGRAM STUDI AKIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYAFRI HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

BAB I PENDAHULUAN

Al-Qur’an dan Hadis yang sampai kepada kita masih otentik dan orisinal. Orisinalitas dan otentisitasnya didukung dengan penggunaan bahasa asli (arab) dalam Al-Qur’an dan Hadis. Kedua hal tersebut telah menjadi dasar atau sumber hukum bagi umat islam dalam mengambil dan menentukan hukum. Untuk mengetahui bagaimana cara penetapan dan pengambilan hukum, maka ada cara khusus yang disebut dengan metode. Metologi inilah yang akan berperan dalam memahami hukum islam dari petunjuk-petunjuknya itu yakni ushul fiqh.

Dalam pembahasan ini akan menyajikan beberapa kajian seperti pengertan ushul fiqh, fiqh, syari’at dan sumber hukum islam serta ruang lingkup dari ushul fiqh. Ushul fiqh adalah pengetahuan mengenai berbagai kaidah dan bahasa yang menjadi sarana untuk mengambil hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan manusia mengenai dalil-dalilnya yang terinci. Ilmu ushul fiqh dan ilmu fiqh adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Ilmu ushul fiqh dapat diumpamakan seperti sebuah pabrik yang mengolah data-data dan menghasilkan sebuah produk yaitu ilmu fiqh.

(3)

mengenai sejarah pertumbuhan dan perkembangan ilmu ushul fiqh. Sehingga kita bisa mengetahui bagaimana dan kapan ushul fiqh itu ada.

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Fiqh, Syariah, dan Hukum Islam

Pengertian fiqh atau ilmu fiqh sangat berkaitan dengan syariah, karena fiqh itu pada hakikatnya adalah jabaran praktis dari syariah.[1] Karenanya, sebelum membahasa tentang arti fiqh, terlebih dahulu perlu dibahas arti dan hakikat syariah.

1. Pengertian Syariah

Secara etimologis syariah berarti “jalan yang harus diikuti.” Kata syariah muncul dalam beberapa ayat Al-Qur’an, seperti dalm surah Al-Maidah:48, asy-Syura: 13, yang mengandung arti “ jalan yang jelas yang membawa kepada kemenangan.”(Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih. Hal. 1). Dalam hal ini agama yang ditetapkan oleh Allah disebut syariah, dalam artian lughawi karena umart isla selalu melaluinya dalam kehidupannya.

Menurut para ahli, syariah secara terminologi adalah “segala titah Allah yang berhubungan dengan tingkah laku manusia diluar yang mengenai akhlak”.

(4)

mengartikan syariah itu dengan: “ Apa-apa yang bersangkutan dengan peradilan serta pengajuan perkara kepada mahkamah dan tidak mencakup kepada hal yang halal dan haram.” Lebih dalam lagi Syaltut mengartikan syariah dengan “hukum-hukum dan aturan-aturan yang ditetapkan Allah bagi hamba-hambaNya untuk diikuti dalam hubungannya dengan Allah dan hubungannya dengan manusia. Dr.Farouk Abu Zeid menjelaskan bahwa syariah itu adalah apa-apa yang ditetapkan Allah melalui lisan Nabi-Nya. Allah adalah pembuat huku yang menyangkut kehidupan agama dan kehidupan dunia.

2. Pengertian Fiqh

(ةغل لصلاف) [2] .رادجلا لصاك هريغ هيلع ينب ام وه –

Fiqh secara etimologi berarti pemahaman yang mendalam dan membutuhkan pengerahan potensi akal.[3] Sedangkan secara terminologi fiqh merupakan bagian dari syari’ah Islamiyah, yaitu pengetahuan tentang hukum syari’ah Islamiyah

yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat (mukallaf) dan diambil dari dalil yang terinci. Sedangkan menurut Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin mengatakan fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum syar’I yang bersifat amaliah yang digali dan ditemukan dengan dalil-dalil yang tafsili.[4]

Penggunaan kata “syariah” dalam definisi tersebut menjelaskan bahwa fiqh itu menyangkut ketentuan yang bersifat syar’I, yaitu sesuatu yang berasal dari kehendak Allah. Kata “amaliah” yang terdapat dalam definisi diatas menjelaskan bahwa fiqh itu hanya menyangkut tindak tanduk manusia yang bersifat lahiriah. Dengan demikian hal-hal yang bersifat bukan amaliah seperti masalah keimanan atau “aqidah” tidak termasuk dalam lingkungan fiqh dalam uraian ini. penggunaan kata “digali dan ditemukan” mengandung arti bahwa fiqh itu adalah hasil penggalian, penemuan, penganalisisan, dan penentuan ketetapan tentang hukum. Fiqh itu adalah hasil penemuan mujtahid dalam hal yang tdak dijelaskan oleh

nash.

(5)

Kehendak Allah dan Rasul itu sebagian terdapat secara tertulis dalam kitab-Nya yang disebut syari’ah. Untuk mengetahui semua kehendak-Nya tentang amaliah manusia itu, harus ada pemahaman yang mendalam tentang syari’ah, sehingga amaliah syari’ah dapat diterapkan dalam kondisi dan situasi apapun dan bagaimanapun. Hasilnya itu dituangkan dalam ketentuan yang terinci. Ketentuan yang terinci tentang amaliah manusia mukalaf[5] yang diramu dan diformulasikan sebagai hasil pemahaman terhadap syari’ah itu disebut fiqh.[6]

3. Pengertian Hukum Islam

Hukum Islam merupakan rangkaian kata “hukum” dan “islam”. Secara terpisah hukum dapat diartikan sebagai seperangkat perturan tentang tingkah laku manusia yang diakui sekelompok masyarakat, disusun orang-orang yang diberi wewenang oleh masyarakat itu, berlaku dan mengikat seluruh anggotanya.

Bila kata “hukum” di gabungkan dengan kata “islam”, maka hukum islam adalah

seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan sunah rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini mengikat untuk semua yang beragama islam.[7]

Bila artian sederhana tentang hukum islam itu dihubungkan dengan pengertian fiqh, maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksud hukum islam itu adalah yang bernama fiqh dalam literatur islam yang berbahasa arab.

B. Pengertian dan Ruang Lingkup Ushul Fiqh 1. Pengertian Ushul fiqh

(6)

yang menjelaskan cara-cara mengeluarkan hukum-hukum dari dalil-dalilnya.[9] Sebagai contoh didalam kitab-kitab fiqh terdapat ungkapan bahwa “mengerjakan salat itu hukumnya wajib”. Wajibnya mengerjakan salat itulah yang disebut “hukum syara’.” Tidak pernah tersebut dalam Al-Qur;an maupun hadis bahwa salat itu hukumnya wajib. Yang ada hanyalah redaksi perintah mengerjakan salat. Ayat Al-Qur’an yang mengandung perintah salat itulah yang dinamakan “Dalil syara’”. Dalam merumuskan kewajiban salat yang terdapat dalam dalil syara’ ada aturan yang harus menjadi pegangan. Kaidah dalam menentukannya, umpamanya “setiap perintah itu menunjukkan wajib”. Pengetahuan tentang kaidah merumuskan cara mengeluarkan hukum dari dalil-dalil syara’ tersebut, itulah yang disebut dengan ‘Ilmu Ushul Fiqh”. Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa perbedaan ushul fiqh dan fiqh adalah, jika ushul fiqh itu pedoman yang membatasi dan menjelaskan cara-cara yang harus diikuti seorang fakih dalam usahanya menggali dan mengeluarkan hukum syara’ dari dalilnya. Sedangkan fiqh itu hukum-hukum syara’ yang telah digali dan dirumuskan dari dalil menurut aturan yang sudah ditentukanitu.[10]

2. Ruang Lingkup Ushul Fiqh

Bertitik tolak dari definisi ushul fiqh diatas, maka bahasan pokok dari ushul fiqh itu adalah :

a. Dalil-dalil atau sumber hukum syara’

b. Hukum-hukum syara’ yang terkandung dalam dalil itu; dan

c. Kaidah-kaidah tentang usaha dan cara mengeluarkan hukum sayra’ dan dalil atau sumber yang mengandungnya.[11]

3. Sejarah dan Perkembangan Ushul Fiqh

Ilmu ushul fiqh bersamaan munculnya dengan ilmu fiqh meskipun dalam penyusunannya ilmu fiqh lebih dahulu dilakukan ketimbang ilmu ushul fiqh. Seharusnya fiqh itu harus didahului oleh ushul fiqh, karena ushul fiqh adalah dasarnya dan fiqh itu adalah hasilnya. Namun dalam penyusunannya ushul fiqh datang belakangan.

