• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Standarisasi dan Klasifikasi Helmet Industri. Hasil pengembangan produk helmet di sektor industri manufaktur, pada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Standarisasi dan Klasifikasi Helmet Industri. Hasil pengembangan produk helmet di sektor industri manufaktur, pada"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Standarisasi dan Klasifikasi Helmet Industri

Hasil pengembangan produk helmet di sektor industri manufaktur, pada umumnya jenis helmet yang digunakan oleh masyarakat di negara-negara maju telah mempunyai standard tertentu. Diantara standard-standard helm yang dikenal secara luas dan banyak telah menjadi referensi antara lain;

1. ANSI Z 89.1-1997 (Amirican National Standard Institute) 2. JIS T 8131 (Japan Industrial Standard)

3. SII (Standard Industri Indonesia), hanya mengeluarkan standard untuk helmet pengendara sepeda motor.

4. Australia Standard (EN 397. AS/NZS 1801.SS98)

Untuk masing-masing standar memiliki klasifikasi yang berbeda berdasarkan kegunaan dan material yang digunakan.

(2)

2.2. Konstruksi Helmet Industri

Konstruksi helm terdiri atas beberapa bagian. Secara umum bagian-bagian tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2.

1 2 4 3 5 Keterangan gambar : 1. Tempurung

2. Jaring peredam benturan 3. Pelindung sinar matahari 4. Tali cincin

5. Tali dagu

Gambar 2.2. Kontruksi helmet industri

1. Tempurung adalah lapisan keras yang berfungsi melindungi kepala terhadap benturan atau goresan dengan benda keras atau benda tajam. Sifat material yang keras, homogen, liat, lentur, dan tahan terhadap perubahan cuaca.

2. Jaring, berfungsi untuk mengatur dan mengikatkan helm ke kepala dengan baik. Jaring ini bersifat kuat dan tidak mulur. Ukuran jaring helm dapat diatur atau dibuat tetap.

(3)

3. Pelindung sinar matahari, berfungsi untuk melindungi mata dari cahaya matahari yang langsung mengenai mata. Syarat bahannya tidak begitu ketat, tapi yang penting bisa menahan sinar matahari yang akan masuk kemata. Pelindung ini ada yang menyatu dengan tempurung helm, dan ada juga yang dipasangkan kemudian (optional)

4. Peredam benturan (absorber), berfungsi meredam energi benturan, sehingga energi benturan tidak diteruskan ke kepala. Lapisan ini bersifat lunak dan liat, tetapi tidak kenyal.

5. Tali cincin, berfungsi untuk mengikat jaring helmet

6. Bantalan kepala, bersifat lunak dan berfungsi untuk memberikan kenyamanan pada pemakai helm. Bantalan kepala ini bisa juga berbentuk jaringan atau konstruksi lain yang berhubungan langsung dengan kepala.

7. Tali dagu, yang berfungsi agar jaring pengikat helm dapat terpasang di kepala dengan baik dan kuat. Perlengkapan ini merupakan aksesori. Terbuat dari plastik atau bahan-bahan lain yang lembut dan tidak menimbulkan kerusakan kulit. Tali dagu lebarnya minimum 20 mm dan harus benar-benar berfungsi sebagai pengikat helm ketika dikenakan di kepala.

2.2.1. Helmet industri bahan komposit

Geometri helmet disesuaikan dengan antropometri kepala manusia, yang mengikuti geometri helmet standard.

(4)

Gambar 2.3. Helmet Industri Bahan Komposit

2.3. Material Komposit Polimer

Material komposit polimer dapat didefinisikan sebagai gabungan dari dua atau lebih material yang berbeda secara makroskopik dan masing-masingnya mempunyai sifat-sifat yang diinginkan, tetapi tidak di dapat dari bahan-bahan penyusun (asal) jika bekerja sendiri-sendiri [8]. Hal ini yang mendorong pengembangan komposit polimer yang diperkuat serat gelas (GFRP). Serat gelas dan plastik dengan sifat fisis dan mekanis yang baik dikombinasikan sehingga memberikan sifat meterial yang baru dengan sifat-sifat unggul material tunggal penyusunnya.

Saat ini FRP banyak digunakan untuk komponen mesin, bangunan dan kadang-kadang juga digunakan dengan beban dinamis pada berbagai tingkat tegangan. Ada beberapa keuntungan dari FRP antara lain; a). memiliki sifat mekanis yang baik, b). ringan dan mudah dibentuk, c). biaya perawatan ringan, d). tidak mengalami korosi [9]. Pengujian material komposit terhadap ketangguhan retak

(5)

dinamik telah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Syam, B [10] meneliti kerusakan mekanik komposit GFRP yang dikenai beban impak.

