• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hipertiroid

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hipertiroid"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertiroid merupakan suatu keadaan di mana didapatkan kelebihan kadar hormon tiroid bebas dalam darah yang membuat metabolisme tubuh menjadi lebih cepat dan dapat membuat kualitas hidup dari penderitanya menurun.

Jumlah penderita hipertiroid kini terus meningkat. Hipertiroid merupakan penyakit hormonal yang menempati urutan kedua terbesar di Indonesia setelah Diabetes (kencing manis). Urutan tersebut serupa dengan kasus yang terjadi di dunia.

Distribusi jenis kelamin dan umur pada penyakit hipertiroidi amat bervariasi dari berbagai klinik. Perbandingan wanita dan laki-laki yang didapat di RSUP Palembang adalah 3,1 : 1 di RSCM Jakarta adalah 6 : 1, di RS. Dr. Soetomo 8 : 1 dan di RSHS Bandung 10 :1. Sedangkan distribusi menumt umur di RSUP Palembang yang terbanyak adalah pada usia 21 – 30 tahun (41,73%), tetapi menurut beberapa penulis lain puncaknya antara 30–40 tahun.Jumlah penderita penyakit ini di seluruh dunia pada tahun 1960 diperkirakan 200 juta, 12 juta di antaranya terdapat di Indonesia. Angka kejadian hipertiroidi yang didapat dari beberapa klinik di Indonsia berkisar antara 44,44% — 48,93% dari seluruh penderita dengan penyakit kelenjar gondok. Di AS diperkirakan 0,4% populasi menderita Hipertiroid, biasanya sering pada usia di bawah 40 tahun

(2)

Oleh karena banyaknya kasus hipertiroid, penting bagi seorang dokter muda ,sebagai calon dokter umum, mengetahui tentang tanda-tanda dan gejala-gejala pada pasien hipertiroid melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik sebelum akhirnya melakukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa pasti.

(3)

BAB II ISI

2.1Anatomi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher terdiri atas dua lobus yang dihubungkan oleh istmus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pratrakea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar ke arah kranial, yang merupakan ciri khas kelenjar tiroid. Sifat inilah yang digunakan di klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tiroid atau tidak seperti tampak pada gambar 2.1.

Gambar 2.1

Kelenjar Tiroid (Tampak Depan)

Setiap lobus tiroid yang berbentuk lonjong berukuran panjang 2,5-4cm, lebar 1,5-2cm dan tebal 1-1,5cm. Berat kelenjar tiroid dipengaruhi oleh berat badan dan masukan yodium. Beratnya berkisar antara 10-20 gram pada orang dewasa.

(4)

Vaskularisasi kelenjar tiroid termasuk amat baik seperti tampak pada gambar 2.2. Sistem perdarahan tersebut yakni:

1. Sistem Arteri

a. Thyroidea superior adalah cabang arteri Carotis externa yang masuk ke jaringan superficial kelenjar, mendarahi jaringan connective dan kapsul.

b. Thyroidea inferior adalah cabang trunchus thyrocervicalis dan masuk ke lapisan dalam kelenjar, mendarahi jaringan parenkim dan propia kelenjar.

c. Arteri Thyroidea ima, arteri ini kadang-kadang dijumpai merupakan cabang arcus aorta atau arteri Brachiocephalica dan mendarahi istmus.

d. Arteri Thyroidea acessorius adalah cabang-cabang arteri Oesophageal dan Tracheal yang masuk ke facies posteromedial. 2. Sistem Vena

a. Vena Thyroidea superior; muncul dari polus superior dan berakhir pada vena jugularis interna (kadang-kadang vena Facialis).

b. Vena Thyroidea inferior; muncul dari margo bawah istmus dan berakhir pada vena Brachiocephalica sinistra.

c. Vena Thyroidea media; muncul dari pertengahan lobus lateralis dan berakhir di vena Jugularis interna.

(5)

Gambar 2.2

Vaskularisasi Kelenjar Tiroid (Tampak Depan)

Aliran darah ke kelenjar tiroid diperkirakan 5ml/gram kelenjar/menit dalam keadaan hipertiroidisme aliran ini akan meningkat sehingga dengan stetoskop terdengar bising aliran darah dengan jelas di ujung bawah kelenjar.

2.2 Hipertiroid 2.2.1 Definisi

Sindroma klinis yang terjadi bila jaringan terpajan hormon tiroid beredar dalam kadar tinggi. Pada kebanyakan kasus, disebabkan hiperaktivitas kelenjar tiroid atau hipertiroidisme. Kadang-kadang, tirotoksikosis bisa disebabkan sebab-sebab lain seperti menelan hormon

(6)

tiroid berlebihan atau sekresi hormon tiroid berlebihan dari tempat-tempat ektopik.

