• Tidak ada hasil yang ditemukan

INDUKSI PEMATANGAN GONAD BELUT SAWAH Monopterus albus DENGAN HORMON GONADOTROPIN 5 IU, 10 IU DAN 15 IU MUHAMMAD IKHSAN FAKHRIANSYAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INDUKSI PEMATANGAN GONAD BELUT SAWAH Monopterus albus DENGAN HORMON GONADOTROPIN 5 IU, 10 IU DAN 15 IU MUHAMMAD IKHSAN FAKHRIANSYAH"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

INDUKSI PEMATANGAN GONAD BELUT SAWAH

Monopterus albus DENGAN HORMON GONADOTROPIN

5 IU, 10 IU DAN 15 IU

MUHAMMAD IKHSAN FAKHRIANSYAH

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Induksi Pematangan Gonad Belut Sawah Monopterus albus dengan Hormon Gonadotropin 5 IU, 10 IU dan 15 IU” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013

Muhammad Ikhsan Fakhriansyah

(4)

ABSTRAK

MUHAMMAD IKHSAN FAKHRIANSYAH. Induksi pematangan gonad belut sawah Monopterus albus dengan hormon gonadotropin 5 IU, 10 IU dan 15 IU. Dibimbing oleh AGUS OMAN SUDRAJAT dan HARTON ARFAH

Belut merupakan ikan dengan permintaan pasar yang terus meningkat sehingga perlu dukungan pembenihan untuk meningkatkan ketersediaan stok. Pengembangan pembenihan dimulai dengan penyediaan induk matang gonad. Pada penelitian ini dilakukan pematangan gonad betina (14,252±1,346 g) dengan metode induksi hormon Pregnant mare serum gonadotropin (PMSG) pada dosis 0 (kontrol), 5 IU, 10 IU dan 15 IU. Hasil menunjukkan pemberian hormon tersebut pada dosis 10 IU meningkatkan Gonadosomatic Index (GSI) 0,9% pada minggu 4 dan Hepatosomatic index (HSI) 5,303% pada minggu 2. Tingkat kematangan gonad terjadi pada minggu 3 sampai dengan minggu 5. Spesific growth rate (SGR) tertinggi (0,025%) terjadi pada perlakuan dosis 15 IU dengan tahap maturasi pada minggu 5 yang dapat dilihat dari histologi gonad. Dapat disimpulkan hormon PMSG mempercepat kematangan gonad betina belut sawah dan merupakan pengembangan awal (invensi) untuk teknologi pemijahan semi alami belut sawah

Kata kunci: Belut sawah, hormon PMSG, dan tingkat kematangan gonad.

ABSTRACT

MUHAMMAD IKHSAN FAKHRIANSYAH. Gonadal maturation induction rice field eel Monopterus albus with gonadotropin hormones of 5 IU, 10 IU and 15 IU. Supervised BY AGUS OMAN SUDRAJAT and HARTON ARFAH.

Rice field eel is one of high demand commodity in the market, therefore hatchery efforts should be initiated to provide mature broodstock in the early development. This study used female rice field eel size of weight (14.252±1.346 g) with the induction of pregnant mare serum gonadotropin (PMSG) with dosage of 0 IU Control, 5 IU, 10 IU, 15 IU. Result indicates that the induction 10 IU of PMSG hormone can increase eel fish gonadosomatic index (GSI) value 0.9% in the fourth week, instead the highest Hepatosomatic index (HSI) value 5.303% in the second week of treatment. Maturing state is obtain from third week until at the end of treatment (fifth week). The highest spesific growth rate (SGR) for 0.025% came from 15 IU treatment and gonadal histology in the fifth week showed that the rice field eel has reached the maturing state. The impact of PMSG hormone can accelerate the maturity of rice field eel female gonads on the size of 14.252±1.346 g and length of 25.73 ± 0.253 cm can be applied as early in the development of semi-natural spawning rice field eel.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Budidaya Perairan

Induksi Pematangan Gonad Belut Sawah Monopterus albus

dengan Hormon Gonadotropin 5 IU, 10 IU dan 15 IU

MUHAMMAD IKHSAN FAKHRIANSYAH

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Induksi pematangan gonad belut sawah Monopterus albus dengan hormon gonadotropin 5 IU, 10 IU dan 15 IU

Nama : Muhammad Ikhsan Fakhriansyah NIM : C14070080

Disetujui oleh

Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc. Pembimbing I

Ir. Harton Arfah, M.Si. Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Sukenda, M.Sc. Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, nikmat, dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi penelitian yang berjudul ”Induksi Pematangan Gonad Belut Sawah Monopterus

albus dengan Hormon Gonadotropin 5 IU, 10 IU dan 15 IU”. Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan Agustus hingga Oktober 2012 di Laboratorium Percobaan Babakan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Alm. Ayahanda Emil Silvan Djailani dan ibunda Rosita Lubis atas dukungan dan doanya.

2. Bapak Dr. Ir. Sukenda, M.Sc selaku ketua Departemen Budidaya Perairan dan segenap pengajar budidaya perairan.

3. Bapak Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc. selaku Pembimbing I dan Bapak Ir. Harton Arfah, M.Si. selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sampai menyelesaikan skripsi ini.

4. Ir. Yani Hadiroseyani, MM. selaku dosen penguji atas saran dan kritiknya. 5. Rico dan Bachtiar atas kerja sama dan bantuannya dalam menyelesaikan

penelitian ini.

