• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. krisis adalah kurangnya kualitas governasi atau governance kita. Baik di sektor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. krisis adalah kurangnya kualitas governasi atau governance kita. Baik di sektor"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Pada saat krisis terjadi, ada wacana yang menyebutkan bahwa asal muasal krisis adalah kurangnya kualitas “governasi” atau governance kita. Baik di sektor pemerintah maupun di sektor bisnis. Bertolak dari proses reformasi 1998 yang menginginkan suatu perubahan mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan yang lebih transparan, berkeadilan dan akuntabel, maka tuntutan akan adanya pemerintahan yang baik (good governance) menjadi relevan berhubungan satu dengan yang lainnya. Tujuan reformasi untuk penguatan peran masyarakat dengan penerapan demokrasi rakyat tidak tercapai jika tidak didukung oleh suatu pemerintahan yang kredibel dan dapat dipertanggungjawabkan.

Menilik dari fungsi utama pemerintah yang merupakan penyelenggara pelayanan publik, seiring dengan tuntutan perkembangan sudah menjadi seharusnya pemerintah melakukan perbaikan dalam pelayanan publik tersebut. Akan tetapi dewasa ini, kepercayaan masyarakat/publik terhadap kinerja pemerintah atau birokrasi mengalami degradasi yang kian semakin parah oleh akibat dari lemahnya kinerja aparat-aparat pemerintahan/birokrasi. Kepercayaan dan kehidupan masyarakat menjadi semakin sengsara ketika pemerintah/birokrasi yang seharusnya berperan menghadirkan pelayanan prima kepada publik menjadi didominasi dan ditentukan oleh rezim yang berkuasa sehingga menyebabkan kebalikan daripada pelayanan publik menjadi publiklah yang menjadi pelayan bagi birokrasi.

(2)

Dalam waktu terakhir ini, telah terjadi perubahan paradigma organisasi dalam berbagai aspek, dari segi manajemen perubahan, dari organisasi yang bersifat sentralisasi ke organisasi yang bersifat desentralisasi, gaya kerja organisasi yang kaku berubah menjadi lebih fleksibel, kekuatan organisasi yang sebelumnya dilihat dari tolak ukur stabilitas organisasi kini bergeser pada kemampuan organisasi untuk mengadaptasi perubahan. Faktor politik yang mempengaruhi perubahan peran organisasi dalam hal ini dimana organisasi publik menuntut penerapan Good Governance. Good governance dimaksud adalah merupakan proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public good and service disebut governance (pemerintahan atau kepemerintahan) sedangkan praktek terbaiknya adalah “good governance” (kepemerintahan yang baik).

Good Governance merupakan suatu konsep yang akhir-akhir ini sejalan

dengan konsep-konsep dan terminology demokrasi, masyarakat sipil, partisipasi rakyat, hak asasi manusia, dan pembangunan masyarakat secara berkelanjutan. Pada akhir dasawarsa yang lalu, konsep good governance ini lebih dekat dipergunakan dalam reformasi sektor publik. Di dalam disiplin atau profesi manajemen publik, konsep ini dipandang sebagai suatu aspek dalam paradigma baru ilmu administrasi publik agar memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat, mendorong meningkatkan otonomi manajerial terutama sekali mengurangi campur tangan kontrol yang dilakukan oleh pemerintah pusat, transparansi, akuntabilitas publik, dan diciptakan pengelolaan manajerial yang bersih dan bebas dari korupsi.

(3)

Pemerintah dituntut untuk menerapkan prinsip-prinsip good governance. Penerapan prinsip-prinsip Good Governance bukanlah hanya tugas dan tanggungjawab pemerintah, tetapi juga pelaku bisnis di sektor swasta dan organisasi civil society. Sebagai bagian dari proses reformasi Indonesia, pelaksanaan good governance di lingkungan pemerintahan tersebut sangat menentukan apakah reformasi akan berjalan terus atau putus di tengah jalan. Dengan menerapkan prinsip-prinsip good governance, diharapkan dalam menggunakan dan melaksanakan kewenangan politik, ekonomi dan administratif dapat diselenggarakan dengan baik. Oleh sebab itu dalam prakteknya, konsep

good governance harus ada dukungan komitmen dari semua pihak yaitu negara

(state)/pemerintah (government), swasta (private) dan masyarakat (society).

Good governance yang efektif menuntut adanya koordinasi yang baik dan

integritas, profesional dan etos kerja dan moral yang tinggi. Dengan demikian penerapan good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara merupakan tantangan tersendiri. Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan Negara. Dalam rangka hal tersebut, diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintahan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bertanggungjawab serta bebas KKN.

Mengingat bahwa kinerja dari suatu organisasi itu adalah untuk mencapai tujuan tertentu yang sudah ditetapkan sebelumnya, maka informasi tentang kinerja organisasi merupakan suatu hal yang sangat penting. Informasi tentang kinerja organisasi dapat digunakan untuk mengevaluasi apakah proses kerja yang

(4)

dilakukan selama ini sudah sejalan dengan tujuan yang diharapkan atau belum. Akan tetapi, dalam kenyataannya banyak organisasi yang justru kurang atau bahkan tidak jarang ada yang tidak mempunyai informasi tentang kinerja dalam organisasinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa efektivitas organisasi tidak lepas dari efektivitas kerja pegawai sebagai salah satu unsur organisasi, memegang peranan penting dalam usaha mencapai tujuan organisasi.

Efektivitas kerja yang didefinisikan sebagai penyelesaian pekerjaan sesuai dengan yang ditentukan sebelumnya dimana selama dipengaruhi pikirannya, tenaga, cara yang paling cepat (waktu) serta kondisi ruangan yang dapat mendukung semangat kerja pegawai. Dengan adanya standar manajemen dapat merencanakan, melaksanakan, mengawasi dan mengevaluasi kinerja agar hasil akhir memuaskan pada pihak-pihak yang mendapat pelayanan. Dengan semakin efektifnya kerja para pegawai dapat menjadikan organisasi semakin tangguh mencapai tujuannya dan berbagai sasarannya. Dengan adanya manajemen suatu organisasi semakin mampu berperan dengan tingkat efektivitas yang tinggi. Oleh karena itu tanpa manusia dalam suatu organisasi maka tujuan organisasi yang telah ditentukan tidak akan tercapai sebagaimana yang diharapkan. Selanjutnya manusia merupakan salah satu unsur organisasi yang paling dinamis, artinya menginginkan perubahan, dengan demikian kedudukan manusia dalam organisasi tidak dapat disamakan dengan unsur-unsur lain. Sehingga dalam suatu organisasi, pengelolaan manusia sebagai sumber daya organisasi sangat penting agar memiliki kemampuan untuk mewujudkan good governance dengan menerapkan prinsip-prinsip good governance yang diantaranya adalah akuntabilitas, transparansi, fairness atau keadilan, responsivitas atau ketanggapan.