Syam, B [11] mensimulasi elemen hingga pada pelat yang mengalami beban impak. Syam, B [12] mengklarifikasi inisiasi retak pelat plaster akibat beban impak menggunakan MSC/NASTRAN for windows. Shirley Savetlana [13] melakukan pengujian menggunakan pendekatan terhadap ketangguhan retak dinamik GFRP dari aspek viscoeelastik dan prilaku kerusakan matrik.

Dari beberapa pendapat para peneliti tersebut di atas tentang ketangguhan retak (fracture toughness) material komposit polimer, maka peneliti tertarik untuk melakukan penyelidikan terhadap material komposit polimer jenis GFRP dengan membentuk spesimen uji yang menggunakan metode elemen hingga (MEH).

2.4. Jenis Bahan Matrik dan Sifat-sifat Mekanik

Menurut Chawla, [14] kemampuan mekanis dari unsaturated poliester resin adalah seperti Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kemampuan mekanis unsaturated polyieter resin

Sifat Mekanik Satuan Harga

Density Kg/m3 1120

Tensile strength MPa 55

Elongation % 2

Impact value J 0,5 – 1,0

(6)

2.5. Klasifikasi Bahan Serat dan Sifat-sifat Mekanik

Bahan serat yang umum dipakai sebagai penguat pada komposit sangat bervariasi, dimana penggunaannya tergantung pada jenis operasional dari komposit tersebut. Sedangkan menurut Warner [15] serat yang umum digunakan antara lain adalah: a). serat karbon, b). serat kevlar, c). serat E-glass. Untuk pemakaian pada industri serat E-glass adalah yang paling banyak digunakan, disamping banyak terdapat di pasaran, juga harganya lebih murah. Menurut Fried [16] sifat mekanik serat jenis E-glass ditunjukkan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Sifat mekanik serat jenis E-glass

Sifat mekanik Satuan harga

Relative density g/cm3 2,55

Tensile strength Gpa 3,5

Modulus Elastisitas GPa 74

2.6. Mekanisme Retak Komposit

Beberapa tipe keretakan atau patahnya material yaitu; patah, rapuh, patah ulet, dan patah akibat faktor kelelahan (fatique). Dengan adanya ilmu mekanika keretakan sehingga dapat dilihat ketangguhan retak bahan, ukuran retak dan tingkat tegangan saling terkait dalam hal untuk memperkirakan keretakan dari struktur yang mengalami patah. Komposit polimer merupakan komponen rekayasa dalam skala makro (engineering macroscale) yang tersusun dari

kombinasi dua atau lebih material yang menghasilkan kemampuan dan sifat-sifat mekanik lebih baik dari pada komponen itu berdiri sendiri.

(7)

2.7. Mekanisme Kegagalan

Bahan komposit dinyatakan gagal bila tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi fungsi utama dari perencanaan yang dikehendaki. Masing–masing cara dapat saja terjadi pada waktu yang berlainan dan juga dapat terjadi secara bersamaan pada lokasi kegagalan. Pada 2.4 diperlihatkan gambar mikro (micrograph) dari permukaan interface dari material laminasi yang mengalami kegagalan. Faktor utama bahan mengalami kegagalan adalah beban maksimum yang bekerja melebihi dari kekuatan bahan atau tegangan patah bahan.

Gambar 2.4. Mikro kerusakan laminasi pada matrik, dan terjadi delaminasi pada lapisan matriks

Tidak semua bahan mengalami kegagalan dengan cara yang sama juga ditentukan oleh faktor kekuatan, kemuluran, dan kerapuhan ini merupakan faktor-faktor yang menerangkan perilaku bahan atau mekanisme gagal suatu bahan. Penyebab kegagalan adalah keretakan sebagian atau sepenuhnya, pembengkokan, ukuran yang berubah terhadap waktu, akibat proses pengkaratan, aus atau perubahan sifat dan ciri akibat perubahan waktu, faktor lingkungan dan lain sebagainya.

(8)

Model-model kegagalan tergantung pada tegangan atau beban yang terjadi, arah beban, suhu atau temperatur, pengaruh lingkungan atau gabungan dari keadaan tersebut. Faktor yang mempengaruhi kegagalan sangat tergantung pada sifat dasar dan keadaan bahan tersebut, jenis pembebanan, besar pembebanan, suhu dan keadaan lingkungan, pengaruh tumpuan beban, ketidak sempurnaan permukaan atau cacat bahan dan pemerosesan produk.

2.8. Ketangguhan Retak (Fracture Toughness)

Ketangguhan retak merupakan suatu fenomena untuk mengukur ketahanan suatu material terhadap perluasan retak [17]. Berbagai organisasi diseluruh dunia telah mempublikasikan prosedur standard untuk pengukuran ketangguhan ratak, termasuk Amirican Society for Testing and Material (ASTM), British Standard

Institution (BSI), dan Japan Society of Mechanical Engineers (JSME). Untuk

menentukan harga faktor intensitas tegangan kritis (KI) dapat dilihat pada gambar dua

dimensi dengan retak yang melewati single-ended pada gambar 2.5.