(7)

menggunakan aturan atau pedoman dalam merumuskan hukum, meskipun tidak secara jelas mereka mengemukakan demikian.

Pada saat Ali ibn Abi Thalib menetapkan hukuman cambuk sebanyak 80 kali terhadap peminum khamar, beliau berkata, “ Bila ia minum ia akan mabuk dan bila ia mabuk, ia akan menuduh orang berbuat zina secara tidak benar; maka kepadanya diberikan sanksi tuduhan berzina.” Dari pernyataan Ali tersebut ternyata menggunakan metode menutup pintu kejahatan atau yang dikenal dengan “sad al-dzar’ah”.

‘Abdullah ibn Mas’ud sewaktu mengemukakan pendapatnya tentang wanita hamil yang ditinggal mati suaminya idahnya adalah sampai melahirkan anak. Mengemukakan argumennya dengan firman Allah , surah at-Thalaq: 4, meskipun dalam surah Al-Baqarah: 234 menjelaskan bahwa istri yang ditinggal mati suaminya idahnya adalah empat bulan sepuluh hari. Dalam menetapkan hukum ini beliau menggunakan metode nasakh-mansukh. Dari kedua contoh tersebut para sahabat telah menggunakan metode ijtihad sesuai dengan pedoman walaupun pada waktu itu belum dirumuskan secara jelas.

Pada masa tabi’in lapangan istinbath semakin meluas dan perkembangannya cukup cepat. Meskipun dalam perjalanannya terdapat perbedaan metode sehingga menimbulkan beberapa aliran dalam ushul fiqh.

Abu Hanifah dalam usaha menetapkan hukum menggunakan metodenya tersendiri. Ia menerapkan Al-Qur’an sebagai sumber pokok dibarengi dengan hadis Nabi, dan fatwa sahabat. Abu Hanifah tidak mengambil fatma ulama tabi’in karena ia berpendapat bahwa dirinya satu ranking dengan mereka. Metodenya adalah menggunakan qiyas dan istihsan yang terlihat nyata.

Imam Malik lebih banyak menggunakan hadis ketimbang Abu Hanifah; mungkin karena begitu banyaknya hadis yang dia temukan. Metode yang digunakan Imam Malik dalam merumuskan hukum syara’ merupakan pantulan dari aliran Hijaz, sebagaimana metode yang digunakan Abu Hanifah merupakan pantulan dari aliran Irak.

(8)

pengalamannya di tengah pendapat yang berbeda itu. Ia juga menimba ilmu dari Imam Malik dan Muhammad ibn Hasan al-Syaibani (murid Abu Hanifah). Hasil akhir dari pengetahuannya itu memberikan petunjuk kepada Imam Syafi’i untuk meletakan pedoman dan neraca berpikir yang menjelaskan langkah-langkah yang harus dilakukan mujtahid dalam merumuskan hukum dalilnya. Metode berpikir yang dirumuskan Imam Syafi’i itulah yang kemudian disebut “ushul fiqh”.

Sepeninggal Imam Syaf’i’i ushul fiqh menjadi pokok pembicaraan yang menarik pada waktu itu. Dan kemudian disempurnakan sebagian ulama yang kebanyakan pengikut Imam Syafi’i mengembangkannya dengan cara, antara lain: mensyarahkan, memerinci yang bersifat garis besar, mempercabangkannya pokok pikiran Imam Syafi’i, sehingga ushul fiqh Syafi’iyyah menemukan bentuk sempurnanya.[12]

Kemudian kelompok ulama Hanafiyah mengambil sebagian yang dasar-dasarnya diletakan Imam Syafi’i, mereka menambahkan pemikiran tentang istihsan dan ‘urf yang diambl dari imam mereka. Kelompok ulama Malikiyyah, di samping mengikuti beberapa dasar yang diletakan Imam Syafi’i dengan tidak mengikuti pendapat Syafi’i yang menolak ijma’ I ahli Madinah dan memasukan tambahan berupa maslahat mursalah serta prinsip penetapan hukum berdasarkan

sad al-dzara’i.

Pada prinsipnya fuqaha mazhab yang empat tidak berbeda dengan dasar yang ditetapkan Imam Syafi’i tentang penggunaan dalil yang empat, yaitu: Al-Quran, Hadis, Ijma’, dan Qiyas, meskipun dalam kadar penggunaannya terdapat perbedaan. Sepeninggalnya imam-imam mujtahid yang empat dinyatakan bahwa kegiatan ijtihad terhenti, namun sebenarnya yang terhenti adalah kegiatan ijtihad mutlaq sedangkan ijtihad terhadap ushul mazhab yang tertentu masih tetap berlangsung yang masing-masing mengarah kepada menguatnya ushul fiqh yang dirintis para imam terdahulu.

Sesudah melembaganya mazhab-mahab fiqh, maka arah pengembangan ushul fiqh terlihat dalam dua bentuk yang berbeda.

(9)

kepentingan furu’ dan berusaha mengembangkan ijtihad yang telah berlangsung sebelumnya. Ulama fuqaha yang lebih banyak mengguankan metode ini adalah kelompok Hanafiyah.

Setelah dua metode ini berjalan dan berkembang dengan baik menurut aliran masing-masing, banyak bermunculan dari alirannya sendiri maupun gabungan kedua aliran seperti kitab Jam’ul Jawami’ dan al-Tahrir. [13]

BAB III KESIMPULAN

Dari uraian yang telah dipaparkan, bahwa ilmu ushul fiqh sangatlah penting dalam perumusan, penggalian dan penetapan hukum. Para mujtahid yang berkecipung dalam hal ini sudah mempelajari metode yang telah ditentukan, sehingga dalam mengistinbathkan hukum mereka tidak main-main. Meskipun dalam perjalanan terdapat perbedaan pendapat baik mengenai status hukum atau perbedaan dalam metode menentukan hukum yang mengakibatkan terjadinya beberapa aliran dalam ilmu ushul fiqh, namun itu semua merupakan suatu hal yang biasa dan perlu untk dicermati sehingga akan membuat umat semakin bijak dalam mengambil hukum.

Daftar Pustaka

Syarifuddin Amir, ushul fiqh, Jakarta; Kencana Perdana Media Group. 2011 Syafe’I Rachmat, ilmu ushul fiqih. Bandung; Pustaka Setia, 2010

www.Wikipedia.com , mukallaf, mujtahid,; ciputat, akses pada 10 maret 2013 hakim, abdul hamid, al-bayan.

