• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI GEOLOGI DAN KUALITAS ANDESIT DI DAERAH HARGOROJO, KECAMATAN BAGELEN, KABUPATEN PURWOREJO SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI GEOLOGI DAN KUALITAS ANDESIT DI DAERAH HARGOROJO, KECAMATAN BAGELEN, KABUPATEN PURWOREJO SEBAGAI BAHAN BANGUNAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

485

STUDI GEOLOGI DAN KUALITAS ANDESIT DI DAERAH HARGOROJO,

KECAMATAN BAGELEN, KABUPATEN PURWOREJO

SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

Mayang Pinasthi1* Agus Hendratno2

Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Jl.Grafika 2, Yogyakarta *Email : mayangpinasthi@mail.ugm.ac.id

SARI

Daerah penelitian terletak di Desa Hargorojo, Kecamatan Bagelen, Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah dan sekitarnya. Desa Hargorojo memiliki litologi berupa andesit dan telah ditambang secara tradisional oleh masyarakat sekitar namun pemanfaatannya masih belum optimal. Penelitian ini dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan andesit di Desa Hargorojo sesuai dengan kriteria yang ada. Penelitian dilaksanakan dengan melakukan pemetaan geologi permukaan skala 1:12.500, pengamatan petrografi serta analisis keteknikan batuan.

Andesit di daerah penelitian terbagi menjadi Satuan lava andesit basaltan hornblenda dan Intrusi andesit basaltan piroksen. Dari hasil pengujian, Nilai kuat tekan lava andesit basaltan hornblenda sedikit lebih baik dari intrusi andesit basaltan piroksen. Kedua satuan memiliki nilai kuat tekan yang cenderung rendah dibandingkan dengan andesit yang ideal. Nilai kuat tekan berhubungan dengan nilai uji keteknikan batuan, pengamatan petrografi berupa pelapukan pada plagioklas dan penggantian fenokris dengan mineral sekunder, serta berkaitan pula dengan struktur geologi berupa kekar.

Berdasarkan nilai kuat tekan, kedua satuan termasuk dalam klasifikasi medium strength (Bieniawski, 1973) dengan nilai kuat tekan rata-rata 521,36555,32 kg/cm2. Berdasarkan syarat mutu batu alam untuk bahan bangunan (SNI 030394-1989), andesit di daerah penelitian dapat dimanfaatkan sebagai batu hias atau tempel serta tonggak dan batu tepi jalan.

Kata kunci : andesit, Desa Hargorojo, kuat tekan, bahan bangunan

I.

PENDAHULUAN

Andesit dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal, salah satu yang paling sering digunakan, yaitu sebagai bahan bangunan. Pemanfaatan andesit tidak hanya dilakukan oleh perusahaan besar tetapi juga masyarakat sekitar yang menambang secara tradisional. Daerah penelitian (Gambar 1) termasuk dalam kawasan Perbukitan Menoreh dengan sebagian besar litologi berupa andesit, memiliki banyak potensi sebagai lokasi tambang. Sudah banyak penelitian yang dilakukan di Perbukitan Menoreh akan tetapi penelitian potensi bahan galian andesit sekaligus pembuatan peta dengan skala 1:12.500 pada daerah tersebut belum pernah dilakukan.

Penggunaan andesit sebagai bahan bangunan harus memperhatikan berbagai faktor, yaitu ukuran, bentuk, kekuatan, densitas, daya tahan, dan sebagainya. Oleh karena itu, diperlukan studi kelayakan atau analisis keteknikan batuan sehingga dapat diketahui tingkat kelayakan batuan tersebut sebagai bahan bangunan.

II.

GEOLOGI REGIONAL

Secara fisiografi, daerah penelitian merupakan bagian dari daerah pengangkatan yang membentuk dome (kubah) yang luas, disebut sebagai Oblong dome. Panjang dome (kubah) tersebut sekitar 32 km pada arah utara-selatan, dan 20 km pada arah barat-timur (Van Bemmelen, 1949).

Fomasi paling tua yang ditemukan di Kulon Progo, yaitu Formasi Nanggulan, Formasi

(2)

486 Kebo Butak, Formasi Jonggrangan yang

menjari dengan Formasi Sentolo dan Endapan Alluvial (Rahardjo dkk., 1995). Peta geologi regional daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Pegunungan Kulon Progo diduga terbentuk oleh deformasi paling sedikit dua kali periode fase tektonik, yaitu : pertama terjadi pada Oligosen Akhir - Miosen Awal dan kedua Miosen Akhir-Kuarter yang menghasilkan busur magmatik. (Harjanto, 2011).

