• Tidak ada hasil yang ditemukan

GREEN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT SOLUSI DIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "GREEN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT SOLUSI DIS"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

GREEN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT: SOLUSI DISTRIBUSI KOMODITAS DAGING SAPI UNTUK MEWUJUDKAN SDGS 2030

Nama Penulis :

Muhamad Ali Shodiqi (14/369546/TP/11138) An Naafi Yuliati Lathifah (14/365849/TP/11042)

UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

(2)

GREEN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT: SOLUSI DISTRIBUSI KOMODITAS DAGING SAPI UNTUK MEWUJUDKAN SDGS 2030

Muhamad Ali Shodiqi1, An Naafi Yuliati Lathifah2

Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada

Email : shodiqiali27@gmail.com

Pendahuluan

Jumlah penduduk yang bertambah serta pola konsumsi masyarakat yang

meningkat telah mendorong konsumsi daging nasional dari tahun ke tahun.

Berdasarkan SUSENAS (2014), rata-rata tingkat konsumsi daging sapi

masyarakat Indonesia adalah 2,08 kg per kapita per tahun. Angka ini termasuk

sedikit karena daya beli masyarakat yang masih rendah. Walaupun begitu angka

ini terus mengalami peningkatan dimana persen rerata peningkatan yaitu 10,28 %

sejak tahun 1993-2014. Kedepan, angka ini akan lebih cepat meningkat

dikarenakan Pemerintah telah mencanangkan swasembada daging sapi melalui

Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2015-2019. Selain itu, konsumsi daging

kedepan juga akan meningkat dimana menurut McKinsey Global Institute,

konsumen dengan daya beli tinggi di Indonesia pada tahun 2030 diperkirakan

akan tumbuh pesat mencapai 135 juta jiwa.

Dewasa ini, sistem rantai pasok konvensional pada daging sapi

mempunyai beberapa masalah dan tantangan kedepan. Sistem rantai pasok daging

sapi diketahui menghabiskan energi yang cukup besar. Energi tersebut digunakan

untuk melakukan penangan khusus daging sapi yang mempunyai karakteristik

mudah rusak baik karena fisik, mekanis, kimiawi dan biologi. Rantai pasokan

daging sapi juga memiliki dampak yang signifikan terhadap lingkungan. Dampak

itu terdapat pada setiap tingkat produksi seperti degradasi sumber daya alam

akibat pemberian pakan ternak, penggunaan lahan pada produksi primer,

konsumsi bahan bakar fosil, penggunaan air dan emisi gas rumah kaca (Rivera,

2014). Secara global, rantai pasokan daging sapi diperkirakan telah menghasilkan

emisi sekitar 35 persen dari emisi sektor peternakan (setara dengan 4,6 gigaton

CO2-eq) (Opio, 2013).

Pertumbuhan konsumsi daging Indonesia yang tinggi membawa pertanyaan

mengenai kesiapan pasokan energi dan penanganan dampak lingkungan untuk

(3)

rantai pasok konvensional dengan menggunakan energi fosil dipastikan akan

membawa Indonesia ke dalam situasi kelangkaan energi dan lingkungan yang

buruk. Oleh karena itu diperlukan solusi untuk menjawab tantangan sistem rantai

pasok daging sapi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Konsep Green SCM Daging Sapi untuk Sustainable Development Goals

Sampai saat ini, Indonesia baru dapat memenuhi kebutuhan dagingnya

sebanyak 70%, sisanya 30% berasal dari impor. Menurut hasil penelitian yang

pernah dilakukan oleh Pustral UGM, daerah yang berpotensi sebagai supplier

daging sapi di Indonesia adalah NTB, NTT, dan Sulawesi Tengah dengan total

potensi ternak sapi yang dapat dikirim sebersar 103.300 ekor per tahun. Distribusi

komoditas daging biasanya dilakukan dalam bentuk sapi hidup dengan sistem

distribusi menggunakan angkutan darat dan angkutan laut yang didistribusikan ke

wilayah konsumsi—Jawa salah satunya. Namun, menurut hasil penelitian ini

sendiri, sistem distribusi dengan biaya logistik yang lebih efektif dan efisien

adalah dalam bentuk daging potongan atau karkas.