(5)

Berbicara pentingnya pelaksanaan good governance, maka hal ini juga menjadi sangat penting dalam organisasi atau suatu dinas pemerintahan. Salah satunya adalah Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara yang mana berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 58 Tahun 2001 menyebutkan salah satu fungsi Dinas Pertanian Sumatera Utara yaitu menyelenggarakan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang pembinaan tanaman pangan, hortikultura, pengelolaan lahan air, sarana dan usaha tani. Berikut adalah salah satu contoh kasus yang mengemukakan pentingnya peran Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara.

"...Pengamatan saya ketika mengelilingi beberapa daerah di Sumut, lahan-lahan yang dulunya merupakan lahan pertanian, ternyata sudah berubah fungsi menjadi lahan perkebunan dan perumahan. Sementara lahan-lahan baru untuk pertanian, nyaris tidak ada bertambah," kata Effendi Sianipar, Minggu (8/1). Kondisi ini tentunya sangat mengkhawatirkan, apabila tidak ada upaya apa pun dari pemerintah. Sehingga apa yang dikatakan Ketum KTNA (Kontak Tani Nasional Andalan) Winarno Tohir beberapa waktu lalu, bahwa sebelum 2030, Indonesia akan kekurangan pangan, karena luas lahan pertanian yang terus menurun, sementara jumlah penduduk meningkat 1,4 persen, tidak tertutup kemungkinan, benar-benar akan menjadi kenyataan. Effendi Sianipar mengaku heran, mengapa sektor pertanian di negara agraria ini, terkesan kurang mendapat perhatian maksimal. "Harusnya sektor pertanian jadi prioritas dan dapat porsi anggaran lebih besar sehingga produktifitas dapat ditingkatkan. Ini semua menyangkut masalah pengadaan lahan baru, di samping penyuluhan, pengadaan pupuk, dan lainnya, yang belakangan cenderung terabaikan," katanya.1

Berdasarkan PP No. 25 Tahun 2000, kewenangan Provinsi di bidang pertanian antara lain: menetapkan standar pelayanan minimal dalam bidang pertanian yang wajib dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota, menetapkan standar pembibitan/ pembenihan pertanian, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia aparat pertanian, dan sebagainya. Dari potongan artikel di atas menyatakan bahwa lahan pertanian di Provinsi Sumatera Utara telah berkurang dan berubah menjadi lahan perkebunan dan perumahan. Hal ini terjadi

1

http://www.analisadaily.com/news/read/2012/01/09/29672/sumut_dikhawatirkan_kekurangan_pangan/ diakses pada 16 februari 2012 pukul 16:51 WIB

(6)

dikarenakan para petani cenderung menjual sawahnya karena merasa kehidupan menjadi petani tidak lagi menjanjikan. Sementara pencetakan sawah-sawah baru nyaris tidak ada. Disini peran dari Dinas Pertanian sangat besar yaitu harus memberikan penyuluhan kepada masyarakat tani agar tidak gegabah terhadap apa yang mereka lakukan dan para aparatur harus lebih memperhatikan lahan pertanian.

Dinas Pertanian yang memberikan pelayanan umum di bidang pembinaan tanaman pangan, hortikultura, pengelolaan lahan air, sarana dan usaha tani, sudah seharusnya memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat dan bagi para petani. Untuk memberikan pelayanan yang demikian, maka pegawai kantor Dinas Pertanian harus memiliki motivasi untuk mengerjakan pekerjaannya agar efektivitas organisasi dapat tercapai. Setiap organisasi harus menerapkan prinsip-prinsip good governance agar menciptakan suatu pelayanan yang baik dan menerapkan kedisiplinan khususnya bagi para pegawainya. Hal ini sangat mempengaruhi mutu atau kualitas pelayanan yang akan diberikan oleh para aparatur kepada masyarakat nantinya.

Apabila di suatu organisasi banyak pegawai yang datang terlambat dan menunda pekerjaannya, sudah pasti tentu berdampak pada pemberian pelayanan yang tidak memuaskan. Kapabilitas kebijakan yang rendah, manajemen keuangan yang lemah, peraturan yang terlalu berbelit-belit dan sewenang-wenang, alokasi sumber-sumber yang kurang tepat juga akan menjadi suatu masalah dalam mewujudkan efektivitas kerja pegawai. Mutu atau kualitas pelayanan di Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara dapat dicapai apabila orang-orang yang bekerja di Dinas tersebut adalah mereka yang bertanggungjawab, bertekat penuh

(7)

semangat, mulai dari pejabat yang tinggi sampai pelaksana digaris terdepan yang menghadapi masyarakat.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disebutkan bahwa good governance akan tercapai apabila setiap organisasi dan orang-orang didalamnya selalu menerapkan prinsip-prinsip good governance. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang pelaksanaan good governane dan efektivitas kerja pegawai dan menyusunnya dalam bentuk karya ilmiah dengan judul :

“Pengaruh Prinsip-Prinsip Good Governance Terhadap Efektivitas Kerja Pegawai (Studi Pada Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara)”

I.2 Rumusan Masalah

Arikunto2

2

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 17 menguraikan bahwa agar penelitian dapat dilaksanakan sebaik-baiknya, maka penulis harus merumuskan masalahnya sehingga jelas dari mana harus memulai, kemana harus pergi, dan dengan apa ia melakukan penelitian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pentingnya perumusan masalah adalah agar diketahui arah jalan suatu penelitian.

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan diangkat pada penelitian ini adalah: “Apakah ada Pengaruh Prinsip-Prinsip

Good Governance terhadap Efektivitas Kerja Pegawai (Studi pada Dinas

Pertanian Provinsi Sumatera Utara)?”

I.3 Tujuan Penelitian

(8)

1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan prinsip-prinsip Good

Governance di Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui bagaimana efektivitas kerja pegawai di Dinas Pertanian Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh prinsip-prinsip Good

Governance terhadap efektivitas kerja pegawai di Dinas Pertanian

Provinsi Sumatera Utara.

I.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Secara Subjektif, sebagai suatu sarana melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian teori dan aplikasinya yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.

2. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik secara umum dan Ilmu Administrasi Negara secara khusus dalam menambah bahan kajian perbandingan bagi yang menggunakannya.

3. Secara Praktis, bagi Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, penelitian ini diharapkan dapat mampu memberikan sumbangsih pemikiran, informasi dan saran.