2.2.2 Klasifikasi

• Goiter Toksik Difusa (Penyakit Graves)

Penyakit Graves adalah bentuk tirotoksikosis yang paling umum dan dapat terjadi pada segala umur, lebih sering pada wanita dengan pria. Penyakit Graves sekarang ini dipandang sebagai penyakit autoimun yang penyebabnya tidak diketahui. Terdapat predisposisi familial kuat pada sekitar 15% pasien Graves mempunyai keluarga dekat dengan kelainan sama dan kira-kira 50% keluarga pasien dengan penyakit Graves mempunyai autoantibodi tiroid yang beredar di darah. Wanita terkena kira-kira 5 kali lebih banyak daripada pria. Penyakit ini dapat terjadi pada segala umur, dengan insiden puncak pada kelompok umur 20-40 tahun.

• Nodular Thyroid Disease

Pada kondisi ini biasanya ditandai dengan kelenjar tiroid membesar dan tidak disertai dengan rasa nyeri. Penyebabnya pasti belum diketahui. Tetapi umumnya timbul seiring dengan bertambahnya usia.

• Subacute Thyroiditis

Ditandai dengan rasa nyeri, pembesaran kelenjar tiroid dan inflamasi, dan mengakibatkan produksi hormon tiroid dalam jumlah besar ke dalam darah. Umumnya gejala menghilang setelah beberapa bulan, tetapi bisa timbul lagi pada beberapa orang.

(7)

• Postpartum Thyroiditis

Timbul pada 5 – 10% wanita pada 3 – 6 bulan pertama setelah melahirkan dan terjadi selama 1 -2 bulan. Umumnya kelenjar akan kembali normal secara perlahan-lahan.

2.2.3 Patogenesis

Pada penyakit Graves, limfosit T disensitisasi terhadap antigen dalam kelenjar tiroid dan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen-antigen ini. Satu dari antibodi ini bisa ditunjukkan terhadap tempat reseptor TSH pada membran sel tiroid dan mempunyai kemampuan untuk merangsang sel tiroid dalam hal peningkatan pertumbuhan dan fungsi (TSH-R AB [stim]; . Adanya antibodi dalam darah berkorelasi positif dengan penyakit aktif dan kekambuhan penyakit. Ada predisposisi genetik yang mendasari, namun tidak jelas apa yang mencetuskan episode akut ini. Beberapa faktor yang mendorong respons imun pada penyakit Graves ialah (1) kehamilan, khususnya masa nifas; (2) kelebihan iodida, khusus di daerah defisiensi iodida, di mana kekurangan iodida dapat menutupi penyakit Graves laten pada saat pemeriksaan; (3) terapi litium, mungkin melalui perubahan responsivitas imun; (4) infeksi bakterial atau viral; dan (5) penghentian glukokortikoid.

Diduga "stress" dapat mencetuskan suatu episode penyakit Graves, tapi tidak ada bukti yang mendukung hipotesis ini. Patogenesis oftalmopati dapat melibatkan limfosit sitotoksik (sel-sel pembunuh) dan antibodi

(8)

sitotoksik tersensititasi oleh antigen yang umum pada fibroblas orbita, otot orbita, dan jaringan tiroid . Sitokin yang berasal dari limfosit tersensitasi ini dapat menyebabkan peradangan fibroblast orbita dan miositis orbita, berakibat pembengkakan otot-otot orbita, protopsi bola mata, dan diplopia sebagaimana juga menimbulkan kemerahan, kongesti, dan edema konjungtiva dan periorbita . Patogenesis dermopati tiroid (miksedema pretibial) dan inflamasi subperiosteal yang jarang pada jari-jari tangan dan kaki (osteopati tiroid mungkin juga melibatkan stimulasi sitokin limfosit dari fibroblast pada tempat-tempat ini.

Banyak gejala tiroksikosis mengarah adanya keadaan kelebihan katekolamin, termasuk takikardi, tremor, berkeringat, kelopak yang kurang dan melotot. Namun kadar epinefrin dalam sirkulasi adalah normal; jadi pada penyakit Graves, tubuh tampak hiperaktif terhadap katekolamin. Hal ini mungkin berhubungan dengan bagian peningkatan dengan perantaraan hormon tiroid pada reseptor katekolamin jantung.

2.2.4 Gambaran klinis dan Pemeriksaan Fisik

Pada individu yang lebih muda manifestasi yang umum termasuk palpitasi, kegelisahan, mudah capai, hiperkinesia dan diare, keringat banyak, tidak tahan panas, dan senang dingin. Sering terjadi penurunan berat badan jelas, tanpa penurunan nafsu makan. Pembesaran tiroid, tanda-tanda tirotoksik pada mata , dan takikardia ringan umumnya terjadi pada umumnya terjadi. Kelemahan otot dan berkurangnya masa otot dapat sangat berat sehingga pasien tidak dapat berdiri dari kursi tanpa bantuan.

