• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seminar Nasional Ilmu Komputer (SNIK 2015) - Semarang, 10 Oktober 2015 ISBN:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Seminar Nasional Ilmu Komputer (SNIK 2015) - Semarang, 10 Oktober 2015 ISBN:"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PENERIMAAN USER TERHADAP IMPLEMENTASI

SISTEM APLIKASI SATKER 2015 PADA INSTANSI

PEMERINTAH PENGELOLA APBN DI KABUPATEN KULON

PROGO MENGGUNAKAN INTEGRASI TRUST DAN MODEL

PENERIMAAN SYMBOLIC ADOPTION

Yulianti1, Wing Wahyu Winarno2, Paulus Insap Santoso3

1 2 3 Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada

Email: 1yuli.cio14@mail.ugm.ac.id, 2wing@mti.ugm.ac.id, 3insap@ugm.ac.id

ABSTRAK

Sistem Aplikasi Satker 2015 (SAS 2015) merupakan sistem aplikasi keuangan yang berfungsi untuk melakukan penatausahaan dan penyusunan laporan pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan pada tingkat satuan kerja. SAS 2015 dibuat oleh Ditjen Perbendaharaan Keuangan dan diberlakukan sebagai sistem wajib yang harus diterapkan pada setiap instansi pemerintah pengelola dana APBN. Sebagaimana diketahui bahwa inovasi perkembangan sistem aplikasi keuangan yang diterapkan di instansi pemerintah sangat cepat dan kompleks. Hampir setiap tahun sistem ini mengalami perubahan dengan berkali–kali proses update di tahun pertama penerapannya. Hal ini menimbulkan keresahan serta kebingungan di tingkat pengguna karena belum mahir terhadap alur kerja sebuah sistem namun sistem tersebut telah berubah lagi. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki penerimaan pengguna terhadap sistem aplikasi keuangan sebagai mandatory system (sistem wajib). Pendekatan yang digunakan adalah model penerimaan symbolic adoption diintegrasikan dengan trust sebagai variable yang menggambarkan tingkat kepercayaan user terhadap sistem. Disamping itu ditambahkan dua konstruk baru sebagai determinan dari adopsi simbolik pengguna. Penambahan dua konstruk baru melihat dari sudut pandang karakteristik lingkungan yaitu facilitating condition (diambil dari model penerimaan UTAUT) dan karakteristik individu dari sisi psikologis yaitu job commitment.

Kata Kunci: Symbolic Adoption, Mandatory System, Trust, Job Commitment, SAS 2015 PENDAHULUAN

1.

Instansi pemerintah berperan dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan bidangnya masing-masing baik di tingkat pusat maupun daerah. Dalam rangka pelaksanaan tugas pelayanan tersebut, instansi pemerintah membutuhkan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Anggaran yang dialokasikan untuk pelaksanaan tugas dan kewajiban oleh setiap instansi pemerintah harus dikelola secara baik dan bertanggung jawab sesuai peruntukannya serta memenuhi prosedur yang telah ditetapkan. Sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik atas anggaran yang diterimanya, setiap entitas pemerintah diwajibkan untuk menyusun laporan keuangan pertanggungjawaban anggaran. Hal ini sebagai salah satu upaya mewujudkan prinsip-prinsip Good Governance di sektor pemerintahan. Laporan keuangan dapat dijadikan sebagai sumber informasi utama oleh pemerintah pusat untuk menilai kinerja manajemen sekaligus kinerja ekonomi setiap instansi pemerintah baik instansi pusat maupun daerah.