Gambar 2.5. Bentuk spesimen type SENB

Dally dan Sanford [18] membuat sebuah metode untuk mengukur dengan tepat sebuah faktor intensitas tegangan dari komponen tegangan dalam arah x’ untuk r < a. Bidang tengangan ujung retak bahan elastik isotropik bisa dirumuskan dengan

(9)

suatu rangkaian kekuatan yang tidak terbatas, dimana rangkaian pertama adalah sebuah singularitas 1/√r, yang kedua konstan, yang ketiga √r dan sterusnya.

Y θ α r SG 3 Y’ X’ Ujung retak

Gambar 2.6. Lokasi dari strain gage 3

Jika nilai khusus diambil untuk θ dan α, maka yang kedua dan ketiga hilang dan rangkaian yang pertama menjadi seperti persamaan berikut ini:

⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = − θ θ θ α θ θ α π με sin2 2 3 cos sin 2 1 2 cos 2 3 sin sin 2 1 2 cos 2 2 1/2 k r KI xx (2.1)

Dimana nilai θ dan α dientukan dengan persamaan cos 2α = -k = -(1 - ν) / (1 + ν) dan tan (θ/2) = -cot 2α, dimana ν adalah poisson rasio. Intensitas tegangan bisa dihitung dengan tepat dengan persamaan 2.1 dan tegangan yang diukur εx’x’ pada jarak sedang dari ujung retak. Karena poisson ratio

GFRP adalah 0,33 nilai θ dan α diambil 600 maka persamaan dapat dituli menjadi :

KI = Eε πr

3 8

(10)

Dimana :

KI = Faktor intensitas tegangan (MPa m )

E = Modulus Elastisitas (MPa) ε = Regangan pada posisi strain gauge

R = Jarak ujung retak kepengukuran tegangan (mm)

Pemilihan sudut α dan θ tergantung pada poison rasio seperti yang ditunjukan pada tabel 2.3.

Tabel 2.3. Poisson ratio ν untuk sudut α dan θ [19]

ν θ α 0,25 73,74 63,43 0,30 65,16 61,29 0,33 60,00 60,00 0,400 50,76 57,69 0,500 38,97 54,74

2.9. Teori Propagasi Tegangan

2.9.1. Rambatan gelombang tegangan pada batang

Untuk memahami teori impak terlebih dahulu diberikan penjelasan tentang rambatan gelombang, khususnya rambatan gelombang di dalam medium elastis. Gelombang tegangan adalah gelombang mekanis, yaitu gelombang yang memerlukan suatu medium untuk dapat mentransmisikannya [20]. Kecepatan rambat gelombang sangat ditentukan oleh sifat-sifat medium yang dilaluinya.

(11)

Ditinjau dari arah penjalaran, gelombang dibagi atas dua bagian yaitu: 1). gelombang transversal, dan 2). gelombang longitudinal. Pada penelitian ini hanya gelombang longitudinal yang akan dibahas lebih lanjut, karena merupakan dasar dari rambatan gelombang tegangan. Gelombang longitudinal sebagai konsep dasar pembahasan teori kekuatan tarik impak.

Sebagai pembahasan perilaku gelombang longitudinal pada sebuah batang logam seperti gambar 2.7.

Gambar 2.7. Perilaku gelombang longitudinal

Error! Bookmark not defined.

Keseimbangan momentum pada Gambar 2.7 adalah sebagai berikut : ΔmV = F t

mV = F0 0 t

(A C t0 1 ρ0) = V0 σ0 0A t

σ00 1 0C V (2.3)

dimana :

C = Kecepatan gelombang longitudinal merambat pada batang 0 0,

v t

C

1,

(12)

V0 = Kecepatan partikel σ0 = Tegangan pada batang

Modulus Elastisitas pada bahan dapat dinyatakan dengan persamaan : E = 2 1 C ρ E ρ C1 = (2.4) Substitusi persamaan (2.3) ke persamaan (2.4) akan diperoleh :

σ0= E0ρ0V (2.5)

Energi yang dipindahkan batang pada waktu t dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu:

1 2 m V

2

Energi kinetik yang besarnya : Ek = 1 2

Ek = A0( C t1 ) ρ0V02 (2.6)

1. Energi regangan yang dipindahkan sebesar :

2 2E σ s E = Volume . 2 1 ( ) 2 A C t E σ s E = 2 0 1 ( 0 1 0) 2 A C t C V E ρ so E = 2 0 1 0 0 2 A CρV so E = (2.7)

Sehingga energi total yang dipindahkan batang pada waktu t adalah: Et = Ek0 + Es 0

(13)

1 2 1 2 = 2 0( 1 ) 0 0 A C t ρ V + A C t0( 1 )ρ0 0V2 Et = 2 0( 1) 0 0 A C t ρ V (2.8)

Dengan demikian terlihat besarnya energi yang dipindahkan pada batang ditentukan oleh harga-harga: A, C, t, ρ , dan kecepatan awal batang.

