• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDEKATAN DALAM PENGKAJIAN SEJARAH dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENDEKATAN DALAM PENGKAJIAN SEJARAH dalam "

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PENDEKATAN DALAM PENGKAJIAN SEJARAH

Makalah Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendekatan Dalam Pengkajian Islam

Dosen Pengampu : Prof. Dr.Siswanto Masruri oleh

Adtman A. Hasan 17204020001 Dwi Ahmad Yasir 17204020006

PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

(2)

KATA PENGANTAR

ميحرلا نمرلا ها مسب

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong hambanya dari kesulitan

mengerjakan makalah ini. Tanpa sentuhan tangan darinya mustahil kiranya

penulis dapat menyelesaikan tulisan makalah ini dengan baik.

Makalah ini disusun agar dapat memberikan manfaat kepada khalayak luas

dan dapat memperluas wawasan tentang sejarah islam dalam penyusunan makalah

ini terdapat berbagai rintangan baik datang dari penyusun maupun datang dari

luar. Namun dengan pertolongan Allah SWT akhirnya dapat diselesaikan.

Semoga makalah ini dapat menambah wawasan kita. Walaupun makalah

ini terdapat banyak sekali kekurangan dalam penyusunan dan penulis sadar bahwa

masih banyak yang perlu diperbaiki teradap kekurangan makalah ini. Penyusun

mohon untuk saran dan kritikannya.

Yogyakarta, Maret 2018

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... B. Rumusan Masalah ... BAB II PEMBAASAN

A. Perkembangan dan Definisi Politik ... B. Perspektif Islam Terhadap Politik ... C. Pemikiran Politik Islam ...

BAB III PENUTUP

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah dalam arti luas, akan melibatkan beberapa pengertian dasar

mengenai makna atau arti sejarah itu sendiri. Sejarah sebagai suatu realita

peristiwa, kejadian yang berkaitan dengan perilaku dan pengalaman hidup

manusia di masa lampau, adalah sebuah realita yang obyektif, artinya

merupakan peristiwa yang benar-benar terjadi apa adanya. Tetapi ketika

peristiwa atau kejadian itu tidak di teliti, dikupas, dan diterjemahkan oleh

seseorang peneliti, terutama sejarawan, maka realitas peristiwa itu tidak lagi

memiliki arti yang utuh, melainkan akan berubah menjadi satu “Fakta” yang

makna atau artinya akan sangat bergantung kepada interpretasi-interpretasi

yang diberikan oleh si peniliti.1

Sejarah islam merupakan salah satu bidang studi islam yang banyak

menarik perhatian para peneliti baik dari kalangan sarjana muslim maupun

non muslim, karena banyak manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian

tersebut. Bagi umat islam, memepelajari sejara islam selain akan memberi

kebanggaan juga sekaligus peringatan agar berhati-hati. Dengan mengetahui

bahwa ummat islam dalam sejarah pernah mengalami kemajuan dalam segala

bidang selama berates-ratus tahun misalnya, akan memeberikan rasa bangga

dan percaya diri menajadi orang islam. Demikian pula dengan mengetahui

bahwa ummat islam juga mengalami kemunduran, penjajahan dan

(5)

keterbelakangan, akan menyadarkan ummat islam untuk memperbaiki kedaan

dirinya dan tampil untuk berjuang mencapai kemajuan.

Sementara itu bagi peneliti barat, mempelajari sejarah islam ditujukan

untuk pengembangan ilmu, juga terkadang dimaksudkan untuk mencari-cari

kelemahan dan kekurangan ummat islam agar dapat dijajah dan sebagainya.

Disadari atau tidak, bahwa selama ini informasi mengenai sejarah islam

banyak berasal dari hasil penelitian para sarjana barat. Hal ini terjadi, karena

selain masyarakat barat memiliki etos keilmuan yang tinggi juga didukung

oleh dana dan kemauan politik yang kuat dari para pemimpinnya. Sementara

dari kalangan para peneliti Muslim Nampak disamping etos keilmuannya

rendah, juga belum didukung oleh keahlian dibidang penelitian yang memadai

serta dana dan dukungan politik dari pemerintah yang kondusif.

