← Burung Garuda melambangkan kekuatan
← Warna emas pada burung Garuda melambangkan kejayaan ← Perisai di tengah melambangkan pertahanan bangsa Indonesia
← Simbol-simbol di dalam perisai masing-masing melambangkan sila-sila
dalam Pancasila, yaitu:
1. Bintang melambangkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa [sila ke-1] 2. Rantai melambangkan sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
[sila ke-2]
3. Pohon Beringin melambangkan sila Persatuan Indonesia [sila ke-3]
4. Kepala banteng melambangkan sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan [sila ke-4]
5. Padi dan Kapas melambangkan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia [sila ke-5]
← Warna merah-putih melambangkan warna bendera nasional Indonesia.
Merah berarti berani dan putih berarti suci
← Garis hitam tebal yang melintang di dalam perisai melambangkan wilayah
Indonesia yang dilintasi Garis Khatulistiwa
← Jumlah bulu melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia (17 Agustus
1945), antara lain:
← Jumlah bulu pada masing-masing sayap berjumlah 17 ← Jumlah bulu pada ekor berjumlah 8
← Jumlah bulu di bawah perisai/pangkal ekor berjumlah 19 ← Jumlah bulu di leher berjumlah 45
← Pita yg dicengkeram oleh burung garuda bertuliskan semboyan negara Indonesia,
yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang berarti "walaupun berbeda beda, tetapi tetap satu".
[
sunting
] Lagu: Garuda Pancasila
Burung Garuda adalah lambang negara Indonesia. Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak, yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno. Garuda merupakan burung dalam mitologi Hindu, sedangkan Pancasila merupakan dasar filosofi negara Indonesia.
Lambang negara Garuda diatur penggunaannya dalam Peraturan Pemerintah No. 43/1958
Burung Garuda melambangkan kekuatan
Warna emas pada burung Garuda melambangkan kejayaan
Perisai di tengah melambangkan pertahanan bangsa Indonesia
Simbol-simbol di dalam perisai masing-masing melambangkan sila-sila dalam Pancasila, yaitu:
Bintang melambangkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa [sila ke-1]
Rantai melambangkan sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab [sila ke-2]
Pohon Beringin melambangkan sila Persatuan Indonesia [sila ke-3]
Kepala banteng melambangkan sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan [sila ke-4]
Padi dan Kapas melambangkan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia [sila ke-5]
Warna merah-putih melambangkan warna bendera nasional Indonesia. Merah berarti berani dan putih berarti suci
Garis hitam tebal yang melintang di dalam perisai melambangkan wilayah Indonesia yang dilintasi Garis Khatulistiwa
Jumlah bulu melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945), antara lain:
Jumlah bulu pada masing-masing sayap berjumlah 17 Jumlah bulu pada ekor berjumlah 8
Jumlah bulu di bawah perisai/pangkal ekor berjumlah 19 Jumlah bulu di leher berjumlah 45
Pita yang dicengkeram oleh burung garuda bertuliskan semboyan negara Indonesia, yaitu
Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “berbeda beda, tetapi tetap satu jua”.
Untuk lebih mengenal lagi tentang arti dan tata cara penggunaan Lambang negara bisa kunjungi di sini
DIarsipkan di bawah: Burung, PKn, burung garuda, fungsi Negara, garuda, lambang negara, negara, pendidikan | Ditandai: burung garuda, garuda, lambang, negara, pancasila
| 1 Komentar »
MENGGALI KEMBALI NILAI PERAN PANCASILA
SEBAGAI IDIOLOGI TERBUKA DI
Posted on Februari 25, 2010 by semoel
I.PENDAHULUAN
Masihkah bangsa Indonesia memahami nilai dan fungsi Pancasla? Pancasila sebagai dasar negara telah banyak mengalami lika-liku sebagai suatu Staatside bangsa yang besar ini. Sebagai inti dari jiwa dan semangat bangsa Indonesia yang sejak ratusan tahun telah mengakar dan sempat tenggelam selama 350 tahun akibat penjajahan.