6. Arie, Agus, Trian, Ima, Wira, Vida, Retno, Yue serta rekan-rekan BDP 44 lainnya atas bantuan dan kebersamaannya.

7. Pak Ranta, Kang Abe, Kang Asep, Kang Adi, Kang Ntis, Mas Wiwin atas bantuannya.

8. Siti Khaerunisa yang telah banyak membantu dan mendukung sehingga skripsi ini berhasil.

Bogor, April 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian... 2

METODE... 3

Waktu dan Tempat... 3

Rancangan Penelitian... 3

Persiapan Wadah... 3

Persiapan dan Pemeliharaan Induk... 3

Penyuntikan Belut Sawah... 4

Metode Pengambilan Sampel... 4

Histologi Gonad... 4

Perhitungan dan Prosedur Analisis Data... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN... 7

Hasil... 7

Tingkat Kebuntingan (TK) dan Tingkat Kematangan Gonad (TKG)... 7

Hepatosomatic Index (HSI)... 8

Gonadosomatic Index (GSI)... 8

Histologi Gonad... 10

Spesific Growth Rate (SGR)... 11

Pembahasan... 12

SIMPULAN DAN SARAN... 15

Simpulan... 15

Saran... 15

DAFTAR PUSTAKA... 16

LAMPIRAN... 18

(10)

DAFTAR TABEL

1. Kualitas air pada awal dan akhir pemeliharaan ... 3 2. Ciri-ciri TKG belut sawah (Takata & Tester 1953 dalam Effendie 2002) ... 5 3. Tingkat kebuntingan (TK) dan tingkat kematangan gonad (TKG) ... 8

DAFTAR GAMBAR

1. Nilai HSI belut sawah setiap perlakuan... 8 2. Nilai GSI belut sawah setiap perlakuan... 9 3. Perkembangan gonad belut sawah dengan perlakuan pemberian hormon

PMSG pada minggu ke-2 dan minggu ke-5. Keterangan : A:Kontrol, B: PMSG 5 IU, C: PMSG 10 IU, D: PMSG 15 IU ... 9 4. Histologi gonad belut sawah pada minggu ke-2 dan minggu ke-5

dengan perbesaran 40x. Keterangan: A: Kontrol, B: PMSG 5 IU, C: PMSG 10 IU, D: PMSG 15 IU. Sel telur (Oosit) ditunjukkan dengan tanda panah ... 10 5. Spesific Growth Rate (SGR) pada belut sawah ... 11

DAFTAR LAMPIRAN

1. Tahapan pembuatan preparat histologi ... 17 2. Belut sawah Monopterus albus pada wadah pemeliharaan ... 19

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Belut diketahui saat ini permintaan pasarnya akan semakin meningkat. Berdasarkan data yang dimiliki oleh PT Daya Petani Indonesia (Dapetin) Jakarta, permintaan belut hidup di Asia mencapai 60 ton per hari, sedangkan dalam bentuk beku sebanyak 2-3 ton per hari dan belut asap dari Uni Eropa 2-4 ton per hari. Sementara di pasar lokal, wilayah Jabotabek saja butuh sekitar 3-4 ton, Padang 4 ton, Manado 2,3 ton (Roy 2009). Untuk harga belut di berbagai daerah berkisar antar Rp.30.000- Rp. 50.000 ( Kordi 2011). Sedangkan ekspor Indonesia untuk komoditas belut dan sidat pada tahun 2007 mencapai 2.009 ton, terus meningkat pada tahun 2008 mencapai 2.318 ton dan tahun 2009 meningkat sebesar 77,2% mencapai 4.774 ton dalam bentuk beku, olahan dan segar baik belut dan sidat (Anonim 2010).

Belut merupakan hewan hermaprodit protogini yang mengalami pergantian kelamin dari betina ke jantan, sehingga untuk ukuran tubuh terhadap kelamin belut sulit dibedakan. Belut mengalami fase intersex yaitu fase diantara perpindahan kelamin betina ke jantan yang menghasilkan dua gamet dalam satu individu yang disebut ovotestes (Shi, 2005 dalam Chu et al. 2011).

Pematangan gonad secara buatan dengan rekayasa hormon telah banyak dilakukan pada ikan budidaya seperti patin dan lele. Penggunaan jenis hormon seperti HCG (Human Chorionic Gonadotropin), PMSG dan LHRH (Leutenizing

Hormon Releasing Hormone) analog. Misalnya pada ikan patin dapat merangsang

rematurasi gonad selama enam minggu melalui kombinasi hormon 20 IU PMSG dan 10 IU (International Unit) HCG per kg ikan serta penambahan vitamin mix sebesar 100 mg/kg ikan (Febriana 2010). Sedangkan pada belut penggunaan hormon LHRH analog sebesar 150 µg/kg ikan memberikan tingkat pemijahan sebesara 75 % dan HCG 2 IU dapat meningkat pembuahan hingga 86% (Huong et al., 2008 dalam Khanh dan Nganh 2010).

PMSG merupakan serum kuda bunting atau glikoprotein dengan bobot molekul 68.000 dan memiliki kandungan karbohidrat tertinggi sebesar 49% dan dibentuk di dalam mangkuk endometrium kuda bunting sekitar 40 hari. PMSG memiliki pengaruh FSH lebih besar dibanding ketimbang LH. Pemberian PMSG memberikan efek yang berbeda tergantung pada dosis kecil bertindak sebagai FSH, sedangkan dosis yang besar memberikan pengaruh seperti LH untuk ovulasi atau luteinasi korpus luteum (Susetyarini 2007).

Perkembangan budidaya belut sawah hanya sebatas pada pembesaran. Hal ini dikarenakan pada tingkat pembenihan masih tergantung pada alam dan serupa dengan kebutuhan induk yang masih diperoleh dari alam. Dampak negatif dari eksploitasi belut adalah kesulitan dalam memperoleh benih belut sehingga peningkatan produksi pembesaran belut dan induk belut matang gonad sulit diperoleh, karena belut hanya memijah pada awal musim penghujan dan akhir musim penghujan (Kordi 2011). Oleh karena itu diharapkan dengan hormon gonadotropin mampu mempercepat pematangan gonad induk atau calon induk belut sawah Monopterus albus dalam upaya penyediaan induk matang gonad

(12)

sebagai awal upaya pemijahan alami dan penentuan status gonad pada belut sawah.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempercepat pematangan gonad ikan belut sawah (Monopterus albus) dalam upaya penyediaan induk matang sebagai awal pemijahan alami dan penentuan status gonad pada belut sawah dengan menggunakan beberapa dosis PMSG.

