• Tidak ada hasil yang ditemukan

memperlihatkan bahwa di samping menyerang kentang, L. huiabbrensis juga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "memperlihatkan bahwa di samping menyerang kentang, L. huiabbrensis juga"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VI

PENGARUH APLIKASI INSEKTlSIDA ABAMEKTIN TERHADAP INFESTASI LALAT PENGOROK DAUN DAN KELIMPAHAN PARASITOID

PADA PERTANAMAN KENTANG

Abstrak

Permbaan lapangan dilakukan pa& pertanaman kentang

di

Pangalengan untuk mengkaji pengaruh aplikasi insektisida abamektin terhadap IaIat pengorok daun kentang, Liriomym huidobrensis (Blanchard) (Dipera: Agromzidae), dm parasi toidn ya. HasiI peneli tian menunjukkan babwa iwktisida abamektin berpengmh nyata terhadap penmmm intensitas kenrsakan tanaman, banyahya korokan per rumpun, dan persentas banyaknya dam terserang. Karena serangan hama ini rendah selama perwbaan berlangsung, tidak terdapat pengaruh nyata dari perlakuan abamektin terhadap bobot urn bi yang di hasillcan. Aplikasi insektisida abamektin tidak berpengarub nyaia terhadap banyaknya pamitoid Herniptarsenus varicomis (Girault) (Hymenoptera: Eulophidae) dm Opim sp. (Hymenoptera: Braconidae) yang muncd dari daun conto4 serta terhadap tingkat parasitisasi. Insektisida abamektin berpeluang untuk digunakan sebagai komponen tehologi dalam pengenddian terpadu lalat pengorok daun.

Kata Lrunci: Liriomyza huidobrensis, abamektin, pamitoid, Herniptarsenus varicornis, Opius sp.

Pendahuluan

Kerusakan tanaman kentang oleh lalat pengorok dam,

Li

riomyur huidob rensis (Blanchard) (Diptera: Agromyzidae) pada beberapa tabu terakhir ini cukup tinggi

.

Kerusakan tersebut beraldbat pa& rendahnya produksi kentang per satuan luas sehingga menimbulkan kerugian besar bagi p e t m kentang. Shepard et al. (1998) melaporkan babwa petani kentang

di

Pangalengan, Bandung dapat kehilangan

has1

panen hingga 30 % akibat serangan L. huidobrensis. Hasil pengamatan

di

lapanganan memperlihatkan bahwa di samping menyerang kentang, L. huiabbrensis juga

(2)

7 1 Dari hasil survei Rauf et 01. (2000) t a g k a p bahwa kebanyakan petani kentang

di Jawa dan Sumatera menggunakan insektisida un tuk mengendali kan L. huidobrensis. Selanjutnya dinyatakan deh mereka adanya lebih dari 35 jenis insektisida konvensional yang hgunakan petani. Seringkali petani mengaplikasi kan insektisida dengan fiekuensi dua hingga t i p kali per minggu, bahkan kadangkala petani mencampur dua hingga tiga jenis insektisida sekaligus. Namun demihan hasil yang diproleh petani s i n g kurang memuaskan.

Kegagalan penggunaan insektisida untuk mengatasi serangm L. huidobrensis @at disebabkan oleh banyak faktor. Dua di antaranya adalah (a) ketidakmampuan insektisida mencapai sasamn, y a b larva yang berada di dalam korokan dm (b) adanya L. huidobrensis yang telslh resisten terhadap beberapa jenis insektisida. Parrella (1987) berpendapat bahwa beberapa spesies Liriomyza cepat rnenjadi resisten akibat mendapat perlakuan insektisida berulang kali, di pihak lain musuh aiami Liriomyza jushu lebih rentan. Macdonald (1 991) menyatakan bahwa L. huidobrensis toleran terhadap insektisida golongan organofosfat dm telah resisten terhadap golongm piretroid.

Pada saat sekarang telah beredar di pasaran kberapa jenis insektisida yang

menurut petani cukup marnpu rnenekan serangan lalat pengorok daun kentang, hanya

saja harganya cukup mahal. lnsektisida tersebut bersifat translamina, salah satunya

berbahaa aktif abamektin. Menurut Jansson dan Dybas (1997) abamektin adalah salah satu homolog avermektin yang diperoleh dari hasii fermentasi Streptomyces avermitilis. Selain terhadap serangga, senyawa tersebut dikenal efektif dalam mengatasi nematoda

dan

tungau.