Pancasila, sebagaimana tercantum dalam Pembukaaan UUD 1945 dalam perjalanan sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia telah mengalami persepsi dan interpretasi sesuai dengan kepentingan zaman, yaitu sesuai dengan kepentingan rezim yang berkuasa. Pancasila telah digunakan sebagai alat indoltrinasi untuk memaksa rakyat setia kepada pemerintah yang berkuasa dengan menempatkan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat tidak
diperbolehkan menggunakan asas lain, walaupun tidak bertentangan dengan Pancasila. Sehingga contohnya secara nyata pada era reformasi ini setelah rezim Soeharto jatuh maka Pancasila ikut jatuh dan tenggelam. Dikarenakan teori politik Pancasila kita tidak sesuai dengan teori politik secara umum. Bahkan sekarang pun sejak reformasi bergulir tidak ada cahaya sedikit pun dari Pancasila kita.
Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945 adalah dasar negara dari negara kesatuan Republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.
Ideologi adalah gabungan dari dua kata ideos dan logos yang secara sederhana berarti suatu gagasan yang berdasarkan pemikiran yang sedalam-dalamnya dan merupakan pemikiran filsafat. Dalam arti kata luas atau terbuka istilah ideologi dipergunakan untuk seluruh kelompok cita-cita, nilai – nilai dasar dan keyakinan -keyakinan yang mau dijunjung tinggi sebagai pedoman normatif.
Ideologi juga diartikan sebagai ilmu, doktrin atau teori yang diyakini kebenarannya, yang disusun secara sistematis dan diberi petunjuk pelaksanaannya. Suatu pandangan hidup akan meningkat menjadi falsafah hidup apabila telah mendapat landasan berfikir maupun motivasi yang lebih jelas. Sedangkan kristalisasinya kemudian membentuk suatu
ideologi.
II.PERMASALAHAN
Pancasila sebagai ideologi nasional mengandung nilai-nilai budaya bangsa Indonesia, yaitu cara berpikir dan cara kerja perjuangan. Pancasila perlu dipahami dengan latar belakang konstitusi proklamasi atau hukum dasar kehidupan berbangasa, bernegara dan bermasyarakat yaitu Preambule, Batang Tubuh serta Penjelasan UUD 1945.
Pancasila bersifat integralistik, yaitu paham tentang hakikat negara yang dilandasi dengan konsep kehidupan bernegara. Pancasila yang melandasi kehidupan bernegara menurut Dr. Soepomo adalah dalam kerangka negara integralistik, untuk membedakan dari paham-paham yang digunakan oleh pemikir kenegaraan lain. Masih cocokkah pandangan integralistik ini ?.
Pancasila seperti ideologi dunia lainnya terlebih dahulu lahir sebagai pemikiran filosofis, yang kemudian dituangkan dalam rumusan ideologi dan setelahnya baru diwujudkan dalam konsep-konsep politik. Jangka waktu tersebut bisa puluhan bahkan ratusan tahun. Proses yang dilalui Pancasila sedikit berbeda karena belum ada konsep masa depan atau tujuan yang hendak dicapai.
Era reformasi sebagai era pembaharuan di segala bidang, menuntut kita untuk berbuat lebih baik, lebih arif dan bijaksana. Dilain sisi pemahaman akan interpretasi Pancasila sekarang ini sudah apriori disebabkan penggunaan dan penafsiran baik pada zaman orde lama maupun ketika orde baru lebih menekankan sebagai sarana indoktrinasi dan
penguatan statusquo. Timbul pertanyaan? Apakah Pancasila masih berperan sebagai ideologi terbuka ?. Masih sesuaikah ? bertitik tolak dari pertanyaan tersebut marilah kita kaji Relevansi Ideologi Pancasila sebagai Ideologi Terbuka di Jaman Reformasi ini.