(13)

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Kolam Percobaan Babakan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2012.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga perlakuan dosis PMSG dengan satu perlakuan kontrol (larutan fisiologis). Terdapat empat perlakuan pada penelitian ini, yaitu : Perlakuan A : Kontrol (Larutan Fisologis)

Perlakuan B : Hormon PMSG 5 IU Perlakuan C : Hormon PMSG 10 IU Perlakuan D : Hormon PMSG 15 IU

Persiapan Wadah

Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa akuarium sebanyak 4 buah dengan dimensi 100 x 50 x 50 cm. Akuarium dibersihkan terlebih dahulu dengan larutan kalium permanganate (PK) 10 ppm selama 25 menit, kemudian dibilas dan dikeringkan hingga kering. Akuarium yang telah bersih dilapisi dengan plastik hitam untuk mencegah masuknya cahaya yang berlebihan. Selanjutnya, plastik hitam ditempel disepanjang sisi akuarium setinggi 30 cm. Kemudian akuarium yang telah disiapkan diisi air setinggi 10 cm dan diberi aerasi selama 3 hari.

Persiapan dan Pemeliharaan Induk

Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Belut sawah

Monopterus albus yang belum matang gonad sebanyak 40 ekor dengan bobot

tubuh sebesar 14,252±1,346 g dan ukuran panjang tubuh sebesar 25,73±0,253 cm. Ikan dipuasakan selama 1 hari kemudian diberi pakan cacing sutera secara ad

libitum dua kali sehari. Sebelum ditebar pada media induk diberikan potongan

pipa dengan ukuran diameter 1,5 inch dan panjang 20 cm sebanyak 2 buah per akuarium dan dilakukan pemasangan heater guna menjaga suhu air seperti pada Tabel 1. Ikan dipelihara selama satu minggu secara bersamaan hingga mampu beradaptasi, kemudian ikan dipindahkan pada wadah-wadah yang disediakan (Lampiran 2).

Tabel 1 Kualitas air pada awal dan akhir pemeliharaan

Parameter Nilai Satuan

Awal Akhir

Suhu 28-29 28-29 oC

DO 4,58 4,80 Ppm

pH 6,23 6,30 -

(14)

Penyuntikan Belut Sawah

Penelitian ini dilakukan dengan penyuntikan hormon PMSG. Dosis yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 3 perlakuan dan 1 kontrol, perlakuan yang digunakan adalah 5 IU PMSG, 10 IU PMSG, 15 IU PMSG serta kontrol. Perlakuan ini dilakukan dengan penyuntikan secara intra muscular dengan frekuensi 1 minggu selama 5 minggu dengan dosis disesuaikan dengan bobot tubuh dari belut.

Ikan yang akan disuntik dipingsankan terlebih dulu dengan air yang telah diberi larutan minyak cengkeh 1 ppt selama 5-15 menit, kemudian diberikan perlakuan penyuntikan secara intra muscular dengan menggunakan syringe 1 ml dengan pengenceran akuabides dengan perbandingan 1:2. Kontrol dilakukan dengan penyuntikan larutan fisiologis pada dosis 3 ml/kg bobot induk belut. Penyuntikan dilakukan dengan menggunakan handuk basah sebagai alas dan ikan yang telah disuntik diletakkan pada wadah dengan aerasi kuat selama 20-30 menit sampai belut sadar dan siap dipindahkan pada media akuarium pemeliharaan.

Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan secara acak. Sampling pada penelitian ini dilakukan sebanyak 6 kali, yaitu pada minggu ke-0,1,2,3,4, dan 5 pemeliharaan untuk memperoleh data bobot serta panjang total. Sedangkan bobot gonad dan bobot hepatopankreas diambil pada minggu ke-0,2,3,4, dan 5 pemeliharaan. Untuk parameter histologi gonad dilakukan pada sampel minggu ke-0, minggu ke-2, minggu ke-5. Selain itu tingkah laku belut juga diamati selama pemeliharaan.

Tingkah laku belut sawah yang diamati pada media akuarium meliputi tingkah laku hidup, pernafasan dan tingkah laku makan pada setiap wadah pemeliharaan selama penelitian berlangsung.

Pengambilan sampel gonad dan hepatopankreas untuk penghitungan Tingkat Kebuntingan (TK), Gonadosomatic Index (GSI) dan Hepatosomatic

Index (HSI) dilakukan di awal pemeliharaan dan setiap satu minggu sekali setelah

2 minggu atau suntikan ke-3. Sedangkan bobot tubuh belut digunakan untuk perhitungan Spesific Grow Rate (SGR). Sebelum dibedah belut harus dipastikan dalam kondisi pingsan dan ditimbang bobot tubuhnya dengan menggunakan timbangan digital. Pembedahan dilakukan dari bagian anus hingga kepala. Kemudian dilakukan pengambilan gonad dan hepatopankreas untuk ditimbang bobotnya.

Histologi Gonad

Pengamatan parameter histologi gonad dilakukan dengan menggunakan sampel gonad pada minggu ke-2 dan ke-5. Histologi adalah ilmu yang mempelajari anatomi pada tingkat jaringan dan sel suatu organisme. Terdapat beberapa tahap dari histologi, yaitu fixation, decalcification, bleaching,

embedding, sectioning, staining, dan mounting (Lampiran 1). Histologi gonad

dapat menujukan TKG yang tersaji pada Tabel 2. 4

(15)

Perhitungan dan Prosedur Analisis Data Perhitungan parameter

1) Tingkat Kebuntingan (TK)

Tingkat kebuntingan ikan merupakan nilai yang didapat berdasarkan keberadaan gamet baik jantan maupun betina dalam ovarium atau testes dari ikan yang telah dibedah selama masa pemeliharaan. Pengamatan kebuntingan dilaksanakan setiap minggu yang diawali pada minggu kedua hingga minggu kelima selama masa pemeliharaan, dengan mengamati ikan yang dibedah sebanyak 2 ekor setiap minggu. Presentase perbandingan antara ikan yang telah memiliki gamet dengan jumlah ikan secara keseluruhan, Tingkat Kematangan Gonad (TKG) pada Tabel 2 di atas dan diikuti dengan waktu kebuntingan awal belut. Secara matematis rumusnya adalah:

𝑇𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑏𝑢𝑛𝑡𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 =∑ 𝐼𝑘𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑚𝑝𝑢𝑛𝑦𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟∑ 𝐼𝑘𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑒𝑑𝑎ℎ × 100%... (1) 2) Gonadosomatic Index (GSI)