Tektonik pertama yang bekerja pada daerah Kulon Progo terjadi pada Kala Oligosen-Miosen Akhir yang didominasi oleh fase kompresi sedang pada Kala Miosen Akhir-Pliosen didominasi oleh fase ekstensi. Evolusi pada Gunungapi Gajah, Gunungapi Ijo dan Gunungapi Menoreh dapat dijadikan sebagai bahan analisis evolusi tektonik. Orientasi arah dominan tenggara-baratlaut (Gunungapi Gajah), tenggara-baratlaut dan selatan-utara (Gunungapi Ijo) dan barat-timur (Gunungapi Menoreh) dimana arah barat-timur adalah yang memiliki umur paling muda (Barianto et al., 2009).

Volkanisme Tersier menyebabkan munculnya kompleks gunungapi yang membentuk pegunungan di Kulon Progo. Daerah Pegunungan Kulon Progo memiliki tiga pusat gunungapi yaitu Kulon Progo selatan (Gunung Ijo), Kulon Progo utara (Gunung Gajah) dan Menoreh (Daerah Borobudur).

III.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan dengan melakukan pemetaan geologi skala 1:12.500 dengan luas daerah penelitian 2x2 km2. Penelitian diawali dengan melakukan reconnaissance untuk menentukan daerah penelitian. Setelah daerah penelitian di dapatkan, dilakukan perumusan masalah hingga di dapatkan suatu hipotesis. Hipotesis tersebut dibuktikan dengan studi pustaka dan pengujian langsung di lapangan, kemudian dilakukan analisis petrografi dan sifat keteknikan dari sampel batuan yang diambil dari lapangan. Pengujian sifat keteknikan batuan meliputi densitas, serapan air, ketahanan aus, serta kuat tekan dan dilakukan di Laboratorium Bahan Bangunan

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dan karakter batuan sebagai bahan bangunan.

IV.

GEOLOGI DAERAH

PENELITIAN

Geomorfologi daerah penelitian terbagi menjadi satuan perbukitan volkanik dan satuan bukit intrusi (Gambar 3). Satuan perbukitan volkanik memiliki litologi lava andesit basaltan hornblenda dan satuan bukit intrusi memiliki litologi andesit basaltan piroksen (Gambar 4).

Lava dan intrusi dibedakan dari keterdapatan gelas dan tekstur trakhitik pada pengamatan petrografi, serta dari keterdapatan kekar tiang yang hanya dijumpai pada satuan lava andesit basaltan hornblenda. Satuan lava andesit basaltan hornblenda berada di seluruh daerah penelitian, kecuali di bagian tengah yang merupakan satuan intrusi andesit basaltan piroksen.

Batuan pada lava andesit basaltan hornblenda cukup segar, namun di beberapa titik dijumpai kondisi batuan yang lebih lapuk. Secara umum, lava andesit basaltan hornblenda cenderung lebih segar dibandingkan dengan intrusi andesit basaltan piroksen. Hal ini diperkuat dengan adanya pelapukan membola pada intrusi andesit basaltan piroksen (Gambar 5) yang menunjukkan bahwa satuan ini telah mengalami pelapukan yang cukup kuat. Struktur geologi yang dijumpai pada daerah penelitian yaitu kekar dan sesar Kalirejo. Kekar yang dijumpai merupakan kekar gerus, akan tetapi pada satu singkapan jumlahnya kurang memadai sehingga tidak dilakukan pengukuran arah gaya karena datanya dianggap kurang valid. Sesar Kalirejo memiliki arah N 217oE/71o dan merupakan sesar geser kanan (Gambar 6).

V.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Petrografi

Tekstur yang dapat diamati pada andesit di daerah penelitian yaitu porfiroafanitik dan trakhitik. Tekstur trakhitik hanya dijumpai pada satuan lava andesit basaltan hornblenda. Selain itu, dijumpai juga tekstur

(3)

487 intergranular yaitu piroksen dikelilingi oleh

mikrolit plagioklas.