Dari keadaan itulah, maka banyak masalah-masalah sosial

kemasyarakatan dan produk-produk hokum yang dipelajari diberbagai

lembaga pendidikan, dengan tidak disertai oleh pengetahuan sejarah yang

cukup. Dengan demikian sering berbagai masalah sosial dan hukum serta

pemikiran islam lainnya dipahami lepas dari konteksnya, sehingga

kemampuan untuk mengaitkannya dengan masalah-masalah yang muncul di

masyarakat menjadi tidak terjangkau.2

Dilihat dari sudut metodologi atau pendekatan, saat ini para peneliti

sejarah sudah mulai banyak yang menggunakan beberapa metode dan

(6)

pendekatan. Sebab, satu metode dan sebuah pendekatan tersebut

masing-masing akan dikaji berbagai sub aspek. Misalnya aspek politik, akan dikupas

sistem politik, struktur politik, sistem pemerintahan, unsur-unsur kekuatan

politik, pemilihan umum, perkembangan pemerintahan, kemajuan, dan

kemunduran serta sebab-sebab kemunduran, dan lain-lain.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari sejarah ?

2. Apakah yang dimaksud dengan Pendekatan Historis ?

(7)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Sejarah (History)

Kata “sejarah” berasal dari bahasa Arab “Syajarah” yang mempunyai

arti “pohon” (kehidupan). Sedangkan didalam buku lain dijelaskan bahwa

istilah “Sejarah” adalah terjemahan dari kata tarikh (bahasa arab), sirah

(bahasa arab), history (bahasa inggris), dan geschichte (bahasa jerman).

Definisi sejarah yang lebih umum adalah masa lampau manusia, baik

yang berhubungan dengan peristiwa politik, sosial, ekonomi maupun gejala

alam. Definisi ini memberi peringatan bahwa sejarah tidak lebih dari sebuah

rekaman peristiwa masa lampau manusia dengan segala sisinya.3

Secara terminologi , pengertian sejarah meskipun terdapat

bermacam-macam definisi, hal tersebut wajar – wajar saja, karena masing-masing ahli

melihat sejarah dari aspek pandangan tertentu sendiri-sendiri. Justru akan

memperkaya pengertian sejarah jika berbagai pandangan itu disatupadukan.

dua di antara berbagai definisi itu, dikemukakan oleh:

1. Ibnu Khaldun (1332 – 1406 M), sejarah menurutnya dapat dilihat dari dua

sisi. Sisi luar dan sisi dalam. Dari sisi luar, pengertian sejarah tidak lebih

dari rekaman perputaran kekuasaan pada masa lampau manusia. Tetapi,

jika ditilik dari sisi dalam, maka sejarah merupakan suatu penalaran kritis

(8)

dan usaha yang cermat untuk mencari kebenaran, suatu penjelasan yang

cerdas tentang sebab-sebab dan asal-usul segala sesuatu, suatu

pengetahuan yang mendalam tentang bagaimana dan mengapa segala

sesuatu peristiwa terjadi. Oleh sebab itu, sejarah berakar dalam filsafat dan

ia pantas menjadi bagian dari filsafat itu.

2. Aloy Meister dan Gilbert Carraghan, menyebutkan bahwa sejarah itu dapat

dibagi menjadi tiga konsep yang berlainan tetapi, saling berkaitan:

a. Merupakan peristiwa-peristiwa produk manusia di masa lampau

b. Penulisan mengenai apa yang terjadi di masa lampau

c. Sejarah sebagai metode penelitian

B. Obyek Kajian dan Tujuan Studi Sejarah

Secara garis besar, obyek kajian sejarah meliputi segala aspek dan

bentuk kegiatan yang ditinggalkan manusia di masa lampau, secara individual

maupun sosial komunal, berbentuk fisik maupun nonfisi. Dengan demikian,

obyek kajian sejarah itu selain identic dengan pencakupan pengertian

kebudayaan/peradaban manusia juga sangat kompleks dan luas. Dalam istilah

lain, obyek materi kajian sejarah adalah kebudayaan/peradaban manusia itu

sendiri dalam segala aspek dan bentuknya dalam waktu (masa) dan ruang

(tempat) tertentu di masa lampau. Focus perhatian sejarah adalah kebudayaan

manusia di masa lampau. Masa kini dan mendatang bukan lagi focus (bidang)