Penerapan Sistem Aplikasi Satker 2015 pada instansi pemerintah pengelola dana APBN adalah keharusan bagi user atau sering disebut mandatory system. Hadirnya aplikasi ini diharapkan mampu mempermudah tugas pengelola keuangan khususnya bendahara dalam pelaksanaan kegiatan penatausahaan, pembukuan dan penyusunan laporan pertanggungjawaban. Kendati demikian, berbagai permasalahan muncul terkait dengan implementasi sistem yang terbilang baru. Hampir setiap tahun sistem ini mengalami perubahan dengan berkali–kali proses update di tahun pertama penerapannya. Hal ini menimbulkan keresahan serta kebingungan di tingkat pengguna karena belum mahir terhadap alur kerja sebuah sistem namun sistem tersebut telah berubah lagi. Bagi sebagian pengguna yang bisa mengikuti dinilai sangat positif, tapi bagi sebagian lain dirasa sangat menyulitkan dan dinilai mengganggu kenyamanan sehingga menyebabkan munculnya resistensi atau hilangnya penerimaan terhadap teknologi baru.

Hadirnya sistem aplikasi Satker 2015 tidak serta merta mampu mengubah mindset pengguna yang telah terpola tentang rumitnya sistem baru yang harus mereka pelajari dan terapkan dalam pelaksanaan tugas keseharian sebagai petugas pengelola keuangan. Meski tujuan dari implementasi sistem termasuk tahapan update adalah untuk meningkatkan efektifitas kerja dan memudahkan pengguna namun realita di lapangan berkata lain. Sikap mental dari pengguna khususnya bendahara yang telah apriori terhadap hadirnya sistem

(2)

208

baru mempengaruhi penerimaan mereka terhadap sistem. Kepercayaan (trust) juga dinilai sebagai salah satu prediktor penting yang mempengaruhi sikap dan penerimaan mental pengguna terhadap sistem. Percepatan inovasi perkembangan sistem aplikasi keuangan di lingkungan pemerintah mendorong pentingnya dilakukan penelitian terkait penerimaan pengguna terhadap sistem mandatory.Penelitian ini menggunakan pendekatan model penerimaan symbolic adoption diintegrasikan dengan trust sebagai variabel yang menggambarkan kondisi kepercayaan user terhadap sistem. Disamping itu, penulis menambahkan dua konstruk baru sebagai determinan dari adopsi simbolik pengguna. Penambahan dua konstruk baru melihat dari sudut pandang karakteristik lingkungan yaitu facilitating condition (diambil dari model penerimaan UTAUT) dan karakteristik individu dari sisi psikologis yaitu job commitment. Symbolic adoption model merupakan model penerimaan pengguna terhadap implementasi sistem dalam konteks mandatory (wajib). Model ini sebagai revisi terhadap model penerimaan TAM yang berfokus untuk mengukur penerimaan pengguna terhadap sistem yang bersifat sukarela (voluntary) [1]. Symbolic adoption model yang digunakan dalam penelitian ini mengadopsi model penerimaan yang dikembangkan oleh [2]. Menurut [2] bahwa model yang menggunakan niat perilaku sebagai ukuran dari penerimaan terhadap teknologi mandatory seperti sistem ERP harus direvisi karena perilaku penggunaan tidak dapat diukur tanpa mempertimbangkan niat perilaku, faktor ini dianggap tidak sesuai sebagai ukuran penerimaan ERP sebagai mandatory system. Symbolic adoption diusulkan sebagai variabel dependen superior ketika mengukur penerimaan pengguna akhir dari sistem ERP [2-4]. [3,4] mengusulkan symbolic adoption sebagai variable alternative pengganti niat perilaku pada konteks mandatory. Symbolic adoption mengarah pada penerimaan mental dari inovasi, hal ini berbeda dengan adopsi aktual yang mengarah pada penggunaan aktual dari suatu teknologi [5].

Pengembangan suatu model penerimaan user pada adopsi sistem mandatory dengan menambahkan konstruk perceived fit dan perceived compatibility pada model penerimaan TAM [2]. Selanjutnya [2] mengganti variable behavioral intention dengan variable symbolic adoption yang dibangun oleh [4] dan [3]. Kekurangan model yang dikembangkan oleh [2] adalah fokus penelitian hanya terbatas pada menguji karakteristik teknologi sebagai anteseden kognitif dari penerimaan pengguna tanpa memandang dari sisi karakteristik pengguna dan karakteristik lingkungan (organisasi).

