• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PUASA MENURUT M. QURAISH SHIHAB DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEHATAN MENTAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV PUASA MENURUT M. QURAISH SHIHAB DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEHATAN MENTAL"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

46

DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEHATAN MENTAL

4.1. Analisis terhadap Pemikiran M. Quraish Shihab mengenai Puasa Sebagaimana telah disebutkan pada bab sebelumnya bahwa menurut Quraish Shihab dalam puasa setidaknya ada tiga hal yang terkandung sebagai hakikat puasa; yaitu upaya mengendalikan diri dari nafsu yang membelenggu atau sabar, terhindar dari perbuatan-perbuatan yang mendatangkan siksa, sehingga memperoleh derajat muttaqin, dan berusaha mengembangkan potensinya agar mampu membentuk dirinya sesuai dengan “peta” Tuhan dengan jalan mencontoh Tuhan dalam sifat-sifat-Nya.

Puasa sebagai upaya memperoleh kesabaran karena pada hakikatnya adalah menahan atau mengendalikan diri dari keinginan-keinginan syahwat yang dapat mengganggu ketentraman jiwanya. Mengendalikan inilah yang disamakan dengan sikap sabar, baik dari segi pengertian bahasa (keduanya berarti menahan diri) maupun esensi kesabaran dan puasa. Tidak dapat disangkal bahwa puasa merupakan suatu kewajiban yang memerlukan kesabaran. Allah dengan segala kemurahan-Nya bermaksud memberi imbalan bagi yang memenuhi apa yang diwajibkan-Nya itu. Untuk itu Allah menegaskan kedekatan-Nya kepada hamba-hamba-Nya, khususnya mereka yang berpuasa, dan menganjurkan kepada mereka agar dalam berpuasa

(2)

memperbanyak permohonan dan harapan kepada Allah (M. Quraish Shihab, 2000: 381).

Derajat taqwa merupakan tujuan puasa. Taqwa di sini ialah sebagai tindakan yang dapat terhindar dari siksa Allah. Seseorang yang dapat menghindari perbuatan yang mengakibatkan siksa Allah, tentu saja apabila dapat menahan dirinya dari semua perbuatan-perbuatan tercela.

Sisi keunikan lain dari ibadah puasa ini menurut Quraish Shihab karena sebagai upaya manusia meneladani Allah S.W.T. Sebab, hakikatnya beragama merupakan upaya manusia meneladani sifat-sifat Allah, sesuai dengan kedudukan manusia sebagai makhluk.

Dengan berpuasa, manusia berupaya dalam tahap awal dan minimal mencontoh sifat-sifat Allah seperti tidak makan dan tidak minum, bahkan memberi makan orang lain (ketika berpuasa), dan tidak pula berhubungan seks, walaupun pasangan ada, dan juga sifat-sifat lain yang sangat penting untuk diimplementasikan seperti Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Damai. Dengan peneladanan sifat-sifat ini, dapat mengantarkan manusia menghadirkan Tuhan dalam kesadarannya, dan bila hal itu berhasil dilakukan, kepekaan sosial pun akan menjadi sikap yang ditampakkan, dan yang tidak kalah pentingnya, derajat kesabaran dan derajat taqwa pun mudah untuk dicapai.

Karena itu, pandangan Quraish Shihab mengenai puasa, menurut hemat penulis lebih ditekankan pada kadar pencapaian kesadaran mengenai hakikat dan tujuan puasa tersebut, bukan pada sisi lapar dan dahaga dari

(3)

mulai terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Hal ini selaras dengan hadits Nabi yang menyatakan bahwa “banyak orang yang berpuasa, tetapi

tidak memperoleh dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga”.