[1] Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin, ushul fiqh. Hal. 1

[2] Abdul hamid hakim, al-bayan. Hal 3-4

[3] Prof. Dr. Rachmat Syafe’I, MA. Ilmu ushul fiqh. Hal. 18

(10)

[5] Mukallaf adalah muslim yang dikenai kewajiban atau perintah dan menjauhi larangan agama

(pribadi muslim yang sudah dapat dikenai hukum). Seseorang berstatus mukallaf bila ia telah dewasa dan tidak mengalami gangguan jiwa maupun akal. Sedangkan mujtahid adalah ialah orang-orang yang berijtihad hanya pada beberapa masalah saja, jadi tidak dalam arti keseluruhan, namun mereka tidak mengikuti satu madzhab. Misalnya, Hazairin berijtihad tentang hukum kewarisan Islam, Mahmus Junus berijtihad tentang hukum perkawinan, A. Hasan Bangil berijtihad tentang hukum kewarisan dan hukum lainnya, Prof. Dr. H. M. Rasyidi berijtihad tentang filsafat Islam. Wikipedia, mukallaf. Mujtahid.

[6] Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin, ushul fiqh. Hal. 5

[7] Ibid.Hal. 6-7

[8] Abdul hamid hakim, al-bayan. Hal 3-4

[9] Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin, ushul fiqh. Hal. 41

[10]Ibid.. Hal. 42

[11] Ibid. Hal. 49

[12] Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin, ushul fiqh. Hal. 46

[13] Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin, ushul fiqh. Hal. 47-48

http://zaini-tafrikhan.blogspot.com/2013/06/fiqh-syariah-dan-hukum-islam.html Materi 3 : Kerangka Dasar Hukum Islam, Perbedaan Syari'ah, Fiqh, dan Hukum

Kerangka Dasar Agama dan Ajaran Islam

Istilah addin al-Islam, tercantum dlm al-Qur’an S.al-Maaidah (5) ayat 3, mengatur hubungan manusia dengan Allah (Tuhan), yg. bersifat vertikal, hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat dan alam lingkungan hidupnya (bersifat horizontal). Ajaran Islam atau addin al-Islam bersumber dari wahyu (al-Qur’an) dan sunnah Rasul (al-Hadits), serta ar-ra’yu (akal pikiran) manusia melalui ijtihad. Dengan mengikuti sistematika Iman, Islam dan Ikhsan, kerangka dasar agama Islam (ajaran Islam) terdiri dari (1) akidah, (2) syari’ah dan (3) akhlak.

(11)

ajaran Islam. Ilmu yang membahas mengenai akidah, yaitu: ilmu kalam, atau ilmu tauhid (membahas keesaan Allah), atau usuluddin, membahas dan memperjelas asas agama Islam. Menurut Ibnu Khaldun, ilmu kalam adalah ilmu yang membahas akidah untuk mempertahankan iman dengan mempergunakan akal pikiran. Aliran ilmu kalam yang terpenting adalah Ahlus-sunnah wal jama’ah atau Sunni, dan Syi’ah (dianut di Iran).

Syari’ah adalah norma ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia lain dalam kehidupan sosial, hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan hidupnya. Yang berupa (a) kaidah

ibadah, mengatur cara dan upacara hubungan langsung manusia dengan Allah, (b) kaidah muammalah, yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat.

Kaidah ibadah sifatnya tertutup, berlaku asas bahwa, semua perbuatan ibadah dilarang dilakuka, kecuali kalau perbuatan itu telah ditetapkan oleh Allah, dicontohkan oleh Rasul-Nya. Dilapangan ibadah tidak ada pembaharuan (bid’ah). Kaidah muamalah (t) pokok-pokoknya saja yang ditentukan dlm al-Qur’an dan Sunnah Rasul (Nabi Muhammad). Perinciannya terbuka bagi akal manusia untk berijtihad.

Contoh, kaidah yang membolehkan seorang laki-laki beristri lebih dr. seorang, dlm. Q.S. an-Nisa (4) ayat 3 dihubungkan dgn. Ayat 129. Di Indon terlihat dlm Psl. 3 dan 4 UU no. 1 Thn. 1974 ttg. Perkawinan, menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang laki-laki kalau ia hendak beristri lebih dr. seorang. Kaidah asal bidang muamalah adalah kebolehan (ja’iz atau ibahah). Dibidang muamalah dapat (boleh) dilakukan pembaharuan atau modernisasi, asal tidak bertentangan dgn. Ajaran Islam.

(12)

Akhlak dpt dibagi, akhlak terhadap Khalik (pencipta alam semesta), akhlak

terhadap manusia, makhluk. Sumber akhlak Islam adalah Qur’an dan al-Hadits.

Akhlak dapat dibagi dalam:

1. akhlak terhadap Allah, pencipta, pemelihara dan penguasa alam semesta. Ilmu yang mempelajari, mendalami akhlak disebut ilmu tasawuf (sufisme, dlm bhsa Inggris mystic),

2. akhlak terhadap sesama manusia misal menegakkan keadilan dan kebenaran bagi diri sendiri, bagi kepentingan masyrkat,

3. akhlak terhadap selain manusia, yaitu lingkungan hidup.

Dari ketiga komponen agama Islam yang menjadi kerangka dasar ajaran (agama) Islam dikembangkan sistem filsafat Islam, sistem hukum Islam, sistem pendidikan Islam, sistem ekonomi Islam dst.

HUKUM ISLAM

Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian agama Islam (ad Din al Islam). Dlm konsep hkm Barat, hukum adalah peraturan yang sengaja dibuat oleh manusia untuk mengatur kepentingan manusia dlm masyarkt.tertentu.

Beberapa istilah yg.perlu dijelaskan (1) hukum, (2) hukm dan ahkam, (3) syari’ah

atau syari’at, dan (4) fikih atau fiqh.

Hukm dan Ahkam

(13)

Interaksi manusia dalam berbagai tata hubungan diatur oleh seperangkat ukuran tingkah laku yang disebut hukm, jamak: ahkam.

Hukm adalah patokan, tolok ukur, ukuran atau kaidah mengenai perbuatan atau benda.

Dalam sistem hukum Islam ada lima (5) hukum atau kaidah yang digunakan sbg. Patokan mengukur perbuatan manusia baik di bidang ibadah maupun muamalah Lima jenis kaidah tsb. Disebut al-ahkam al-khamsah atau penggolongan yang lima, yaitu: (1) ja’iz atau mubah atau ibahah, (2) sunnat, (3) makruh, (4) wajib, dan (5) haram Penggolongan hukum ini disebut juga hukum taklifi, yi : norma atau kaidah hukum Islam yang mungkin mengandung kewenangan terbuka yaitu kebebasan memilih untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu perbuatan, disebut ja’iz atau mubah. Hukum taklifi mengandung anjuran untuk dilakukan karena jelas manfaatnya (sunnat); mengandung kaidah yang seyogyanya tidak dilakukan karena jelas tidak berguna (makruh); mengandung perintah yang wajib dilakukan (fardhu atau wajib) ; mengandung larangan untuk dilakukan (haram)

Ilmu usul fikih yaitu pengetahuan yang membahas dasar-dasar pembentukan hukum fikih Islam.

Hukum wadhi yaitu hukum yang mengandung sebab, syarat dan halangan terjadinya hukum. Halangan atau mani’

Syari’at

(14)

Fikih

Ilmu fikih adalah ilmu yang bertugas (berusaha) memahami/ menentukan dan menguraikan norma-norma hukum dasar yang terdapat didalam Al-Qur’an dan ketentuan umum yang terdapat dalam Sunnah Nabi Muhammad yang direkam dalam kitab-kitab hadist, untuk diterapkan pada perbuatan manusia yang telah dewasa yang sehat akalnya (mukallaf), yang berkewajiban melaksanakan hukum Islam.

Hasil pemahaman tentang hukum Islam disusun secara sistematis dalam kitab-kitab fikih.

Contoh :

Hukum fikih Islam karya H. Sulaiman Rasyid, Al Um artinya kitab induk karya Mohammad Idris as-Syafi’i, dialihbahasakan oleh Tengku Ismail Yakub.

Dalam kepustakaan hukum Islam berbahasa Inggris syariat Islam disebut Islamic Law, sedang fikih Islam disebut Islamic Jurisprudence.