(9)

Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, penulis perlu mengemukakan teori-teori sebagai kerangka berpikir untuk menggambarkan dari sudut mana penelitian menyoroti masalah yang dipilih. Singarimbun3

Pada tahun 1980 an mulai terlihat sisi buruk dari manajemen professional, khususnya di Amerika Serikat. Dengan model manajemen one tieer system, menyebutkan teori adalah serangkaian asumsi, konsep dan konstruksi, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Dalam penelitian ini yang menjadi kerangka teori adalah :

I.5.1 Pengertian Good Governance

Istilah Good Governance berasal dari induk bahasa Eropa, Latin, yaitu

Gubernare yang diserap oleh bahasa inggris menjadi govern, yang berarti steer

(menyetir, mengendalikan), direct (mengarahkan), atau rule (memerintah). Penggunaan utama istilah ini dalam bahasa inggris adalah to rule with authority, atau memerintah dengan kewenangan.

Governance pada dasarnya pertama kali digunakan adalah di dunia usaha

atau korporat. Manajemen professional yang diperkenalkan pasca perang dunia II dengan prinsip dasar “memisahkan kepemilikan dengan kepengelolaan” benar-benar menjadikan setiap korporat menjadi usaha-usaha yang besar, sehat dan menguntungkan. Gerakan ini dimulai secara besar-besaran di Amerika, khususnya setelah para titians entrepreneur mengalami kegagalan besar mempertahankan kebesaran untuk mempertahankan bisnisnya. Salah satu contohnya adalah Henry Ford II gagal mempertahankan kebesaran bisnisnya karena ia tidak mengenal manajemen professional.

3

(10)

dimana lembaga komisaris menjadi satu dengan lembaga direksi. Meskipun terdapat direksi independent namun tetap saja kontrol tidak bisa efektif. Para eksekutif korporat kemudian menjadi pemilik modal baru, dimana mereka menjalankan organisasi sesuka hati, mengambil keuntungan terbesar untuk mereka sendiri melalui mekanisme gaji, tunjangan, bonus, hak atas saham dan deviden dan sebagainya. Berbeda dengan model Eropa yang masih banyak menggunakan pola two tieer system, dimana terdapat pemisahan yang tegas antara lembaga kekomisarisan dan lembaga kedireksian. Seperti halnya dalam politik, masalahnya adalah siapa yang mengawasi pengawas. Para manajemen professional bukan saja pengelola yang diberi kepercayaan pemiliknya untuk menjadikan korporat menjadi sehat dan menguntungkan, namun mereka adalah pengawas dari korporat.

Berdasarkan uraian diatas jelaslah bahwa perkataaan governance pada mulanya digunakan dalam dunia usaha dan konsep governance ini mempunyai arti yang penting dalam keberhasilan usaha, sehingga konsep Good Governance menjadi populer, dan lembaga-lembaga dunia seperti PBB, Bank Dunia dan IMF meletakkan Good Governance sebagai kriteria Negara-Negara yang baik dan berhasil dalam pembangunan, bahkan dijadikan semacam kriteria untuk memperoleh bantuan optimal dan Good Governance dianggap sebagai istilah standar untuk organisasi publik hanya dalam arti pemerintahan.

Bintoro Tjokroamidjojo4

4

http://khafidsociality.blogspot.com/2011/07/penerepan-prinsip-prinsip-good.html

memandang Good Governance sebagai suatu bentuk manajemen pembangunan, yang juga disebut sebagai adminstrasi pembangunan, yang menempatkan peran pemerintah sentral yang menjadi Agent

(11)

of change dari suatu masyarakat berkembang/developing di dalam Negara

berkembang. Agent of change karena perubahan yang dikehendakinya, menjadi

planned change (perubahan yang berencana), maka disebut juga Agent of Development. Agent of Development diartikan sebagai pendorong proses

pembangunan dan perubahan masyarakat bangsa. Pemerintah mendorong melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan dan program-program, proyek-proyek, dan peran perencanaan dalam anggaran.

Menurut Bank Dunia yang dikutip Wahab5 menyebut Good Governance adalah suatu konsep dalam penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dan investasi yang langka dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun Administrative, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal framework bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan. Selain itu Bank Dunia juga mensinonimkan Good Governance sebagai hubungan sinergis dan konsturktif diantara Negara, sektor swasta dan masyarakat.6

Berkaitan dengan good governance, Mardiasmo dalam Tangkilisan

7

5

Wahab, Solihin Abdul. 2002. Analisis Kebijakan Negara. Jakarta: Rieneka Cipta. Hal. 34 6

Effendi, Sofian. 1996. Membangun Martabat Manusia; Peranan Ilmu-Ilmu Sosial Dalam Pembangunan. Yogyakarta: Gajah Mada University. Hal. 47

7

Tangkilisan, Hessel Nogi S. 2005. Manajemen Publik. Jakarta: Grassindo. Hal. 114

, mengemukakan bahwa orientasi pembangunan sektor publik adalah untuk menciptakan good governance, dimana pengertian dasarnya adalah pemerintahan yang baik. Kondisi ini berupaya untuk menciptakan suatu penyelenggaraan pembangunan yang solid dan bertanggungjawab sejalan dengan prinsip demokrasi, efesiensi, pencegahan korupsi, baik secara politik maupun

(12)

administrasi. Berdasarkan dokumen kebijakan UNDP8

Good Governance menurut definisi dari World Bank dalam Kurniawan

, disebutkan : Tata pemerintahan adalah penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan Negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka. Jelas bahwa good governance adalah masalah perimbangan antara negara, pasar dan masyarakat.

Dari berbagai pengertian tentang Good Governance dapat disimpulkan bahwa suatu konsep tata pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan penggunaan otoritas politik dan kekuasaan untuk mengelola sumber daya demi pembangunan masyarakat yang solid dan bertanggung jawab secara efektif melalui pembuatan peraturan dan kebijakan yang absah dan yang merujuk pada kesejahteraan rakyat, pengambilan keputusan, serta tata laksana pelaksanaan kebijakan.

I.5.1.1 Aspek-Aspek Good Governance

9

8

Dikutip dari artikel “Dokumen Kebijakan UNDP : Tata Pemerintahan Menunjang Pembangunan Manusia Berkelanjutan”, dalam Buletin Informasi Program Kemitraan untuk Pembaharuan Tata Pemerintahan di Indonesia (Partnership for governance Reform in Indonesia). 2000

9

Kurniawan, Agung. 2005. Transformasi Pelayanan Publik. Yogyakarta: Penerbit Pembaruan. Hal. 14 , adalah “The way state power is used in managing economic and social resources

for development and society”. Sementara UNDP mendefinisikan sebagai “The exercise of political, economic, and administrative authority to manage a nations affair at all levels”. Dari pengertian tersebut, secara fungsional aspek-aspek good governance dapat ditinjau dari apakah pemerintah telah berfungsi secara efektif

(13)

dalam upaya mencapai tujuan yang telah digariskan, atau justru sebaliknya dimana pemerintahan tidak berfungsi secara efektif dan terjadi in efisiensi.