Komposisi andesit di daerah penelitian sebagian besar terdiri atas plagioklas. Komposisi yang membedakan kedua satuan adalah, tidak hadirnya hornblenda pada intrusi andesit basaltan piroksen. Menurut Gill, R. (2010), mineral tipe yaitu piroksen, hornblenda, atau biotit yang dominan pada andesit dapat dimasukkan dalam penamaan sehingga didapatlah nama lava andesit basaltan hornblenda dan intrusi andesit basaltan piroksen. Dari pengamatan petrografi, diketahui bahwa sebagian fenokris pada kedua satuan telah terubah menjadi mineral sekunder, terutama pada intrusi andesit basaltan piroksen. Komposisi lain yang selalu hadir yaitu mineral opak, meskipun jumlahnya tidak terlalu signifikan. Komposisi mineral andesit di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Pelapukan pada andesit menyebabkan terubahnya mineral primer seperti plagioklas dan hornblenda menjadi mineral sekunder seperti klorit dan mineral lempung. Intrusi andesit basaltan piroksen secara umum lebih lapuk dibandingkan dengan lava andesit basaltan hornblenda, dilihat dari banyaknya mineral sekunder yang terbentuk (Gambar 7).

Pelapukan mempengaruhi nilai keteknikan batuan, meliputi densitas, daya serap air, ketahanan aus dan kuat tekan. Batuan dengan tingkat pelapukan yang rendah akan memiliki nilai densitas yang tinggi, karena pelapukan akan mengganti mineral primer menjadi mineral sekunder yang umumnya memiliki densitas yang lebih rendah, selain itu pelapukan juga dapat menyebabkan timbulnya lubang-lubang mikro pada mineral yang menyebabkan berkurangnya densitas. Pelapukan juga dapat meningkatkan nilai serapan air dan nilai keausan sehingga menyebabkan rendahnya nilai kuat tekan.

Sifat Keteknikan Andesit

Sifat keteknikan andesit di lokasi penelitian diuji di Laboratorium Bahan Bangunan, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Nilai-nilai yang diuji yaitu densitas, serapan

air, keausan, dan kuat tekan. Sampel yang diujikan sebanyak 3 STA, yaitu MP/43 dan MP/28 dari satuan lava andesit basaltan hornblenda dan MP/15 dari intrusi andesit basaltan piroksen (hasil uji keteknikan batuan di daerah penelitian selengkapnya lihat Tabel 2).

Dari hasil pengukuran densitas, nilai densitas kering rata-rata andesit di daerah penelitian yaitu 2504,67-2590 kg/m3. Nilai terbesar didapat pada MP/28, yaitu rata-rata 2590 kg/m3. MP/15 memiliki densitas kering rata-rata 2535,75 kg/m3. Densitas terendah didapat pada MP/43 dengan nilai rata-rata 2504 kg/m3. Grafik perbandingan nilai densitas dan kuat tekan dapat dilihat pada Gambar 8. Rendahnya nilai densitas pada MP/43 dan MP/15 disebabkan oleh perubahan fenokris menjadi mineral sekunder akibat proses pelapukan.

Hasil pengujian serapan air terbesar berada pada MP/15 yaitu rata-rata 1,019%. MP/43 rata-rata yaitu 0,971% dan MP/28 memiliki nilai rata-rata 0,351%. Grafik perbandingan nilai serapan air dan kuat tekan dapat dilihat pada Gambar 8.

Nilai serapan air yang sedikit lebih tinggi pada MP/15 dan MP/43 disebabkan oleh pelapukan. Pelapukan menyebabkan terbentuknya lubang-lubang mikro yang dapat terisi air sehingga nilai serapan airnya menjadi lebih tinggi.

Nilai ketahanan aus MP/28 rata-rata adalah 0,0264 mm/menit, MP/43 adalah 0,0263 mm/menit, dan MP/15 sedikit lebih besar yaitu 0,0301 mm/menit. Perbandingan nilai ketahanan aus dengan nilai kuat tekan dapat dilihat pada Gambar 8.

Semakin baik kualitas suatu batuan sebagai bahan bangunan, nilai ketahanan ausnya akan semakin kecil, karena batuan tersebut cenderung lebih tahan terhadap abrasi. Semakin kecil nilai ketahanan ausnya, maka nilai kuat tekan akan semakin besar.