(9)

Tidak semua masa lampau manusia itu merupakan lingkup kajian

sejarah, melainkan terbatas pada ada atau tidaknya tulisan. Batasan itu ialah

sejak ditemukannya tulisan manusia purba untuk Indonesia kira-kira 400

tahun silam yang ditemukan berbentuk prasasti di Kerajaan Kutai Kalimantan

timur. Kadang-kadang tulisan-tulisan itu diperoleh dari patung-patung berukir,

candi, bangunan kuno, makam dan sebagainya yang dilukis dengan

menggunakan huruf-huruf tertentu seperti: huruf (bahasa) Sanskerta, Palawa,

Jawa Kuno, dan berbagai bahasa daerah.

Tidak ada batasan yang jelas antara masa manusia sudah mengenal

huruf/tulisan dengan masa belum mengenal huruf. Kebudayaan Mesir Kuno

misalnya, telah mengenal huruf kira-kira 4000 tahun silam (SM), bahkan

baru-baru ini tahun 2002 telah ditemukan piramid yang berusia kira-kira 4500

tahun. Kebudayaan Minoa yang bekas-bekasnya terdapat di P.Kreta, sudah

mengenal huruf kira-kira 3000 tahun silam (SM), sementara kebudayaan

Yamdet Naser di Irak selatan dan kebudayaan Harpa Mohenjadoro di daerah

S.Sind Pakistan dan lain-lain baru mengenal huruf kira-kira 100 tahun

sebelum Masehi. Dan yang paling banyak, manusia baru mengenal huruf

adalah pada awal abad ke-20 M.

Dilihat dari sudut Geografis, ruang lingkup obyek kajian sejarah

berkembang dari skala kecil sampai skala besar yakni dari tingkat desa,

kelurahan, kecamatan, kabupaten, tingkat daerah hingga tingkat nasional. Di

(10)

Dilihat dari sudut metodologi atau pendekatan, saat ini para peneliti

sejarah sudah mulai banyak yang menggunakan beberapa metode dan

pendekatan. Sebab, satu metode dan sebuah pendekatan tersebut

masing-masing akan dikaji berbagai sub aspek. Misalnya aspek politik, akan dikupas

system politik, struktur politik, system pemerintahan, unsur-unsur kekuatan

politik, pemilihan umum, perkembangan pemerintahan, kemajuan, dan

kemunduran serta sebab-sebab kemunduran, dan lain-lain.

Maka dari itu, dalam penulisan-penulisannya dibutuhkan teori dan

metodologi guna memahami sebagai unsur dan factor penyebab dari proses

sejarah. Tentu saja di dalam proses itu terdapat perubahan-perubahan yang

pada fase tertentu menciptakan situasi yang berbeda dengan situasi sebelum

dan sesudahnya. Dalam sejarah naratif biasanya diungkapkan bagaimana suatu

peristiwa terjadi, lengkap dengan keterangan tentang apa, siapa, kapan, dan di

mana. Sementara dalam sejarah analitis, pertanyaan-pertanyaan itu lazimnya

disusul dengan pertanyaan mengapa, untuk dapat memahami suatu peristiwa

dengan melacak sebab-sebabnya. Penggabungan kedua model sejarah itu

menjadi sejarah ilmiah yang menggambarkan kejadian sebagai proses

sekaligus mengungkapkan aspek structural atas kejadian-kejadian.

Berdasarkan keterangan di atas, jelaslah bahwa cara penggarapan

sejarah menghendaki penggunaan metodologi. Metodologi sebagai ilmu

tentang metode sesungguhnya bermuara pada pendekatan yang hanya dapat

dioperasionalisasikan denga bantuan seperangkat konsep dan teori. Oleh

(11)

pendekata, yakni dari segi mana memandangnya, dimensi apa yang

diperhatikan, dan unsur-unsur apa yang diungkapkan.