Penelitian ini bertujwn untuk rnengkaji pengaruh aplikasi insektisida abamektin terhadap kerusalcan tanaman kentang L. huidobrensis dan pengadmya tehadap parasi toid.

(3)

72

Metode Penelitian

Penelitian pengaruh penggunaan insektisida berbahan aktif abamektin ini dilaksanakan

di

Desa Sukamanab Kecamatan Pangdengan, Bandung dim berlangsung dari b u h Agustus hingga Desember 2000. Penelitian berbentuk percoban

dan

disuflln dalam rancangan acak kelompok (RAK), terdiri dari lima perlakuan frekuensi aplikasi dm empat uiangan. Frekuensi aplikasi insektisida berbahan

aktif

abamektin meliputi: (1) tanpa aplikasi (kontrol), (2) dua kali aplikasi pada tanaman b e m u r 7 dan 9 minggu setelah tanam (mst), (3) tiga kali aplikasi pada tanaman berumur 5,7, dm 9 mst, (4) empat kali aplikasi pada tanaman benunur 7,8, 9, dan 10 mst, dm (5 ) enam kaL~ aplikasi pada tanaman kentang berumur 5 , 6 , 7 , 8 , 9 ,

dan 10 mst.

Untuk percobaan

ini

diperlukan 20 petak percobaan, dengan

ukuran

setiap petak

4m x 5m. Pada setiap petak percobaan ditanarn benih kentang dengan jarak tanam 75 cm x 30 cm. Dengm demikian terdapat 75 tanaman atau rumpun kentang untuk setiap petak percobaan.

Penanaman knih kentang dilakukan pada lahan yang telah diolah dan diberi pupuk kandang dengm dosis satu kg per lubang tanam. Pada umur 4 mst diberi pupuk buatan dengan dosis 4 g urea, 15 g ZA, 10 g SP, d m 10 g KC1 per lubang tanam. Pada umur 4 mst tersebut juga dilakukan pembubunan tanaman yang pertama

sehingga tanaman kentang terlihat seperti tumbuh

d~

guludan. Pembubunan kedua dilakukan pada tanaman benunur 7 mst, yalrni bersamaan dengan pengikatan tanaman dengan ajir. Selama masa pertumbuhmya, tanaman kentang j u g disemprot d e n p fungisida bila telah terlihat adanya

bercak

serangan Phyiophthora pada dawya.

(4)

73 Perlakuan penyemprotan insektisida abarnekhn menggunakan insektisida bermerek dagang Agrimec 18 EC. Konsentrasi yang digunakan adalah 0.5 rnl insektisida per liter air dengau dosi s 500 liter per hektar, atau 1 liter untuk 20 m2.

Pengamatan kerusakan tanaman dilakukan pada saat tanaman benunur 5,7, dan 9 mst. Pengamatan dilakukan dengan cara mengamati dan menghitung s e l d daun yang terdapat pa& satu tanaman. Setiap daun diamati, apakah terdapat korokan larva atau ti&. Daun yang terkorok dianggap sebagai daun rusak. Dengan cara pengamatan ini dapat diketahui persentase daun rusak clan dapat juga ditentukan banyaknya korokan per tanaman. Pengamatan kerusakan tanaman dilakukan terhadap lima tanaman untuk setiap petak percobaan. Intensitas kerusakan dihitung dengan rumus seperti berikut:

persentase kerusakaa dam pada satu tanaman htensi tas kerusakan =

Z daun pada satu tanaman x 100% Pengamatan terhadap kemunculan parasitoid blakukan dengan mengumpullcan dam tanaman kentang yang terkorok oleh larva L. huidobrensis pada suatu cawan (diameter 6 cm dm tinggi 5 cm) yang tertutup rapat. Satu helai daun untuk satu

cawan. Untuk setiap petak percobaan diambil 20 daun tanaman yang terkorok larva instar 2 atau 3. Sebelumnya, selembar kertas tissu bletakkan pada bagian dalam alas cawan dengan maksud untuk menyerap air yang menguap dari dam. Dengan cara ini dihit~apkan dam tidak cepat membusuk. Banyaknya imago lalat yang muncul, jumlah pupa yang gagd, dan jenis serta banyaknya imago parasitoid yang muncul dicatat

.