METODE 2.

2.1. Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur penerimaan pengguna terhadap sistem aplikasi keuangan sebagai mandatory system (sistem wajib). Pendekatan yang digunakan adalah model penerimaan symbolic adoption diintegrasikan dengan trust sebagai variable yang menggambarkan tingkat kepercayaan user terhadap sistem. Symbolic adoption dipandang sebagai model penerimaan yang sesuai untuk mengukur penerimaan pengguna terhadap implementasi mandatory system (sistem wajib). Model ini sebagai pengembangan dari teori penerimaan TAM yang dibangun oleh [2]. Namun variabel symbolic adoption telah diusulkan oleh peneliti sebelumnya yaitu [4] dan [3]. Variabel–variabel yang digunakan sebagai anteseden terhadap sikap dan adopsi simbolik merupakan variable penerimaan TAM yaitu perceived usefulness dan perceived easy of use. Kemudian [2] menambahkan perceived fit dan perceived compatibility. Sebagai kebaruan, penulis memasukkan variabel trust sebagai anteseden kognitif terhadap sikap dan adopsi simbolik pengguna terhadap sistem. Penulis beranggapan bahwa kondisi kepercayaan pengguna akan berpengaruh terhadap faktor kebermanfaatan yang dirasakan pengguna, sikap dan adopsi simbolik pengguna terhadap sistem. Penulis juga menambahkan dua konstruk baru sebagai determinan dari adopsi simbolik, dilihat dari sudut pandang karakteristik lingkungan yaitu facilitating condition (diambil dari model penerimaan UTAUT) dan karakteristik individu dari sisi psikologis yaitu job commitment.

2.1.1. Technology Acceptance Model

Technology Acceptance Model (TAM) adalah model yang paling dominan digunakan dan disitasi pada berbagai penelitian yang berfokus pada penerimaan pengguna terhadap teknologi baru. TAM sebagai salah satu model yang dibangun untuk menganalisis dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi diterimanya penggunaan teknologi komputer. Menurut [6], tingkat penerimaan pengguna sistem teknologi informasi dalam model TAM ditentukan oleh 6 konstruk, yaitu: variabel dari luar (external variable), persepsi pengguna terhadap kemudahan (perceived ease of use), persepsi pengguna terhadap kemanfaatan (perceived usefulness), sikap dalam menggunakan (attitude toward using), niat untuk menggunakan (behavioral intention to use) dan pemakaian nyata (actual usage). Untuk Technology Acceptance Model dapat dilihat pada Gambar 1.

(3)

Gambar 1. Technology acceptance model.

2.1.2. Symbolic Adoption Model

Symbolic adoption didefinisikan sebagai dorongan atau kecenderungan seseorang secara mental menerima ide/gagasan perusahaan mengadopsi dan mengimplementasikan inovasi teknologi informasi [5]. Symbolic adoption merupakan variabel dependen superior ketika mengukur penerimaan pengguna akhir dari sistem ERP sebagai sistem mandatory [2-4]. Rawstone dan Karahana mengusulkan symbolic adoption sebagai variable alternative pengganti niat perilaku pada konteks wajib [3, 4]. Menurut rawstone dalam lingkungan mandatory, orang cenderung untuk menampilkan perbedaan dalam adopsi simbolis dari sistem baru [4]. Mengidentifikasi dan menganalisis perbedaan tersebut diharapkan akan membantu memprediksi resistensi awal atau hilangnya penerimaan teknologi dalam lingkungan adopsi mandatory.

Nah, dkk. mengembangkan suatu model penerimaan user pada adopsi sistem mandatory dengan menambahkan konstruk perceived fit dan perceived compatibility pada model penerimaan TAM [2]. Selanjutnya Nah mengganti variable behavioral intention dengan variable symbolic adoption yang dibangun oleh [4] dan [3], seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Model penerimaan symbolic adoption.