Puasa sendiri merupakan kewajiban bagi setiap orang beriman yang mukallaf baik laki-laki maupun perempuan. Puasa memang artinya menahan diri dari segala yang membatalkan dan nilai puasa sejak waktu imsak (sejak terbit fajar) hingga terbenam matahari). Justru itu dalam melaksanakan puasa manusia banyak dituntut agar mampu mengendalikan diri dari hal-hal yang tidak baik. Dari sini pulalah perlu disadari bahwa puasa banyak mengandung manfaat baik secara moral maupun spiritual.

Pelaksanaan puasa dengan sebaik-baiknya akan mendidik manusia menjadi jujur, disiplin, berbudi luhur, berakhlak mulia, yang kelak menumbuhkan rasa sosial yang mendalam, sekaligus menghilangkan egoisme dan kesombongan. Dengan melaksanakan puasa, pada hakekatnya membentuk jiwa, kepribadian, sikap dan perilaku manusia ideal dan pada gilirannya membentuk manusia yang tangguh (Simanjuntak, 2001: 65).

Oleh karena itu, jika memperhatikan pendapat Quraish Shihab mengenai puasa tersebut, menurut penulis setidaknya dapat diambil manfaat antara lain;

(4)

Pertama, mendidik. Puasa mendidik orang dengan sifat-sifat

kesabaran, agar dapat mengendalikan diri dari segala yang membatalkan puasa dan nilai pahala puasa, yang semata-mata untuk beribadah kepada Allah S.W.T. dan bersyukur kepada-Nya di atas nikmat yang diperoleh dari-Nya. Manfaat ini terkait dengan hakikat puasa sebagai melatih kesabaran.

Kedua, menyehatkan ruhani. Pelaksanaan ibadah puasa dengan baik

akan menghilangkan berbagai macam penyakit kejiwaan, seperti dengki, hasut, dll. Manfaat ini berhubungan dengan kesabaran sebagai hakikat puasa sekaligus tujuan puasa agar memperoleh derajat muttaqin atau terhindar dari perbuatan yang mendatangkan siksa Allah.

Ketiga, jujur. Orang-orang yang menunaikan puasa dengan

sungguh-sungguh sesuai dengan yang disyariatkan Islam, secara perlahan tapi pasti akan menimbulkan sikap jujur, percaya diri, dan berakhlak mulia. Kesadaran tentang pengawasan Allah sebagai orang yang telah memperoleh derajat mutaqqin terhadap dirinya, secara otomatis dapat menghilangkan sikap kehipoktritan, kerakusan, sadisme yang pada akhirnya menumbuhkan moral.

Keempat, kepedulian sosial. Orang yang taat melaksanakan ibadah

puasa, akan menumbuhkembangkan kepedulian sosial yang mendalam, dan selalu berpihak kepada kelompok dhu’afa (fakir miskin). Kondisi semacam ini bermuara kepada penghyatan terhadap pengalaman-pengahalam ibadah puasa tersebut sebagai teladan sifat pengasih dan penyayang Allah. Dengan

(5)

ikut merasakan pahit dan getirnya menahan lapar dan dahaga di siang hari. Manfaat ini terkait dengan puasa sebagai upaya peneladanan sifat-sifat Allah.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa puasa sebagaimana yang dikemukakan Quraish Shihab pada hakikatnya akan membentuk manusia yang tangguh, yang sehat jiwanya. Hal ini bertitik tolak dari sikap yang muncul dari akibat pelaksanaan ibadah puasa yang dapat mendidik manusia dengan kesabaran, ketakwaan, dan meneladani sifat-sifat Allah.

4.2. Analisis terhadap Pemikiran M. Quraish Shihab mengenai Puasa dan Hubungannya dengan Kesehatan Mental

Manusia sebagai hamba Allah, pada mulanya diciptakan dalam keadaan suci (fithrah) dari noda dan dosa. Namun setelah sekian lama hidup dan berinteraksi dengan sesama makhluk dan lingkungan, maka sadar atau tidak sadar manusia telah banyak melakukan kesalahan sehingga mengakibatkan timbulnya dosa, baik dosa besar maupun dosa kecil.