Adapun obyek formal sejarah adalah waktu (silam) yakni mencari

kebenaran dari segala peninggalan dan kegiatan manusia silam berdasarkan

sumber atau bukti-bukti autentik atau kredibel. Dengan demikian, dalam

mengupas sebuah topic (problem historis), para sejarawan atau peneliti sejarah

tidak cukup hanya bertanya tentang: apa, siapa, di mana, dan bagaimana

peristiwa itu terjadi? Melainkan ia harus berusaha keras mencari jawaban pertanyaan “mengapa” peristiwa itu terjadi? Dan apa akibat-akibat aksiologis

dari peristiwa tersebut ? jika si peniliti mampu menjawab pertanyaan tersebut

secara akurat (benar), sistematis dan rasional berdasarkan sumber-sumber atau

bukti-bukti yang telah dikritik, maka dapat dikatakan bahwa peneliti tersebut

telah berhasil dengan baik. Menurut Taufik Abdullah dalam sebuah

wawancara, menyebutkan: jika seorang peneliti sejarah telah mampu

menjawab lima pertanyaan : apa, siapa, di mana, kapan, dan bagaimana,

berarti tugasnya telah mencapai 60% selesai. Tetapi, jika ia mampu mencari jawaban pertanyaan “mengapa” peristiwa itu terjadi ? maka sempurnalah tugas

pokoknya dalam penelitian tersebut. Namun, untuk menjawab pertanyaan “Mengapa”, biasanya tidak mudah tetapi, tetap harus berusaha keras.

Adapun tujuan studi sejarah sangat beragam, tergantung kepada yang

mempelajarinya. Yang jelas, tidak boleh bertujuan negatif, bukan pula semata

untuk memenuhi sponsor, atau bertujuan komersial belaka, atau sekadar untuk

(12)

menyatakan yang sebenarnya dari apa yang terjadi. Dengan kata lain, si

peneliti terpaksa tidak menyatakan sesuatu yang sebenarnya seperti disebutkan

di atas, menyeret dirinya untuk menyatakan kebohongan kepada anak bangsa.

Dan kepalsuan sejarah akan terukir dalam lembaran referensi sejarah. Tentu

hal demikian ini tidak boleh terjadi sama sekali, karena akan membuka aib

bangsa sendiri, seakan-akan budaya dan moralitas bangsa sudah bobrok,

padahal sesungguhnya tidak demikian. Yang bobrok adalah moralitas si

peneliti itu sendiri.

Secara umum, tujuan utama studi (meneliti, mempelajari) sejarah ialah

mencari kebenaran ilmiah dengan cara merekonstruksi peristiwa-peristiwa

masa lampau secara metodis, sistematis berdasarkan kritik sumber yang

cermat, autentik, dan kredibel. Sehingga yang dapat dicapai bukan hanya

kebenaran itu saja, melainkan tersajikannya cerita sejarah yang hidup dan

menarik.

Tujuan kedua, ikut melestarikan dan meluruskan sejarah bangsa

(nasional) agar terhindar dari pemcemaran, kepalsuan dan kebohongan serta

penggelapan sejarah. Tujuan ketiga, ikut menggali situs sejarah yang

bertebaran dikepulauan Nusantara ini yang masih gelap, belum diungkap, agar

supaya aset sejarah bangsa tersebut bermanfaat sebanyak-banyaknya bagi kehidupan u mat manusia. Dan yang paling asasi ialah mengambil (I’tibar

Tamtsil), pelajaran, dan hikmah dari berbagai peristiwa yang terjadi di masa

lampau untuk dijadikan Patoka dasar (tolak ukur) dalam mengambil

(13)

dan dikembangkan, dan segala yang buruk, jelek dari peninggalan sejarah

kehidupan manusia silam, ditinggalkan, atau berusaha menghindarinya.

Adapun kegunaan studi sejarah, Nugroho Notosusanto merumuskan

sekurang-kurangnya ada empat kegunaan, yaitu :

1. Guna rekreatif, belajar sejarah untuk mencari kesenangan, bernolstagia,

mengenang-ngenang suatu yang indah-romantis (just For Pleasure). 2. Guna inspiratif, belajar sejarah agar dapat membangkitkan semangat

kejiwaan, semangat juang, semangat berkarya, atau mencari ilham. Contoh

: dengan belajar sejarah dapat membangkitkan jiwa patriotic, kebesaran

masa lalu, kebanggaan terhadap kejayaan masa lalu, terhadap keturunan

orang-orang besar, dan lain sebagainya.