Produksi umbi kentang diamati pada akhir percobam, yaitu ketika tanaman telah berumur 90 hari setelah tanam. Pada setiap pet& percobaan ditentukan 10

(5)

Analisis ragam pengukuran berulang dilakukan untuk rnenentukan pengaruh utama (frekuensi aplikasi insektisida) selama kurun wsktu pengamatan dengan bantuan SPSS 10.01 (SPSS Inc. 2001 ).

Hasil dan Pembahasm

Pengslruh Terhadap Kerusabn Tanaman

Untuk keseluruhan waktu pengamatan, analisis ragam pengukuran berulang menunjukkan bahwa aplikasi insektisida abamektin berpengaruh nyata terhadap intensitas kerusakan tanaman

(F

= 10.01;

db

= 4, 15;

P

<0.001), banyaknya korokan yang terbentuk

(F

= 9.50; db = 4, 15;

P

<0.001), dm persentase daun terserang

(F

= 3.80; db = 4, 15;

P

= 0.025) (Tabel 6.1).

Tabel 6.1 . Pengaruh aplikasi abamektin terhadap bedmgai peubah infestasi lalat pengorok daun krdasakan analisis ragam pengukuran berulang

Faktor Peubah

F

d.b. P

Perlakuan Banydmya korokan per nnnpun 9.50 4,15 <0.001

Persentasedauntersm 3.80 4, 15 0.025

lntensitas kerusakan tanaman 10.01 4, 15 <0.001

Waktu Banyalmya korokm per rumpun 240.70 2,30 ~ 0 . 0 0 1

P e f s e ~ d a u n t e r s e r a n g 165.1 7 2,30 4.001 h i t a s kenrsakan tanaman 225.05 2,30 <0.001

Pada Gambar 6.1 (A, B, C ) di bawah ini tampak bahwa banyaknya korokan, persentase dam yang te-g atau terkomk, dan intensitas kerusakan daun seldu lebih tinggi pada petak yang tidak diaplikasi dibandinghn dengan petak yang diaplikasi abamektin

.

(6)

FroCwnr .F+kPu In-a Umur m m n 1 5 - zo 2 5

f

i

I

I.0 -

E

OS- a0

Gambar 6.1

.

Banpknya korokan (A), persentase dam terkorok (B), dm intensl tas

kerusakan

(C

) menurut perlalcuan dan umur tanaman,

Setiap balok (* SE ) yang diikuti huruf y o g sama tidak berbeda nyata menunit Uji Bonfemoni pa& taraf nyata 5 persen

# r 4 x 3r 2r S I I I P 1 0 1 1 1 0 kf 2.5 adf -I- t .-. i " 3 (C) P 1 1 0 -

:

0 5 0.0 ac A,- a - L ,

3tI

.,

: :

(7)

76

Hasil penelitian T w b l e (1 985) rnenunjukkan bahwa aplikasi avermektin dapat menurunkan kelimpahan L. trrfolii pada pertanaman seledri

di

Amerika Serikat. Begitu pula penelitian Wein~aub dm Horowitz ( 1998) mendapatkan bahwa serangan dm kelimpahan L. huidobremis lebi h rendah pada pertanaman seledri yang diaplikasi dengan abamektin . Penelitian dengan hasil yang sama dilaporkan pada pertanaman kentang di Israel (Weintraub 2001). Selain mematikan larva dalam daun, pengujian di laboratorium rnenunjukkan bahwa abamektin memperlihatkan si fat repelensi pada lalat L. trtfulii (ParrelIa et al. 1988).

Pengaruh Terhndap Pamsitoid

Aplikasi insektisida abarnektin ti& berpengaruh npta terhadap kelimpahan parasitoid, yang ditunjukkan oleh banyaknya imago

H.

vuricornis (F = 0.42; d.b = 4, 15, P = 0.79) dan Opius sp. (F = 0.50, d.b = 4, 15; P = 0.74) yang muncul, serta yang

ditunjukkan oleh persentase L. huidobrensis yang terparasit (F = 0.52; d.b. = 4, 15; P = 0.72) (Tabel 6.2). Waktu pengamatan b e r p e n d nyata terhadap kemunculm

H.

vuricomis (F = 19.76; db = 5,75; P <0.001) dan Opius sp. (F = 26.06; db = 5,75;

P

< 0.001) serta tingkat parasitisas (I? = 30.18; db = 5,75;

P

<0.001).