Berdasarkan definisi terakhir ini, governance mempunyai tiga kaki (three

legs), yaitu:

1. Economic governance meliputi proses pembuatan keputusan (decision

making processes) yang memfasilitasi terhadap equity, poverty dan quality of live.

2. Political governance adalah proses keputusan untuk formulasi kebijakan. 3. Administrative governance adalah sistem implementasi proses kebijakan.

Dari aspek pemerintah (governance), good governance dapat dilihat melalui aspek:

1. Hukum/kebijakan ditujukan pada perlindungan kebebasan sosial, politik dan ekonomi.

2. Administrative competence and tranparency. Kemampuan membuat perencanaan dan melakukan implementasi secara efisien, kemampuan melakukan penyederhanaan organisasi, penciptaan disiplin dan model administrasi serta keterbukaan informasi.

3. Desentralisasi. Desentralisasi regional dan dekosentrasi di dalam departemen.

4. Penciptaan pasar yang kompetitif. Penyempurnaan mekanisme pasar, peningkatan peran pengusaha kecil dan segmen lain dalam sektor swasta, deregulasi, dan kemampuan pemerintah dalam mengelola kebijakan makro ekonomi.

(14)

Oleh karena itu institusi dari governance meliputi tiga domain, yaitu state (negara atau pemerintah), private sector (sektor swasta atau dunia usaha), dan

society (masyarakat), yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya

masing-masing. State (negara atau pemerintah) berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, private sector (sektor swasta atau dunia usaha) menciptakan pekerjaan dan pendapatan, sedangkan society (masyarakat) berperan positif dalam interaksi sosial, ekonomi dan politik, termasuk mengajak kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial dan politik.

Negara (state) sebagai salah satu unsur governance, didalamnya termasuk lembaga-lembaga politik dan lembaga-lembaga sektor publik. Sektor swasta meliputi perusahaan swasta yang bergerak di berbagai sektor informal lain di pasar. Ada anggapan bahwa sektor swasta adalah bagian dari masyarakat. Namun demikian, sektor swasta dapat dibedakan dengan masyarakat karena sektor swasta mempunyai pengaruh terhadap kewajiban sosial, politik dan ekonomi yang dapat menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi pasar dan perusahaan itu sendiri. Sedangkan masyarakat (society) terdiri dari individual maupun kelompok (baik yang terorganisasi maupun tidak) yang berinteraksi secara sosial, politik, ekonomi dengan aturan formal maupun tidak formal. Society (masyarakat) merupakan lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi dan lain-lain.

Jika dilihat dari ketiga domain dalam governance, tampaknya domain state menjadi domain yang paling memegang peranan penting dalam mewujudkan

good governance, karena fungsi pengaturan yang memfasilitasi domain sektor

(15)

pemerintahan melekat pada domain ini. Peran pemerintah melalui kebijakan publiknya sangat penting dalam memfasilitas berjalannya mekanisme pasar yang benar sehingga pertimpangan yang terjadi di dalam pasar dapat dihindari. Oleh karena itu, upaya perwujudan ke arah good governance dapat dimulai dengan membangun landasan demokratisasi penyelenggaraan negara dan dilakukan upaya pembenahan penyelenggara pemerintahan sehingga dapat terwujud good

governance.

Konsep good governance akan dapat diimplementasikan bila pemerintah telah mempunyai mekanisme untuk melakukan itu semua. Dalam hal ini, Sinambela10

1. Adanya legitimasi dari dukungan yang kuat dari masyarakat terhadap institusi publik baik yang berwujud lembaga birokrasi maupun institusi lainnya yang dibentuk masyarakat secara swadaya.

mengingatkan bahwa ada 8 (delapan) kriteria yang harus dipenuhi untuk dapat menghasilkan mekanisme yang menghasilkan good governance. Kriteria-kriteria tersebut adalah sebagai berikut:

2. Adanya kebebasan dalam berpendapat untuk menyampaikan aspirasi atau kepentingan bagi setiap institusi maupun kelompok masyarakat yang ada sehingga seluruh stakeholders dapat berpartisipasi aktif dalam semua proses pembangunan.

3. Adanya keadilan serta kerangka legal berupa kepastian hukum untuk menjamin upaya penegakan keadilan tersebut.

4. Adanya akuntabilitas dan transparansi dalam mekanisme birokrasi.

10

(16)

5. Tersedianya informasi pembangunan yang dapat diakses oleh masyarakat dengan mudah dan bebas.

6. Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam penyediaan pelayanan publik. 7. Terbentuknya kerja sama yang baik antara pemerintah dan civil society

organization.

8. Tersedianya kesempatan luas untuk mengoreksi, memperbaiki, dan atau menganulir setiap kebijakan pemerintahan dan pembangunan, karena pada kenyataan tidak bersesuaian dengan kepentingan masyarakat lokal, nasional, regional, ataupun dalam konteks kepentingan global.

I.5.1.2 Prinsip-Prinsip Good Governance

Berdasarkan pengertian Good Governance oleh Mardiasmo dan Bank Dunia yang disebutkan diatas dan sejalan dengan tuntutan reformasi yang berkaitan dengan aparatur Negara termasuk daerah adalah perlunya mewujudkan administrasi Negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas, dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, maka menuntut penggunaan konsep Good Governance sebagai kepemerintahan yang baik, relevan dan berhubungan satu dengan yang lainnya. Ide dasarnya sebagaimana disebutkan Tangkilisan11

Sebagaimana dikemukakan diatas bahwa Good Governance awalnya digunakan dalam dunia usaha (corporate) dan adanya desakan untuk menyusun adalah bahwa Negara merupakan institusi yang legal formal dan konstitusional yang menyelenggarakan pemerintahan dengan fungsi sebagai regulator maupun sebagai Agent of Change.

11

(17)

sebuah konsep dalam menciptakan pengendalian yang melekat pada korporasi dan manajemen professionalnya, maka ditetapkan Good Corporate Governance. Sehingga dikenal prinsip-prinsip utama dalam Governance Corporate adalah: transparansi, akuntabilitas, fairness, responsibilitas, dan responsivitas.12

Prinsip-prinsip Good Governance diatas cenderung kepada dunia usaha, sedangkan bagi suatu organisasi publik bahkan dalam skala Negara prinsip-prinsip tersebut lebih luas menurut UNDP melalui LAN yang dikutip Tangkilisan

13

1. Partisipasi (Participation)

menyebutkan bahwa adanya hubungan sinergis konstruktif di antara Negara, sektor swasta atau privat dan masyarakat yang disusun dalam sembilan pokok karakteristik Good Governance, yaitu:

Dalam pengertian sehari-hari, partisipasi merupakan keikutsertaan atau keterlibatan seseorang (individu atau warga masyarakat) dalam suatu kegiatan tertentu. Keikutsertaan atau keterlibatan yang dimaksud di sini bukanlah bersifat pasif tetapi secara aktif ditujukan oleh yang bersangkutan. Oleh karena itu, partisipasi akan lebih tepat diartikan sebagai keikutsertaan seseorang di dalam suatu kelompok sosial untuk mengambil bagian dalam kegiatan masyarakatnya, di luar pekerjaan atau profesinya sendiri. Setiap warga Negara mempunyai suara dalam formulasi keputusan, baik secara langsung maupun intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara secara berpartisipasi secara konstruktif.