2.1.3. Trust

Kepercayaan adalah aspek sentral dari banyak interaksi ekonomi dan sosial. Hal ini sebagai keyakinan bahwa pihak lain akan berperilaku seperti yang diharapkan dalam sosial secara bertanggung jawab serta dalam melakukan pekerjaannya sehingga akan memenuhi harapan kepercayaan organisasi [7, 8].

Beberapa literatur telah mendefinisikan trust dengan berbagai pendekatan [9]. Pada awalnya trust banyak dikaji dari disiplin psikologi, karena hal ini berkaitan dengan sikap seseorang. Pada perkembangannya, trust menjadi kajian berbagai disiplin ilmu [10-12], termasuk menjadi kajian dalam e-government. Mayer [8] mendefinisikan trust adalah kemauan seseorang untuk peka terhadap tindakan orang lain berdasarkan pada harapan bahwa orang lain akan melakukan tindakan tertentu pada orang yang mempercayainya, tanpa tergantung pada kemampuannya untuk mengawasi dan mengendalikannya. Pemberlakuan sistem aplikasi Satker 2015 di setiap instansi pemerintah yang mengelola dana APBN dipandang sebagai salah satu penerapan e-government. Penulis berpendapat bahwa faktor trust berperan penting dalam adopsi user terhadap implementasi teknologi termasuk e-government. Kepercayaan pengguna yang tinggi terhadap pentingnya sistem dalam memberikan pelayanan publik serta menunjang efektivitas kerja dirasa sangat berpengaruh terhadap adopsi pengguna terhadap sistem.

(4)

210 2.1.4. Facilitating Condition

Facilitating condition dapat dijelaskan sebagai sejauh mana individu percaya bahwa organisasi dan infrastruktur yang ada mendukung penggunaan sistem [13]. Dalam penelitian ini, peneliti mendeskripsikan facilitating condition sebagai keyakinan pengguna tentang keberadaan sumber daya yang diperlukan serta dukungan infrastruktur yang ada dalam mendukung implementasi sistem.

2.1.5. Job Commitment

Karyawan yang mempunyai komitmen kerja tinggi terhadap organisasi akan menunjukan sikap kerja yang penuh dedikasi terhadap tugasnya, memiliki tanggung jawab besar dalam melaksanakan tugas-tugasnya serta sangat loyal terhadap organisasi/perusahaan. Dalam komitmen tertanam keyakinan, pengikat, yang akan menumbuhkan energi untuk melakukan yang terbaik. Komitmen kerja yang tinggi dalam diri seorang karyawan merupakan implikasi dari pemahaman yang kuat terhadap konsep komitmen organisasi. Komitmen organisasional dipandang sebagai suatu orientasi nilai terhadap organisasi yang menunjukkan individu sangat memikirkan dan mengutamakan pekerjaan dan organisasinya. Individu akan berusaha memberikan segala usaha yang dimilikinya dalam rangka membantu organisasi mencapai tujuannya [14].

HASIL DAN PEMBAHASAN 3.

3.1. Hipotesis Penelitian

Pada penelitian ini, hipotesis yang dibangun merupakan replikasi dari hipotesis yang telah diuji oleh [2]. Sebagai kebaruan penulis memasukkan variable trust sebagai anteseden kognitif terhadap adopsi simbolik pengguna sebagaimana variabel kognitif lainnya yaitu perceived usefulness, perceived easy of use dan perceived fit. Penulis beranggapan bahwa kepercayaan pengguna terhadap sistem sebagai faktor penting yang berpengaruh terhadap sikap dan adopsi simbolik. Penulis juga membangun tiga hipotesis baru sebagai kebaruan dalam penelitiannya, yaitu relasi antara trust terhadap adopsi simbolik, job commitment terhadap adopsi simbolik dan facilitating condition terhadap perceived easy of use.

Berikut pemaparan dari masing–masing hipotesis yang diusulkan.

Hasil uji empiris dalam penelitian [2] menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara variable sikap dengan penerimaan adopsi simbolik. Studi [3] menunjukkan bukti empiris bahwa sikap menuju penggunaan sistem sebagai prediktor kuat terhadap adopsi simbolik.