Salah satu faktor penting yang harus diketahui dalam menentuan kualitas suatu batuan sebagai bahan bangunan adalah kuat tekan. Pengujian kuat tekan yang dilakukan adalah uji kuat tekan berporos tunggal dan dilakukan dengan menggunakan

(4)

488 Bahan Bangunan, Departemen Teknik Sipil

dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada.

Dari hasil pengujian kuat tekan, nilai kuat tekan MP/28 rata-rata yaitu 55,532 MPa, MP/43 rata-rata 55,501 MP1, dan MP/15 rata-rata 52,136 MPa. Nilai kuat tekan lava andesit basaltan hornblenda secara umum lebih besar dibandingkan dengan intrusi andesit basaltan piroksen. Hal ini disebabkan oleh tingkat pelapukan dan perubahan mineral primer yang lebih rendah pada lava andesit basaltan hornblenda. Baik itu lava andesit basaltan hornblenda, maupun intrusi andesit basaltan piroksen, keduanya memiliki nilai kuat tekan yang cenderung rendah, hal ini dipengaruhi juga oleh faktor lain yaitu struktur geologi. Struktur geologi yang berpengaruh yaitu kekar terutama kekar gerus. Kekar gerus dapat dijumpai pada seluruh daerah penelitian. Kehadiran kekar dapat mengurangi kerapatan batuan dan menyebabkan menurunnya nilai kuat tekan. Hubungan Tekstur dan Komposisi Batuan dengan Sifat Keteknikan Andesit Tekstur dan komposisi mineral berhubungan langsung dengan sifat keteknikan batuan. mineral dengan tekstur porfiritik seperti pada daerah penelitian akan memiliki nilai kuat tekan yang lebih besar karena rongga diantara fenokris akan terisi oleh mineral lain yang lebih kecil atau massa dasar sehingga nilai kerapatannya dan kuat tekannya akan meningkat.

Pada daerah penelitian, yang paling berperan dalam menentukan sifat keteknikannya yaitu komposisi mineral. keterdapatan suatu mineral dapat mempengaruhi sifat keteknikan. Mineral yang sangat mempengaruhi tingkat pelapukan di daerah penelitian yaitu plagioklas. Litologi di daerah penelitian sebagian besar tersusun atas plagioklas. Mineral plagioklas sangat mudah terlapukkan dan terubah menjadi mineral lempung. Batuan dengan komposisi yang sudah terubah memiliki sifat keteknikan yang kurang baik dibandingkan batuan aslinya.

Hubungan Tingkat Pelapukan dengan Sifat Keteknikan Andesit

Nilai kuat tekan intrusi andesit basaltan piroksen yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan lava andesit basaltan hornblenda disebabkan oleh pelapukan yang lebih intensif. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan petrografi bahwa sebagian fenokris pada MP/15 telah terubah menjadi klorit dan mineral lempung.

Pelapukan juga menyebabkan terbentuknya rongga-rongga mikro yang menyebabkan nilai densitasnya lebih rendah. Rongga-rongga mikro juga menyebabkan nilai serapan air menjadi lebih tinggi hingga akhirnya nilai kuat tekannya akan menjadi lebih rendah.

Klasifikasi Kualitas Andesit

Analisis petrografi memiliki kaitan erat terhadap kualitas andesit sebagai bahan bangunan. Berdasarkan komposisinya yang diamati dalam pengamatan petrografi, andesit di daerah penelitian terbagi menjadi lava andesit basaltan hornblenda, lava andesit basaltan dan intrusi andesit basaltan piroksen. Mineral yang dijumpai pada andesit meliputi mineral plagioklas, piroksen, hornblenda, serta mineral opak, klorit, mineral lempung, kalsit dan gelas volkanik. Tekstur umum yang dijumpai yaitu hipokristalin porfiritik.

Kekuatan agregat sangat dipengaruhi oleh karakteristik petrografi, ukuran kristal dan komposisi merupakan faktor petrografi yang dominan. Tekstur porfiritik menunjukkan bahwa pada lubang-lubang di antara fenokris terisi oleh massa dasar, hal ini menyebabkan nilai kerapatan batuan menjadi lebih tinggi sehingga nilai kuat tekannya juga akan lebih baik. Kandungan mineral juga mempengaruhi nilai kuat tekan.