Allah sendiri telah memberikan perangkat akal dan nafsu kepada manusia agar digunakan dengan sebaik-baiknya. Namun demikian, tidak jarang akal manusia dikendalikan oleh nafsunya, sehingga timbullah dosa yang pada akhirnya keluar dari fitrahnya yang suci itu.

(6)

Manusia bisa terganggu kesehatan mentalnya, akibat daripada dosa-dosa yang ada dalam dirinya. Beberapa perbuatan, seperti berdusta, menipu, dengki, iri, hasut, korupsi, kolusi, membunuh, menindas dan sebagainya, sebenarnya bertentangan dengan hati nurani pelakunya. Setiap perbuatan yang dilakukan bertentangan dengan hati nurani, pasti akan menimbulkan konflik batin.

Konflik batin merupakan konflik dalam diri manusia sendiri. Apabila konflik tersebut berkepanjangan dalam diri seseorang, maka lama kelamaan akan timbul berbagai bentuk gangguan kejiwaan, seperti stres, cemas, selalu curiga, minder, phobi dan sebagainya. Ironisnya, berbagai gangguan mental tersebut justru dapat membawa dampak negatif terhadap kesehatan fisik/tubuh. Sehingga terjadi pula gangguan pada organ-organ tubuh dalam berbagai bentuk keluhan si penderita, seperti darah rendah, lever, eksim, dan sebagainya. Semua keluhan itu tergolong dalam penyakit psikosomatis (penyakit jasmani akibat gangguan kejiwaan). Keluhan itu tidak akan sembuh selama ketidakseimbangan jiwanya belum dipulihkan (Amiruddin Rangkuti, 2001: 219).

Mental yang sehat ialah keadaan jiwa seseorang yang membuatnya mampu memecahkan problema-problema hidup yang dihadapinya dan terhindarnya dari gangguan kejiwaan yang berdasarkan keimanan dan ketaqwaan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

(7)

Zakiah Daradjat (2001: 4) menyebutkan bahwa kesehatan mental adalah terhidarnya orang dari gajala-gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa (psychose).

Oleh karena itu, orang yang memiliki mental yang sehat memiliki ciri-ciri; pertama, bebas dari gangguan dan penyakit kejiwaan. Kedua, mampu secara luwes menyiapkan diri dan menciptakan antar pribadi yang bermanfaat dan menyenangkan. Ketiga, mengembangakan potensi-potensi pribadi (bakat, kemampua, sikap, sifat dan sebagainya) yang baik dan bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungan. Keempat, beriman dan bertakwa kepada Tuhan dan berupaya menerapkan tuntunan agama dalam kehidupan sehari-hari (Hana Djumhana Bastam, 1995: 134).

Banyak cara yang ditawarkan oleh agama untuk menyucikan jiwa, di antaranya melalui puasa. Sebagaimana telah dikemuakan di atas mengenai puasa menurut M. Quraish Shihab sebagai upaya untuk mendidik kesabaran, memperoleh ketakwaan, dan peneladanan terhadap sifat-sifat Tuhan, maka puasa di samping sebagai tindakan ibadah, dapat dijadikan obat mujarab untuk menyembuhkan gangguan kejiwaan. Belum lagi dilihat bahwa puasa sebagai bentuk pengabdian dan cara mendekatkan diri kepada Allah S.W.T. Dengan mendekatkan diri kepada Allah, maka akan merasakan ketenangan batin.

Seperti ibadah-ibadah lainnya, hikmah ibadah puasa tidak terhitung banyaknya yang kebanyakan tidak bisa diketahui terutama hikmah yang bersifat ruhaniah. Misalnya bagaimana puasa menjadi benteng terhadap api

(8)

neraka, dapat menghapuskan dosa fitnah, dan dapat mengantarkan manusia ke gerbang kerajaan Ilahi, merupakan hikmah-hikmah ruhaniah yang tidak dapat diketahui prosesnya. Ini tidak mengherankan, karena masalah ruh adalah urusan Allah, dan puasa adalah ibadah untuk Allah semata-mata yang mendapat ganjaran langsung, dan tidak terbatas dari Allah S.W.T. sendiri.