III.PEMBAHASAN
1.ARTI IDEOLOGI TERBUKA
Ciri khas ideologi terbuka ialah bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari kekayaan rohani, moral dan budaya
masyarakatnya sendiri. Dasarnya dari konsensus masyarakat, tidak diciptakan oleh negara, melainkan ditemukan dalam masyarakatnya sendiri. Oleh sebab itu, ideologi terbuka adalah milik dari semua rakyat dan masyarakat dapat menemukan dirinya di dalamnya. Ideologi terbuka bukan hanya dapat dibenarkan melainkan dibutuhkan. Nilai-nilai dasar menurut pandangan negara modern bahwa negara modern hidup dari Nilai- nilai-nilai dan sikap-sikap dasarnya.
Ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman dan adanya dinamika secara internal. Sumber semangat ideologi terbuka itu sebenarnya terdapat dalam Penjelasan Umum UUD 1945, yang menyatakan, “… terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedangkan aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah cara membuatnya, mengubahnya dan mencabutnya“.
Selanjutnya dinyatakan, “… yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam
hidupnya bernegara ialah semangat, semangat para penyelenggara negara, semangat para pemimpin pemerintahan“. Sehingga Hatta pernah berpendapat bahwa elite bangsa sendiri akan bisa lebih kejam daripada penjajah bila tidak dikontrol dengan demokrasi. Apakah di Indonesia sudah berjalan demokrasi yang kita dambakan ?.
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kecerdasan kehidupan bangsa. Hal ini adalah suatu prasyarat bagi suatu ideologi. Berbeda halnya dengan ideologi yang diimpor, yang akan bersifat tidak wajar (artifisial) dan sedikit banyak memerlukan pemaksaan oleh sekelompok kecil manusia (minoritas) yang mengimpor ideologi tersebut. Dengan demikian, ideologi tersebut menjadi bersifat tertutup.
Pancasila berakar pada pandangan hidup bangsa dan falsafah bangsa, sehingga memenuhi prasyarat sebagai suatu ideologi terbuka. Sekalipun suatu ideologi itu bersifat terbuka, tidak berarti bahwa keterbukaannya adalah sebegitu rupa sehingga dapat memusnahkan atau meniadakan ideologi itu sendiri, yang merupakan suatu yang tidak logis. Suatu ideologi sebagai suatu rangkuman gagasan-gagasan dasar yang terpadu dan bulat tanpa kontradiksi atau saling bertentangan dalam aspek-aspeknya. Pada hakikatnya berupa suatu tata nilai, dimana nilai dapat kita rumuskan sebagai hal ikhwal buruk baiknya sesuatu. Yang dalam hal ini ialah apa yang dicita-citakan.
2.FAKTOR PENDORONG KETERBUKAAN IDEOLOGI PANCASILA
Faktor yang mendorong pemikiran mengenai keterbukaan ideologi Pancasila adalah sebagai berikut :
1. Kenyataan dalam proses pembangunan nasional dan dinamika masyarakat yang berkembang secara cepat.
2. Kenyataan menunjukkan, bahwa bangkrutnya ideologi yang tertutup dan beku dikarenakan cenderung meredupkan perkembangan dirinya.
3. Pengalaman sejarah politik kita di masa lampau.
4. Tekad untuk memperkokoh kesadaran akan nilai-nilai dasar Pancasila yang bersifat abadi dan hasrat mengembangkan secara kreatif dan dinamis dalam rangka mencapai tujuan nasional.
Keterbukaan ideologi Pancasila terutama ditujukan dalam penerapannya yang berbentuk pola pikir yang dinamis dan konseptual dalam dunia modern. Kita mengenal ada tiga tingkat nilai, yaitu nilai dasar yang tidak berubah, nilai instrumental sebagai sarana mewujudkan nilai dasar yang dapat berubah sesuai keadaan dan nilai praktis berupa pelaksanaan secara nyata yang sesungguhnya. Nilai-nilai Pancasila dijabarkan dalam norma – norma dasar Pancasila yang terkandung dan tercermin dalam Pembukaan UUD 1945. Nilai atau norma dasar yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 ini tidak boleh berubah atau diubah. Karena itu adalah pilihan dan hasil konsensus bangsa yang disebut kaidah pokok dasar negara yang fundamental (Staatsfundamentealnorm). Perwujudan atau pelaksanaan nilai-nilai instrumental dan nilai-nilai praktis harus tetap mengandung jiwa dan semangat yang sama dengan nilai dasarnya.