Selain berdasarkan analisis petrografi, kualitas suatu batuan sebagai bahan bangunan juga ditentukan dari hasil uji keteknikan batuan. Uji keteknikan batuan dalam penelitian ini meliputi perhitungan densitas, nilai serapan air, nilai ketahanan aus, serta nilai kuat tekan. Nilai densitas, nilai serapan air, serta nilai ketahanan aus mempengaruhi nilai kuat tekan. Semakin besar nilai densitas, semakin kecil nilai

(5)

489 serapan air, semakin kecil nilai ketahanan

aus, maka nilai kuat tekannya menjadi semakin besar. Begitu pula apabila nilai densitas semakin kecil, nilai serapan air semakin besar, dan nilai ketahanan aus semakin besar, maka nilai kuat tekannya menjadi semakin kecil.

Faktor lain yang mempengaruhi kualitas andesit adalah keberadaan struktur geologi. Keterdapatan kekar gerus di daerah penelitian juga turut berperan dalam mengurangi nilai kuat tekan andesit di daerah penelitian sehingga nilainya lebih rendah dari nilai kuat tekan andesit ideal. Dari ketiga faktor, yaitu petrografi, uji keteknikan batuan serta struktur geologi seluruhnya berhubungan langsung dengan kuat tekan batuan.

Kualitas andesit sebagai bahan bangunan terutama dilihat dari nilai kuat tekan. Nilai kuat tekan yang lebih tinggi, menunjukkan bahwa andesit tersebut memiliki kualitas yang lebih baik sebagai bahan bangunan. Bahan bangunan yang dalam penelitian ini yaitu sebagai agregat beton.

Kualitas suatu batuan yang dibagi berdasarkan nilai kuat tekan sebelumnya telah banyak diklasifikasikan oleh peneliti-peneliti terdahulu seperti Deere dan Miller (1966), Geological Society (1970), serta peneliti-peneliti lain yang kemudian dirangkum oleh Bieniawski pada tahun 1984 sebagaimana dapat dilihat dalam Gambar 8. Dari hasil pengujian kuat tekan, diketahui nilai kuat tekan rata-rata MP/15 sebesar 52,136 MPa atau sekitar 521,36 kg/cm2, MP/28 sebesar 55,532 MPa atau sekitar 555,32 kg/cm2, dan MP/43 sebesar 55,501 MPa atau sekitar 555,01 kg/cm2. Bieniawski (1984) menggabungkan klasifikasi batuan berdasarkan nilai kuat tekan berporos tunggal. Berdasarkan klasifikasi keteknikan Bieniawski (1973), ketiga STA termasuk dalam kategori medium strength.

Rekomendasi Pemanfaatan

Menurut persyaratan umum bahan bangunan di Indonesia (PUBI-1982; 1985), klasifikasi batu alam, termasuk persyaratannya ditentukan menurut penggunaannya dan dibagi menjadi batu alam untuk pondasi, batu alam untuk dibuat batu pecah dan

agregat beton, batu alam untuk tonggak atau tepi jalan, serta batu alam untuk penutup lantai atau trotoir.

Berdasarkan syarat mutu batu alam untuk bahan bangunan, andesit di daerah penelitian dapat dimanfaatkan sebagai batu hias atau tempel serta sebagai tonggak dan batu tepi jalan (selengkapnya lihat Tabel 3). Namun karena rendahnya nilai kuat tekan, andesit ini tidak dapat dimanfaatkan sebagai penutup lantai atau trotoir, pondasi bangunan berat, sedang maupun ringan. Batu alam untuk tonggak atau tepi jalan harus memenuhi syarat kekuatan tekan rata-rata minimum 500 kg/cm2, tidak pecah/retak, serta memiliki serapan air maksimum 5% (Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia (PUBI-1982), 1985).

Hasil uji keteknikan batuan andesit di daerah penelitian memenuhi kualifikasi standar sebagai batuan yang dapat digunakan dalam bahan bangunan terutama sebagai batu dimensi. Sesuai hasil uji keteknikan, andesit dari daerah penelitian dapat dimanfaatkan sebagai batu hias atau batu tempel serta tonggak dan batu tepi jalan. Berdasarkan spesifikasi yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum, ketiga jenis andesit tidak memenuhi kriteria untuk digunakan sebagai penutup lantai atau trotoir, pondasi bangunan berat, sedang, maupun ringan.

VI.