Dengan demikian, kalaupun terdapat hikmah dan faedah puasa untuk kesehatan tubuh dan kematangan jiwa serta meningkatkan keakraban sosial. Hal itu sama sekali tidak menggantikan fungsi puasa sebagai perbuatan ibadah yang hikmahnya bersifat ruhaniah.

Ibadah puasa bila direnungkan akan banyak sekali ditemukan hikmah dan manfaat psikologis, misalnya saja bagi mereka yang senang berfikir mendalam dan merenungkan kehidupan ini puasa mengandung falsafah hidup yang luhur dan mantap, dan bagi mereka yang senang mawas diri dan berusaha turut menghayati perasaan orang lain akan menemukan dalam puasa prinsip-prinsip hidup yang sangat berguna. Sedangkan bagi mereka yang ingin melakukan ibadah secara intensif, ketika melakukan puasalah kehidmatan ibadah itu akan mereka hayati.

Disadari ataupun tidak, puasa akan memberi pengaruh positif kepada rasa (emosi), cipta (rasio), karsa (will), karya (performance), bahkan kepada ruh manusia, apabila rukun dan syaratnya dipenuhi dan dilakukan dengan penuh sabar dan ikhlas. Bila digali lebih dalam akan ditemukan lebih

(9)

banyak lagi hikmah psikologis dari ibadah puasa (Aslim D. Sihotang, 2001: 251-254).

Apalagi jika melihat tujuan utama dari pada puasa, yaitu untuk memperoleh derajat takwa, sabar, dan dapat meneladani sifat-sifat Allah, sebagaimana yang dikemukakan oleh M. Quraish Shihab.

Beragama menurut M. Quraish Shihab merupakan upaya manusia meneladani sifat-sifat Allah, sesuai dengan kedudukan manusia sebagai makhluk. Dengan berpuasa, manusia berupaya dalam tahap awal dan minimal mencontoh sifat-sifat tersebut. Tidak makan dan tidak minum, bahkan memberi makan orang lain (ketika berbuka puasa) dan tidak pula berhubungan seks, walaupun pasangan ada (M. Quraish Shihab, 1998: 530).

Puasa, terutama di bulan Ramadhan, tidak hanya puasa menahan lapar dan haus. Kalau hanya sekedar menahan lapar dan haus di siang hari itu digolongkan pada puasa-puasanya orang awam, dan manfaatnya untuk meningkatkan kesehatan mental boleh dikatakan tidak ada. Itu sama halnya dengan puasanya pasien yang akan dioperasi di rumah sakit. Pengaruhnya kepada peningkatan kualitas mental individu sebagai individu anggota masyarakat serta individu sebagai hamba Allah, nyaris tidak ada. Sehingga tidak mengherankan kalau masih banyak orang yang rajin berpuasa namun masih suka melakukan berbagai perbuatan tercela. Ini artinya faktor pengendalian diri dalam dirinya belum berfungsi sebagaimana mestinya. Dirinya masih terus berlumur dosa, dan ini akan terus merongrong dari

(10)

dalam setiap saat. Rongrongan itu akan menimbulkan ketidakstabilan mentalnya dan gangguan kejiwaan sebagaimana dikemukakan di atas.

Puasa mencakup keseluruhan jasmani dan ruhani. Seluruh anggota tubuh puasa, mulai dari kepala sampai kaki bahkan hati pun ikut puasa. Puasa hati dimaksudkan agar hati terhindar dari berbagai bentuk maksiat bathin, yang sering bersarang di dalam hati atau kalbu manusia.