Karena tidak a& perbedaan antar perlakuan, data kemudian dhimpun untuk memeriksa perubahan populasi parasitoid menurut umur tanaman. Tampak

bahwa

banyaknya parasitoid

H.

varicomis yang muncul paling tinggi terjadi pa& 6 dan 7 mst, d m b e r t d a nyata dengan pada minggu pengamataa lainnya (Gambar 6.2 A). Puncak kemunculan parasitoid Opiw sp. paling tinggi terjadi pada 9 mst (Gambar 6.2

B).

Tingkat parasitisasi oleh gabungan kedua spesies parasitoid disajikan pada Gambar 6.2 C. Tingkat parasitisasi rendah (5%) pada 5 mst dm kemudian rneningkat ch atas 25% selama 6-10 mst.

(8)

77 Tabel 6.2. Pengaruh aplikasi abamektin terhadap banyaknya individu parasitoid

yang muncd dan tingkat parasitisasi b e r k k a n adisis ragam p e n m n b e h g

Faktor Peubah F d.b.

P

PerIakuan Banyaknya Upills sp. yang muncul 0.50 4, 15 0.735

.Banyaknya H. varicornis yang muncul 0.42 4, 15 0.793

Tmglas parasitisasi 0.52 4, 15 0.724

Waktu Banyhya Opius sp. yang muncul 26.06 5, 75 <0.001

Banyahya H. wricornis yang muncul I 9.76 5 , 7 5 ~ 0 . 0 0 1

Tmgkat parasitisasi 30.18 5 , 7 5 <0.001

Tiadanya pen& bunk insektisida abamektin atau homolognya terhadap parasitoid lalat pengorok dam juga dilaporkan oleh beberapa peneliti & luar negeri . Misalnya Trumble (1985) mendapatkan bahwa di antara avermektin, siromazin, dan metomil, hanya jenis yang disebut pertama yang tidak berpengaruh bur& t e h d q

parasitoid lalat pengorok dam. Sementara Weintraub (200 1 ) melaporkan bahwa populasi parasitoid pada petakafi kentang segera pulih setelah mendapat apiikasi abamektin. Pada pertanaman seledri, Weintraub dan Horowitz (1998) melaporkan bahwa insektisida translamina, temasuk abamektin, menurunkan kelirnpahan parasitoid. Adanya perkdam hasil-hasil penelitian tadi munglun berhubungan dengan perbedaan kerentanan antar spesies parasitoid.

(9)

i 5 8 7 8 9 10 t 1 Umur tmnaman U m u r t a n a m a n 0 -I 4 6 8 7 B S 10 1 < Umur tanaman

Gam bar 6.2. Rataan (* SE ) banyaknya imago parasitoid

H.

varicomis (A) d m Opius sp.

(B)

ymg mmcul dari daun contoh,

(10)

79

Pengaruh Terhadap Bobot Umbi

Selama penelltian berlangsung, inteasitas kerusakan daun karena serangan L. huidobrensis tergolong ringan, yaitu sekitar 2% (Gambar 6.1 C sebelumnya). Hal ini tampaknya yang menyebabkan aplikasi abamektin tidak berpengaruh nyata terhadap bobot umbi yang dihasilkan (Gambar 6.3; F = 1.97; db = 4, 15;

P

= 0.1 51).

Gambar 6.3. Ratam bobot umbi (

*

SE) pada berbagai perlakuan abamektin Dari penelitian yang dilakukan belum dapat ditentukan secara pasti tentang saat

yang tepat penggunaan insektisida abamektin untuk pengendalian lalat pengorok daun pada pertanaman kentang. Walaupun demikian, tiadanya penganrh buruk dari abamektin terhadap parasitoid seperti disebutkan sebelumnya m e m u n g l u h jenis insektisida ini berpeIuaug untuk digunakan sebagai salah satu komponen tehologi

PHT

pada pertanaman kentang dm sayuran lainnya yang terserang lalat pengorok dam.

(11)

Aplikasi insektisida berbahan aktif abamektin dapat menekan serangan lalat pengorok daun L. huidobrensis. Tiadanya pengaruh nyata dari aplikasi h e k t i n terhadap bobot umbi salah satunya disebabkan oleh rendahnya infestasi lalat pengorok daun seiama penelitian klangsung. Insektisida abamekfin berpeluang dimanfaatkan dalam PHT lalat pengorok daun karma tidak berdampak buruk terhadap pamitoid.

Daftar Pustaka

Jausson RK, Dybas RA. 1997. Avermedin: Biochemical mode of action, biological activity and agricultural importance. Di dalam: Isaac Ishaaya, Danny Degheele, eds. Insecticides with novel modes of action. Springer.