12

Nugroho. T. Rianto. 2004. Kebijakan Publik, Formulas, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: Gramedia. Hal. 216

13

(18)

2. Penerapan Hukum (Fairness).

Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak azasi manusia.Sebagai stakeholder dalam penerapan hukum, masyarakat selalu dituntut partisipasi aktifnya dalam menghidupkan cahaya hukum, agar hukum tetap memberikan pencerahan dalam realita kehidupan masyarakat dan memberikan arah bagi perjalanan peradaban bangsa. Masyarakat yang sehat dituntut untuk selalu menyediakan bahan bakar keadilan yaitu kejujuran dan keberanian agar perjalanan masyarakat dan negara tidak menyimpang dari tujuan bersama. Dalam pemahaman terhadap good governance maka aparat hukum tidak mungkin bekerja sendiri di dalam penegakan hukum tersebut, peran serta masyarakat mutlak diperlukan atau kita harus memilih tenggelam dalam keterpurukan akibat pesatnya arus globalisasi.

3. Transparansi (Transparency)

Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan lainnya, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaan serta hasil-hasil yang dicapai.14

14

Buku Pedoman Penguatan Pengamanan Program Pembangunan Daerah, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional & Departemen Dalam Negeri. 2002. Hal:18

Transparansi merupakan upaya menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi

(19)

secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dapat dimonitor.

4. Responsivitas (Responsiveness)

Responsivitas adalah daya tanggap birokrasi pemerintah untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat sehingga tidak terdapat keluhan dari masyarakat pengguna jasa. Responsivitas juga menunjuk pada keselarasan antar program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.15

5. Orientasi (Consensus Oreintation)

Lembaga-lembaga dan proses-proses kelembagaan harus mencoba untuk melayani setiap stakeholders.

Setiap karyawan yang tergabung dalam suatu organisasi memiliki orientasi kerja masing-masing dan kemungkinan besar karyawan satu dengan lainnya mempunyai orientasi kerja yang berbeda pula, dan apabila orientasi yang dipersepsikannya ini dapat tercapai maka karyawan akan merasakan kepuasan kerja dan bekerja dengan maksimal. Good

Governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk

memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur.

6. Keadilan (Equity)

Keadilan adalah pengakuan dan pelakuan yang seimbang antara hak-hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntuk hak dan

15

(20)

menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi hak nya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama. Semua warga Negara, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan untuk meningkatkan ataupun menjaga kesejahteraan mereka dan terlibat di dalam pemerintahan.

7. Efektivitas (Effectivness)

Efektivitas merupakan penilaian hasil pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Efektivitas perlu diperhatikan sebab mempunyai efek yang besar terhadap kepentingan orang banyak.16

8. Akuntabilitas (Acoountability)

Dalam artian setiap organisasi dan lembaga-lembaga harus memberikan pelayanan yang dibutuhkan masyarakat luas dengan menggunakan sumber daya yang ada semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan berdasarkan visi dan misi yang sudah diterapkan.

Akuntabilitas menurut Lawton dan Rose17

16

Soewarno Handayaningrat. 1985. Sistem Birokrasi Pemerintah. Hal. 16

dapat dikatakan sebagai sebuah proses dimana seorang atau sekelompok orang yang diperlukan untuk membuat laporan aktivitas mereka dan dengan cara yang mereka sudah atau belum ketahui untuk melaksanakan pekerjaan mereka. Akuntabilitas dapat diartikan sebagai kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya publik

17

http://wwwbutonutara.blogspot.com/2012/01/pengertian-akuntabilitas.html diakses pada tanggal 16 April 2012

(21)

dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggung jawabannya. Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat sipil (civil society) bertanggungjawab kepada publik dan lembaga-lembaga stakeholders. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi.

9. Strategi visi (Strategic vision)

Para pimpinan dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, bersamaan dengan dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan tersebut.

Prinsip-prinsip diatas merupakan suatu karakteristik yang harus dipenuhi dalam hal pelaksanaan good governance yang berkaitan dengan kontrol dan pengendalian, yakni pengendalian suatu pemerintahan yang baik agar cara dan penggunaan cara sungguh-sugguh mencapai hasil yang dikehendaki stakeholders. Penerapan Good Governance kepada pemerintah adalah ibarat masyarakat memastikan mandat, wewenanang, hak dan kewajibannya telah dipenuhi dengan sebaik-baiknya. Disini dapat dilihat bahwa arah ke-sembilan dari Good

Governance adalah membangun the professional government, bukan dalam arti

pemerintah yang dikelola para teknokrat, namun oleh siapa saja yang mempunyai kualifikasi professional, yaitu mereka yang mempunyai ilmu dan pengetahuan

(22)

yang mampu mentransfer ilmu dan pengetahuan menjadi skill dan dalam melaksanakannya berlandaskan etika dan moralitas yang tinggi.

Berkaitan dengan pemerintah yang dikelola siapa saja yang mempunyai kualifikasi professional mengarah kepada kinerja SDM yang ada dalam organisasi publik sehingga dalam penyelenggaraan good governance didasarkan pada kinerja organisasi publik, yakni responsivitas (Responsiveness), responsibilitas (Responsibility), dan akuntabilitas (Accountability).18

1. Akuntabilitas mengacu pada seberapa besar pejabat politik dan kegiatan organisasi publik tunduk pada pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh rakyat, maka dengan sendirinya akan selalu mempresentasikan kepentingan rakyat. Dalam konteks ini kinerja organisai publik dinilai baik apabila sepenuhnya atau setidaknya sebagian besar kegiatannya didasarkan pada upaya-upaya untuk memenuhi harapan dan keinginan para wakil rakyat. Semakin banyak tindak lanjut organisasi atas harapan dan aspirasi pejabat politik, maka kinerja organisasi tersebut akan semakin baik. Konsep akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik atau pemerintah seperti pencapaian target. Kinerja sebaiknya harus dinilai dari ukuran eksternal juga seperti nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan organisasi publik memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau

Dalam penelitian ini, penulis mengambil 5 prinsip good governance sebagai indikator dari prinsip-prinsip good governance, yaitu:

18

Mulyawan, Budi. 2009.Pengaruh Pelaksanaan Good Governance terhadap Kinerja Organisasi (Studi

(23)

kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang di dalam masyarakat.