2.9.2. Impak pada batang

Susunan pada batang yang digunakan pada metode pengujian ini diperlihatkan secara skematis pada Gambar 2.8, yang terdiri dari tiga batang; batang impak (striker), batang penerus (input bar), dan specimen.

Gambar 2.8. Susunan Batang Uji

Spesimen pelat diletakkan bersentuhan secara bersentuhan secara kolonier dengan input bar. Sebelum beban impak diberikan, batang impak mempunyai kecepatan V1 sedangkan input bar dan batang spesimen mempunyai kecepatan yang sama yaitu: V2 = V3 = 0, seperti yang pada gambar 2.9. Setelah impak, lihat gambar

2.10 (dimana: C01, C02, C03 adalah kecepatan gelombang dalam masing-masing

batang).

Batang Impak Batang Penerus

Spesimen

V1

(14)

Gelombang longitudinal tekan akan merambat dari bidang antar muka impak (impact intirface) batang impak dan batang input bar kedalam masing-masing batang. Akibatnya bidang antar muka impak dan spesimen pada akhirnya akan mempunyai kecepatan yang sama sebesar V. Pada bidang antar muka akan terjadi keseimbangan gaya, atau akan terjadi aksi dan reaksi antar kedua batang, yang dapat dinyatakan dengan hubungan:

(impact intirface) batang impak dan batang input bar kedalam masing-masing batang. Akibatnya bidang antar muka impak dan spesimen pada akhirnya akan mempunyai kecepatan yang sama sebesar V. Pada bidang antar muka akan terjadi keseimbangan gaya, atau akan terjadi aksi dan reaksi antar kedua batang, yang dapat dinyatakan dengan hubungan:

σ1 11 1A = σ2 2A (2.9)

dimana : A1 = Luas penampang batang 1

A2 = Luas penampang batang 2

σ1 = Tegangan pada batang 1 σ2 = Tegangan pada batang 2

Gambar 2.9. Perilaku batang setelah terjadi impak

Dari hubungan impuls momentum diperoleh hubungan σ = E Vρ , dimana:

σ = tegangan impak, ρ = massa jenis bahan, E = modulus young dan V = kecepatan partikel.

Dengan demikian pada batang impak yang bergerak dengan kecepatan V1

akan timbul tegangan sebesar:

V 2 3 C0,1 V 1 σ σ2 C0,2 1

(15)

σ1 ' 1E V1( 1 V ) ρ − = σ1 ' 1E V1 1 1E1 ρ − ρ V = (2.10) dimana :

V1 = Kecepatan sebelum tumbukan

V’ = Kecepatan setelah tumbukan 1

ρ

= Kerapatan material batang 1

Selanjutnya kita tinjau batang 2, yang bergerak dengan kecepatan V’. melalui gambar 2.9, dapat ditentukan tegangan pada batang 2, yaitu:

' 2E V2 ρ 2 σ = 2 2E2 σ ρ = ' V (2.11)

Substitusi Persamaan (2.10) ke Persamaan (2.11) akan menghasilkan : 2 1 1 1 1 1 2 2 . E V E E σ ρ ρ ρ − σ1 = (2.12) sehingga dari persamaan (2.12) dapat ditulis :

σ ρ1 2E2 = ρ1 1E2E V2 1− ρ1E1 2σ

σ ρ1 2E2+ ρ σ1 1 2E = ρ1 1E2E2V1 (2.13)

Dengan mensubstitusikan persamaan (2.12) ke persamaan (2.13) diperoleh : 1 2 2 1 1 1 1 2 (A E E A) A ρ + ρ σ 1E1. 2E V2 1 ρ ρ =

(16)

1 1 2 2 1 1 1 1 2 2 2 . E E V A E A E ρ ρ ρ + ρ A2 σ1= (2.14)

dengan cara yang sama akan diperoleh nilai σ2 yaitu : 1 1 2 2 1 1 1 1 2 2 2 . E E V A E A E ρ ρ ρ + ρ A1 2 σ = (2.15)

Tegangan impak yang ditransmisikan ke input bar dan batang spesimen tersebut ditentukan oleh kecepatan batang impak dan sifat-sifat mekanisnya. Bila luas kedua penampang sama besar, maka;σ σ σ= 1 = . Selanjutnya tinjau rambatan 2 gelombang tegangan elastis pada input bar dan spesimen seperti pada Gambar 2.10.