Merupakan sebuah nilai perbandingan antara berat gonad dengan keseluruhan bobot tubuh ikan. Pengamatan dilakukan pada minggu ke-2 setelah penyuntikan dan kemudian pengamatan dilakukan setiap minggu hingga minggu ke-5 setelah penyuntikan. Rumus yang digunakan dalam pengamatan parameter gonadosomatik indeks adalah sebagai berikut: 𝐺𝑆𝐼 = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑜𝑛𝑎𝑑𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑢𝑏𝑢ℎ × 100%... (2) 3) Hepatosomatic index (HSI)

Merupakan Parameter presentase antara bobot hepatopankreas dengan total bobot tubuh. Pengamatan ini dilakukan pada minggu ke-2 penyuntikan dan Tabel 2 Ciri-ciri TKG belut sawah (Takata & Tester 1953 dalam Effendie 2002)

TKG Ciri-ciri

Imature Telur belum berkembang, tertanam di dalam jaringan ovarium, garis

tengahnya berkisar dari 0,01-0,10 mm dengan garis tengah yang terbanyak ialah 0,05 mm sebagai puncak distribusinya. Telur umumnya transparan kecuali telur yang intinya relatif tidak jernih. Telur semacam ini terdapat pada setiap tingkat kematangan ovarium dan merupakan telur cadangan untuk tingkat berikutnya.

Maturing Sebagian atau seluruhnya tertanam di jaringan ovarium. Ukurannya berkisar

dari 0,1-0,5 mm dengan puncak distribusi berlainan tiap spesies ikan. Telur-telur ini seluruhnya berisi kuning Telur-telur yang belum jelas.

Mature Telur terletak bebas didalam lumen ovarium. Garis tengahnya sekitar

0,5-0,9 mm dan telur yang terbanyak bergaris tengah 0,7 dan 0,8 mm. Dalam telur ini terdapat ruang antara masa kuning telur dengan dinding telur.

Atresia Telur terdapat bebas didalam lumen ovarium. Ukuran dan bentuknya

hampir sama dengan telur masak kecuali isinya hampir seperti putih susu warnanya dan tidak ada ruang antara masa kuning telur dengan dinding telur. Dinding telur mengkerut dan kmudian pecah pada tingkat berikutnya. Telur macam ini adalah telur matang yang tidak dikeluarkan pada wktu pemijahan dan akhirnya dihisap kembali oleh dinding ovarium.

(16)

dilanjutkan setiap minggu selama penyuntikan untuk mengetahui perkembangan hepatopankreas. Rumus yang digunakan dalam pengamatan parameter gonadosomatik indeks adalah sebagai berikut:

𝐻𝑆𝐼 = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 ℎ𝑒𝑝𝑎𝑡𝑜𝑝𝑎𝑛𝑘𝑟𝑒𝑎𝑠𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑢𝑏𝑢ℎ × 100%... (3) 4) Specific Growth Rate (SGR)

Specific growth rate menunjukkan pertumbuhan spesifik ikan per hari

ditunjukan dengan rumus:

SGR = [√t wowt − 1 ] x 100%... (4) Keterangan:

wt = Bobot akhir rata-rata ikan uji (gram)

wo = Bobot awal rata-rata ikan uji (gram)

t = Lama waktu pemeliharaan (hari)

Analisis data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental. Data diolah menggunakan Microsoft Excel 2010 dan dibahas secara deskriptif.

(17)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pengamatan tingkah laku belut sawah selama perlakuan merupakan parameter deskriptif yang dapat menjelaskan gejala-gejala yang terjadi pada belut sawah. Belut memiliki sifat pergerakan yg pasif serta berkelompok pada shelter berupa pipa dengan panjang 15-20 cm. Dalam satu pipa terdapat sekitar 5-10 ekor yang mengelompok. Belut sesekali mengambil oksigen secara langsung di permukaan air untuk bernapas. Belut bergerak aktif pada malam hari sehingga wadah diberikan penutup berupa plastik hitam atau trashbag sehingga dapat mengurangi cahaya yang masuk ke dalam akuarium. Belut dapat dilihat sehat jika telah berkumpul di dalam shelter, sedangkan ikan yang kurang sehat atau sakit dapat diketahui melalui kondisi tubuh dan biasanya ikan tersebut berada diluar shelter. Belut yang sakit dapat diamati melalui tubuhnya yang lemas, bagian ventral perut mengalami bercak-bercak merah hingga terjadi nekrosis pada bagian tubuhnya seperti pada dorsal. Belut yang terserang penyakit biasanya akan mati dalam keadaan yang terbujur kaku dibandingkan ikan yang mati karena kondisi lingkungan yang menurun.

Tingkah laku makan belut sawah lebih banyak mengkonsumsi pakan pada sore hari sekitar pukul 4 sore. Belut menyukai pakan yang hidup seperti cacing sutera. Cacing akan dimakan secara perlahan dan biasanya ikan akan menarik cacing ke dalam shelter sehingga tersembunyi di shelter. Pakan harus diberikan didepan shelter karena ikan belut cenderung pasif. Oleh karena itu, pemberian pakan harus dilakukan dengan benar. Pakan biasanya habis selama 30 menit dan pemberian pakan diberikan secara ad libitum, kemudian pakan yang tidak habis harus diambil serta dilakukan penyiponan untuk menjaga kualitas air.

Tingkat Kebuntingan (TK) dan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Berdasarkan Tabel 3 yang disajikan terlihat bahwa tingkat kebuntingan pada minggu ke-5 meningkat jika dibandingkan dengan awal pemeliharaan. Untuk status tingkat kebuntingan pada minggu ke-0 masih dalam tahap belum matang secara keseluruhan. Pada perlakuan kontrol tingkat kebuntingan yang berfluktuatif, diperoleh nilai tingkat kebuntingan pada minggu kedua dan kelima sebesar 50%. Pelakuan selanjutnya meliputi perlakuan B dan D diketahui nilai tingkat kebuntingan pada perlakuan B diminggu keempat dan perlakuan D diminggu kedua diperoleh sebesar 0%. Untuk perlakuan C setiap minggunya diketahui secara konsisten induk mengandung telur. Terdapat perbedaan status gonad pada perlakuan yaitu Immature untuk induk belum matang gonad dan Maturing atau sedang berkembang. Selanjutnya nilai tingkat kebuntingan secara keseluruhan diperoleh nilai tertinggi terdapat pada perlakuan kombinasi hormon 10 P sebesar 60 % dibandingkan dengan perlakuan hormon 5 IU dan 15 IU hanya 40 %, sedangkan pada perlakuan kontrol hanya 20%.