(9)

Pada anak-anak terdapat pertumbuhan cepat dengan pematangan tulang yang lebih cepat. Pada pasien-pasien di atas 60 tahun, manifestasi kardiovaskuler dan miopati sering lebih menonjol; keluhan yang paling menonjol adalah palpitasi, dispnea pada latihan, tremor, nervous, dan penurunan berat badan.

Dermopatia tiroid terdiri dari penebalan kulit, terutama kulit di atas tibia bagian bawah, yang disebabkan penumpukan glikosaminoglikans . Hal ini relatif jarang terjadi pada kira-kira 2-3% pasien dengan penyakit Graves. Biasanya dihubungkan dengan oftalmopati dan titer serum TSH-R Ab [stim] yang sangat tinggi. Kulit sangat menebal dan tidak dapat dicubit. Kadang-kadang mengenai seluruh tungkai bawah dan dapat meluas sampai ke kaki. Keterlibatan tulang (osteopati) dengan pembentukan tulang subperiosteal dan pembengkakan terutama j elas pada tulang-tulang metakarpal. Ini juga adaalh penemuan yang relatif jarang. Penemuan yang lebih sering pada penyakit Graves adalah pemisahan/separasi kuku dari bantalannya atau onikolisis.

2.2.5 Tanda-Tanda Pada Pemeriksaan Fisik di Bagian Mata

(10)

Gambar 2.4. Proptosis

• Dalrymple’s Sign

Dalrymple’s sign adalah pelebaran yang abnormal dari palpebra sehingga menyebabkan pelebaran fissura palpebra.

• von Graefe’s Sign

von Graefe’s sign adalah kegagalan palpebra mengikuti pergerakan bola mata saat pandangan diarahkan ke bawah. Gerakan palpebra akan terlihat lambat.

• Griffith’s Sign

Kegagalan palpebra mengikut pergerakan bola mata saat pandangan diarahkan ke arah atas.

• Rosenbach’s Sign

(11)

• Boston’s Sign

Boston’s sign adalah spasme dari palpebra saat bola mata diarahkan ke bawah

• Mean’s Sign

Mean’s sign adalah pergerakan bola terlihat lambat dibandingkan gerakan palpebra saat pasien diminta memandang ke atas.

• Stellwag’s Sign

Adalah tanda dimana mata pasien jarang berkedip. Biasanya gejala ini bersamaan dengan Dalrymple’s sign.

• Jelink’s Sign

Hiperpigmentasi dari palpebra

Tabel 1. Klasifikasi Perubahan-perubahan pada Mata pada Penyakit Graves

Tingkat Definisi

0 Tidak ada tanda atau gejala-gejala

1 Hanya ada tanda, tidak ada gejala (tanda-tanda terbatas pada retraksi kelopak bagian atas, membelalak, lambat menutup mata.)

2 Terkenanya jaringan lunak (gejala-gejala dan tanda-tanda). 3 Proptosis (diukur dengan eksoftalmometer Hertal)

4 Terkenanya otot-otot ekstraokular. 5 Terkenanya kornea.

6 Hilangnya penglihatan (terkena nervus optikus).

Tingkat 2 mewakili terkenanya jaringan lunak dengan edema periorbital; kongesti atau kemerahan konjungtiva dan pembengkakan

(12)

konjungtiva (kemosis). Tingkat 3 mewakili proptosisi sebagaimana diukur dengan eksoftalmometer Hertel.

Instrumen ini terdiri dari 2 prisma dengan skala dipasang pada suatu batang. Prisma-prisma ini diletakkan pada tepi orbital lateral dan jarak dari tepi orbital ke kornea anterior diukur dengan skala . Tingkat 4 mewakili keterlibatan otot yang paling sering terkena adalah rektus inferior, yang merusak lirikan ke atas. Otot yang kedua paling sering terkena adalah rektus medialis dengan gangguan lirikan ke lateral. Tingkat 5 mewakili keterlibatan kornea (keratitis), dan tingkat 6 hilangnya penglihatan akibat terkenanya nervus optikus. Seperti disebutkan di atas, oftalmopatia disebabkan infiltrasi otot-otot ekstraokular oleh limfosit dan cairan edema pada suatu reaksi inflamasi akut. Orbita berbentuk konus ditutupi oleh tulang; dan pembengkakan otot-otot ekstraokular karena ruang tertutup ini menyebabkan protopsis bola mata dan gangguan pergerakan otot, mengakibatkan diplopia. Pembesaran otot okular dapat ditunjukkan dengan baik menggunakan CT scan orbital atau MRI. Bila pembengkakan otot terjadi ke posterior, menuju apeks dari konus orbitalis, nervus optikus tertekan dan bila hal ini terjadi, inilah yang akan mungkin menyebabkan hilangnya penglihatan.