KESIMPULAN

Andesit di daerah penelitian membentuk morfologi perbukitan lava dan bukit intrusi. Berdasarkan penyelidikan lapangan dan analisis petrografi, andesit di daerah penelitian berupa lava andesit basaltan hornblenda dan intrusi andesit basaltan piroksen. Lava andesit dicirikan oleh kehadiran gelas dan tekstur trakitik dalam pengamatan petrografi, serta keberadaan kekar tiang di lapangan, sedangkan pada intrusi andesit tidak ditemukan tekstur trakitik, gelas dan kekar tiang. Komposisi yang dominan dari andesit di daerah penelitian yaitu plagioklas dan sebagian telah lapuk dan terubah menjadi mineral lempung. Struktur geologi yang berkembang pada lava maupun intrusi andesit yaitu kekar gerus dan sesar geser Kalirejo pada lava andesit basaltan hornblenda. Pelapukan dan

(6)

490 kekar gerus mempengaruhi nilai kualitas

andesit sebagai bahan bangunan.

Hasil pengamatan petrografi dan kekar berhubungan dengan sifat keteknikan batuan dan ketiganya mempengaruhi nilai kuat tekan. Uji keteknikan yang dilakukan meliputi densitas, serapan air, ketahanan aus serta kuat tekan. Nilai densitas rata-rata andesit di daerah penelitian yaitu 2504,67-2590 kg/cm3, nilai serapan air rata-rata yaitu 0,35-1,02%, nilai ketahanan aus rata-rata yaitu 0,0263-0,0264, dan nilai kuat tekan rata-rata andesit di daerah penelitian yaitu 52,1-55,5 MPa. Nilai kuat tekan intrusi andesit basaltik piroksen sedikit lebih rendah

dibandingkan dengan lava andesit basaltik hornblenda karena tingkat pelapukannya yang lebih tinggi. Pelapukan menurunkan nilai densitas, meningkatkan nilai serapan air dan ketahanan aus, sehingga nilai kuat tekan semakin rendah.

Kualitas dan pemanfaatan andesit diketahui dari nilai kuat tekan, serapan air serta ketahanan aus. Andesit di daerah penelitian termasuk dalam kategori medium strength. Mengacu pada syarat mutu batu alam sebagai bahan bangunan, andesit di daerah penelitian dapat dimanfaatkan sebagai batu hias atau tempel, serta tonggak dan batu tepi jalan.

DAFTAR PUSTAKA

Amijaya, H. D., 1998. Karakteristik Mekanika Batuan Lava Andesit Daerah Tawangargo, Kecamatan

Karangploso, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Skripsi. Jurusan Teknik Geologi, Fakultas

Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (Tidak Dipublikasikan).

Attewell, P. B., dan Farmer, T. W., 1976. Principles of Engineering Geology. John Wiley & Sons, Inc, New York.

Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional., 1999. Peta Rupa Bumi Digital Indonesia Lembar

1408-213 (Bagelen). BAKOSURTANAL, Cibinong.

Badan Standarisasi Nasional., 1989. SNI 03-0394-1989 – Mutu dan cara uji alam untuk bahan

bangunan. Jakarta.

Barianto, D. H., Aboud, E., Setijadji, L. D. 2009., Structural Analysis using Landsat TM, Gravity Data, and Paleontological Data from Tertiary Rock in Yogyakarta, Indonesia. Memoirs of the

Faculty of Engineering. Kyushu University vol 69, no 2, JunI 2009.

Best, M. G., 2003. Igneous and Metamorphic Petrology 2nd Edition. W.H. Freeman and Company, San Fransisco.

Bieniawski, Z. T., 1984. Rock Mechanics Design in Mining and Tunneling. A.A. Balkema, Rotterdam. Bowles, J. E., 1986. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah), Edisi ke-2. Penerbit

Erlangga, Jakarta.

Bronto, S. 2010., Geologi Gunung Api Purba. Badan Geologi, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Bandung.

Brotodiharjo, A. P. P., 1982. Pentingnya Pengujian Kuat Tekan pada Batuan/Tanah dalam

Penyelidikan Geoteknik. Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Dandy, M., 2015. Petrologi dan Sifat Keteknikan Breksi Tufan dan Batupasir di Daerah Watugajah,

Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta Serta Pemanfaatannya Sebagai Bahan Bangunan. Skripsi. Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik

(7)

491

Davis, H. E., Troxell, G. E., dan Hauck, G. F., 1982. The Testing of Engineering Materials. Edisi ke-4, McGraw-Hill Book Co., New York.