2. Transparansi dapat diartikan sebagai sikap membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif. Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai19. Transparansi harus seimbang dengan kebutuhan akan kerahasiaan lembaga yang memberikan informasi maupun informasi-informasi yang mempengaruhi hak privasi individu. Keterbukaan turut membawa konsekuensi adanya pengawasan dan penilaian yang berlebih-lebihan dari masyarakat dan bahkan oleh media massa untuk memastikan alokasi dan peruntukan sebuah kebijakan secara tepat, efisien, serta sesuai dengan kerangka anggaran yang ditentukan. Kewajiban akan keterbukaan harus diimbangi dengan nilai pembatasan, yang mencakup kriteria yang jelas dari para aparat publik tentang jenis informasi apa saja yang bisa mereka berikan pada siapa informasi tersebut diberikan20

3. Tujuan penegakan hukum antara lain adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum yang juga merupakan salah satu asas umum penyelenggaraan negara. Setiap tidakan aparat hukum baik pada tingkat penyelidikan, penyidikan, penuntutan, maupun upaya hukum, eksekusi dan eksaminasi harus selalu berpegang kepada aturan hukum (rule of law)

.

19

Buku Pedoman Penguatan Pengamanan Program Pembangunan Daerah, Ibid. 20

http://paulusmtangke.wordpress.com/transparansi-mewujudkan-good-governance/. Diakses pada tanggal 02/02/2012 Pukul 10:48

(24)

yang juga merupakan ciri dari good governance. Penegakan hukum tidak hanya dimaksudkan untuk menjatuhkan hukuman kepada setiap pelanggar hukum; penegakan hukum juga dimaksudkan agar pelaksanaannya harus selalu berpedoman kepada tata cara atau prosedur yang telah digariskan oleh undang-undang dengan memperhatikan budaya hukum yang hidup di masyarakat terutama harus mampu menangkap rasa keadilan yang hidup di masyarakat21

4. Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

. Dalam pemahaman terhadap good governance, maka aparat hukum tidak mungkin bekerja sendiri di dalam penegakan hukum tersebut, peran serta masyarakat mutlak diperlukan atau kita harus memilih tenggelam dalam keterpurukan akibat pesatnya arus globalisasi.

22

21

Noor, Azamul Fadhly.2007. Good Governance dan Penegakan Hukum.

http://azamul.wordpress.com/2007/06/13/good-governance-dan-penegakan-hukum/. Diakses pada

tanggal 02/02/2012 Pukul 11:40 WIB 22

Tangkilisan, Hessel Nogi S. Ibid. Hal. 117

Berdasarkan pernyataan Tangkilisan tersebut maka disebutkan bahwa responsivitas mengacu pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan yang diberikan oleh organisasi publik dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat yang diprogramkan dan dijalankan oleh organisasi publik, maka kinerja organisasi tersebut akan semakin baik. Responsivitas dimasukkan sebagai salah satu indikator

Good Governance karena responsivitas secara langsung menggambarkan

kemampuan suatu organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

(25)

Responsivitas yang sangat rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan antara pelayanan dan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas menunjukkan kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan organisasi publik. Organisasi yang memiliki tingkat responsivitas yang rendah dengan sendirinya juga akan memiliki kinerja yang rendah.

5. Keadilan adalah pengakuan dan pelakuan yang seimbang antara hak-hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntuk hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi hak nya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama. Semua warga Negara, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan untuk meningkatkan ataupun menjaga kesejahteraan mereka dan terlibat di dalam pemerintahan.

I.5.2 Efektivitas Kerja

Efektivitas berasal dari bahasa inggris yaitu: ”effective” yang berarti berhasil ditaati, mengesahkan, mujarab dan mujur. Dari sederet arti diatas, yang paling tepat adalah berhasil dengan baik. Jika seseorang dapat bekerja dengan baik maka ia dapat dikatakan bekerja dengan efektif. Amin Tunggul Widjaya23 mengemukakan: “Efektivitas adalah hasil membuat keputusan yang mengarahkan, melakukan sesuatu dengan benar, yang membantu memenuhi misi suatu perusahaan atau pencapaian tujuan”. Selanjutnya Permata Wesha24

23

Wijaya, Amin Tunggul. 1993. Manajemen Suatu Pengantar. Cetakan Pertama. Jakarta: Rineka Cipta Jaya. Hal. 32

24

Wesha, Permata. 1992. Kinerja Organisasi. Yogyakarta: Pembaharuan. Hal. 148

mengatakan : Efektivitas adalah keadaan atau kemampuan berhasilnya suatu kerja yang

(26)

dilakukan oleh manusia untuk memberikan hasil yang diharapkan. Untuk melihat Efektivitas kerja, pada umumnya dipakai empat macam pertimbangan, yaitu pertimbangan ekonomi, pertimbangan fisiologi, pertimbangan psikologi dan pertimbangan sosial.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Efektivitas merupakan suatu keadaan yang menunjukkan keberhasilan kerja yang ditetapkan. Efektivitas kerja adalah penyelesaian pekerjaan tepat waktu sesuai yang telah diharapkan, artinya pelaksanaan suatu tugas ditandai baik atau tidak sangat tergantung pada penyelesaian tugas tersebut, bagaimana cara melaksanakannya, dan berapa biaya yang dikeluarkan untuk itu. Hal ini lebih menekankan pada penyelesaian tugas yang telah ditentukan sebelumnya. Sarwoto25

25

Sarwoto. 1990. Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hal. 126

mengistilahkan efektivitas dengan “berhasil guna”, yaitu pelayanan yang baik corak dan mutunya dan benar-benar sesuai dengan kebutuhan dalam pencapaian tujuan organisasi.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Efektivitas kerja berhubungan dengan hasil yang telah ditentukan sebelumnya. Satu hal yang perlu digaris bawahi adalah efektivitas kerja tidak dapat dipisahkan dengan efisiensi kerja. Efisiensi kerja berhubungan dengan biaya, tenaga, mutu dan pemikiran. Jadi efektivitas kerja adalah kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat dalam mencapai suatu tujuan tertentu atau efektivitas kerja juga dapat diartikan dengan hasil guna penekannya pada efeknya, atau hasil tanpa perlu memperdulikan pengorbanan yang perlu diberikan oleh hasil tersebut.