(18)

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 0 2 3 4 5 G onadosom a ti c Index % MINGGU

KE-Hepatosomatic index (HSI)

HSI merupakan nilai yang diperoleh dari hasil perbandingan antara bobot hati dengan total bobot tubuh. Nilai HSI memperlihatkan penurunan pada minggu ke-2 dan ke-3, kemudian meningkat pada minggu ke-4 setelah itu mengalami penurunan kembali. Nilai HSI tertinggi diperoleh pada perlakuan PMSG 5 IU minggu ke-4 dengan nilai 4,9% dan nilai HSI terendah terjadi pada minggu ke-2 dengan perlakuan PMSG 15 IU sebesar 1,7% seperti yang terlihat pada Gambar 1.

Keterangan : : kontrol : 5 IU PMSG : 10 IU PMSG : 15 IU PMSG

Gonadosomatic Index (GSI)

GSI merupakan nilai yang merepresentasikan kematangan gonad ikan belut sawah melalui perubahan GSI yang diamati pada setiap minggu. GSI tertinggi terlihat pada gambar 2 yaitu pada perlakuan PMSG 10 IU sebesar 0,9 % pada minggu keempat yang merupakan fase puncak GSI pada perlakuan hormon PMSG, sedangkan GSI terendah pada perlakuan 15 IU sebesar 0,1 % pada minggu keempat.

Tabel 3 Tingkat kebuntingan (TK) dan tingkat kematangan gonad (TKG)

Perlakuan n

Waktu (minggu ke-) ∑ induk matang

% 0(TKG) 2(TKG) 3(TKG) 4(TKG) 5(TKG)

A 10 0(Im) 1(Mi) 0(Im) 0(Im) 1(Mi) 2 20% B 10 0(Im) 1(Mi) 1(Mi) 0(Im) 2(Mi) 4 40% C 10 0(Im) 2(Mi) 1(Mi) 1(Mi) 2(Mi) 6 60% D 10 0(Im) 1(Mi) 0(Mi) 1(Mi) 2(Mi) 4 40%

Keterangan:

Im : Imature Mi : Maturing

Gambar 1 Nilai HSI belut sawah setiap perlakuan.

(19)

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 0 2 3 4 5 G onadosom a ti c Index % MINGGU KE-Keterangan : : kontrol : 5 IU PMSG : 10 IU PMSG : 15 IU PMSG

Nilai GSI merupakan nilai yang diperoleh dari gonad ikan belut sawah yang telah dibedah dibandingkan dengan total bobot tubuh (Basri, 2000 dalam Elis, 2003). Ikan belut sawah yang telah diambil gonadnya tersaji pada Gambar 3.

Minggu ke- 2 Minggu ke-5

Gambar 3 Perkembangan gonad belut sawah dengan perlakuan pemberian hormon PMSG pada minggu ke-2 dan minggu ke-5. Keterangan : A:Kontrol, B: PMSG 5 IU, C: PMSG 10 IU, D: PMSG 15 IU

Berdasarkan pada Gambar 3 dilihat bahwa belut sawah dengan ukuran panjang 25,73±0,253 cm merupakan jenis kelamin betina. Terlihat pada Gambar 3 belum berkembangnya gonad jantan.

A

B

D C

Gambar 2 Nilai GSI belut sawah setiap perlakuan.

3 cm 3 cm 3 cm 3 cm 3 cm 3 cm 3 cm 3 cm 9

(20)

Histologi gonad

Histologi gonad ikan belut sawah merupakan pengamatan gonad belut sawah baik pada minggu kedua setelah penyuntikan dan minggu kelima setelah penyuntikan yang tersaji pada Gambar 4. Histologi gonad yang di amati merupakan histologi gonad belut sawah pada minggu ke-2 dan minggu ke-5. Data histologi menunjukan bahwa ikan belut sawah mengalami perubahan yang signifikan terutama pada perlakuan hormon dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan hormon dengan dosis PMSG 10 IU menunjukan perubahan dengan terbentuk akhir vitellogenin pada ovarium belut dan berdasarkan pengamatan histologi

Minggu ke- 2 Minggu ke-5

Gambar 4 Histologi gonad belut sawah pada minggu ke-2 dan minggu ke-5 dengan perbesaran 40x. Keterangan: A: Kontrol, B: PMSG 5 IU, C: PMSG 10 IU, D: PMSG 15 IU. Sel telur (Oosit) ditunjukkan dengan tanda panah A D C B 200µm 200µm 200µm 200µm 200µm 200µm 200µm 200µm 10

(21)

Specific growth rate (SGR)

Specific growth rate (SGR) merupakan nilai yang menjelaskan laju pertumbuhan harian selama pemeliharaan. SGR pada belut selama pemeliharaan 35 hari menunjukan perbedaan dengan kontrol seperti yang terlihat pada Gambar 5. Laju Pertumbuhan tertinggi terjadi pada perlakuan D yaitu sebesar 2,78% dan terendah pada perlakuan kontrol yaitu sebesar 1,54%.