Departemen Pekerjaan Umum, 1985. Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia (PUBI-1982). Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung.

Gill, R., 2010. Igneous Rocks and Processes: A Practical Guide. John Wiley & Sons, London. Goodman, R. E., 1980. Introduction to Rock Mechanics. John Wiley & Sons, Minnesota. Graha, D. S., 1987. Batuan dan Mineral. Penerbit Nova, Bandung.

Harjanto, A., 2011. Vulkanostratigrafi di Daerah Kulon Progo dan Sekitarnya, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jurnal Ilmiah MTG, Vol.4, No.2, Juli 2011.

Hibbard, M. J., 1995. Petrography to Petrogenesis. Prentice Hall, Inc., New Jersey.

Hill, 1957. Principle of Engineering Geology and Geotechnics. Civil Engineering Series, New York. Huang, W. T., 1962. Petrology, Ist ed. McGraw-Hill Book Company, New York.

Johannsen, A., 1939. A Descriptive Petrography of the Igneous Rocks, Volume 1: Introduction,

Texture, Classification and Glossary, 2nd ed. The University of Chicago Press, Chicago.

Johnson, R.B., DeGraff, J.V., 1988. Principles of Engineering Geology. John Wiley & Sons, Michigan. Krynine, D. P., dan Judd, W. P., 1957. Principle of Engineering Geology and Geotechnics. Mc. Graw

Hill Book Company Inc, New York.

Langer, W.H., dan Knepper Jr., D. H., 1995. Geology Characterization of Natural Aggregate: A Field

Geologists’s Guide to Natural Aggregate Resource Assessment. U.S. Geological Survey,

Denver.

McPhie, J., Joyle, M., Allen, R., 1993. Volcanic Textures A Guide to the Interpretation of Textures in

Volcanic Rocks. Tasmania, University of Tasmania.

Mueller, R.F., dan Saxena, K.S., 2012. Chemical Petrology: with application to The Terrestrial

Planets and Meteorites. Springer-Verlag, New York.

Novria, M., 2013. Studi Geologi dan Kualitas Basalt Sebagai Bahan Bangunan di Daerah

Pangadegan dan Sekitarnya, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, Propinsi Jawa Tengah. Skripsi. Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta (Tidak Dipublikasikan).

Prakoso, T. W., Dalio, D. W., Steven, A., Hartono, H. G., Studi Awal Keberadaan Gunung Api Purba Tulakan-Ketro, Pacitan, Jawa Timur, Prosiding Seminar Nasional ReTII ke-10, Yogyakarta. Price, N. J., 1966. Fault and Joint Development in Brittle and Semi Brittle Rock. Pergamon Press,

New York.

Rahardjo, W., Sukandarrumidi, dan Rosidi, H. M. D., 1995. Peta Geologi Regional Lembar

Yogyakarta, Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Rai, M. A., 1988. Analisis Kemantapan Lereng: Proyeksi Stereografis dan Metode Grafis. ITB, Bandung.

Rai, M. A., Kramadibrata, S, dan Wattimena, R. K., 2014. Mekanika Batuan. Penerbit ITB, Bandung. Van Bemmelen, R. W., 1949. The Geology of Indonesia, vol. 1A. General Geology, Martinus Nyhoff,

(8)

492

Van Zuidam, R. A., 1983. Guide to Geomorphologic Aerial Photographic Interpretation and Mapping. ITC, Enschede, Belanda.

Verhoef, P. N. W., 1989. Geologi untuk Teknik Sipil. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Whitney, D. L., dan Evans, B.W., 2010. Abbreviations for Names of Rock-forming Minerals:

American Mineralogist, vol. 95, p.185-187.

Williams, H., Turner, F.J., Gilbert, C.M., 1982. Petrography an Introduction to the Study of Rocks in

Thin Sections. W.H. Freeman and Company, San Fransisco.

Winter, J.D., 2001. An Introduction to Igneous and Metamorphic Petrology. Prentice-Hall Inc., New Jersey.