3. Guna instruktif, yakni belajar sejarah atas dasar instruksi dari atasan, guna

menambah keterampilan, menambah wawasan, pengafeman dan

sebagainya.

4. Guna edukatif, belajar sejarah untuk mengambil pelajaran, mengambil

hikmah (Wisdom) kebijakan dan kearifan.4

C. Pendekatan Historis

Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas

berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar

belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini, segala

4

(14)

peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, di mana,

apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.

Melalui pendekatan sejarah seseorang diajak menukik dari alam

idealis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini

seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang

terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis.

Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama,

karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan

dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Melalui pendekatan sejarah ini

seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan

penerapan suatu peristiwa. Dari sini, maka seseorang tidak akan memahami

agama keluar dari konteks historisnya, karena pemahaman demikian itu akan

menyesatkan orang yang memahaminya.5

Seseorang yang ingin memamhami al-qur’an secara benar, harus

memahami sejarah turunnya al-quran atau kejadian-kejadian yang mengiringi

turunnya al-quran yang disebut dengan Asbab al-Nuzul yang berisi sejarah turunnya ayat al-quran. Dengan ilmu ini seseorang akan dapat mengetahui

hikmah yang terkandung dalam suatu ayat berkenaan dengan hokum tertentu, dan ditujukan untuk memelihara syariat dari kekeliruan memahaminya6.

5 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, hlm. 46-47.

(15)

D. Pendekatan Periodesasi Sejarah dalam Studi Islam

Di kalangan sejarawan terdapat perbedaan tentang saat dimulainya

sejarah islam. Secara umum, perbedaan pendapat itu dapat dibedakan menjadi

dua. Pertama, sebagian sejarawan berpendapat bahwa sejarah islam dimulai sejak Nabi Muhammad diangkat menjad rasul. Oleh karena itu, menurut

pendapat pertama ini, selama tiga belas tahun Nabi Muhammad tinggal di

Mekah, telah lahir masyarakat muslim meskipun berdaulat. Kedua, sebagian sejarawan berpendapat bahwa sejarah umat islam dimulai sejak Nabi

Muhammad hijrah ke Madinah, karena masyarakat Muslim baru berdaulat

ketika Nabi Muhammad tinggal di Madinah. Muhammad SAW tinggal di

Madinah tidak hanya sebagai rasul, tetapi juga sebagai pemimpin atau kepala

Negara berdasarkan konstitusi yang disebut Piagam Madinah.

Disamping perbedaan mengenai awal sejarah ummat Islam, sejarawan

juga berbeda pendapat dalam menentukan fase-fase atau periodisasi sejarah

islam. Paling tidak, ada dua periodisasi sejarah islam yang dibuat oleh ulama

Indonesia, yaitu A. Hasymy dan Harun Nasution.

Menurut A. Hasymy, periodisasi sejarah islam adalah sebagai berikut:

1. Permulaan Islam (610-661 M.)

2. Daulah Ammawiyah (661-750 M.)

3. Daulah Abbasiyah I (750-847 M.)

4. Daulah Abbasiyah II (847-946 M.)

5. Daulah Abbasiyah III (946-1075 M.)

(16)

7. Daulah Utsmaniah (1520-1801 M.)

8. Kebangkitan (1801-sekarang)

Berbeda dengan A. Hasymy, Harun Nasutiion dan Nourouzaman Shidiqi

membagi sejarah islam menjadi tiga periode, yaitu sebagai berikut.7

1. Periode Klasik (650-1250 M)

2. Periode Pertengahan (1250-1800 M)

3. Periode Modern (1800-Sekarang)

Dalam buku tersebut Harun Nasutionmembagi periode klasik ke

dalam dua fase:

1. Periode Masa Kemajuan Islam I (650-1000 M)

Pada fase ini daerah Islam meluas melalui Afrika Utara sampai Spanyol di

Barat,dan melalui Persia sampai ke India Timur. Pada masa ini pula

berkembang dan memuncaknya ilmu pengetahuan baik dalam ilmu agama

maupun non agama dan kebudayaan Islam. Dalam aspek hukum Islam,

lahir banyak ulama besar seperti Imam Malik (93H), Imam Abu Hanifah

(80H), Imam Syafi`i dan Imam Ahmad Bin Hanbal (164H). Dalam bidang

teologi (Ilmu Kalam) muncul Imam al Asy`ari, Imam al-Maturidi, Pemuka

pemuka Mu`tazilah seperti Wasil Bin Atho`,Abu al Hudzail. Al Nazzam,

dan al-Jubba`i. Dalam bidang tasawuf/mistisme, seperti Dzul al Nun al

Misri, Abu Yazid al Bustami dan al Hallaj. Dalam bidang filsafat

ditemukan al Kindi, al Farabi, Ibnu Sina,al Ghazali, Ibnu Rusdy dan Ibn

Maskawaih. Dalam bidang Ilmu pengetahuan (sains) Ibnu Hayyan, Ibnu

7

(17)

Haytam, al Khawarizmi, al Mas`udi al Razi. Dan bidang bidang lainnnya

yang tidak kami sebutkan secara rinci di dalam pembahasan ini. Dengan

demikian periode klasik ini merupakan periode kebudayaan dan peradaban

Islam yang tertinggi dan mempunyai pengaruh terhadap tercapainya

kemajuan atau peradaban modern di Barat sekarang, sungguhpun tidak

secara langsung8.

2. Periode Disintegrasi (1000-1250 M)

Fase disintegrasi ini sebenarnya telah didahului oleh fase

pradisintegrasi, yaitu suatu fase di mana kemajuan Islam masih

berlangsung, yaitu daerah daerahnya mulai terdapat usaha

memisahkan diri dari khalifah pusat di Damaskus atau Baghdad,

misalnya: di sebelah Timur Baghdad, timbul Dinasti Tahiri, yang

berkuasa di Khurasan (820-872M), Dinasti Samani (874) melepaskan

diri dari Baghdad, dan Dinasti Saffari pada tahun 908M. Adapun fase

disintegrasi merupakan fase di mana pemisahan diri dinasti-dinasti

dari kekuasaan pusat, dilanjutkan dengan perebutan kekuasaan antara

dinasti-dinasti tersebut untuk menguasai satu sama lain. Seperti

Dinasti Buwaihi menguasai daerah Persia dikalahkan oleh Saljuk

pimpinan Tughril Beg (1076M). Di zaman disintegrasi ini, ajaran

ajaran sufi timbul pada zaman kemajuan Islam, mengambil bentuk

terikat, sehingga mutunya mulai menurun. Pada periode ini juga

dibagi menjadi dua fase:

(18)

a. Masa kemunduran I (1250-1500M). Pada masa ini, desentralisasi

dan disisntegrasi bertambah meningkat. Perbedaan antara Sunni

dan Syi`ah, demikian juga antara Arab dan Persia bertambah

tampak. Pada masa itu pula umat Isalm di Spanyol dipaksa masuk

Kristen atau keluar dari daerah itu.

b. Fase tiga kerajaan besar (1500-1700 M) yang dimulai dengan

zaman kemajuan (1500-1700M), kemudian masa kemunduran II

(1700-1800 M). Tiga kerajaan besar yaitu kerajaan Usmaniah di

Turki, kerajaan Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India.

3. Periode Modern (1800 – sampai sekarang)

Periode ini merupakan zaman kebangkitan dunia Barat. Ekspedisi

Napoleon di Mesir yang berakhir pada tahun 1801 M yang

mengakibatkan jatuhnya Mesir ke tangan Barat. Hal ini membuka

mata dunia Islam terutama Turki dan Mesir, akan kemunduran dan

kelemahan umat Islam dibanding dengan kemajuan dan kekuatan

(19)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sejarah islam merupakan salah satu bidang studi islam yang banyak

menarik perhatian para peneliti baik dari kalangan sarjana muslim maupun

non muslim, karena banyak manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian

tersebut. Bagi umat islam, memepelajari sejara islam selain akan memberi

kebanggaan juga sekaligus peringatan agar berhati-hati. Dengan mengetahui

bahwa ummat islam dalam sejarah pernah mengalami kemajuan dalam segala

bidang selama berates-ratus tahun misalnya, akan memeberikan rasa bangga

dan percaya diri menajadi orang islam. Demikian pula dengan mengetahui

bahwa ummat islam juga mengalami kemunduran, penjajahan dan

keterbelakangan, akan menyadarkan ummat islam untuk memperbaiki kedaan

dirinya dan tampil untuk berjuang mencapai kemajuan.