Didalam bahasa Indonesia untuk syariat Islam sering digunakan kata-kata hukum syariat atau hukum syara, untuk fikih Islam digunakan istilah hukum fikih.

Syariat adalah landasan fikih, fikih adalah pemahaman tentang syariat.

Didalam Al-Qur’an Surah al-Jatsiah (45) ayat 18, surat at-Taubah (9) ayat 122 terdapat perkataan syariah dan fikih

Pada pokoknya perbedaan antara keduanya adalah sebagai berikut :

1. Syariat terdapat dalam al-Qur’an dan Kitab-kitab Hadis. Sedangkan Fikih terdapat dalam kitab-kitab fikih.

2. Syariat bersifat fundamental dan mempunyai ruang lingkup yang lebih luas. Fikih bersifat instrumental, ruang lingkupnya terbatas.

3. Syariat adalah ketetapan Allah dan ketentuan rasul-Nya, karena itu berlaku abadi; fikih adalah karya manusia yang tidak berlaku abadi, dapat berubah dari masa ke masa.

(15)

5. Syariat menunjukkan kesatuan dalam Islam, sedang fikih menunjukkan keragamannya.

Hukum fikih, sebagai hukum yang diterapkan pada kasus tertentu dalam keadaan konkrit, mungkin berubah dari masa ke masa dan mungkin pula berbeda dari satu tempat ke tempat lain. ini sesuai dengan ketentuan yang disebut juga dengan kaidah hukum fikih yang menyatakan bahwa perubahan tempat dan waktu menyebabkan perubahan hukum. Perubahan tempat dan waktu yang menyebabkan perubahan hukum itu, dalam sistem hukum Islam disebut illat (latar belakang yang menyebabkan ada atau tidak adanya hukum atas sesuatu hal). Kesimpulan bahwa hukum fikih itu cenderung relatif, tidak absolut seperti hukum syariat yang menjadi sumber hukum fikih itu sendiri. Sifatnya zanni yakni sementara belum dapat dibuktikan sebaliknya, ia cenderung dianggap benar. Sifat ini terdapat pada hasil karya manusia dalam bidang apapun juga.

Berlawanan dengan hukum fikih yang semuanya bersifat zanni (dugaan), hukum syariat ada yang bersifat pasti. Yang pasti, karena itu berlaku absolut, disebut

qath’i, seperti misalnya ayat-ayat al-Qur’an yang menentukan kewajiban shalat, zakat, puasa, haji dan ayat-ayat kewarisan. Juga sunnah Nabi yang mewajibkan manusia menuntut ilmu pengetahuan.

Contoh :

Hukum syariat membolehkan perceraian, para ahli hukum (fikih) Islam tidak boleh menggariskan ketentuan hukum fikih yang melarang perceraian. Hukum syariat menentukan bahwa wanita dan pria sama-sama menjadi ahli waris dari almarhum orangtua dan keluarganya. Hukum fikih tidak boleh merumuskan ketentuan yang menyatakan bahwa wanita tidak berhak menjadi ahli waris.

Hukum Islam, baik dalam pengertian syariat maupun dalam pengertian fikih, dapat dibagi dua :

(16)

Tata cara berhubungan dengan Tuhan melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim dalam mendirikan (melakukan) salat, mengeluarkan zakat, berpuasa selama bulan Ramadhan dan menunaikan ibadah haji, termasuk dalam kategori ibadah. Mengenai (1) ibadah yakni cara dan tata cara manusia berhubungan langsung dengan Tuhan, tidak boleh ditambah-tambah atau dikurangi. Sifatnya tertutup, yakni semua perbuatan ibadah dilarang kecuali perbuatan yang dengan tegas di suruh.

Mengenai (2) muamalah dalam pengertian yang luas, terbuka sifatnya untuk dikembangkan melalui ijtihad manusia yang memenuhi syarat untuk melakukan usaha itu. Dalam soal muamalah berlaku asas umum, semua perbuatan boleh dilakukan, kecuali ada larangan didalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad. Contoh, misalnya larangan membunuh, mencuri, merampok, berzina, menuduh orang lain melakukan perzinaan, meminum minuman yang memabukkan (mabuk), memakan riba.

http://hidayaheducation.blogspot.com/2012/04/materi-3-kerangka-dasar-hukum-islam.html HUKUM ISLAM, SYARI’AT DAN FIQIH

In Uncategorized on 1 Februari 2011 at 2:39 am

A. Latar Belakang Masalah

Di dalam kepustakaan hukum Islam berbahasa inggris, Syari’at Islam diterjemahkan dengan Islamic Law, sedang Fikih Islam diterjemahkan dengan

Islamic Jurispudence. Di dalam bahasa Indonesia, untuk syari’at Islam, sering, dipergunakan istilah hukum syari’at atau hukum syara’ untuk fikih Islam dipergunakan istilsh hukum fikih atau kadang-kadang Hukum Islam.[1]

(17)

pisahkan. Syari’at adalah landasan fikih adalah pemahaman tentang syari’at. Perkataan syari’at dan fikih (kedua-duanya) terdapat di dalam al-Qur’an, syari’at dalam surat al-jatsiyah (45):18

Artinya :. Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak Mengetahui. [2]

Sedangkan perkataan fikih tersebut surat at-Taubah (9): 122.

Artinya : Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. Akan tetapi, perangkuman kedua istilah itu ke dalam satu perkataan, sering menimbulkan salah pengertian terutama kalau dihubungkan dengan perubahan dan pengembangan hukum Islam.[3]

Oleh karena itu seorang ahli hukum di Indonesia harus dapat membedakan mana hukum islam yang di sebut (hukum syari’at) dan mana pula hukum Islam yang disebut dengan (hukum fikih). Ungkapan bahwa hukum Islam adalah hukum suci, hukum Tuhan, syariah Allah, dan semacamnya, sering dijumpai. Juga demikian yang beranggapan bahwa hukum Islam itu pasti benar dan diatas segala-galanya, juga tidak jarang kita dengar. Disini tampak tdak adana kejelasan possi dan wilayah antara istilah hukum Islam dan syariah Allah dalam arti konkritnya adalah wahyu yang murni yang posisinya diluar jangkaan manusia.[4]

Pengkaburan istilah antara hukum islam, hukum syar’i / syari’ah, atau bahkan syari’ah Islam, pada hakikatnya tidak ada masalah. Namun pengkaburan esensi dan posisi antara hukum Islam yang identik dengan fiqh, karena merupakan hasil ijtihad tadi, dengan syari’ah yang identik dengan wahyu, yang berarti diluar jangkauan manusia, adalah masalah besar yang harus diluruskan dan diletakkan pada posisi yang seharusnya.

(18)

hal tersebut tidak boleh dikerjakan, sebaliknya jika sesuatu itu wajib maka haruslah dikerjakan.. dengan istilah lain ketentuan hukum islam itu berarti hasil ijtihad fuqaha dalam menjabarkan petunjuk dari wahyu itu. Namun yang terjadi selama ini seolah-olah hukum islam itu merupakan seperangkat aturan dan batasan yang sudah mati, sehingga selalu terkesan pasif. Akhirnya hukum islam menimbulkan kesan menakutkan bagi masyarakat sekitarnya, padahal hukum islam itu harus bersifat aktif sesuai dengan pendapat Abu Hanifah adanya istilah ma’rifat (mengetahui) dimana kalimah tersebut memberi inspirasi untuk aktif tidak terlambat memberi ketentuan hukum islam, jika muncul kasus baru.

Batasan-batasan tersebut dalam ilmu hukum disebut sebagai fungsi sosial control.

[5]

Berangkat dari masalah tersebut penuls akan mengkaji dan membahas Hukum Islam , Syariat dan Fiqh karakter dan tantangannya.