Tegangan yang terjadi dari ujung kiri input bar sebesar σ akan ditimbulkan pada interface input bar dan specimen pada saat = 2

0,2

l C

2

t , dimana: adalah panjang

input bar, dan adalah kecepatan gelombang elastis pada input bar. Dalam hal, ada tiga bentuk gelombang yang terlibat, yaitu:

2

l

0,2

C

1. Tegangan yang terjadi, σ

2. Tegangan yang ditransmisikan, σT 3. Tegangan yang dibalikkan, σR

Gelombang tegangan tersebut dihubungkan oleh persamaan berikut ini : 2 3 0,2 3 3 0,2 2 2 0,3 2A E C A E C +A E C T σ = σ (2.16) 3 3 0,2 2 2 0,3 3 3 0,2 2 2 0,3 A E C A E C A E C A E C − − TR= σ (2.17)

(17)

A3 ρ3

Gambar 2.10. Perilaku tegangan pada interface input bar dan specimen

Bila α adalah faktor transmisi dan β adalah faktor refleksi, maka di peroleh hubungan : σT = α .σ (2.18) σR = β .σ (2.19) Untuk material yang mempunyai sifat mekanis dan dimensi yang sama, maka denga mensubstitusikan harga: E2 = E3 ; ρ2=ρ3 ; A2 = A3, dan = kedalam persamaan (2.21) dan (2.22), diperoleh

2

l l3

T

σ = σ dan σR= 0. Ini berarti besar tegangan yang ditransmisikan adalah sama dengan tegangan yang masuk, dan tidak ada tegangan yang direfleksikan.

2.9.3. Pengukuran kekuatan pelat bahan komposit

Pada gambar 2.11. menunjukkan susunan batang impak, batang penerus, dan batang spesimen (c). Batang-batang tersebut disusun koloneir satu sama lain. Perlu diketahui berapa besarnya beban impak yang dibangkitkan pada intirface batang penerus dan spesimen. Dengan cara pengukuran langsung tentu sangat sulit dilakukan. Pengukuran beban impak, yang dibangkitkan pada lokasi impak, dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan menggunakan strain gage yang

VT σT interface V ’ V σ σR A2 ρ2 C0,2

(18)

dilengketkan pada dua posisi dibatang penerus (lokasi a dan b). Prinsipnya, gelombang tegangan yang melalui batang penerus ditangkap oleh strain gage a dan b.

Selanjutnya dengan menggunakan sirkit jembatan Wheatstone (bridge box), dimana perubahan tahanan gage dirubah menjadi voltage out put, dan signal conditioning akan menyesuaikan signal dengan kemampuan transient converter (osiloskop).

Spesimen

Dalam penelitian ini juga akan dikembangkan suatu perhitungan beban impak dilokasi c (intirface kedua batang yang bertumbukan) menggunakan teori propagasi tegangan dalam batang satu dimensi. Dan program aplikasi excel digunakan untuk membaca data yang dikirim transient converter ke PC dan menghitung besarnya impak di lokasi c. Menurut teori propagasi tegangan, tegangan dilokasi a, b, dan c dapat dihitung sebagai berikut :

σb( )tL( )tR( )t (2.20)

σa( )tL(t t− +1) σR(t+ (2.21) t1)

900

800

Batang Impak Batang Penerus

600 700 a b L σ R σ c

(19)

1 ( ) ( ) ( ) c t L t t R t σ =σ + +σ −t1 (2.22) 1 1 ( ) ( ) ( ) ( ) c t b t t b t t a t σ =σ + +σ − −σ maka : (2.23) dimana : t = waktu

d = jarak strain gage a dan b atau b dan c

C0 = kecepatan rambat gelombang dalam batang

0

C l

t1 =

Selanjutnya, variasi beban impak dapat dilakukan dengan mengatur jarak impak (jarak antara ujung batang impak dan batang penerus). Dan beban impak juga dapat diperbesar atau diperkecil, dengan mengatur tekanan udara didalam tabung udara (air reservoir).

2.10. Metode Elemen Hingga

Metode Elemen Hingga (MEH) ini merupakan suatu cara pendekatan yang sangat efektif yang memanfaatkan keunggulan tekologi komputer. Menggunakan prinsip metode numerik untuk menyelesaikan suatu permasalahan dari suatu sistem fisik kontinu dan kompleks yang sulit atau tidak dapat diselesaikan secara analitis. Pada awalnya metode elemen hingga dikembangkan untuk menyelesaikan masalah struktur, tetapi metode ini juga dapat diaplikasikan secara luas dalam berbagai bidang ilmu dan rekayasa, seperti dalam masalah perpindahan panas (heat transfer), getaran (vibration), elektromagnetik, mekanika fluida, dan lain-lain.