H1: Attitude toward systems use berhubungan positif terhadap Symbolic Adoption

Berdasar TAM, dinyatakan bahwa konstruk perceived usefulness dan perceived easy of use mempunyai pengaruh positif terhadap attitude secara signifikan. Baik perceived usefulness maupun perceived easy of use telah dipelajari secara luas sebagai dua determinan utama dari perilaku pengguna dalam konteks adopsi teknologi secara umum.

H2a: Perceived usefulness berpengaruh positif terhadap Attitude. H2b: Perceived easy of use berpengaruh positif terhadap Attitude.

Dalam konteks transaksi online antara warga dan pemerintah, telah diusulkan bahwa selain efek pada sikap dan kinerja, PEOU bisa memotivasi pengguna dengan meningkatkan keyakinan mereka [15]. Hasil uji empiris dalam penelitian [16] menunjukkan bahwa PEOU berpengaruh positif terhadap trust secara signifikan dalam pemanfaatan online shopping. Berdasar hal ini dibangun hubungan langsung antara PEOU dan kepercayaan.

H3: Perceived easy of use berpengaruh positif terhadap trust.

[2] menyatakan bahwa dua konstruk penting dari TAM yaitu perceived usefulness dan perceived easy of use mempunyai pengaruh langsung terhadap symbolic adoption.

H4: Perceived Easy of Use memiliki hubungan positif terhadap Symbolic Adoption

[2] mendefinisikan perceived fit dari perspektif pengguna sebagai tingkat dimana software ERP yang diterima oleh pengguna adalah sesuai/cocok dengan kebutuhan organisasi. Dalam penelitian ini, penulis mendeskripsikan perceived fit sebagai tingkat diterimanya sistem aplikasi satker 2015 oleh pengguna adalah sesuai dengan kebutuhan organisasi. Isu perceived fit berkenaan dengan tingginya relevansi dalam mempengaruhi sikap akhir-pengguna dan adopsi simbolis [2].

H5: Perceived fit memiliki hubungan positif terhadap Attitude toward system use

[15] dalam penelitiannya mengusulkan kepercayaan sebagai variabel kunci yang mempengaruhi proses adopsi layanan e-government dalam konteks online. Kepercayaan sebagai mediator parsial dalam

(5)

hubungan PEOU-PU. Disamping itu kepercayaan juga sebagai anteseden langsung terhadap variable sikap dan niat untuk menggunakan [15].

Kepercayaan berkaitan erat terhadap paradigma biaya-manfaat, kepercayaan dapat meningkatkan harapan hasil dan keyakinan sikap berdasarkan manfaat hubungan yang dapat dipercaya. Dengan kata lain, persepsi kepercayaan memungkinkan individu untuk menciptakan sense positif yang mengarahkan pengguna untuk bersikap positif dan memiliki kecenderungan kearah penggunaan [15]. Berdasarkan hal ini diusulkan hipotesis bahwa terdapat efek langsung kepercayaan terhadap sikap:

H6: Trust memiliki pengaruh positif terhadap Attitude toward system use.

Menurut [15] menyatakan bahwa niat perilaku juga langsung dipengaruhi oleh kepercayaan. Hipotesis ini telah diusulkan oleh sejumlah besar peneliti meskipun mereka tidak selalu mempertimbangkan efek tidak langsung dari kepercayaan melalui PU dan sikap [17]. Kepercayaan positif mempengaruhi niat perilaku karena mengurangi ketidakpastian dan memberikan harapan untuk memuaskan transaksi [17], di luar layanan PU dan sikap pengguna. Berdasar hasil uji empiris yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa trust secara signikan mempengaruhi niat perilaku penggunaan. Dalam konteks adopsi mandatory, telah disebutkan bahwa variable niat perilaku tidak relevan digunakan [2, 18]. Adopsi simbolik pengguna dipandang lebih tepat menggantikan variable niat perilaku untuk mengukur penerimaan pengguna dalam konteks mandatory [3, 4]. Berdasar hal ini, dibangun hipotesis sebagai berikut.