Kebenaran pola pikir seperti yang terurai di atas adalah sesuai dengan ideologi yang memiliki tiga dimensi penting yaitu Dimensi Realitas, Dimensi Idealisme dan Dimensi Fleksibilitas.
Sungguhpun demikian, keterbukaan ideologi Pancasila ada batas-batasnya yang tidak boleh dilanggar, yaitu sebagai berikut :
a.Stabilitas nasional yang dinamis.
b.Larangan terhadap ideologi marxisme, leninisme dan komunisme. c.Mencegah berkembangnya paham liberal.
d.Larangan terhadap pandangan ekstrim yang mengelisahkan kehidupan masyarakat. e.Penciptaan norma yang baru harus melalui konsensus.
IV.PENUTUP B.KESIMPULAN
Dari penjabaran pemahaman kerangka berfikir terhadap Pancasila ditinjau dari segi Ideologi Terbuka diatas, patutlah kiranya diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pancasila sebagai ideologi nasional dapat diartikan sebagai suatu pemikiran yang memuat pandangan dasar dan cita-cita mengenai sejarah, manusia, masyarakat, recht dan negara Indonesia, yang bersumber dari kebudayaan Indonesia.
2. Pancasila merupakan nilai dan cita bangsa Indonesia yang tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat kita sendiri.
3. Sumber semangat ideologi terbuka itu sebenarnya terdapat dalam Penjelasan Umum UUD 1945.
4. Keterbukaan ideologi Pancasila terutama ditujukan dalam penerapannya yang berbentuk pola pikir yang dinamis dan konseptual dalam dunia modern.
5. Perwujudan atau pelaksanaan nilai-nilai instrumental dan nilai-nilai praktis harus tetap mengandung jiwa dan semangat yang sama dengan nilai dasarnya.
6. Sungguhpun demikian, keterbukaan ideologi Pancasila ada batas-batasnya yang tidak boleh dilanggar.
Sehingga ideologi Pancasila sebagai ideologi terbuka sebenarnya sangat relevan dengan suasana pemikiran di alam reformasi ini yang menuntuk transparansi di segala bidang namun masih tetap menjunjung kaidah nilai dan norma kita sebagai bangsa timur yang beradab. Namun dalam kenyatannya di masyarakat masih ada yang berfikir seperti orde lama atau orde baru dikarenakan masih kuatnya doktrin dari penguasa terdahulu, bahkan tidak sedikit yang acuh terhadapnya.
B. SARAN
Sebagai suatu pemikiran yang memuat pandangan dasar dan cita-cita mengenai sejarah, manusia, masyarakat, recht dan negara Indonesia, yang bersumber dari kebudayaan Indonesia yang digali dan diambil dari kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat kita sendiri. Alangkah baiknya jika masih tetap menggunakan dan mempertahankannya sebagai nilai dasar sebagai ciri khas kita sebagai suatu bangsa. Tanpa takut untuk mengembangkannya secara dimamis sesuai dengan perkembangan jaman.
DAFTAR PUSTAKA
Bandung.
Syarbaini, S. 2003. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta.
Aman, S. 1997. Filsafat Pancasila. ( Dalam Koleksi Pribadi Penulis : Kumpulan Biografi dan Pidato para Maestro Bangsa Indonesia).
DIarsipkan di bawah: pendidikan | Ditandai: Idiologi, idiologi terbuka, pancasila,
reformasi | Leave a Comment »
Memaknai
Kemerdekaan
Posted on Oktober 22, 2009 by semoel
Berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorongkan oleh keingan luhur kini bangsa dan negara Indonesia telah 64 tahun bebas lepas dari belungu penjajahan alias merdeka. Kemerdekaan ini adalah sebuah karunia besar dari Allah SWT.yang wajib
disyukuri.Karena dengan karunia tersebut Allah selamatkan bangsa ini dari kejahatan dan kedzaliman.