Gambar 5 Spesific Growth Rate (SGR) pada belut sawah Keterangan: a: Kontrol, b: PMSG 5 IU, c: PMSG 10 IU, d: PMSG 15 IU

Pembahasan

Belut sawah (Monopterus albus) digolongkan ke dalam famili Synbranchidae dan genus Monopterus pada filum Chordata dari kelas Actinopterygii. Belut sawah mempunyai bentuk anguliform, tidak bersisik, tidak mempunyai pektoral dan sirip perut; sirip ekor dan sirip anal bersatu dan mengecil ke lipatan kulit; bukaan insang bergabung ke dalam celah tunggal bawah lipatan kepala (Kottelat 1998 dalam Luna 2012). Tingkah laku belut selama waktu pemeliharaan menunjukkan cara pemberian pakan secara ad libitum melalui pemberian cacing rambut dengan feeding time dua kali sehari yaitu pagi dan sore. Pakan yang digunakan adalah cacing rambut Tubifex sp yang mengandung proksimat protein 57,10%, lemak 15,95%, dan air 85,39% (Priyadi et al. 2010). Penambahan bobot terjadi karena dipengaruhi oleh proses perkembangan gonad yang berdampak pada konsumsi energi, sehingga membutuhkan energi lebih banyak untuk pembentukan telur pada ikan betina dan perkembangan gonad memerlukan pakan dengan kandungan protein dan lemak yang tinggi. Energi yang diperlukan dalam perekembangan gonad pada ikan Synbrinchidae seperti sidat Eropa Anguila anguila memerlukan 25.08% dari total energi untuk perkembangan ovarium (Amin 1998). Oleh karena itu, peningkatan energi akan memberikan peningkatan konsumsi pakan dan retensi energi terkonversi dalam bentuk perkembangan gonad, hal ini dapat dilihat melalui peningkatan SGR dari induk belut sawah terutama pada pemberian hormon PMSG 15 IU yang memiliki nilai

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 a b c d Spe si fi c Grow th R at e (% ) PERLAKUAN 11

(22)

SGR sebesar 2,78% dibandingkan dengan kontrol. Pada perlakuan kontrol menunjukkan angka yang lebih rendah yaitu 1,54% dibandingkan dengan PMSG 15.

Penggunaan Hormon PMSG terhadap kematangan gonad belut sawah terhadap tingkat kebuntingan, GSI, HSI, SGR dan histologi gonad. GSI belut menunjukan bahwa pola yang berlawanan dengan HSI ikan belut sawah, dengan kecenderungan GSI semakin meningkat pada perlakuan hormon sejalan dengan pertambahan waktu bila dibandingkan dengan kontrol dan sebaliknya nilai HSI menurun seiiring bertambahnya waktu bila dibandingkan kontrol. Perlakuan pada dosis PMSG 10 IU menunjukan peningkatan GSI hingga minggu ke-4 kemudian menurun pada minggu ke-5, sebaliknya nilai HSI meningkat pada awal minggu ke-2 kemudian menurun pada minggu berikutnya.

Perlakuan hormon PMSG 10 IU memberikan pengaruh kepada peningkatan HSI yang tinggi pada minggu ke-2 setelah penyuntikan. Proses ini disebabkan pengaruh FSH berfungsi untuk vitelogenesis di hati sehingga menyebabkan terjadi peningkatan HSI dibandingkan perlakuan lainnya. Penurunan HSI dari minggu awal hingga minggu akhir disebabkan pengaruh hormon GtH pada minggu terakhir telah berpindah pada pengaruh GtH II atau LH yang berfungsi untuk pematangan akhir atau fase ini dikenal fase vitelogenesis dan berdampak pada peningkatan nilai GSI (Permana, 2009). Proses vitelogenesis meliputi FSH yang diberikan melalui injeksi hormon melalui pembuluh darah kemudian masuk ke sel teka, yang akan menstimulir terbentuknya testosteron yang kemudian akan masuk ke sel granulosa untuk diubah oleh enzim aromatase menjadi estradiol 17β. Hormon estradiol 17β kemudian masuk ke dalam hati melalui aliran darah dan merangsang hati untuk mensintesis vitelogenin, atau disebut juga dengan tahap previtelogenesis, kemudian akan dialirkan lewat darah menuju gonad untuk diserap oleh oosit, sehingga penyerapan vitelogenin ini disertai dengan perkembangan diameter telur yang dibuktikan melalui peningkatan GSI pada minggu ke-4 pengamatan sebesar 0,9% (Sumantri, 2006 dalam Permana, 2009).

Perlakuan kontrol dalam penelitian ini, hanya menyuntikkan larutan fisiologis tidak menunjukan pengaruh baik dari nilai GSI maupun HSI. Pada HSI mengalami penurunan di awal minggu kedua kemudian menurun hingga akhir waktu pemeliharaan di minggu kelima,hal ini disebabkan penyuntikan larutan fisologis hanya berupa ion-ion yang tidak memberikan pengaruh kepada perkembangan gonad. Sedangkan, pada perlakuan hormon PMSG 5 IU dan 10 IU memperlihatkan HSI meningkat pada minggu awal pemeliharaan kemudian menurun hingga minggu kelima, kemudian menurun pada minggu kelima, namun nilai GSI pada kedua perlakuan mengalami peningkatan. Peristiwa ini disebabkan pada minggu pertama hingga minggu keempat GtH yang berpengaruh, merupakan FSH guna pembentukan vitelogenin dan pada minggu kelima GtH yang bekerja merupakan LH, sehingga pembesaran gonad mencapai fase yang signifikan dibandingkan dengan minggu sebelumnya.

Perlakuan hormon PMSG 15 IU cenderung memperlihatkan nilai GSI yang terus menurun pada minggu awal pemeliharaan sampai akhirnya meningkat pada minggu kelima dengan nilai 0,5%. Dalam proses ini dapat diketahui proses penghambatan feedback. Adanya bentuk kombinasi sistem penghambatan

feedback ini menyebabkan terjadinya keseimbangan respons (Fujaya, 2002).

Mekanisme penghambatan feedback ini dipengaruhi oleh kontrol pituitari yang 12

(23)

menunjukkan bahwa perlakuan hormon PMSG dengan konsentrasi 15 IU sudah cukup tinggi, sehingga diberikan respon feedback kepada hipotalamus untuk mengeluarkan dopamin untuk menghambat sekresi dari GtH sehingga pada proses perkembangan gonad cenderung menurun (Wibisono, 2012). Dibandingkan dengan kebutuhan seimbang FSH dan LH dalam perkembangan gonad pada perlakuan PMSG dengan konsentrasi 10 IU yang meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi seimbang penerimaan hormon eksogeneous berada pada konsentrasi 10 IU.

Perangsangan hormon memberikan pengaruh yang nyata terhadap perkembangan gonad melalui hormon PMSG. PMSG merupakan bentuk dari GtH berupa FSH yang lebih kuat dibandingkan LH (Susetyarini 2007), sedangkan metoklopramid memberikan pengaruh untuk menekan pengaruh dopamin dengan memblokade reseptor melalui peningkatan pembakaran neuron dopaminergik (Donaldson 1976).