B. Pertanyaan Masalah

Sebagai arah dari penulisan ini akan dibatasi bahasan ini dengan pertanyaan masalah yaitu :

1. Apa yang dimaksud denganHukum Islam , Syariat dan Fiqh? 2. Bagaimana karakter dan tantangannya ?.

BAB. II

( KARAKTER DAN TANTANGANNYA) A Hukum Islam

1. Pengertian Hukum Islam :

Menurut Hasby Ash Shiddieqie menyatakan bahwa hukum islam yang

sebenarnya tidak lain dari pada fiqh islam atau syariat Islam, yaitu koleksi daya upaya para fuqaha dalam menerapkan syariat Islam sesuai dengan kebutuhan masyarakat. [6]

عومجم اتلواحم

ءاهقفلا قيبطتل

ةعيرشلا يلع

اتاجاح

(19)

Kumpulan daya upaya para ahli hukum untuk menetapkan syari’at atas kebutuhan masyarakat.

Istilah hukum islam walaupun berlafad Arab, namun telah dijadikan bahasa Indoneisa, sebagai terjemahan dari Fiqh Islam atau syari’at Islam yang bersumber kepada al-Qur’an As-Sunnah dan Ijmak para sahabat dan tabi’in.lebih jauh Hasby

menjelaskan bahwa Hukum Islam itu adalah hukum yang terus hidup, sesuai dengan undang-undang gerak dan subur. Dia mempunyai gerak yang tetap dan perkembangan yang terus menerus.[7]

Hukum islam menekankan pada final goal, yaitu untuk mewujudkan

kemaslahatan manusia.. fungsi ini bisa meliputi beberapa hal yaitu : a. fungsi

social engineering. Hukum islam dihasilkan untuk mewujudkan kemaslahatan dan kemajuan umuat. Untuk merealisasi ini dan dalam kapasitasnya yang lebih besar, bisa melalui proses siyasah syariyyah, dengan produk qanun atau perundang-undangan ; b. perubahan untuk tujuan lebih baik. Disini berarti sangat besar kemungkinannya untuk berubah, jika pertimbangan kemanfaatan untuk masyarakat itu muncul.

2. Ruang Lingkup Hukum Islam

Dalan hukum islam tidak dibedakan antara hukum perdata dengan hukum publik. Hal ini disebabkan menurut sistem hukum islam pada hukum perdata terdapat segi-segi publik dan pada hukum publik ada segi-segi perdatanya. Oleh karena itu dalam hukum Islam tidak dibedakan kedua bidang hukum itu. Yang disebutkan hanya bagian-bagiannya saja, seperti (1). Munakahat., (2.).wirasah (3). Muamalat dalam arti khusus (4). Jinayat atau ukubat (5). Al-ahkam as-sultoniyyah (khalifa) (6). Siyar.; (7). Mukhasshamat[8]

(20)

Muamalah dalam arti yang khusus, mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam soal jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, perserikatan dan sebagainya.

Hukum Publik adalah : Jinayat yang memuat aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman baik dalam jarimah hudud maupun dalam jarimah takzir. Al-ahkam assultoniyyah membicarakan soal-soal yang berpusat kepada negara, ke pemerintah 3. Siyar mengatur urusan perang dan damai, tata hubungannya dengan pemeluk agama dan negara lain ; 4.

Mukshshonat mengatur soal; peradilan, kehakiman dan hukum acara. [9] 3. Prinsip-prinsip Hukum Islam

Maksud prinsip dalam bahasan ini adalah titik tolak pembinaan hukum Islam dan pengembangannya. Prinsip ini berlaku dimanapun dan kapanpun di wilayah hukum Islam. Prinsip-prinsp itu adalah :

Pertama : Tauhid Allah, prinsip ini menyatakan bahwa segala hukum dan tindakan seorang muslim mesti menuj kepada satu tujuan, yaitu Tauhid Allah, Tauhid Allah disini berarti kesatuan substansi hukum dan tujuan setiap tindakan manusia dalam rangka menyatu dengan kehendak Tuhan. Jalan untuk meraihnya tidak bisa lain kecuali dengشn pernyataan : هللالوسردمحمهللالاهلال

Kedua : لوقأملاحيحصلللوقنملاحيحصلاتقفاوملا

prinsip ini menyatakan bahwa wahyu yang shah bersesuaian dengan penalaran yang sarih. Dengan kata lain wahyu tidak akan pernah bertentangan dengan akal. Ini berarti bahwa kebanaran wahyu adalah kebenaan yang mutlak dengan

sendirinya. Wahyu tidak memerlukan pembuktian kebenarannya, baik secara rasional maupun empirik. Ia telah benar dengan sendirinya.

Ketiga : ةنسلاونارقلاىلاعجرلا

Kembali kepada al-qur’an dan assunnah yang tidak pernah berlawanan dengan penalaran akal yang sarih. Namun demikian karena wahyu telah terhenti seiring dengan wafatnya Rasululah SAW. Maka pokok-pokok ajaran agama dianggap telah sempurna. Sementara response masyarakat muslim terhadap perubahan sosial budaya dapat berkembang melalui proses ijtihadi.

(21)

hal-hal yang berkenaan dengan pokok-pokok agama an sich telah dijelaskan oleh Rasul. Ini berarti bahwa dalam hal-hal kehidupan dunia yang terus berubah menganut prinsip-prinsip keadlan dan kebenaran.

Kelima al-adalah, ةلاذعلا yang berarti keadilan. Yaitu keseimbangan dan

moderasi yang menghendaki adanya keseimbangan dan kelayakan antara apa yang seharusnya dilakukan dengan kenyataan, keseimbangan antara kehendak manusia dan kemampuan merealisasikannya.

Keenam, يفةقيقحلااحاضلاىفلنلا

Bahwa kebenaran itu bukan pada alam idea, bukan pada alam cita-cita dan apa seharusnya, melainkan apa yang menjadi kenyataan. Prinsip ini menghendaki pelaksanaan. Hukum Islam itu dilakukan sesuai dengan apa yang paling mungkin dan tidak selalu mengharuskan dilaksanakan sesuai dengan apa yang diyakini paling tepat dan benar.

Ketujuh Al-Huriyyah. ةيرحلا

Ini berarti kemerdekaan atas kebebasan. Prinsip ini menyatakan bahwa setiap orang mempunyai kebebasan baik untuk beragama ataupun tidak. Tidak ada paksaan dalam beragama. Namun demikian sesuai dengan prinsif tauhid Allah, manusia telah diberi dua pilihan bersyukur atau berkufur.

Kedelapan al-musawahةواسملاprinip ini secara etimologis berarti persamaan, prinsip menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai derajat yang sama. Pembentukan qonun hanya mungkin jika setiap individu masyarakat muslim terlindungi hak-hak asasinya yang sesuai prinsip hukum islam, adalah al-hurriyyah, dan al-musawwah ةيرحلا ةواسملا . Hak-hak asasi setiap individu muslim yang merupakan prinsip hukum islam dalam bermasyarakat itulah yang memungkinkan terjadinya keseimbangan masyarakat,

Prinsip kesembilan al-musyawarahةراوشملا. Musyawarah dapat berarti meminta pendapat dari pihak pimpinan kepada yang dipimpin atau berupa usul dari arus bawah, yakni dari lapisan masyarakat yang dipimpin kepada yang memimpinnya. Prinsip ini merupakan landasan hukum islam melalui proses taqnin dan menjadikannya sebagai hukum positif.[10]

(22)

Agama Islam diturunkan Alloh mempunyai tujuan yaitu untuk mewujudkan kemaslahatan hidup manusia secara individual dan masyarakat. Begitu pula dengan hukum-hukumnya. Menurut Abu Zahroh ada tiga tujuan hukum Islam.