Dengan kemerdekaan ini Indonesia hendak mewujudkan suatu pemerintahan yang melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, mamjaukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut serta dalam mewujudkan perdamaian dunia. Ini merupakan cita-cita yang lahir sebagai idaman dari bangsa yang 3,5 abad menderita, tersiksa, teraniaya, melarat, dibodohi, diadudomba, dihina, dicaci, dirampas, diperas, diperkosa.
Para pejuang Pendiri bangsa ini berjehendak setelah Indonesia Merdeka harus terhapuskan segala bentuk penjajahan, tidak ada lagi yang menderita, yang sengsara, tidak adak lagi yang tersiksa, yang terhina, tidak ada lagi perampasan, perkosaan, tidak ada lagi yang bodoh, tidak ada lagi permusuhan antar saudara sebangsa. Kalau sudah merdeka semua harus musnah dan berganti dengan kemakmuran dan kesejahteraan, kecerdasan, kedamaian, keutuhan, persaudaraan, duduk sama rendah berdiri sama tinggi, merasa dihormati, dihargai, terlindungi dan mendapat perlakuan adil. Karena ini yang membedakan antara hidup terjajah dengan hidup di alam kemerdekaan.
Jadi yang diperjuangkan oleh para pahlawan kita bukan hanya ingin mengusir para kaum penjajah, tapi lebih jauh ingin mengusir keadaan terjajah. Sehingga mereka
mengamanatkan dengan penuh kesadaran bahwa apa yang diproklamasikan 17 Agustus 1945 itu hanya baru bisa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang
kemerdekaan Indonesia. Artinya kemerdekaan yang sesungguhnya, kemerdekaan yang dicita-citakan masih harus terus diperjuangkan dari generasi-kegenerasi.
DIarsipkan di bawah: pendidikan | Ditandai: cita-cita, makna kemerdekaan, proklamasi |
Lupa DPR Vs Lupa
Kuburan
Posted on Agustus 18, 2009 by semoel
Grup Band Kuburan pernah lupa syair suatu lagu, kelupaan tsb diumumkan lewat lagunya bahwa dia cuma ingat kuncinya. tapi walau lupa banyak juga yang menyenagi lagu ini dari anak-anak sampai yg tua-tua.
Apa yang terjadi dengan Lupanya DPR dalam pembukaan sidang tgl 14 Agustus 2009 sehinga tidak menyanyikan lagu Indoneisa Raya, dan apa yang masih mereka ingat?
DIarsipkan di bawah: pendidikan | Ditandai: DPR, kuburan, Lupa, Sidang Paripurna |
Leave a Comment »
Waspada! sekolah gratis dapat
melumpuhkan
Posted on Mei 8, 2009 by semoel
Yang diinginkan orang dalam apapun pada intinya adalah mudah, murah, berkualitas. ketiga keadaan tersebut lebih seperti minyak dan air, sulitsekali bersatunya. Ada yang mudah tidak murah, ada yang murah tidak berkualitas,ada yang berkualitas tidak mudah apalagi murah. semua orang memang ingin ketiganya, walau hampir tidak mungkin didapat ketiganya, sehingga dalam prakteknya tiap orang akan mengambil prioritas, tergantung situasi dan kondisi kemampuan masing-masing. Baca selebihnya »
DIarsipkan di bawah: pendidikan | Leave a Comment »
Kenapa Lambang-Lambang Negara banyak
disimbolkan dengan
BURUNG
ayo, cari tahu mengapa? 1. Kenapa harus burung?
2. Emang gunanya Lambang untuk apa?
3. Lambang yang paling bagus kriterianya harus gimana?
Sultan Hamid II yang terlahir dengan nama 'Syarif Abdul Hamid Alkadrie, putra sulung Sultan
Pontianak; Sultan Syarif Muhammad Alkadrie (lahir di Pontianak, Kalimantan Barat, 12 Juli 1913 –
meninggal di Jakarta, 30 Maret 1978 pada umur 64 tahun) adalah Perancang Lambang Negara
Indonesia, Garuda Pancasila. Dalam tubuhnya mengalir darah Arab-Indonesia -- walau pernah diurus
ibu asuh berkebangsaan Inggris. Istri beliau seorang perempuan Belanda yang kemudian melahirkan
dua anak --keduanya sekarang di Negeri Belanda.