Macdonald OC. 1991. Responses of the alien leaf miners Liriomyza frqoiii and Liriomyza huidobrensis optera: Agromydae) to some pesticides scheduled for their control in the UK. Crop Protect 10: 509-513.

ParreliaMP 1987. BiologyofLiriomyza. Annu Rev Entomol 32: 201

-

224

Parrella

MP,

Robb KL,

V~

JK, Dybas Rk 1988. Analysis of the impact of abamectin on Liriomym trifolii (Burgess) @iptera: Agrom yrsidae). Can Ent 1 20:

831 - 837.

Rauf

4

Shepard BM, Johnson MW. 2000. m i n e r in vegetables, ornamental plants and weeds in Indonesia: surveys of host crops, species composition and parasitoids . Int

J

Pest Manage 46 (4): 25 7 - 266.

Shepard

BM,

Braun A, Rauf

4

Samsudin. 1996. Liriomyza huidobrensis: hama pendatang baru pada sayuran. Warta

PHT

Palawija dan Sayuran 1 (1): 2 - 3.

Shepard BM, Samsudin, Braun A 1998. Seasonal incidence of Liriomyza huidobrensis @i ptera: Agromyzidae) and its pamitoids on vegetables in Indonesia. Int J Pest Manage 44: 43 - 47.

Supartha

IW.

1998. Bionomi Liriomyza huidobrensis (Btanchard) (Diptera: Agromyzidae) pada tanaman kentang [disertasi]

.

Bogor: Institut Pertanian Bogor, Program Paxmarjana.

(12)

Trumble ST. 1985. Integrated pest management of Liriomyur trrfolii: Influence of avemectin, cyromazine, and rnethomyl on leafminer ecology in celery. Agnc Ecosys Environ 12: 181-188.

Weintraub

PG.

2001. Effects of cyromazine and abamectin on the pea leafminer Liriomyzu huidobrensis (Diptera: Agrom y-ddae) and its parasitoid Diglyphus isaea (Hymenoptera: Eulophidae) in potatoes. Crop Protect 20: 207-2 1 3.

Weintraub

PG,

Horowitz AR. 1 998. Effects of translaminar versus conventional insecticides on Liriomyza huidobrensis (Diptera: AgrornyPdae) and Diglyphus isaea (Hymenoptera: Eulophdae) population in celery. J Econ Entornol 91 (5): 1180 -1 185

Gambar

Tabel  6.1  .  Pengaruh aplikasi abamektin terhadap  bedmgai  peubah infestasi  lalat pengorok daun krdasakan analisis ragam  pengukuran  berulang
Gambar  6.1  .  Banpknya  korokan  (A),  persentase  dam  terkorok  (B),  dm  intensl  tas
Gambar  6.3.  Ratam bobot umbi  (  *  SE) pada berbagai perlakuan abamektin  Dari penelitian  yang  dilakukan belum dapat ditentukan secara pasti tentang  saat  yang tepat  penggunaan  insektisida  abamektin untuk pengendalian  lalat pengorok daun  pada  p

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan PKM ini dilakukan di Desa Montongsari Kec. Kelompok tani yang terlibat adalah kelompok “Tani Maju I” dan “Tani Maju II”. Metode yang dilaksanakan meliputi

Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas tradisi pesta lomban yang sarat akan makna budaya dan agama,

Imago yang muncul kemudian dimasukkan kedalam botol pembunuh (killing jar) yang berisi tissu dan etil asetat. Spesimen ditempatkan dibawah mikroskop untuk diperiksa

Sesuai dengan data dan hasil penelitian dan pembahasan yang sudah disebutkan sebelumnya tentang pengaruh pembelajaran model ropes terhadap keaktifan dan

Oleh itu, kajian mengenai bagaimana pelajar di Malaysia mempe1ajari konsep zarah telah dijalankan, di samping membandingkan respon antara pelajar di Malaysia dan di United Kingdom

Melalui putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU-XII/2014, hak imunitas anggota DPR masih tetap diakui, namun dalam proses lebih jauh tentang pelaksanaan hak imunitas

Berdasarkan perumusan masalah, peneliti menggunakan model CTL (Contextual Teaching and Learning) menggunakan CD interaktif dalam upaya memecahkan permasalahan tentang

Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa kinerja modal intelektual jenis industri keuangan lebih tinggi dibandingkan kinerja modal intelektual jenis industri