Dewasa ini, untuk memenuhi kebutuhan daging yang terus meningkat,

perusahaan lebih berfokus untuk menciptakan nilai tambah tanpa

memperhitungkan aspek dampak lingkungan di dalamnya. Padahal energi yang

dibutuhkan dan emisi yang dihasilkan terhitung besar. Green SCM adalah solusi untuk melengkapi aspek lingkungan dalam manajemen rantai pasok karena

mempertimbangkan secara signifikan aspek ekologis. Tabel berikut menunjukkan

konsep green supply chain yang menjadi jawaban atas persoalan pada

conventional supply chain management.

Tabel 1. Perbedaan GreenSCM dengan Conventional SCM

Karakteristik Conventional SCM Green SCM

Tujuan dan Nilai-nilai Ekonomis Ekonomis dan ekologi Optimasi Ekologi Dampak terhadap ekologi tinggi Pendekatan terpadu

Dampak terhadap ekologi rendah

Kriteria Seleksi Pemasok Harga hubungan jangka pendek Aspek ekologi & harga Hubungan jangka panjang Biaya dan Harga Jual Biaya produksi murah, harga jual

murah

Biaya produksi murah, harga jual terkadang mahal Kecepatan &Fleksibilitas Tinggi Sedang

Sumber: www.supplychainindonesia.com

(4)

input tersebut menjadi output yang dapat digunakan kembali pada akhir hidupnya

sehingga menciptakan rantai pasok berkelanjutan (Penfield, 2017 dalam Purnomo,

2013). Menurut Srivastava (2007) dalam Diabat (2011), aktivitas dalam green supply chain meliputi ‘green design’, ‘green operations’ atau ‘green

manufacturing’, ‘green distribution, logistics/marketing’, dan ‘reverse logistics’. Artinya, Green SCM selalu berupaya melakukan pengintegrasian pemikiran lingkungan dalam manajemen rantai pasok.

Gambar 1. Proses dalam GreenSC Sumber: Diabat (2011)

Berdasarkan aktifitas dalam rantai pasok seperti yang telah disebutkan oleh

Srivastava (2007), implementasi pada rantai pasok daging sapi diantaranya:

1. Green Design

Pada tahap ini, organisasi mulai melakukan identifikasi biaya, peluang, dan

memperhitungkan keuntungan yang akan diperoleh (EPA, 2000 dalam Diabat,

2011). Demi tercapainya green design, organisasi dapat melakukan kerja sama (kolaborasi) antara focal company dengan supplier dalam mengatasi

environmental issues (Chin, 2015). Selain itu, juga harus dilakukan perencanaan penghematan energi mulai dari proses pengadaan hingga sampai ke konsumen.

2. Green Operations/Manufacturing

Proses pemeliharaan sapi hidup hingga kemudian menjadi daging yang steril,

membutuhkan proses perawatan ternak, penyembelihan, pengemasan daging,

(5)

seperti berupaya mengurangi gas metan yang dihasilkan oleh sapi (dimana setiap

satu ekor sapi dapat menghasilkan 300-500 gas methana setiap harinya) dengan

mengupayakan pakan berbasis jagung (Riebe, 2014). Menggunakan green packaging materials, mengurangi penggunaan kemasan sulit didaur ulang, melakukan upaya recycle dan reuse kemasan (Chin, 2015). Melakukan efisiensi penggunaan cooler/freezer, serta melakukan proses penanganan limbah ternak dan penyembelihan dengan pemanfaatan limbah menjadi produk yang bernilai.

3. Green Distribution

Menurut Pustral UGM, dengan pola distribusi berdasarkan komoditas daging

sapi (bukan sapi hidup) sudah dapat meningkatkan efisiensi distribusi dengan

mengurangi peluang quality & quantity loss. Sedangkan jarak pengiriman yang jauh antar pulau, maka kebutuhan transportasi antarmoda tidak dapat terelakan.