H7: Trust memiliki pengaruh positif terhadap user symbolic adoption.

Model TAM mengekspektasikan bahwa faktor interen dan ekstern organisasi akan berpengaruh terhadap kemanfaatan dan kemudahan pemakaian penggunaan PC [19]. Faktor-faktor interen dan eksteren organisasi yang berpengaruh terhadap penerimaan kemudahan penggunaan TI, menurut [19] meliputi: training internal maupun eksternal, support internal dan eksternal serta support management. [13] menyatakan facilitating condition sebagai tingkat kepercayaan individu bahwa organisasi dan infrastruktur yang ada mendukung penggunaan sistem. Terdapat tiga hal yang dipercaya sebagai bagian dari facilitating condition yaitu training dan support, keyakinan terhadap sistem dan komunikasi. Berdasar penjelasan diatas diusulkan hipotesis berikut.

H8: Facilitating condition berpengaruh langsung secara positif terhadap perceived easy of use.

Facilitating condition dapat dijelaskan sebagai sejauh mana individu percaya bahwa organisasi dan infrastruktur yang ada mendukung penggunaan sistem [13]. Penelitian yang dilakukan [20] memberikan dukungan empiris untuk efek langsung facilitating condition terhadap sikap penggunaan sistem dan pengaruh tidak langsung facilitating condition pada niat perilaku, dalam konteks voluntary (sukarela). Pada penelitian ini, peneliti akan menyelidiki bagaimana pengaruh langsung konstruk facilitating condition terhadap sikap penggunaan sistem dalam konteks lingkungan mandatory.

H9: Facilitating condition berpengaruh langsung secara positif terhadap attitude.

Hasil uji dalam penelitian [1] menunjukkan bahwa umur mempunyai pengaruh moderate terhadap relasi antara: harapan usaha terhadap adopsi simbolik, training terhadap adopsi simbolik, kepercayaan bersama terhadap adopsi simbolik dan komunikasi terhadap adopsi simbolik. Menurut [1] training dan support, kepercayaan terhadap sistem dan komunikasi merupakan faktor–faktor penyusun dari facilitating condition. Sehingga dapat dikatakan bahwa facilitating condition berpengaruh signifikan terhadap adopsi simbolik dimana umur memiliki pengaruh moderate terhadap hubungan tersebut.

H10: Facilitating condition berpengaruh positif terhadap adopsi simbolik.

Penelitian yang dilakukan oleh [21] bertujuan untuk menyelidiki adanya hubungan antara komitmen karyawan dan sikap kerja dan pengaruhnya terhadap kualitas pelayanan. Hasil penelitian [21] membuktikan bahwa terdapat hubungan antara sikap kerja dan komitmen karyawan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas. Berdasar hal tersebut dibangun hipotesis berikut.

H11: Job commitment memiliki hubungan positif terhadap attitude toward system use.

Karyawan yang mempunyai komitmen kerja tinggi terhadap organisasi akan menunjukan sikap kerja yang penuh dedikasi terhadap tugasnya, memiliki tanggung jawab besar dalam melaksanakan tugas-tugasnya serta sangat loyal terhadap organisasi/perusahaan. Komitmen kerja (work commitment) dan kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan hal yang krusial dalam pekerjaan dimana dua faktor ini berhubungan erat tehadap sikap karyawan [14]. Penelitian yang dilakukan oleh [22] menunjukkan adanya korelasi positif antara komitmen terhadap perilaku kerja dimana komitmen afektif berkorelasi positif secara kuat terhadap perilaku kerja diikuti oleh komitmen normative sedang komitmen kontinuan tidak

(6)

212

berkorelasi (hampir mendekati nol). [3] menyatakan bahwa adopsi simbolik mengawali adopsi aktual. Berdasar pada penelitian yang dilakukan oleh [22], maka penulis mengusulkan hipotesis berikut.