Tingkat kebuntingan memberikan hasil yang berbeda dengan kontrol dengan kecenderungan semakin tinggi dosis kombinasi hormon PMSG menunjukan tingkat kebuntingan mencapai 40 % dari belut sawah perlakuan pada dosis PMSG 10 IU, sedangkan kontrol hanya 20%. Kebuntingan pada dosis PMSG 10 IU diawali dari minggu ke-2 hingga minggu ke-5 setelah penyuntikan meningkat mencapai tahap maturing (Takata & Tester 1953 dalam Effendie 2002). Kecenderungan ini terjadi sesuai dengan peningkatan GSI dan perkembangan gonad belut sawah secara histologi (Tresnati, 2010).

Peningkatan GSI dapat dibuktikan melalui preparat histologi, perlakuan PMSG 10 IU memberikan pengaruh perkembangan gonad hingga tahap maturing yang dibuktikan dengan Oosit ditandai oleh nucleus yang besar berada pada bagian perifer dan didalamnya tersebar beberapa nucleus. Hal ini diduga karena vitelogenesis telah berakhir (Rosdiana, 2009) pada gambar 5 dibandingkan dengan fase minggu kedua setelah penyuntikan, sedangkan pada perlakuan hormon PMSG 5 IU dan PMSG 15 menujukan hasil yang sama yaitu tahap

maturing. Dalam Nagahama (1983) menunjukkan bahwa histologi pada fase ini

masih dalam tahap awal perinucleolus. Perlakuan kontrol menunjukan perkembangan gonad belum mengalami peningkatan yang signifikan ditandai dengan banyaknya oosit primer dan oosit sekunder atau telah mencapai fase previtelogenesis.

Manfaat dari penelitian adalah pemeliharaan dalam wadah terkontrol menunjukkan hasil yang baik, kemudian hasil dari perlakuan diharapkan dapat menyediakan induk matang gonad yang tidak terpengaruh musim dan berkolerasi dengan persedian benih sehingga akan mendorong pembenihan belut kearah industri. Hasil yang diperoleh dengan menerapkan prinsip penelitian ini akan lebih menguntungkan dibandingkan dengan budidaya belut secara konvensional karena belut hanya menghasilkan benih pada awal musim penghujan dan akhir musim penghujan saja dan pemijahannya hanya dilakukan selama dua kali dalam setahun, sehingga dengan induksi pematangan gonad dengan kombinasi hormon dan antidopamin mampu mempercepat kematangan gonad yang berkorelasi dengan peningkatan pemijahan belut dan produksi benih.

(24)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hormon PMSG dapat mempercepat kematangan gonad betina pada ikan belut sawah dengan berat 14,252±1,346 g dan panjang tubuh sebesar 25,73±0,253 cm. Belut sawah mengalami perkembangan gonad menjadi betina yang ditandai adanya ovari, dalam waktu 5 minggu pada dosis penyuntikan terbaik 10 IU PMSG.

Saran

Penggunaan hormon PMSG dapat digunakan untuk penyediaan induk matang gonad untuk pemijahan alamiah. Penelitian lanjut dapat diobservasi pada belut dengan ukuran yang lebih besar sehingga dapat menentukan status gonad dan pemijahan semi alami, serta dengan menggunakan campuran hormon yang berbeda.

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Amin M. 1998. Observation on reproduction techniques applicable to the European Eel Anguila anguila. National Institute of Oceanography and Fisheries, Alexandrie. Egypt (EG).

Anonim. 2010. Belut dan sidat permintaanya terus meningkat.[internet]. [diacu 2013 Januari 31]. Tersedia dari: http://www.wpi.kkp.go.id/?p=650

Chu Z., Wu Y., Gong S., Zhang G., Zhang L., Yuan W., Yuan H. 2011. Effect of Estradiol Velarate on Streoid Hormone and Sex Reversal of Female Rice Field Eel Monopterus albus. Journal of The World Aquaculture Society. Vol 42, No.1. Great Britain (UK).

Donaldson C., Mardsen, Pringger, E., Jenner and Miller, R. 1976. Metoclopramide and Dopamine Reseptor Blockade. Neuropharmachology 1976, 15, 463-469. Pergamon Press. Great Britain (UK).

Effendie . 2002. Biologi perikanan.Yogyakarta. Yayasan Pustaka Nusantama. Elis. 2003. Hubungan perubahan jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad

(TKG) dengan ukuran ikan belut sawah Monopterus albus di Desa Kahuripan, Kecamatan Tawang, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Febriana. C. 2010. Rekayasa maturasi ikan patin siam Pangasionodon

hypopthalmus dengan kombinasi penyuntikan hormon PMSG dan HCG

serta penambahan vitamin mix 100 mg/kg pakan. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Fujaya Y. 2004. Fisiologi ikan. Jakarta(ID): Rineka Cipta

Khanh N and Ngan T. 2010. Current practices of rice field eel Monopterus albus culture in Vietnam. Research Institute of Aquculture No. 3, Vietnam (VNM). Kordi G. 2011. Buku pintar akuabisnis belut di berbagai wadah. Lily Publisher,

(ID) Yogyakarta.

Luna SM. 2012. Monopterus albus. [internet]. [diacu 2013 Februari 18]. Tersedia dari: http://fishbase.org/summary/Monopterus-albus.html

Nagahama Y. 1983. The functional morphology of teleost gonads. di dalam: Fish Physiology Vol IXA. USA: Academic Press, Inc.

Permana. 2009. Efektifitas Aromatase inhibitor dalam Pematangan Gonad dan Stimulasi Ovulasi pada Ikan Sumatera Puntius tetrazona. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Priyadi A, Kusrini E, Megawati T. 2010. Perlakuan Berbagai Jenis Pakan Alami untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Sintasan Larva Ikan Upside Down Cat

Fish Synodontis nigriventis. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur

2010.

Rosdiana I. 2009. Studi tingkat kematangan gonad secara morfologi dan histologi ikan manggabai Glossogobius giuris di danau Limboto Kabupaten Gorontalo. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin. Makassar.