[11]

1. Mendidik individu agar mampu menjadi sumber kebajikan bagi

masyarakatnya dan tidak menjadi sumber malapetakata bagi orang lain; 2. Menegakkan keadilan di dalam masyarakat secara internal di antara sesama ummat Islam maupun eksternal antara ummat Islam dengan masyarakat luar. Agama Islam tidak membedakan manusia dari segi keturunan, suku bangsa, agama. Warna kulit dan sebagainya. Kecuali ketaqwaan kepada-Nya.

3. Mewujudkan kemaslahatan hakiki bagi manusia dan masyarakat. Bukan kemaslahatan semu untuk sebagian orang atas dasar hawa nafsu yang berakibat penderitaan bagi orang ain, tapi kemaslahatan bagi semua orang, kemaslahatan yang betul-betul bisa dirasakan oleh semua pihak.

Yang dimaksud dengan kemaslahatan hakiki itu meliputi lima hal yaitu Agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Yang lima ini merupakan pokok kehidupan manusia di dunia dan manusia tidak akan bisa mencapai kesempurnaan hidupnya di dunia ini kecuali dengan kelima hal itu. Menurutnya yang dimaksud dengan lima ini adalah:[12]

1. Memelihara Agama Memelihara agama adalah memelihara kemerdekaan manusia di dalam menjalankan agamanya. Agamalah yang meninggikan martabat manusia dari hewan. Tidak ada paksaan di dalam menjalankan agama. Sudah jelas mana yang benar dan mana yang salah.

2. Memelihara jiwa adalah memelihara hak hidup secara terhormat

memelihara jiwa dari segala macam ancaman, pembunuhan, penganiayaan dan sebagainya. Islam menjaga kemerdekaan berbuat, berpikir dan

bertempat tinggal, Islam melindungi kebebasan berkreasi di lingkungan sosial yang terhormat dengan tidak melanggar hak orang lain.

(23)

sehat itu manusia mampu melakukan kebajikan dan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat laksana batu merah di dalam bangunan sosial.

4. Memelihara keturunan, adalah memelihara jenis anak keturunan manusia melalui ikatan perkwainan yang sah yang diikat dengan suatu aturan hukum agama.

5. Memelihara harta benda adalah mengatur tatacara mendapatkan dan mengembang biakkan harta benda secara benar dan halal, Islam mengatur tatacara bermuamalah secara benar, halal, adil dan saling ridla merdlai. Islam melarang cara mendapatkan harta secara paksa, melalui tipuan dan sebagainya seperti mencuri, merampok, menipu, memeras dan sebagainya. Muhammad Abu Zahro telah membagi kemaslahatan kepada 3 tingkatan : (1). Bersifat dlaruri (2). Haaji; (3). Tahsini.[13]

1. Yang bersifat daruri adalah sesuatu yang tidak boleh tidak harus ada untuk terwujudnya suatu maslahat seperti kewajiban melaksanakan hukuman qisas bagi yang melakukan pembunuhan sengaja, diyat bagi pembunuhan yang tidak sengaja.

2. Masalahat yang bersifat haaji adalah sesuatu yang dibutuhkan untuk menolak timbulnya kemadlaratan dan kesusahan di dalam hidup manusia. Seperti diharamkan bermusuhan, iri dengki terhadap orang lain, tidak boleh egois.

3. Maslahat yang bersifat tahsini adalah sesuatu yang diperlukan untuk mewujudkan kesempurnaan hidup manusia.

Menurut Abdul Wahab Khalaf bahwa tujuan hukum Islam itu ada dua tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Dimaksud dengan tujuan umum

(24)

B. SYARI’AT

Pengertian syariat islam menurut Mahmud Syaltut adalah ;

ةعيرشلا

Syariat menurut bahasa ialah : tempat yang didatangi atau dituju oleh manusia dan hewan guna meminum air. Menurut istilah ialah : hukum-hukum dan aturan yang Allah syariatkan buat hambanya untuk diikuti dan hubungan mereka sesama manusia. Disini kami maksudkan makna secara yang istilah yaitu syari’at tertuju kepada hukum yang didatangkan al-qur’an dan rasulnya, kemudian yang

disepakati para sahabat dari hukum hukum yang tidak datang mengenai urusannya sesuatu nash dari al-qur’an atau as-sunnah. Kemudian hukum yang diistimbatkan dengan jalan ijtihad, dan masuk ke ruang ijtihad menetapkan hukum dengan perantaraan qiyas, karinah, tanda-tanda dan dalil-dalil.[15]

Sedangkan Syariat menurut Salam Madkur adalah

عيرشتلا

(25)

ini dipetik kalimat tasyri yang berarti menciptakan undang-undang dan membuat qaidah-qaidah Nya, maka tasyri menurut pengertian ini ialah membuat undang-undang baik undang-undang-undang-undang itu datang dari agama dan dinamakan tasyri samawi atau pun dari perbuatan manusia dan pikiran mereka dinamakan tasyri wadl’i. [16]

Syari’at seperti telah disinggung dalam uraian terdahulu terdapat di dalam al-Qur’an Dan kitab kitab Hadits. Kalau kita berbicara tentang syari’at, yang dimaksud adalah wahyu Allah dan sabda Rasulullah

Apabila diihat dari segi ilmu hukum, maka syari’at merupakan dasar-dasar hukumyang ditetapkan Allah melalui Rasul-Nya, yang wajib diikuti oleh orang islam berdasarkan iman yang berkaitan dengan akhlak, baik dalam hubunganya dengan Allah maupun dengan sesama manusia dan benda dalam masyarakat. Dasar-dasar hukum ini dijelaskan dan atau dirinci lebih lanjut oleh Nabi

Muhammad sebagai Rosul-Nya. Karena itu, syariat terdapat didalam al qur an dan di dalam kitab kitab Hadits.

Menurut Sunnah Nabi Muhammad, ummat islam tiak akan pernah sesat dalam perjalanan hidupnya di dunia ini selama mereka berpegang teguh atau

berpedoman kepada Qur’an dan Sunnah Rasulullah.[17]

Dengan perkataan lain, ummat islam tidak pernah akan sesat dalam perjalanan hidupnya di dunia ini selama ia mempergunakan pola hidup, pedoman lhidup, tolok ukur hidup dan kehidupan yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits yang sahih.

Karena norma-norma dasar yang terdapat di dalam AL Quran itu masih bersifat umum, demikian juga halnya dengan aturan yang ditentukan oleh nabi

Muhammad terutama mengenai muamalah, maka setelah Nabi Muhammad wafat, norma-norma dasar yang masih bersifat umum itu perlu dirinci lebih lanjut. Perumusan dan penggolongan norma-norma dasar yang bersifat umum itu ke dalam kaidah-kaidah lebih konkrit agar dapat dilaksanakan dalam praktek, memerlukan disiplin dan cara – cara tertentu.

(26)

mempelajari atau memahami syari’at dengan memusatkan perhatiannya pada perbuatan (hukum) manusia mukallaf yaitu manusia yang berkewajiban

melaksanakan hukum islam karena telah dewasa dan berakal sehat. Orang yang faham tentang ilmu fikih disebut fakih atau fukaha (jamaknya). Artinya ahli atau para ahli hukum islam.[18]

Kata yang sangat dekat hubungannya dengan perkataan syari’at seperti telah disebut di atas adalah syara’ dan syar’i yang diterjemahkan dengan agama. Oleh karena itu, jika orang berbicara tentang hukum syara’ yang dimaksudnya adalah hukum agama yaitu hukum yang ditetapkan oleh Allah dan dijelaskan oleh Rosul-Nya, yakni hukum syari’at. Dari perkataan syari’at ini lahir kemudian perkataan tasyri’, artinya pembuatan peraturan perundang-undangan yang bersumber dari wahyu dan sunnah yang disebut tasyri’ samawi dalam kepustakaan (samawi = langit), dan peraturan perundang–undangan yang bersumber dari pemikiran manusia, yang disebut tasyri’ wadh’i (wadha’a = membuat sesuatu menjadi lebih jelas dengan karya manusia). Membicarakan soal pemikiran atau penalaran manusia dalam bidang hukum, kita telah membicarakan soal fiqih.