H12: Komitmen kerja berpengaruh positif terhadap adopsi simbolik. 3.2. Model Penelitian (Research Model)

Berdasar hipotesis yang dibangun di atas dapat dituangkan ke dalam model penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Model yang digunakan dalam penelitian. SIMPULAN

4.

Telah dikembangkan model yang akan digunakan untuk melakukan analisis penerimaan pengguna terhadap sistem dalam konteks mandatory. Sebagaimana diketahui bahwa dalam implementasi sistem mandatory pengguna diharuskan menggunakan sistem terlepas bagaimana sikap dan pemahaman mereka terhadap sistem. Implementasi sistem aplikasi satker 2015 sebagai sistem aplikasi keuangan yang berfungsi untuk melakukan pembukuan, penatausahaan dan penyusunan laporan pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan merupakan keharusan bagi pengguna. Percepatan inovasi perkembangan sistem aplikasi keuangan di lingkungan pemerintah mendorong pentingnya dilakukan penelitian terkait penerimaan pengguna terhadap sistem mandatory. Karena implementasi sistem yang bersifat wajib, maka pendekatan yang sesuai untuk menganalisis penerimaan pengguna adalah model penerimaan symbolic adoption yang merupakan revisi dari model TAM. Mengidentifikasi dan menganalisis perbedaan adopsi simbolik pengguna terhadap teknologi baru akan membantu memprediksi resistensi awal atau hilangnya penerimaan teknologi dalam lingkungan adopsi mandatory. Dengan dievaluasinya faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi simbolik pengguna terhadap implementasi sistem baru, sebagai acuan bagi pengambil kebijakan dalam menerapkan sistem mandatory. Peningkatan kondisi yang memfasilitasi level pengguna di lapangan sebagai salah satu usaha yang bisa dilakukan pemerintah dalam meningkatkan penerimaan simbolik pengguna.

REFERENSI 5.

[1] Seymour, L., Makanya, W., dan Berrange, S. 2007. End-User’ Acceptance of Enterprise Resource Planning Systems:An Investigation of Antecedents. Proceeding 6th Annu. ISOnEworld Conf. [2] Nah, F. F., Tan, X., dan Teh. S. H. 2004. An empirical investigation on end-users’ Acceptance of

enterprise systems. Inf. Resour. Manag. J. 17(3): 32–53.

[3] Karahanna, E. 1999. Symbolic adoption of information technology. in The International Decision Sciences.

[4] Rawstone, P. dan Jayasuriya, R. 1998. An integrative model of information systems use in mandatory environment. Pap. Present. Int. Conf. Inf. Syst.

[5] Klonglan, G. E., dan Coward, E. W. J. 1970. Concept of symbolic adoption: a suggested interpretation. Rural Sociol. 35(1): 77–83.

[6] Davis, F. D. 1989. Perceived Usefulness Perceived Ease of Use and User Acceptance of Information Technology. MIS Q. vol. 13(3): 319–339.

[7] Gefen, D. 2002. Customer Loyalty in E-Commerce. J. Assoc. Inf. Syst. vol. 3 (1): 27–51.

[8] Mayer, R., Davis, J., dan Schoorman, F. 1995. An Integrative Model of Organizationl Trust. Acad. Manag. Rev. vol. 20 (3): 709–734.

[9] Mukherjee, A. dan Nath, P. 2003. A model of trust in online relationship banking. Int. J. Bank Mark. vol. 21(1): 5–15.

(7)

[10] Riegelsberger, J., Sasse, M. A., dan Mccarthy, J. The Researcher’s Dilemma: Evaluating Trust in Mediated Communication The Researcher’s Dilemma: Evaluating Trust in Computer-Mediated Communication.

[11] Murphy, G. B. dan Blessinger, A. A. 2003. Perceptions of no-name recognition business to consumer e-commerce trustworthiness: the effectiveness of potential influence tactics. J. High Technol. Manag. Res. vol. 14(1): 71–92.

