• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPACARA PANDE MBARU GENDANG DI KAMPUNG TENDA KELURAHAHAN TENDA KECAMATAN LANGKE REMBONG KABUPATEN MANGGARAI FLORES NTT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UPACARA PANDE MBARU GENDANG DI KAMPUNG TENDA KELURAHAHAN TENDA KECAMATAN LANGKE REMBONG KABUPATEN MANGGARAI FLORES NTT"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

UPACARA PANDE MBARU GENDANG DI KAMPUNG

TENDA KELURAHAHAN TENDA KECAMATAN

LANGKE REMBONG KABUPATEN MANGGARAI

FLORES NTT

Oleh :

PETRONELA SRIYANTI KAMIS 1201605004

PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

ii

UPACARA PANDE MBARU GENDANG DI KAMPUNG

TENDA KELURAHAHAN TENDA KECAMATAN

LANGKE REMBONG KABUPATEN MANGGARAI

FLORES NTT

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Antropologi pada

Fakultas Ilmu Budaya Univeristas Udayana

Disusun oleh :

PETRONELA SRIYANTI KAMIS 1201605004

PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Upacara Pande Mbaru Gendang di Kampung Tenda

Kelurahan Tenda Kecamatan Langke Rembong Kabupaten Manggarai Flores NTT”.

Secara resmi penulisan skripsi ini adalah hasil jerih payah penulis sendiri, namun tanpa dorongan dan bantuan dari beberapa pihak mungkin penulisan skripsi ini tidak dapat selesai. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sedalam-dalamnya antara lain kepada pihak-pihak berikut ini:

1. Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A

2. Ketua Prodi Antropologi, Bapak Drs. I Nyoman Suarsana, M.Si

3. Bapak Dr. Purwadi, M. Hum, selaku pembimbing I dan ibu Dra. A. A. Ayu Murniasih, M.Si, selaku pembimbing II, yang dengan sabar memberikan arahan dan saran, serta banyak meluangkan waku untuk membimbing penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan

4. Ibu Dr. Dra. Ni Made Wiasti, M.Hum, sebagai pembimbing akademis yang selalu memberikan motivasi dan saran-saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

5. Segenap dosen di program studi Antropologi yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan segala petunjuk, serta ilmu, yang telah diberikan berupa kuliah – kuliah yang bermanfaat

6. Bapak Ngguru Antonius selaku Lurah Tenda beserta stafnya

7. Bapak Agustinus Palu Baru selaku tua golo di Kampung Tenda yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membantu penulis melakukan pengambilan data

8. Bapak Nik Deki yang juga telah banyak membantu penulis di lokasi penelitian

9. Bapak Lukas Hua dan bapak Petrus Asar, serta seluruh masyarakat Kampung Tenda yang dengan tulus dan sabar membantu penulis dalam pengambilan data, serta memberikan informasi di lapangan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan

10. Kedua orang tua penulis, Bapak Nobertus Kamis dan Ibu Marta Alus, yang sangat berjasa dalam kehidupan penulis, serta kakak-kakak tercinta yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan dan motivasi selama penulisan skripsi ini

11. Sahabat penulis Ovi dan Stevi yang telah menemani penulis ke Lokasi penelitian, serta adik yang juga merupakan sahabat penulis Nansy Akong dan juga Vino yang telah memberikan motivasi selama penulisan skripsi ini

(8)

viii

12. Seseorang yang telah banyak memberikan motivasi kepada penulis, terima kasih atas segala bentuk dukungan dan kebersamaannya selama ini

13. Teman-teman Antropologi angkatan 2012, Ari, Enjel, Fansi, Ulik, Diah, Emonk, Nia, Caca, Nanda,Mustika, Hartawan, Yosua, Pandu, dan Antara, terima kasih atas kebersamaan selama penulis menempuh kuliah di Universitas Udayana.

14. Semua pihak yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas segala dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama penulisan skripsi ini.

Akhir kata, penulis hanya dapat mendoakan semoga Tuhan yang Maha Pengasih membalas kebaikan mereka. Semoga skripsi ini bermanfaat, walaupun penulis juga menyadari bahwa skripsi ini sangat sederhana dan masih banyak kekurangan.

Denpasar, 19 Agustus 2016

(9)

ix ABSTRAK

Kampung Tenda merupakan salah satu kampung di Kabupaten Manggarai yang masih mempertahankan upacara adat. Salah satu upacara adat yang masih dilestarikan oleh masyarakat Kampung Tenda adalah upacara pande mbaru

gendang. Upacara pande mbaru gendang merupakan upacara yang dilaksanakan

oleh masyarakat Kampung Tenda pada saat membangun rumah adat. Dalam upacara pande mbaru gendang terkandung fungsi serta makna yang sangat penting bagi masyarakat Kampung Tenda.