C. Fiqh

Fiqh ialah mengetahui sesuatu memahaminya dan menanggapnya dengan sempurna. [19]

(27)

Pengertian fiqh menurut sebagian para ulama adalah :

“Hukum-hukum syara-syara yang diperlukan kedalam renungan yang mendalam, pemahaman dari ijtihad.[21]

Menurut pendapat sayid Ridla :

رثكيو

Dan banyak dalam al-qur’an sebutan kalimat fiqh yaitu faham yang mendalam yang amat halus bagi segenap haqiqat yang dengan mengetahui fiqh. Itulah para alim menjadi hakim yang sempurna lagi amat teguh.[22]

Hasil pemahaman tentang hukum islam itu disusun secara sistematis dalam kitab fiqih dan disebut hukum fiqih. Contoh hukum fiqih islam yang ditulis dalam bahasa Indonesia oleh orang Indonesia adalah, misalnya, Fiqih islam karya H.

Sulaiman Rasjid yang sejak di terbitkan pertama kali tahun 1954 sampai kini (1990) telah puluhan kali dicetak ulang. Beberapa kitab hukum fikih yang ditulis dalambahasa Indonesia. Diantaranya adalah karya Mohammad Idris as-Syafi’i,

salah seorang pendiri mazhab hukum fikih islam, yang bernama : al-Um, artinya (kitab) Induk.[23]

(28)

Fiqh berarti hukum Islam atau ada pula yang menyebut sebagai hukum positif Islam, oleh karena adanya dominasi akal manusia dalam memahami wahyu. [24]

Dalam kenyataannya meskipun fiqh bisa diartikan dengan hukum Islam, namun mengandung aspek-aspek selain hukum. Dalam kitab-kitab fiqh dengan konsep etika agama, juga terkadang mengandung pembahasaan akidah yang berarti wilayah kajian ilmu kalam. Dan dalam kenyataannya pula, meskipun fiqh bisa diartikan dengan hukum Islam, namun hukum di sini tidak selalu identik dengan

law atau peraturan perundang-undangan Hukum yang mempunyai ahkam al-khamsah (wajib, sunat, makruh harm, jaiz) dalam fiqh lebih identik dengan konsep etika agama, dalam hal ini Islam yakni ciri utamanya adalah terwujudnya kandungan nilai ibadah yang sarat dengan pahala dan siksa dan berkonsekuensi akhirat. Inilah ciri utama dalam hal-hal yang digabungkan dengan fiqh.

Dilihat dari cakupannya yang sarat dengan muatan religious ethic, fiqh bisa diartikan dengan ilmu tentang perilaku manusia yang landasan utamanya adalah nas / wahyu, atau lebih singkat ilmu Islam tentang perilaku manusia. Istilah perilaku dimaksudkan dengan al-amaliyah yaitu dengan mengecualikan diskursus teologis, perasaan, dan filsafat, sehingga ilmu kalam dan filsafat tidak masuk disini.. sedangkan predikat Islam atau landasan utamanya wahyu membedaan fiqih dengan ilmu atau konsep non islam.

Menurut definisi Abu Hanifah fiqh adalah marifat al-nafs malaha waman alaiha amalan. (mengetahui hak dan kewajiban yang berkaitan dengan perilaku

seseorang). Konsep hak dan kewajiban adalah konsep etika. Sedangkan definisi yang

sering diketahui adalah اهتلدانمبستكملاةيلمعلاهيرصلاماكحلبملعلا ةيلصفتلا

ilmu tentang hukum-hukum atau etika agama syara untuk hal-hal yang berkaitan dengan amaliyah perilaku manusia yang diuwujudkan dengan landasan utama dari dalil-dalil syara yang rinci). Bisa juga didefiniskan sebagai kumpulan hukum-hukum atau etika syara untuk hal-hal yang berkaitan dengan amaliyah perilaku manusia yang termasuk dengan landasan utama dari dalil-dalil syara yang rinci.

(29)

Di samping uraian di atas, dalam membahas fiqh sering ditemui pengertian hukum dalam pengertiannya menurut ilmu hukum (hukum sekuler), artinya fiqh juga memuat pembahasan beberapa ketentuan sanksi terhadap tindak criminal (jarimah), bagian-bagian hukum waris (mawaris), hukum perkawinan ( munakahat), hukum perdagangan, hukum pidana (jinayah) dan lain-lain. Meskipun matan fiqh tersebut dalam beberapa hal masih tampak sederhana, namun sudah bisa dikatakan cukup maju untuk masanya. Jadi kesederhanaan itu bukan lantaran ketinggalan jaman, namun sesuai dengan tuntutan waktu ketika pemikiran fiqh dihasilkan.

Di pihak lain adanya anggapan atau pemikiran yang membuat sacral dan absolute

terhadap pengertian hukum islam. Dalam hal ini tidak ada pemisahan antara hukum atau fiqh yang merupakan hasil ijtihad ulama dengan konsep syariah Allah yang identik dengan wahyu, yang memang bisa dikatakan sebagai hal yang

absolute, retorika seperti inilah yang sering dijumpai di kalangan masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Muhamad MuslihudinIslamic law is diviney ordained syatem, the Will of Good to be established on earth. It is called Shari’ah or the rigt path, Qur’an and the sunnah (traditions of the Prophet) are its two primary and original sources. ( Hukum islam adalah system illahiyyah, kehendak Allah yang ditegakan di atas bumi. Hukum islam itu disebut syariah atau jalan yang benar. Qur’an dan sunnah Nabi merupakan dua sumber utama dan asli bagi hukum Islam tersebut.

2. Pencabangan Fiqh.

Fiqh atau hokum Islam mempunyai cakupan yang sangat luas, seluas aspek perilaku menusia dengan segala macam jenisnya. Dalam pembagian klasik fiqh meliputi empat kelompok a. ibadah b. muamalat. . munakahat; d. jinayat.

(30)

Kemudian muncul istilah fiqh politik (fiqh siyasah ) dan fiqih-fiqih lainnya. Fiqh siyasah sebenarnya tidak sekedar diterjemahkan sebagai ilmu tata Negara dalam Islam, namun disejajarkan dengan ilmu politik islam atau Islamic Poltical Thought dan seterusnya sehingga istilah-istilah tersebut menampakkan ciri fiqh yang berupa exersice pemikiran yang tidak berhenti dan tetap berkelanjutan, tidak malah didominasi oleh ciri fiqh yang sarat dengan nilai ibadah yang

berkonsekwensi mandeg. Selanjutnya ketka beribicara mengenai hukum pidana maka sudah memakai bahasa hukum yang lazim dipergunakan dalam ilmu hukum. Hal yang samapun juga berlaku bagi cabang fiqh yang lainnya yang sudah muncul atau yang belum muncul, seperti fiqh ekonomi, fiqh perdagangan, fiqh keluarga, fiqh lingkungan, fiqh perbankan dan lainnya.

Apabila hal ini bisa dikenal maka disini tidak hanya bicara mengenai hukum, namun hukum Islam yang menjadi ruhnya pada dasarnya berarti etika atau ruh islam, tidak diskursus hukum dalam ilmu hukum atau perundang-undangan. Dengan demikian maka metode induktif harus bisa dipakai dengan leluasa sambil mengakui deduktif dan bahkan landasan wahyu yang dalam banyak sisi bisa dilihat sebagai metafisika. Ini proyek besar, dimana mengerjakannya harus menguasai pula ilmu-ilmu sosial dan humaniora modern.