Metode elemen hingga yang digunakan pada penelitian ini, yaitu yang menyangkut penyelesaian masalah struktur. Analisa struktur dilakukan dengan

(20)

bantuan perangkat lunak MSC/NASTRAN for windows versi 4.5, suatu paket progam yang dikembangkan di Amerika Serikat oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA). Dalam metode ini, struktur solid dipandang sebagai rangkaian elemen kecil yang berhubungan pada sejumlah titik pada tiap elemennya.

Rangkaian ini menjadi model struktur yang akan dianalisis dan disebut mesh, sedangkan titik-titik penghubung dalam elemen tersebut disebut titik nodal atau node.

1 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163

Gambar 2.12. Model struktur (mesh) pada sebuah plat.

Selanjutnya dengan meninjau seluruh elemen didapat sejumah persamaan aljabar tertentu yang kemudian diselesaikan untuk mendapatkan harga-harga pada titik-titik nodal tersebut, sehingga diperoleh solusi untuk seluruh bagian struktur yang dimodelkan.

Untuk menyelesaikan sistem persamaan yang diperoleh, diperlukan kondisi-kondisi batas. Kondisi batas dalam hal ini umumnya berupa gaya luar yang bekerja, perpindahan yang diketahui, atau tumpuan. Semua kondisi batas terus dinyatakan pada titik nodal. Dengan kata lain, titik kerja gaya luar, titik tumpuan, dan titik yang

(21)

akan diketahui parameternya harus merupakan titik nodal. Jika beban yang bekerja merupakan beban yang terdistribusi, maka beban tersebut harus diekivalensikan menjadi gaya-gaya pada titik nodal atau berupa tekanan pada elemen-elemen.

Pendekatan yang digunakan pada metode elemen hingga ini, setidaknya mempunyai dua sumber kesalahan. Kesalahan pertama ialah adanya perbedaan asumsi yang diambil dengan kondisi yang sebenarnya, sehingga solusi metoda ini, bukan merupakan solusi eksak. Besarnya kesalahan ini tergantung pada ukuran elemen yang digunakan dalam pemodelan struktur. Sebagian besar formulasi elemen hingga akan menghasilkan solusi yang makin mendekati solusi eksaknya (konvergen), jika ukuran elemen semakin kecil atau jumlah nodal semakin banyak.

Sedangkan sumber kesalahan yang kedua terletak pada tingkat ketelitian proses numerik dalam menyelesaikan sistem persamaan aljabar. Ini merupakan fungsi dari kecermatan komputer, algoritma pemograman, jumlah persamaan, serta elemen yang dipakai dalam pemodelan. Untuk mengatasi kedua sumber kesalahan diatas, dapat dilakukan dengan melakukan pemodelan yang lebih baik, misalnya dengan memperbanyak jumlah elemen, sampai solusi yang diperoleh cukup konvergen. Metode elemen hingga, walaupun memiliki kelemahan seperti yang disebutkan diatas, namun juga mempunyai banyak kelebihan dan memberi banyak keuntungan yang sangat berarti. Kelebihan metode ini antara lain :

1. Dapat menyelesaikan hampir semua permasalahan fisik yang rumit dengan ketelitian yang memadai.

(22)

2. Dapat memberikan distribusi paramaeter yang diinginkan diseluruh bagian struktur yang dianalaisis.

3. Dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi waktu serta biaya, karena dapat mengurangi jumlah pengujian yang diperlukan, dan antara desain dengan analisis dapat dilakukan secara bersamaan.

2.11. Tegangan dan Regangan 2.11.1. Tegangan

Intensitas gaya (gaya persatuan luas) disebut tegangan (stress). Dengan mengangap bahwa tegangan terdistribusi secara merata pada seluruh bidang batang penghubung. Gambar 2.13 Menampilkan suatu elemen tegangan berdimensi tiga, atau tegangan triaksial (triaxial stress); menunjukkan tiga tegangan normal σ x

,

σy dan

σ z

,

semuanya positif; dan enam tegangan geser τ xy

,

τ xz

,

τ yx

,

τ yz

,

τ zx

,

τ zy

,

juga

semuanya positif.