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang

Sebenarnya, kombinasi peningkatan FT4I atau FT4 dan TSH tersupresi membuat diagnosis hipertiroidisme. Pada penyakit Graves awal dan rekuren, T3 dapat disekresikan pada jumlah berlebih sebelum T4, jadi serum T4 dapat normal sementara T3 meningkat. Jadi, jika TSH disupresi

(13)

dan FT4I tidak meningkat, maka T3 harus diukur. Autoantibodi biasanya ada, terutama imunoglobulin yang menstimulasi TSH-R Ab [stim]. Ini merupakan uji diagnostik yang membantu pada pasien tiorid yang “apatetik" atau pada pasien yang mengalami eksoftalmus unilateral tanpa tanda-tanda yang jelas atau manifestasi laboratorium adanya penyakit Graves. Ambilan radioiodin berguna ketika diduga ada hipotiroidisme ambilan rendah; ini dapat terjadi pada fase subakut atau tiroiditis Hashimoto. Jenis hipopertiroidisme ini seringkali sembuh spontan. Scan technetium atau 123I dapat membantu bila dibutuhkan untuk memperlihatkan ukuran kelenjar dan mendeteksi adanya nodul "panas" atau "dingin. Sejak uji TSH ultrasensitif dapat mendeteksi supresi TSH, uji TRH dan uji supresi TSH jarang dianjurkan.

Ekografi dan CT scan orbita telah menunjukkan adanya pembesaran otot pada kebanyakan pasien dengan penyakit Graves walaupun tidak terdapat tanda-tanda klinis oftalmopati. Pada pasien dengan tanda-tanda klinis oftalmopati, pembesaran otot orbita sering sangat menonjol.

(14)

BAB III KESIMPULAN

Angka kejadian hipertiroid cukup tinggi di Indonesia. Karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk mengurangi insidensi dan kecacatan dari penyakit ini dengan mengenali tanda-tandanya.

Bagi dokter muda, sangat penting untuk menguasai bagaimana penegakan diagnosis kasus-kasus hipertiroid, terutama dalam pemeriksaan fisik.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Barrett, E.J. The thyroid gland. In Boron WF, Boulpaep EL. Medical physiology.A cellular and molecular approach. Ist Edition. Saunders. Philadelphia. 2003, 1035- 1048.

Djokomoeljanto R, 2006, Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme, In: Sudoyo Aru W, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3, 4th edn, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. pp 1933-1943.

Magner JA : Thyroid stimulating hormone: biosynthesis, cell biology and bioactivity. Endocr Rev 1990; 11:354

Mega S S, 2004, Anatomi Klinis Kelenjar Tiroid, Universitas Sumatra Utara digital library, pp 1-7.

Solomon B. Current trend in the management of Graves disease. J Clin Endocrinol Metab 1990 ; 70:1518

Surks MI. American thyroid association guidelines for use of laboratory test in thyroid disorders. JAMA 1990; 263:1529

Warner SC: Classification of the eye changes of Graves disease. J Clin Endocrinol Metab 1977;44:203

Wartofsky L, 2000, Penyakit Tiroid, In: Harison, Prinsip-Prinsip llmu Penyakit Dalam, 13 edn, EGC, Jakarta, pp 2144-2168.

Gambar

Gambar 2.3. Retraksi Kelopak Mata
Gambar 2.4. Proptosis
Tabel   1.   Klasifikasi   Perubahan-perubahan   pada   Mata   pada   Penyakit  Graves

Referensi

Dokumen terkait

Teknik dan taktik dalam bermain tunggal daam permainan tenis terdiri dari: teknik umum (hindari membuat kesalahan dalam bermain, lakukan pukulan-pukulan bervariasi, hindari

Pada musim barat (Gambar 15a) dimana dicirikan oleh adanya pola angin yang dominan bergerak dari barat hingga barat laut, membangkitkan gelombang lebih tinggi yakni ditandai

batang grafit pensil 2B sebagai anoda dan platina sebagai katoda. Hasil yang diperoleh dari metode elektrolisis kemudian difiltrasi menggunakan pompa filtrasi vakum untuk

c. Sebanyak 4 nama yang telah dibakukan TNPNR ternyata bukan pulau, maka perlu dilakukan penghapusan data tersebut dari gasetir nasional. Terdapat 8 pulau yang sudah termasuk

1) Bab I Pendahuluan, yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, kerangka teori, metode

Penelitian menunjukkan bahwa aroma, warna, dan rasa tempe dari enam varietas yang dicoba, sebelum dan setelah disimpan beku, me- menuhi standar yaitu dengan kriteria normal khas..

Kandungan amilosa mempengaruhi pola absorpsi airnya, beras dengan amilosa tinggi relatif lebih mudah menyerap air dibanding beras amilosa rendah pada suhu kurang

[r]