TABEL

Tabel 1. Komposisi andesit di daerah penelitian

Sampel Petrografi

Komposisi (%) Mineral Primer

Mineral sekunder Fenokris Massa Dasar

Pl Hbl Cpx Pl Mineral mafik Mineral Opak Cpx Gelas Mineral lempung Cal Chl MP/15 45 - 4 20 6 5 - - 14 - 6 MP/20 26 - 4 30 7 4 - - 19 - 10 MP/12 31 8 2 12 4 5 - 5 20 - 13 MP/28 40 30 5 8 7 5 - 5 - - - MP/37 30 - - 10 - 5 - - 25 30 - MP/38 50 13 3 8 8 5 - 5 8 - - MP/43 50 7 - 10 5 5 - 5 13 - 5 MP/44 51 25 - 10 4 2 3 5 - - -

Tabel 2. Hasil uji keteknikan andesit di daerah penelitian

Kode Sampel

Massa Jenis SSD (kg/cm3)

Massa Jenis Kering (kg/cm3) Serapan Air (%) Ketahanan Aus (mm/menit) Beban Maksimal (kN) Kuat Tekan (MPa) MP/15 – 1 2487 2462 1,008 0,0314 146,5 49,648 MP/15 – 2 2575 2548 1,042 0,0322 133,5 48,115 MP/15 – 3 2631 2605 0,984 0,0296 131,0 46,814 MP/15 – 4 2554 2528 1,045 0,0273 180,0 63,966 Rata-rata 1,019 0,0301 52,136 MP/28 – 1 2649 2640 0,339 0,0265 159,5 56,462 MP/28 – 2 2495 2485 0,400 0,0270 162,0 53,652 MP/28 – 3 2653 2645 0,312 0,0257 152,0 56,484 Rata-rata 0,351 0,0264 55,532 MP/43 – 1 2548 2520 1,117 0,0268 143,0 53,873 MP/43 – 2 2542 2523 0,772 0,0251 186,0 69,597 MP/43 – 3 2496 2471 1,024 0,0270 119,0 43,033 Rata-rata 0,971 0,0263 55,501

(9)

493

Tabel 3. Pemanfaatan andesit di daerah penelitian berdasarkan SNI 03-0394-1989

GAMBAR

(10)

494

(11)

495

Gambar 3. Peta geomorfologi daerah penelitian

(12)

496

Gambar 7. Gambar diambil pada sampel MP/43 pada kenampakan XPL menunjukkan penggantian fenokris dengan mineral sekunder.

Gambar 8. Hubungan densitas, serapan air, dan keausan terhadap kuat tekan dan klasifikasi kualitas andesit di daerah penelitian.

S

U

Gambar 6. Sesar geser kanan Kalirejo, arah sesar N 217oE/71o

Gambar 5. Pelapukan membola di STA 15, satuan intrusi andesit basaltan piroksen

Gambar

Tabel 3. Pemanfaatan andesit di daerah penelitian berdasarkan SNI 03-0394-1989
Gambar 2. Peta geologi regional daerah penelitian
Gambar 4. Peta geologi daerah penelitian
Gambar  8. Hubungan densitas, serapan air, dan keausan terhadap kuat tekan dan klasifikasi kualitas  andesit di daerah penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Batuan tersebut mempunyai tingkat pelapukan yang tinggi dengan struktur perlapisan yang sejajar arah kemiringan lereng sehingga memungkinkan sekali lereng daerah penelitian

Pelapukan melarutkan unsur-unsur yang mudah larut melalui proses pelindihan ( leaching ), karenanya massa dan volume batuan berkurang dan penipisan tebal

Berdasarkan beberapa parameter geologi dan geologi teknik meliputi bentuk lembah, bantaran sungai, kemiringan lereng abutmen, tingkat pelapukan batuan abutmen, kemiringan

Bukit Cangkring tersusun atas batuan beku lava andesit bertekstur porfiritik dan memiliki struktur sheeting joint , massif, dan vesikuler serta memiliki komposisi mineral

Penamaan satuan ini didasarkan atas ciri-ciri litologi, yaitu berupa batuan produk hasil erupsi gunung api, yang terdiri dari breksi vulkanik, tuff kristal, dan

Satuan batuan yang menyusun satuan geomorfologi ini adalah satuan batupasir selang seling batulempung sisipan breksi telah mengalami perlipatan dan terpatahkan.Satuan

Pada formasi pembawa material vulkanik yang memiliki kandungan Fe dan Cl tinggi pada batuan yang mengalami pelapukan yang kuat dan jatuh mengalir kesungai yang

Andesit basaltik berasal dari dua sumber gunungapi yang berada di sebelah tenggara atau Gunung Gajah (Pusat erupsi Kulon Progo Utara) yang menghasilkan batuan