Pendidikan dan Karir
Syarif menempuh pendidikan ELS di Sukabumi, Pontianak, Yogyakarta, dan Bandung. HBS di Bandung
satu tahun, THS Bandung tidak tamat, kemudian KMA di Breda, Belanda hingga tamat dan meraih
pangkat letnan pada kesatuan tentara Hindia Belanda.
Masa Pendudukan Jepang
ketika Jepang menyerah kepada Sekutu dan mendapat kenaikan pangkat menjadi kolonel. Ketika
ayahnya mangkat akibat agresi Jepang, pada 29 Oktober 1945 dia diangkat menjadi sultan Pontianak
menggantikan ayahnya dengan gelar Sultan Hamid II. Dalam perjuangan federalisme, Sultan Hamid II
memperoleh jabatan penting sebagai wakil daerah istimewa Kalimantan Barat dan selalu turut dalam
perundingan-perundingan Malino, Denpasar, BFO, BFC, IJC dan KMB di Indonesia dan Belanda.
Sultan Hamid II kemudian memperoleh jabatan Ajudant in Buitenfgewone Dienst bij HN Koningin der
Nederlanden, yakni sebuah pangkat tertinggi sebagai asisten ratu Kerajaan Belanda dan orang Indonesia
pertama yang memperoleh pangkat tertinggi dalam kemiliteran.
Menteri Negara dan Peristiwa APRA
Pada 21-22 Desember 1949, beberapa hari setelah diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio,
Westerling yang telah melakukan makar di Tanah Air menawarkan “over commando” kepadanya,
namun dia menolak tegas. Karena tahu Westerling adalah gembong APRA.
Selanjutnya dia berangkat ke Negeri Belanda, dan pada 2 Januari 1950, sepulangnya dari Negeri Kincir
itu dia merasa kecewa atas pengiriman pasukan TNI ke Kalbar - karena tidak mengikutsertakan anak
buahnya dari KNIL.
Pada saat yang hampir bersamaan, terjadi peristiwa yang menggegerkan; Westerling menyerbu Bandung
pada 23 Januari 1950. Sultan Hamid II tidak setuju dengan tindakan anak buahnya itu, Westerling
sempat marah.
Perumusan Lambang Negara (Garuda Pancasila)
Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, dia diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio
dan selama jabatan menteri negara itu ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan
merumuskan gambar lambang negara.
Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah
koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis
Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M. A. Pellaupessy, Mohammad Natsir, dan RM
Ngabehi Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan
Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang
negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M. Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima
pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan
sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang.
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno
dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan
itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah
pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan "Bhineka Tunggal Ika".
Pada tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan
Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat
masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar
burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat
mitologis.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan
berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali - Garuda Pancasila dan
disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada
Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri.
AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Departemen Hankam, Pusat Sejarah ABRI
menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya
dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul”
dan “'tidak berjambul”' seperti bentuk sekarang ini.
Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang
memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes,
Jakarta pada 15 Februari 1950.
Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda
Pancasila yang “gundul” menjadi “berjambul” dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari
semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden
Soekarno.
Tanggal 20 Maret 1950, bentuk akhir gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi
Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali
rancangan tersebut sesuai bentuk akhir rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang
dipergunakan secara resmi sampai saat ini.
Hamid II diberhentikan pada 5 April 1950 akibat diduga bersengkokol dengan Westerling dan APRA-nya.
Masa Akhir
Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang
negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara di mana lukisan
otentiknya diserahkan kepada H. Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974. Sedangkan
Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang
diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah,
Pontianak.
Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu penyerahan berkas
dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan “ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan
Hamid II sedang merancang lambang negara. Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya
lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari
dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara.
Sultan Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman Keluarga