Dari uraian tersebut diatas, ada dua hal yang bisa dikemukakan yaitu :

Pertama : Cakupan fiqh baik dalam pengertiannya yang bercabang-cabang tadi maupun masih dalam pengertian hukum Islam, adalah sangat luas, seluas perilaku manusia. Sehingga kasus-kasus baru yang sedang dan akan bermunculan akan selalu menuntut jawaban dari fiqh atau hukum islam.

Kedua : agar selalu tetap eksis hukum islam harus mampu memberi jawaban dengan cepat terhadap tuntutan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Disatu sisi jawaban itu harus cepat dan tepat., untuk itu diperlukan pemikir yang mumpuni, dari sisi lain spesialisasi cabang-cabang fiqh perlu dikembangkan sesuai dengan perkembangan sosial budaya dan tehnologi yang ada. [27]

BAB. III

(31)

Bab ini merupakan jawaban terhadap pertanyaan masalah yang penulis ajukan dalam bab. I. yaitu bahwa yang dimaksud dengan :

1. Hukum Islam sebenarnya tidak lain dari pada fiqh islam atau syariat Islam, yaitu koleksi daya upaya para fuqaha dalam menerapkan syariat Islam sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang bersumber kepada al-Qur’an As-Sunnah dan Ijmak para sahabat dan tabi’in.

2. Syariat : Bawa syari’at, yang dimaksud adalah wahyu Allah dan sabda Rasulullah, merupakan dasar-dasar hukum yang ditetapkan Allah melalui Rasul-Nya, yang wajib diikuti oleh orang islam dasar-dasar hukum ini dijelaskan lebih lanjut oleh Nabi Muhammad sebagai Rosul-Nya.

3. Fiqh artinyafaham atau pengertian., dapat juga dirumuskan sebagai ilmu yang bertugas menentukan dan menguraikan norma-norma dasar dan ketentuan- ketentuan umum yang terdapat di dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad yang direkam dalam kitab-kitab hadits, dan berusaha memahami hukum-hukum yang terdapat di dalam al-Qur’an dan Sunnah nabi Muhammad untuk diterapkan pada perbuatan manusia yang telah dewasa yang sehat akalnya yang

berkewajiban melaksanakan hukum islam. 2. Karakter dan tantangannya

Hukum islam menekankan pada final goal, yaitu mewujudkan kemaslahatan manusia. dan kemajuan umuat melalui proses siyasah syariyyah, dengan produk qanun atau perundang-undangan ;

Dalam membahas fiqh sering ditemui pengertian hukum dalam pengertiannya menurut ilmu hukum, artinya fiqh. tidak ada pemisahan antara hokum Islam atau fiqh yang merupakan hasil ijtihad ulama dengan konsep syariah Allah. Karena norma-norma dasar yang terdapat di dalam AL Quran itu masih bersifat umum, perlu dirinci lebih lanjut ke dalam kaidah-kaidah lebih konkrit agar dapat dilaksanakan dalam praktek.

DAFTAR PUSTAKA

Al-qur’an dan terjemahannya 1978, Departemen Agama Republik Indonesia, Bumi

(32)

Al-Jurjawi, Ahmad ali, Himatut tasyri Wafalsafatuhu, Juz. I al-Harmain, jedah Ahmad hanafi, 1967, Asas-asas Hukum, Pidana Islam, , Bulan Bintang, Jakarta Amir Syarifudin, 2009, Ushul Fiqh II, cet. Ke 5. Perpustakan Nasional, Jakarta. Ali-Juncio Abdul halim, 1966, Abuhanifah Batsahil hurriyyah Watasamuh Fil islam, juz III, Majlis al kairo, Mesir.

Ahmad malik Tauhid, 1981, Membina Pribadi Muslim dan Masyarakat, al-Hidayah.

Abdul Qodri A.Azizy, 2001, Transformasi Foqh dalam Hukum Nasional,

membedah Peradilan Agama, PPHIM Jawa Tengah, Semarang, Mahmasoni, sobhi, 1981, falsafah Tasyri Fil Islam, Maarif Bandung.

Muhammad abduh Malik,2003, Perilaku zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, bulan bintang, jakarta .

Mohammad Daud Ali, Asas-asas hukum islam, 1991, , Rajawali Pers, Jakarta. Hasby ash shiddieqi ,1975, Falsafah Hukum Islam, Bulan Bintang, Jakarta Satria Efendi M. Zein, 2005, Ushul Fiqh, Prenada Media, Jakarta ;

Abdul Kadir, dkk. 2001, Membedah Peradilan Agama, Mencari Solusi untuk Reformasi Hukum di Indonesia. LPKBHI Fak Syariah IAIN Walisongo dengan PPHIM PTA Jawa Tengah semarang.

[1] Maksun Faiz, Konstitusionaisasi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, membedah Peradilan Agama, PPHIM Jawa Tengah, Semarang, 2001, hlm. 171

[2]Al-qur’an dan terjemahannya 1978, Departemen Agama Republik Indonesia, Bumi, hlm.817

[3]I b I d. hlm. 301

[4] Maksun Faiz , Op. Cit.. 172

[5] I b I d., hlm. 175

[6] Hasby ash Shiddieqy, 1974, Falsafah Hukum Islam, Bulan Bintang, Jakarta, hlm. 44

[7] I b I d. hlm.112

[8] I b I d.

[9] I b i d. Hlm. 150

[10] Maksun Faiz, Op. Cit. hlm.175

[11] Abu Zahroh, Ushul Fiqh, hlm. 364.

[12] I b I d.

[13] I b I d. hlm. 366

[14] Abdul Waha1. b khalaf, ilmu ushul fiqh hlm. `97

[15] Hasby ash shiedieqi, Op. Cit. hlm. 200

[16] Muhammad salam Madkur, Al-madkhal lil fiqhil Islami., hlm. 44

[17] I b I d.

[18] H. A. Qodri A.Azizy, Transformasi Fiqh dalam Hukum Nasional, membedah Peradilan Agama, PPHIM Jawa Tengah, Semarang, 2001, hlm.99.

(33)

[20] H. A. Qodri A.Azizy, Op. Cit. hlm. 100

[21] Hsby , Op. Cit. hlm. Hlm. 35

[22] I b i d.

[23] H. A. Qodri A.Azizy, Op. Cit. hlm. 123.

[24] I b I d. hlm. 102

[25] I b I d. hlm. 103

[26] I b I d.

[27] I b I d. hlm 107

Referensi

Dokumen terkait

Jadi bisa disimpulkan bahwa, kesimpulan yang ditarik perlu adanya mempertanyakan kembali sambil melihat dan meninjau kembali pada catatan-catatan lapangan di lingkungan

Dari hasil pengamatan F1 dan F1 Resiprokal pada persilangan Anjasmoro dan Detam II, menunjukkan data yang berbeda nyata pada karakter umur berbunga, tinggi

Campuran minyak cengkeh dan ekstrak biji mimba dengan perbandingan 60/40 (v/v) merupakan campuran efektif untuk mengendalian penyakit karat pada kedelai dapat menekan

[r]

juga disebut dengan koefisien determinasi. Koefisien determinasi didapat dari hasil perkalian koefisien jalur terhadap matriks korelasi antara variabel sebab

pada kadar air minyak dan FFA tidak efektif untuk memperbaiki kualitas minyak, namun untuk angka peroksida dan angka yodium sedikit menyumbangkan perbaikan dibandingkan

Terdapat perbedaan kadar trigliserida antara kelompok diet standar ad libitum dengan kelompok diet tinggi minyak sawit maupun kelompok diet tinggi minyak sawit +

Profile Matching merupakan suatau metode penelitian yang dapat digunakan pada sistem pendukung keputusan, proses penilaian kopentensi dilakukan dengan membandingkan antara