Maksiat bathin ini akan menyebabkan hati jadi kotor dan keras. Maksiat bathin itulah yang dimaksudkan dengan penyakit mental. Rasa sombong, takabur, dengki, khianat, suka memuji diri, suka mengumpat dan membicarakan aib orang lain, egois, kejam, cinta dunia, ria atau tidak ikhlas, suka menindas, semua itu termasuk penyakit mental atau maksiat bathin. Akar penyebab timbulnya penyakit mental ini adalah dorongan nafsu yang tidak terkendali.

Menurut Sigmund Freud, seorang pakar psikoanalisa mengatakan bahwa gangguan kejiwaan terjadi karena penumpukan berbagai dorongan nafsu yang ditekan ke bagain tidak sadar daripada jiwa manusia, yang pada satu saat bisa meledak dalam berbagai bentuk gangguan kejiwaan seperti stres, kecemasan berlebihan, depresi, selalu curiga, takut tidak berasalan dan sebagainya. Dorongan nafsu tadi ditekan karena tidak dapat disalurkan secara wajar. Demikian seterusnya dari waktu ke waktu, penekanan itu berlangsung tanpa disadari, sampai akhirnya karena sudah terlalu banyak, lalu meledak. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa seandainya dorongan nafsu tersebut dapat disalurkan secara wajar, maka

(11)

tidak akan terjadi gangguan kejiwaan. Namun pengertian wajar di sini masih dipertanyakan, karena teori ini berasal dari Barat. Konsep Islam melihat sesuatu itu dikatakan wajar, apabila sesuai dengan norma-norma Islam. Kawin sebelum nikah, menurut konsep Barat itu wajar, namun Islam mengatakan itu haram dan dosa besar. Rasulullah mengatakan agar umatnya yang sudah dewasa segara kawin, namun kalau merasa belum mampu, puasalah!

Begitu besarnya hikmah puasa itu sebagaimana dikemukakan Quraish Shihab, yaitu untuk mendidik kesabaran dan utamanya untuk mengendalikan hawa nafsu. Kalau hawa nafsu sudah dikendalikan dengan sendirinya apa yang dimaksudkan dengan gangguan kejiwaan itu dapat dicegah, karena memang dorongan nafsu itulah akar permasalahan timbulnya penyakit mental tersebut.

Dengan demikian, dapat ditegaskan lagi bahwa puasa sebagaimana yang dikemukakan M. Quraish Shihab sangat berhubungan dengan kesehatan mental, karena dengan berpuasa dapat menormalisir kesehatan mental seseorang.

Referensi

Dokumen terkait

Kajian kes ini adalah untuk mengenalpasti kesediaan pelajar Saijana Pendidikan (Teknikal) ke arah pembentukan seseorang pendidik yang cemerlang.. Antara ciri-ciri pembentukan

Uji konsumsi bahan bakar dilakukan pada kondisi tanpa beban dan dengan pembebanan prony brake. Pengukuran pada beberapa kecepatan putar mesin yang berbeda

Beliau Pedanda Kemenuh sebagai putra laki-laki tertua, beliau pindah ke Ler Gunung, desa Kayu Putih, beliau memiliki pengetahuan yang tinggi sangat pandai dalam hal ilmu

 Bahwa kejadian hujan di Pulau Batam pada bulan maret 2014 merata. Dimana di seluruh wila- yah Pulau Batam intensitasnya berada pada bawah normal terhadap rata-ratanya. Berdasarkan

Dengan penambahan solvent yang tepat dan cukup akan menurunkan kekentalan dari resin atau campuran pada suatu titik dimana kekentalannya memenuhi syarat untuk

Pada 9ase ini dilakukan $emandingan data  post mortem dengan data ante mortem. Ahli 9+rensik dan $r+9esi+nal lain /ang terkait dalam $r+ses identi9ikasi menentukan a$akah

Berdasarkan analisis data hasil validasi oleh para validator terhadap media pembelajaran berbasis komputer model tutorial interaktif untuk SMA kelas XI materi

Kesekretariatan, serta manajemen kinerja Satuan Kerja secara akuntabel serta transparan. Struktur Organisasi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sumatera Utara.. Kantor