(27)

Jadi, efektivitas kerja dalam organisasi merupakan usaha untuk mencapai prestasi yang maksimal dengan menggunakan sumber daya yang masih tersedia dalam waktu yang relatif singkat tanpa menunggu keseimbangan tujuan alat dan tenaga serta waktu. Apa yang dimaksud efektivitas kerja dipertegas Siagian26

Dari definisi diatas dapatlah kiranya diinterpretasikan bahwa efektivitas kerja mengandung arti tentang penekanan pada segi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, dimana semakin cepat pekerjaan itu terselesaikan dengan baik sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan, maka akan semakin baik pula efektivitas kerja yang dicapai. Demikian pula sebaliknya dengan semakin lamanya pekerjaan tersebut terselesaikan, maka semakin jauh pula pekerjaan tersebut dari keefektifannya. Menurut Handoko

yaitu “ penyelesaian pekerjaan tepat pada waktu yang ditentukan, artinya apabila pelaksanaan tugas dinilai baik atau tidak adalah sangat tergantung pada bilamana tugas tersebut diselesaikan dan bukan terutama menjawab tetang bagaimana melaksanakan serta berapa biaya yang dikeluarkan untuk pekerjaan tersebut”.

27

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pemilihan alternatif yang tepat sangat menentukan tingkat efektivitas kerja yang sangat tinggi dan

pegawai mampu mencapai efektivitas kerja apabila pegawai menunjukkan kemampuan mengakumulasikan pemilihan tujuan yang dilaksanakan dengan peralatan yang akan dipergunakan untuk melaksanakan tujuan tersebut sehingga pekerjaan tersebut terselenggara sebagaimana yang diharapkan.

26

Siagian Sondang. P. 1996. Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi. Jakarta: Gunung agung. Hal. 19

27

Handoko. T. Hani. 1992. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Liberti. Hal. 62

(28)

tentunya akan sangat berpengaruh besar terhadap kualitas dari hasil pekerjaan dan kualitas pekerjaan itu sendiri.

I.5.2.1 Pengukuran Efektivitas Kerja

Pada dasarnya Efektifitas kerja dimaksudkan untuk mengukur hasil pekerjaan yang dicapai sesuai dengan rencana, sesuai dengan kebijaksanaan atau dengan kata lain mencapai tujuan, maka hal itu dikatakan efektif. Nilai efektivitas pada dasarnya ditentukan oleh tercapainya tujuan organisasi serta faktor kesesuaian dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya. Jadi Efektifitas kerja pada tiap-tiap organisasi akan berbeda-beda antara organisasi satu dengan organisasi yang lainnya, tergantung pada jenis dan sifat dari organisasi yang bersangkutan.

Menurut Campel yang dikutip Richard M, Steers28

1. Kesiagaan

untuk mengukur Efektifitas kerja, ada beberapa variabel yang biasa dipergunakan, yaitu:

Penilaian menyeluruh sehubungan dengan kemungkinan bahwa organisasi mampu menyelesaikan sebuah tugas khusus jika diminta.

2. Kemangkiran

Frekuensi kejadian-kejadian pekerja bolos dari pekerjaan pada saat jam kerja.

3. Motivasi

Kecenderungan seseorang individu melibatkan diri dalam kegiatan berarahkan sasaran dalam pekerjaan. Ini bukanlah perasaan senang yang relatif terhadap hasil berbagai pekerjaan sebagaimana halnya kepuasan, 28

(29)

tetapi lebih merupakan perasaan sedia atau rela bekerja untuk mencapai tujuan pekerjaan.

4. Kepuasan kerja

Tingkat kesenangan yang dirasakan seseorang atas peran pekerjaannya dalam organisasi. Tingkat rasa puas individu bahwa mereka merasa dihargai karena pekerjaan mereka.

5. Beban Pekerjaaan

Beban pekerjaan yang diberikan pimpinan kepada bawahan sesuai dengan kemampuan seseorang dan sesuai dengan jumlah kelompok mereka. 6. Waktu menyelesaikan tugas

Waktu merupakan salah satu pengukuran efektivitas kerja yang sangat penting sebab dapat dilihat apakah waktu yang digunakan suatu organisasi sudah dijalankan dengan sebaik-baiknya oleh setiap anggota berorganisasi.29

Pengukuran Efektifitas kerja berdasarkan banyaknya tugas yang dipikul dan jumlah pegawai yang melaksanakan tugas tersebut dapat berarti bahwa bila

Keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya tidak dapat melepaskan diri dari perlunya pembagian kerja yang tepat supaya setiap pegawai bisa melaksanakan tugas-tugasnya secara efektif. Pengukuran Efektifitas kerja yang penulis lakukan didasarkan atas banyaknya tugas yang dipikul dan jumlah pegawai yang melaksanakan tugas tersebut, sehingga dari kedua hal tersebut dapat disusun sesuai dengan kebutuhan perusahaan/organisasi sehingga menghasilkan Efektifitas kerja sebagaimana diharapkan.

29

(30)

tugas yang dibebankan kepada pegawai sedikit, sementara jumlah pegawai yang melaksanakan tugas tersebut lebih banyak, maka akan terjadi banyak pegawai yang menganggur sehingga menjadi tidak efektif. Sebaliknya jika tugas yang di bebankan banyak sedangkan banyak pegawai yang melaksanakannya terbatas, maka akan terjadi penumpukan pekerjaan dimana hal ini akan mengakibatkan banyaknya pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan atau tertunda sehingga terjadi ketidakefektifan.

I.5.3 Pengaruh Prinsip-Prinsip Good Governance terhadap Efektivitas Kerja

Dinas Pertanian adalah salah satu lembaga pemerintah yang berfungsi untuk melayani kebutuhan masyarakat di bidang pertanian. Dalam melayani masyarakat, aparatur dinas pertanian dituntut untuk melaksanakan tugas dengan baik, yakni efektifitas kerjanya harus tinggi. Tercapainya efektifitas kerja bukan saja ditentukan dari banyaknya jumlah pegawai, akan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain, seperti pengelolaan organisasi, pengendalian yang baik yang disebut dengan Good Governance.

Pengelolaan dan pengendalian yang baik dari suatu organisasi publik menyangkut pencapaian tujuan organisasi secara bersama-sama, yaitu untuk menciptakan suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab sejalan dengan prinsip demokrasi, efisiensi, pencegahan korupsi baik secara politik maupun secara administratif. Dengan pengertian lain

Good Governance adalah proses penyelenggaraan pemerintahan yang bersih,

(31)

publik pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang mencakup kepemimpinan, struktur organisasi dan sumber daya manusianya.

Berdasarkan kajian teoritis, diindikasikan bahwa apabila pemimpin organisasi publik, struktur organisasi dan sumber daya manusianya memahami dan menerapkan good governance dalam melaksanakan tugasnya, maka akan tercipta prinsip Good Governance yang berpengaruh terhadap efektivitas kerja pegawai dari organisasi itu sendiri30

Sugiyono

. Dengan demikian jelaslah prinsip-prinsip

Good Governance akan berpengaruh terhadap efektivitas kerja pegawai.