Roy Ruslan. 2009. Buku pintar budidaya dan bisnis belut. Agromedia Pustaka, (ID) Jakarta.

Susetyarini. 2007. Pengaruh PMSG terhadap Induk Cacing Tanah. [Skripsi]. Semarang: Fakultas Peternakan, (ID) Universitas Diponogoro.

(26)

Tresnati. 2010. Kajian Reproduksi Ikan Bete Leiognathus equulus di Danau Tempe, Kabupaten Wajo, Propinsi Sulawesi Selatan. Artikel Ilmiah. Jurusan Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Hasanudin (ID) Makassar.

Wibisono R. 2012. Induksi Pematangan Gonad Belut Sawah Monopterus albus Dengan Kombinasi Hormon PMSG dan Antidopamin. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

16

(27)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Tahapan pembuatan preparat histologi 1. Diagram alir pembuatan blok paraffin

Sampel organ ikan uji

Fiksasi dalam larutan BNF selama 24 jam Rendam dalam alkohol 70% atau larutan formalin 4%,

selama 24 jam Alkohol 70%, selama 24 jam

Alkohol 80%, selama 2 jam Alkohol 90%, selama 2 jam Alkohol 95%, selama 2 jam Alkohol absolut I, selama 12 jam

Alkohol absolut II, selama 1 jam Alkohol : Xylol (1:1), selama 30 menit

Xylol I, selama 30 menit Xylol II, selama 30 menit Xylol III, selama 30 menit Infiltrasi paraffin dalam oven 60 oC Xylol : paraffin (1:1), selama 45 menit

Paraffin I, selama 45 menit Paraffin II, selama 45 menit Paraffin III, selama 45 menit Dicetak dalam blok paraffin Fiksasi Jaringan Dehidrasi Clearing Impregnasi Embedding 17

(28)

26 2. Diagram alir proses pemberian warna pada sediaan jaringan dengan pewarna

haematoksilin dan eosin.

Preparat jaringan

Dicelup dalam larutan xylol I, 5 menit Alkohol absolut I, 2-3 menit Alkohol absolut II, 2-3 menit

Alkohol 95%, 2-3 menit Alkohol 90%, 2-3 menit Alkohol 80%, 2-3 menit Alkohol 70%, 2-3 menit Alkohol 50%, 2-3 menit

Bilas dengan air mengalir (aquadest), 2 menit Haemotoksilin , 7 menit

Bilas dengan air mengalir (aquadest), 5 menit Eosin, 3 detik

Bilas dengan air mengalir (aquadest), 5 menit Alkohol 50%, 2-3 menit

Alkohol 70%, 2-3 menit Alkohol 85%, 2-3 menit Alkohol 90%, 2-3 menit Alkohol absolut I, 2-3 menit Alkohol absolut II, 2-3 menit

Xylol I, 2-3 menit Xylol II, 2-3 menit

Preparat dilapisi dengan entellan neu kemudian ditutup dengan cover glass jangan samapai ada udara Dikeringkan dalam oven pada suhu 40 oC, 24 jam

(29)

Lampiran 2 Belut sawah Monopterus albus pada wadah pemeliharaan

A B

C

Keterangan : A & B : Belut dalam akuarium pemeliharaan, C : Belut dalam shelter pipa 19

(30)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 2 Februari 1989 dari alm. Bapak Emil Silvan Djailani dan Ibu Rosita Lubis. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara (Muhammad Zulfikar, Muhammad Mukhtar Akbar). Penulis menyelesaikan pendidikan akademik di SDN Anyelir 1, SMPN 1 Depok, SMAN 38 Jakarta, dan diterima di IPB melalui jalur SPMB (Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru) Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif mengikuti kegiatan diberbagai organisasi intra maupun ekstra kampus. Kegiatan tersebut diantaranya adalah anggota Fisheries Diving Club dan Vespa IPB Club. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Ikhtiologi (2010). Penulis juga pernah magang di Raiser Cibinong (2011). Penulis mengikuti kegiatan praktik lapangan di Balai Riset Ikan Hias Air Tawar Depok pada bulan Juli-Agustus 2011.

Tugas akhir penulis dalam menyelesaikan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor untuk mendapatkan gelar Sarjana Perikanan berjudul “Induksi pematangan gonad belut sawah Monopterus albus dengan hormon gonadotropin 5 IU, 10 IU dan 15 IU”.

Gambar

Gambar 2 Nilai GSI belut sawah setiap perlakuan.
Gambar 4 Histologi gonad belut sawah pada minggu ke-2 dan minggu ke-5  dengan perbesaran 40x
Gambar 5 Spesific Growth Rate (SGR) pada belut sawah  Keterangan:

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara perilaku asertif dan tingkat stres kerja pada karyawan.. Subjek penelitian adalah karyawan

Alternatif yang dikemukakan adalah: (1) Banten sebagai Propinsi ke-13 dari Kerajaan Belanda, (2) Banten masuk Negara Indonesia Serikat secara langsung sebagai negara atau daerah

Bagi pemohon WNI membawa persyaratan antara lain Foto Copy KTP, Kartu Keluarga (KK), Akte Kelahiran atau Ijazah, Paspor (bagi yang akan keluar negeri), pasfoto 4 X 6 berjumlah 6

Tingkat partisipasi sekolah jenjang SD/MI dapat dilihat dari tiga indikator, yaitu Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM), dan Angka

memberikan tingkat keuntungan yang cukup besar bagi pengelolanya. Kegiatan yang relatif tidak menuntut waktu lama ini, dibandingkan dengan kegiatan pemeliharaan yang

Di kawasan Asia pada tahun 2010, Cina memiliki paling banyak sepeda motor (110 juta), diikuti oleh India (82 juta), Indonesia (60 juta) dan Vietnam (31 juta)... Tingkat

maka dapat disimpulkan Ho diterima dan Ha ditolak, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor Pemberian Kredit mempunyai hubungan.. yang tidak signifikan terhadap variabel

- Mahasiswa mampu memberikan penilaian terhadap contoh tipe window Presentasi studi kasus 3x50 7 Mahasiswa/i dapat memilih perangkat interaksi yang tepat dalam desain UI