[12] Kim, E. K. E. dan Tadisina, S. 2005. Factors Impacting Customers’ Initial Trust in E-Businesses: An Empirical Study. Proc. 38th Annu. Hawaii Int. Conf. Syst. Sci. vol. 00(C): 1–10.

[13] Venkatesh, F. D. D. V., Michael. G., Morris, Gordon, B., dan Davis. 2003. User acceptance of information technology: Toward a unified view. MIS Q. vol. 27(3): 425–478.

[14] Diana Sulianti K. L. dan Tobing. 2009. Pengaruh Komitmen Organisasional dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Perkebunan Nusantara III di Sumatera Utara. J. Manaj dan Kewirausahaan. vol. (11): 31–37.

[15] Belanche, D., Casaló, L. V., dan Flavián, C. 2012. Integrating trust and personal values into the Technology Acceptance Model: The case of e-government services adoption. Cuad. Econ. y Dir. la Empres. vol. 15(4):192–204.

[16] Wang, T. L. dan Tseng, Y. F. 2011. A Study of the Effect on Trust and Attitude with Online Shopping. Int. J. Digit. Soc. vol. 2 (2): 433–440.

[17] P. a Pavlou. 2003. Consumer Acceptance of Electronic Commerce: Integrating Trust and Risk with the Technology Acceptance Model. Int. J. Electron. Commer. vol. 7(3): 69–103.

[18] Brown, S., Massey, A., Montoya-Weiss, M., dan Burkman, J. 2002. Do I really have to? User acceptance of mandated technology. Eur. J. Inf. Syst. vol. 11(4): 283–295.

[19] Igbaria, M., Guimaraes, T., dan Davis, G. B. 1995. Testing the Determinants of Microcomputer Usage via a Structural Equation Model. J. Manag. Inf. Syst. vol. 11(4): 87–114.

[20] Cheong, J. H., Park, M. C., dan Hwang, J. H. 2008. Mobile Payment Adoption in Korea: Switching from Credit Card. 15th Int. Telecommun. Soc. Reg. Conf., pp. 1–22.

[21] Lee, C. dan Chen, C. 2013. The Relationship between Employee Commitment and Job Attitude and Its Effect on Service Quality in the Tourism Industry. Am. J. Ind. Bus. Manag. vol. 3(April): 196–208.

[22] Meyer, J. P. and Allen, N. J. 1991. A three-component conceptualization of organizational commitment, Hum. Resour. Manag. Rev. vol. 1(1): 61–89.

(8)

Gambar

Gambar 1. Technology acceptance model.
Gambar 3. Model yang digunakan dalam penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Faktor dominan apa saja yang mempengaruhi locus of control

11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran, maka setiap Insinyur yang melakukan Praktik Keinsinyuran di Indonesia harus memiliki Surat Tanda Registrasi Insinyur / mengikuti

Modifikasi sensor kecepatan angin beda suhu bertujuan untuk memperbaiki kinerja sensor dengan menstabilkan proses penginderaan kecepatan angin dan transmisi data

a) Peningkatan koordinasi dengan instansi terkait, terintegrasi, sinkronisasi, dan standardisasi kegiatan statistic dalam rangka mewujudkan Sistem Statistik Nasional

1.1 Perampingan prosedur rantai pasokan untuk clearance petikemas dan menurunkan waktu singgah (dwell-time) di Terminal Petikemas Internasional Jakarta (JICT) - Pelabuhan

Hurlock (1994) menguraikan permasalahan umum yang berhubungan dengan lansia, antara lain ; (1) keadaan fisik lemah dan tidak berdaya, (2) status ekonominya sangat terancam,

Penelitian dilakukan dalam 2 tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan utama. Pada penelitian pendahuluan dilakukan: 1) analisis kadar proksimat, TVB (Total Volatil

Guru mata pelajaran geografi di sekolah menengah atas negeri 1, 2 dan 3 Kota Bandar Lampung memiliki peran penting dalam proses dan hasil pendidikan yang berkualitas.