I.6 Hipotesis

31

1. Hipotesis Nihil (Ho):

menyebutkan “hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian”. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data dan harus diuji kebenarannya melalui pengujian hipotesis.

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:

“Tidak ada pengaruh positif antara pelaksanaan prinsip-prinsip Good

Governance dan efektivitas kerja pegawai di Dinas Pertanian Provinsi

Sumatera Utara”.

2. Hipotesis Alternatif (Ha): 30

Yesi Mutia Basri.Pengaruh Pemahaman Prinsip-Prinsip Good Governance terhadap Kinerja Pemerintah

Daerah.http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:mmwt1g7eJWEJ:journal.aktfebuinjkt.ac.id/

%3Fpage_id%3D65+pengaruh+penerapan+prinsip-prinsip+good+governanc+terhadap+efektivitas+kinerja+pegawai&cd=6&hl=id&ct=clnk&gl=id. Diakses

pada tanggal 15 Februari 2012 31

(32)

“Ada pengaruh positif antara pelaksanaan prinsip-prinsip Good

Governance dan efektivitas kerja pegawai di Dinas Pertanian Provinsi

Sumatera Utara”.

I.7 Definisi Konsep

Menurut Singarimbun32

1. Prinsip-prinsip Good Governance, adalah suatu karakteristik atau ukuran pokok dari pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

, konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Melalui konsep peneliti diharapkan akan dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian (events) yang berkaitan satu sama lainnya.

Maka berdasarkan judul yang dipilih oleh peneliti, yang menjadi konsep dari peneliti ini adalah:

2. Efektivitas Kerja pegawai, adalah kemampuan menyelesaikan pekerjaan tepat waktu sesuai yang telah diharapkan, dimana pelaksanaan suatu tugas ditandai baik atau tidak sangat tergantung pada penyelesaian tugas tersebut, bagaimana cara melaksanakannya, dan berapa biaya yang dikeluarkan untuk itu.

I.8 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan petunjuk tentang bagaimana variabel diukur. Adapun variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yakni satu

32

(33)

variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi dan satu variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi.

1. Variabel Bebas (X) dalam penelitian ini adalah prinsip-prinsip Good

Governance, yang dimana penulis hanya mengambil 5 prinsip-prinsip good governance yang akan dijadikan indikator, yaitu:

a. Akuntabilitas.

yaitu kemampuan para pegawai Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara apakah sudah mengetahui jelas tugas, fungsi dan wewenangnya sebagai pegawai Dinas Pertanian serta adanya pertanggungjawaban berupa laporan akuntabilitas kinerja di setiap akhir tahun anggaran.

b. Transparansi atau keterbukaan

yaitu keterbukaan informasi baik informasi aliran penggunaan dana kepada masyarakat atau sosialisasi program dan kebijakan terkait seluruh kegiatan Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara.

c. Responsivitas atau ketanggapan.

yaitu ketanggapan Dinas Pertanian dalam menanggapi aspirasi maupun kebutuhan masyarakat dan menjadikannya sebagai acuan pengambilan keputusan.

d. Penegakan hukum

Tindakan Dinas Pertanian atas pegawai yang melanggar hukum, tidak pandang bulu dalam memberikan sanksi yang sesuai

(34)

apabila pegawai/pimpinan melanggar peraturan yang telah diterapkan di Dinas tersebut.

e. Keadilan.

yaitu adanya perlakuan yang sama baik laki-laki maupun perempuan dalam penetapan suatu posisi di Dinas Pertanian. 2. Variabel Terikat (Y) dalam penelitian ini adalah Efektivitas Kerja

Pegawai, yaitu pencapaian atau hasil kinerja dengan tingkat prestasi yang ditunjukkan pegawai. Efektivitas kerja pegawai dapat diukur melalui indikator sebagai berikut:

a. Kesiagaan

Penilaian menyeluruh sehubungan dengan kemungkinan bahwa para pegawai Dinas Pertanian mampu menyelesaikan sebuah tugas khusus yang diberikan oleh pimpinan.

b. Kemangkiran

yaitu frekuensi kejadian-kejadian pegawai Dinas Pertanian bolos dari pekerjaan pada saat jam kerja atau sering tidak berada di tempat kerja.

c. Motivasi

yaitu kecenderungan seseorang individu melibatkan diri dalam kegiatan berarahkan sasaran dalam pekerjaan. Ini bukanlah perasaan senang yang relatif terhadap hasil berbagai pekerjaan sebagaimana halnya kepuasan, tetapi lebih merupakan perasaan sedia atau rela bekerja untuk mencapai tujuan pekerjaan.

(35)

d. Kepuasan kerja

yaitu tingkat kesenangan yang dirasakan seseorang atas peran pekerjaannya dalam organisasi. Tingkat rasa puas individu bahwa mereka merasa dihargai karena pekerjaan mereka.

e. Keahlian dan fasilitas yang tersedia

yaitu kemampuan pegawai untuk menyelesaikan pekerjaannya, dan fasilitas yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaannya. f. Waktu menyelesaikan tugas

yaitu merupakan salah satu pengukuran efektivitas kerja yang sangat penting sebab dapat dilihat apakah waktu yang digunakan suatu organisasi sudah dijalankan dengan sebaik-baiknya oleh pegawai Dinas Pertanian.

Referensi

Dokumen terkait

Efektivitas kerja adalah penyelesaian pekerjaan tepat waktu sesuai yang telah diharapkan, artinya pelaksanaan suatu tugas ditandai baik atau tidak sangat tergantung pada

Ronald (2010) mengatakan 50% dari narapidana terlibat dalam aktifitas seksual dengan sesama jenis kelamin (homoseksual) selama mendekam di penjara, sehingga fungsi

Setelah itu kami akan kembali memeriksa tinja dari anak Bapak / Ibu pada minggu I, II, III, dan IV untuk melihat efektivitas obat tersebut terhadap kecacingan, sehingga

Di tahun 2019, Komite Audit KDM telah melakukan rapat gabungan dengan Dewan Komisaris dan Direksi. Informasi mengenai frekuensi rapat gabungan yang dihadiri oleh Komite Audit

Laba atau rugi yang timbul dari penghentian pengakuan aset tetap ditentukan sebesar perbedaan antara jumlah neto hasil pelepasan, jika ada, dengan jumlah tercatat dari

ini bahan hukum sekunder yang digunakan meliputi buku literatur, pendapat para ahli, artikel, konsep dan teori hukum yang terkait dengan sanksi adminstasi, satuan tugas sapu

Setiap umat harus mampu menggali dan mengembangkan diri dengan baik sehingga hidup di dunia yang hanya satu kali ini tidak menjadi beban bagi orang lain,

Contoh di atas memberi penegasan kepada kita bahwa kata dan konsep layaknya dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan, penggunaan tiap-tiap bentuk kata tergantung pada