Diawali hanya dengan satu pendekatan saja, yaitu pendekatan

doktriner atau normatif teologis, pendekatan dalam studi Islam kemudian

berkembang seiring dengan perkembangan jaman menjadi banyak

pendekatan, di antaranya pendekatan historis, pendekatan sosiologis,

pendekatan antropologis, pendekatan psikologis dan pendekatan

fenomenologis. Semua pendekatan ini memiliki tujuannya masing-masing

yang secara umum adalah untuk menghasilkan pemahaman yang tepat dan

komprehensif tentang segala permasalahan Islam yang menjadi objek

(20)

Sebagai sumber utama studi Islam, Al-Qur’an dan Hadis perlu

difahami dengan baik. Salah satu cara memahaminya adalah dengan

menggunakan pendekatan linguistik, yaitu pemahaman Al-qur’an dan Hadis

dari makna asalnya dalam bahasa Arab yang kita kenal dengan pemahaman

secara tekstual. Cara seperti ini tidak cukup, bahkan bukan tidak mungkin

akan membawa kita kepada pemahaman yang parsial dan tidak utuh. Di

sinilah pentingya pendekatan sejarah dalam memahami Al-Qur’an dan

Hadits, yang kemudian dikenal dengan pemahaman kontekstual.

Kalau pentingnya pendekatan sejarah ini bisa diterapkan dalam

memahami Al-Qur’an dan Hadits, maka ia juga dapat diterapkan pada

segala aspek dalam Islam. Dan jika ditelusuri perkembangan studi Islam

sepanjang sejarahnya, maka akan ditemukan fakta-fakta dan realita yang

meyakinkan tentang penggunaan pendekatan ini oleh umat Islam, yang

dengannya umat Islam pernah menjadi mercusuar peradaban dunia.

B. Saran

Penulis sadar bahwasanya masih banyak kekurangan dalam

penyusunan karya ilmiah ini. Maka dari itu, penulis berharap untuk berkenan

memberikan kritik dan masukan terhadap penyusunan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah yang sederhana ini dapat menjadi pelajaran dan bermaat

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Cet ke-3. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999.

Basri MS, Metodologi Penelitian Sejarah (Pendekatan, Teori, dan Praktek), Jakarta: Restu Agung, 2006.

Atang Abd dan Hakim, Metodologi Studi Islam, Cet Ke-11. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009.

Dede Ahmad Ghazali dan Heri Gunawan, Studi Islam : Suatu Pengantar Dengan Pendekatan Interdisipliner, Cet Ke-1. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015.

Referensi

Dokumen terkait

(1) Berdasarkan metode analisis kerangka kerja PIECES yang terdiri dari Performance, Information and data, Economics, Control and Security, Efficiency, dan Service

Misalnya A dan B adalah dua himpunan tidak kosong.Suatu fungsi atau pemetaan f dari A ke adalah suatu relasi khusus. yang bersifat bahwa setiap anggota himpunan A hanya

PENERAPAN METODE TOTAL PHYSICAL RESPONSE (TPR) DALAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA PERANCIS TINGKAT PEMULA DI SLB NEGERI A KOTA BANDUNG.. Universitas Pendidikan

Negara serikat atau federal adalah suatu negara yang terdiri atas beberapa negara bagian, tetapi setiap negara bagian tersebut tidak berdaulat, yang berdaulat adalah

Penerimaan Murid sekolah anak didik baru hal ini banyak jadi masalah, karena di sekolah menerapkan dan menyeleksi sesuai kemampuan murid baru dalam test saja tanpa melihat data

Serangkaian kejadian yang terjadi pada 13 dan 14 Mei menjadi awal mula jatuhnya Soeharto dan pemerintahan orde barunya merupakan tragedi nasional yang mana etnis Cina terutama

Hal ini dipertegas dengan wawancara peniliti dengan kelima subjek penelitian yang bersama mengatakan bahwa dahulu subjek merasa peduli dengan keadaan dirinya, namun keadaan

Namun berdasarkan dengan berbagai pemikiran dan perhitungan yang telah diperhitungkan Dewan Perwakilan Rakyat, maka DPR memutuskan adanya perubahan