Salah satu upaya untuk mencapai green distribution adalah melalui efisiensi struktur logistik daging sapi, pemilihan jalur distribusi yang paling efisien, serta

proses pengiriman yang efisien dengan mengoptimalkan kapasitas container. 4. Reverse Logistics

Reverse logistics memungkinkan untuk mengurangi limbah di masyarakat. Daging terkontaminasi saat distribusi dapat dikembalikan ke perusahaan terkait

untuk ditangani limbahnya atau dapat didaur ulang untuk diolah menjadi produk

lain. Reverse logistic mampu meningkatkan layanan dan respon perusahaan terhadap pelanggan, serta meningkatkan tanggung jawab sosial perusahaan

secara keseluruhan (Zaroni, 2007).

Aktivitas-aktivitas tersebut akan berjalan optimal, setidaknya bila didukung

oleh dua komponen, yaitu pemerintah dan akademisi. Pemerintah harus

mendorong perusahaan/ organisasi untuk melakukan green supply chain melalui berbagai macam kebijakan serta penyediaan fasilitas dan infrastruktur pendukung.

Akademisi berperan sebagai agen researcher, yang mampu melakukan analisis dan memberikan berbagai ide inovatif untuk menyelesaikan persoalan lingkungan

dalam rantai pasok komoditas daging.

Penerapan Green SCM pada daging sapi memberikan berbagai dampak

(6)

1. Energi bersih dan terjangkau (Affordable and Clean Energy)

Implementasi Green Design mulai dari pengadaan bahan baku sampai konsumen akhir daging sapi dapat menghemat penggunaan energi. Penghematan energi

dapat meningkatkan perbaikan efisiensi penggunaan energi global. Efisiensi

energi ini adalah kunci transformasi pada sistem produksi khususnya sistem

rantai pasok daging sapi (UNDP, 2016).

2. Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab (Responsible on Consumption and Production)

Proses reverse logistics dapat menekan tanggung jawab sosial perusahaan atas proses produksi dan konsumsi yang dilakukan. Jumlah limbah pangan akibat

distribusi logistik daging dapat berkurang melalui daur ulang atau penggunaan

kembali produk untuk olahan lain.

3. Penanganan Perubahan Iklim (Climate Action)

Penerapan GSCM pada daging sapi dapat memudahkan identifikasi dampak

lingkungan yang sering tersembunyi. Identifikasi yang didapatkan dapat menjadi

acuan untuk mengurangi dampak perubahan iklim Kinerja lingkungan pada

akhirnya dapat meningkat dan mitigasi perubahan iklim dapat dicapai karena

lebih banyak aspek dan solusi telah diidentifikasi.

4. Ekosistem Darat dan Laut berkelanjutan

GSCM yang menjadi dasar konsep distribusi daging sapi baik darat atau laut

dapat mencegah dan mengurangi pencemaran laut. Penggunaan bahan dasar

yang ramah lingkungan dapat mengurangi jumlah sampah yang tidak dapat di

daur ulang. Pemilihan jalur distribusi paling efisien dipilih agar transportasi

tidak banyak menghasilkan sampah ataupun emisi yang dapat mencemari

lingkungan darat maupun laut.

Kesimpulan

Green SCM merupakan solusi untuk menjawab tantangan sistem rantai pasok konvensional yang menghabiskan banyak energi dan menghasilkan banyak

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Studi Logistik Jaringan Distribusi Daging Sapi dari/ke Jakarta dan Sekitarnya. Yogyakarta: Pustral UGM.

Chin, Thoo Ai., Huam Hon Tat, and Zuraidah Sulaiman. 2015. Green Supply Chain Management, Enviromental Collaboration and Sustainability Performance. Procedia CIRP 26:695-699.

Diabat, Ali dan Kannan Govindan. 2011. An Analysis of The Drivers Affecting The Implementation of Green Supply Chain Management. Journal of

Resources, conservation and recycling Vol 55:659-667.