Elemen tersebut berada dalam kesetimbangan statis, sehingga tegangan normal yang arahnya keluar, adalah tegangan tarik yang dinyatakan positif. Orientasi elemen tegangan terjadi dalam ruang dimana semua komponen tegangan geser berharga nol. Bila elemen mempunyai orientasi khusus seperti ini, maka garis normal terhadap setiap permukaan merupakan arah utamanya. Tegangan normal yang terjadi merupakan tegangan utama atau tegangan prinsipal (principal stress) yaitu σ1, σ2,

(23)

y σy z x y yx τ xy τ yx τ xy τ σx σx σy σy (b) σ z σx xy τ Z x τ ZX τ Y Z τ Z y τ τyx (a) x

Gambar 2.13. Elemen tegangan berdimensi tiga

Dengan prinsipal kesetimbangan gaya pada masing-masing arah utama, maka akan didapat persamaan pangkat tiga, yaitu :

σ3-(σ

x + σy +σz) σ2+(σx σy + σx σz + σy σz - τ 2xy - τ 2yz - τ 2zx ) σ 2

yz - σ y 2zx - σ z 2xy) = 0

- (σx σy σz + 2τ xyτ yzτ zx - σ xτ τ τ

Lingkaran Mohr triaksial terjadi untuk kondisi σ1 > σ2 > σ 3. Berdasarkan teori ini

tegangan geser maksimum adalah, Joseph e. Shigley Larry D. Mitchell, [21]

2 3 1

σ

σ

− max = τ persamaan : L δ ε = Dimana :

L = Panjang awal sebelum pembebanan.

δ

(24)

σ τ σ2 σ1 σ3 1 σ 2 σ 3 σ

Gambar 2.14. Elemen tegangan (a) elemen tegangan prinsipal (b) lingkaran Morh triaksial regangan

Pertambahan panjang persatuan disebut regangan (ε ), ditunjukan oleh Karena regangan normal (ε ) adalah perbandingan antara dua ukuran panjang, merupakan besaran yang berdimensi (dimenssion less quantity)tidak memilki satuan.

Dalam pembahasan regangan pada sebuah titik, yang penting diperhatikan adalah pergeseran (displacement) relatif dari titik-titik yang berdekatan.

y y y x o 1 x ε x y

ε

o x o xy γ (a) (b) (c) 1

xy dalam bidang xy.

(25)

Melihat bahwa bidang xy dapat terjadi bila ketiga komponen regangan seperti diperlihatkan dalam ketiga bagian Regangan-regangan ini adalah regangan normal ε x

dalam arah x, regangan normal εy dalam arah y dan regangan geser γ xy. Sebuah elemen

bahan yang hanya dikenai regangan-regangan ini dikatakan berada dalam regangan bidang (plane strain). Dari sini diperoleh bahawa elemen yang mengalami regangan bidang tidak memiliki regangan normal εz dan regangan geser γ xz dan γ yz

berturut-turut dalam bidang xz dan yz. Jadi, regangan bidang didefinisikan oleh persyaratan-persyaratan berikut :

ε z = 0 γ xz = 0 γ yz = 0

Regangan-regangan yang sisa (εx, εy, dan γ xy) dapat memiliki harga-harga yang

tidak nol.

2.11.2. Teori regangan normal maksimum

Teori regangan maksimum disebut juga dengan teori Saint Venant aplikasinya hanya digunakan dalam selang elastis pada tegangan. Teori ini menyatakan keluluhan akan terjadi ketika regangan terbesar dari tegangan utama menjadi sama dengan regangan yang berhubungan dengan kekuatan luluh. Jika diasumsikan kekuatan luluh dalam tarikan dan tekanan adalah sama, maka regangan pada tegangan dapat disamakan dengan regangan yang berhubungan dengan kekuatan luluh. Kondisi luluh menjadi.

y 3 2 1−v(σ +σ )=± S σ y 1 3 1−v(σ +σ )=± S σ

(26)

y 2

1

1−v(σ +σ )=± S σ

Jika salah satu dari tiga tegangan-tegangan utama adalah nol dan dua tegangan yang bekerja adalah σA dan σB maka untuk tegangan beraksial kriteria

luluh dapat dituliskan sebagai berikut. y 1− v σB = ± S σ y 1− v σA = ± S σ

2.11.3. Teori tegangan geser maksimum

Teori ini mengatakan bahwa kegagalan yang dimulai ketika tegangan geser maksimum pada setiap elemen menjadi sama dengan tegangan geser dalam uji tarik spesimen tersebut mulai luluh. Jika ditentukan tegangan-tegangan utama seperti,

3 2

1 σ σ

σ > > maka dari teori tegangan geser maksimum menduga senantiasa keluluhan akan terjadi pada :

max ½

τ ≥ σy atau σ1 - σ3 ≥ σy

2.11.4. Teori kegagalan (failure theories)

Dalam merencanakan bagian mesin untuk mencegah kegagalan (kerusakan), perlu diperhatikan bahwa tegangan yang terjadi tidak boleh melebihi dari kekuatan bahan. Kalau bahan yang dipakai adalah liat, maka yang perlu diperhatikan adalah batas yield, karena perubahan permanen akan menimbulkan kegagalan.