EPA. 2000. The Lean and Green Supply Chain: A practical guide for materials managers and supply chain managers to reduce costs and improve environmental performance. United States Environmental Protection Agency p. 12–3. Washington, DC.

Kementerian Pertanian. 2015. Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2015- 2019. Jakarta

Oberman, Raoul, Dobbs, Richard, Budiman, Arief, Thompson, Fraser, Rosse, Morten. 2012. The Archipelago Economy : Unleashing Indonesia Potential. McKinsey Global Institute

Opio, C., Gerber, P., Mottet, A., Falcucci, A., Tempio, G., MacLeod, M.,

Vellinga, T., Henderson, B. & Steinfeld, H. 2013. Greenhouse gas emissions from ruminant supply chains – A global life cycle assessment.

Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), Rome. The designations

Penfield, P. 2007. Sustainability Can be Competitive Advantage. Whitman school pf management.

Purnomo, Agus. 2013. Potensi Green Supply Chain Management untuk Menurunkan Biaya Logistik Nasional. Diunduh dari www.supplychainindonesia.com pada 10 November 2017.

Riebe, Martin. 2014. Mengurangi Methana di Peternakan Sapi. Diunduh dari www.dw.com pada 10 November 2017.

Srivastava, KS. 2007. Green supply-chain management: a state-of-the-art

literature review. International Journal of Management Review Vol. 9 No. 1:53-80

UNDP. 2016. UNDP Support to The Implementation of Sustainable Development Goal 7 Affordable and Clean Energy. New York

(8)

BIODATA PENULIS

Ketua kelompok

a. Nama Lengkap : Muhamad Ali Shodiqi

b. NIM : 14/369546/TP/11138

c. Jurusan/Fakultas : Teknologi Industri Pertanian/Teknologi Pertanian

d. No. HP : 085649009062

e. Alamat Email : shodiqiali27@gmail.com

f. Alamat Lengkap

: Jalan Gotong Royong Rt 10 Rw 4, Karangwaru Lor, Tegalrejo, Kota Yogyakarta, Yogyakarta

Anggota kelompok

a. Nama Lengkap : An Naafi Yuliati Lathifah

b. NIM : 14/365849/TP/11042

c. Jurusan/Fakultas : Teknologi Industri Pertanian/Teknologi Pertanian

d. No. HP : 085281475158

e. Alamat Email : annaafiyl36@gmail.com

f. Alamat Lengkap

Gambar

Tabel 1. Perbedaan Green SCM dengan Conventional SCM
Gambar 1. Proses dalam GreenSC

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 8 histogram moe panel Sandwich dibandingkan kontrol Terlihat pada Gambar 8 bahwa nilai MOE dari ketiga pola anyaman bambu dengan tiga jenis core yang berbeda lebih

Nilai tersebut berada pada rentang 66-80% yang menunjukkan bahwa konsumen puas terhadap kinerja atribut kualitas pelayanan penjualan online blanjamart, tetapi nilai

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pustika (2011) yang melakukan konseling gizi dan gaya hidup selama 8 minggu pada penderita diabetes melitus, didapatkan

Jika dua batang yang sama panjangnya saling berpotongan (bersilangan) dimana batang yang satu tertekan sedangkan yang lain pada waktu yang bersamaan tertarik dengan

Tujuan dari penelitian Tugas Akhir ini adalah mengetahui nilai yang didapat perusahaan dari pengukuran kinerja Green Supply Chain Management dengan menggunakan model

Bentuk usaha yang dapat dilakukan bank di dalam menjaga keamanan rahasia bank adalah apabila ada orang yang menanyakan identitas dari nasabah atau aktivitasnya di

Kljub temu, da v literaturi (Sveršina 2012, Nolimal 1997, Nolimal 2003) avtorji izpostavljajo ustrezno strokovno usposobljenost kadra, ki poučuje v kombiniranih oddelkih,

dan balok dengan menggunakan model penemuan terbimbing siklus I alatnya berupa butri soal tes tertulis untuk silus I, (5) data keberanian bertanya siswa dalam