(27)

2.11.5. Teori energi distorsi (VonMisses)

Dalam teori ini menyatakan bahwa permulaan terjadinya kegagalan bilamana tegangan Von Mises yang terjadi sama dengan kekuatan.

Tegangan Von Misses dinyatakan dalam persamaan berikut :

(

) (

) (

)

C = ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − + − − 2 12 1 3 2 3 2 2 2 1 3 σ σ σ σ σ σ Ekivalen dengan :

(

) (

) (

)

2 1 3 2 3 2 2 2 1 σ σ σ σ σ σ − + − − = C1

σ

Untuk tarikan uniaksial menggunakan C2 1 = Y saat terjadi kegagalan

dan σ2 = σ2 = 0, konstannya adalah 2Y2, untuk tegangan geser murni dengan σ1

= SSy = - σ2 dan σ1 = 0, C = 2 (Ssy)2 , maka kriteria Von Misses dapat ditampilkan

seperti dibawah ini.

(

) (

) (

)

2 1 3 2 3 2 2 2 1 σ σ σ σ σ σ − + − − = C2 = 2 Y2 = 6Ssy2

Dalam bentuk umum kriteria Von Misses dapat dituliskan seperti :

(

x y

) (

y z

)

(

z x

)

6

(

xy yz zx

)

2Y 6Ssy 2 2 2 2 2 2 2 2+ + + + + = = −σ σ σ σ σ τ τ τ σ

Kegagalan untuk kriteria ini menujukan bahwa kriteria tresca dan VonMisses untuk beberapa nilai Y sehingga catatan perbedaan maksimum dalam (batas Yielding

(28)

2.11.6. Fungsi bentuk (shape fucion)

Guna membahas tegangan dan regangan dalam elemen terlebih dahulu harus ditentukan fungsi dan bentuknya. Pada simulasi terdapat sebuah elemen dan jumlah node. Perpindahan setiap dalam elamen adalah sebuah fungsi dari lokasinya.

Adapun klasifikasi fungsi bentuk dari elemen adalah tetrahedron dan hexahedron. 1. Fungsi bentuk dari Tetrahedron

Gambar 2.16. Tetrahedon Keterangan gambar :

a. Linier tetrahedron dengan empat node

b. Strainght line quadratik tetrahedron dengan sepuluh node c. Quadratik tetrahedron dengan permukaan kurva

Linier tetrahedron disamakan ddengan empat node dalam bentuk tiga dimensi sehingga terdapat tiga kordinat luasan. Dimana linier tetrahedron menpunyai empat kordinat volume.

(29)

2. Fungsi bentuk dari Hexahedron

Delapan node terdapat bentuk Hexahedron adalah kondisi tiga dimensi yang sama dengan quadrilateral. Kordinat kecil alamiah dalam tiga dimensi adalah :

1

ξ ξ

ξ = η =ηη1 ξ0 =ξξ1

Fungsi bentuk diatas dapat ditentukan untuk node individual diilustrasikan sebagai node I = I

Maka : ξ=−1 η=−1 ξ=−1

Gambar 2.17. Hexahedron a. Linier dengan empat node

b. Strainght line quadratik hexahedron dengan sepuluh node c. Quadratik hexahedron dengan permukaan kurva

Gambar

Gambar 2.1. Helmet industri
Gambar 2.2. Kontruksi helmet industri
Gambar 2.3. Helmet Industri Bahan Komposit
Tabel 2.1. Kemampuan mekanis unsaturated polyieter resin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mutual reciprocity yang merupakan hubungan timbal balik juga memiliki hubungan yang positif dengan knowledge sharing, semakin baik hubungan antar pribadi untuk saling

Tak hanya ingin mencicipi khas Indonesia tetapi nyatanya bangsa Eropa ingin menguasai tanah Indonesia. Jaman kolonial membuat daerah penghasil rempah terjajah.

These techniques assume that majority of sensor data includes normal observations (Zhang, 2010) since WSNs imperfect sensors can International Archives of

The purpose of this project is to develop brush lifting gear for slip ring of wound rotor motor and understand the problem pertaining carbon brush and slip ring..

1. Menurut peneliti di Kecamatan Salapian sedang terjadi pembangunan yang disebabkan ibu kota Kecamatan Salapian yaitu Kelurahan Tanjung Langkat sudah padat penduduk dan lokasi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi atau wacana guru untuk meningkatkan pengembangan berpikir kritis dan hasil belajar kimia

Berdasarkan konsep kerangka pikir yang telah dibangun, masalah pada Kualitas Pemeriksaan Pajak Rutin dapat diperbaiki dengan meningkatkan Teknologi Informasi dan Kualitas

Calon Anggota Luar Biasa dapat diterima menjadi Anggota Luar Biasa apabila disetujui separuh ditambah satu anggota yang hadir pada Musyawarah Internal..