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini meliputi (1) bagaimana prosesi upacara pande mbaru gendang di Kampung Tenda? (2) Apa fungsi dan makna upacara pande mbaru gendang di Kampung Tenda?. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prosesi upacara pande mbaru gendang, serta untuk mengetahui fungsi dan makna upacara pande mbaru gendang di Kampung Tenda, Kelurahan Tenda, Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai, NTT. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori dari Robert K. Merton tentang fungsi nyata (manifest) dan fungsi tersembunyi (latent). Adapun beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah prosesi, upacara, upacara

pande mbaru gendang, makna, dan fungsi. Metode yang digunakan adalah

metode kualitatif. Teknik pengumpulan data meliputi observasi, wawancara, studi kepustakaan. Analisis data yang digunakan analisis deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa prosesi Upacara pande mbaru

gendang terdiri dari tiga tahap yakni upacara tahap I (upacara yang dilakukan

sebelum membangun rumah adat) terdiri dari prosesi upacara tesi, prosesi upacara peletakan batu pertama, prosesi upacara racang cola, ace, prosesi roko

molas poco. Upacara tahap II (upacara yang dilakukan saat tahap pengerjaan

rumah adat) terdiri dari prosesi upacara derek siri bongkok dan prosesi upacara

takung siri bongkok. Upacara tahap III (upacara yang dilaksanakan setelah

membangun rumah adat) terdiri dari prosesi upacara we’e mbaru dan prosesi upacara congko lokap. Akan tetapi, seiring perkembangan zaman upacara pande

mbaru gendang mengalami dinamika, hal tersebut data dilihat dalam upacara

peletakan batu pertama, roko molas poco, dan congko lokap. Dalam upacara

pande mbaru gendang terdapat fungsi laten dan manifest. Selain itu adapun

makna yang terkandung dalam upacara pande mbaru gendang yaitu makna religius, makna pendidikan, makna kekerabatan, dan makna ekonomi.

(10)

x

Abstract

Manggarai has numerous villages that preserve traditional ceremonies and Tenda Village, or Kampung Tenda becomes one of the villages. Traditional ceremonies and rituals, in this village, are held on particular time and Pande Mbaru Gendang is one of the preserved ceremonies. It is arranged when local people of Tenda Village are going to build traditional house. Therefore, the ceremony of Pande Mbaru Gendang has an important meaning and function for people of Tenda Village.

The problems were formulated in this study: (1) How was the ceremony of Pande Mbaru Gendang held? (2) What was the meaning and function of the ceremony of Pande Mbaru Gendang? Thus, the aims of the study were to know the procession and procedures of the ceremony of Pande Mbaru Gendang and to know the meaning and function of the ceremony. Robert K. Merton’s theory about manifest and latent functions was applied in order to conduct the study. Concept of the study talks about procession, ceremony, ceremony of Pande Mbaru Gendang, meaning, and function. Qualitative method was conducted and descriptive – qualitative method was applied in analyzing the data.

As a result, the study showed there were three procedures in ceremony of Pande Mbaru Gendang. The first procedure was a ceremony before starting to build the traditional house; there were ceremonial procession of Tesi, laying the first stone, Racang Cola, Ace, and Roko Molas Poco. The second procedure was a ceremony in current progress of constructing traditional house; there were ceremonial procession of Derek Siri Bongkok and Takung Siri Bongkok. The third procedure was a ceremony after finishing the traditional house; there were ceremonial procession of We’e Mbaru and Congko Lokap. However, as the time changed the ceremony of Pande Mbaru Gendang also experienced constant changes occurred in ceremonial procession of laying the first stone, Roko Molas Poco, and Congko Lokap. There were manifest and latent functions found in the ceremony of Pande Mbaru Gendang, and religious, education, kinship, and economic meanings were embodied in the ceremony.

(11)

xi DAFTAR ISI

JUDUL ... i

PERSYARATAN GELAR ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... iv

LEMBARAN PENGESAHAN ... v

PANITIA PENGUJI ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL DAN BAGAN ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

GLOSARIUM ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 8

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 9

1.4 Teori dan Konsep ... 9

1.4.1 Teori ... 9

1.4.2 Konsep ... 12

1.5 Model Penelitian ... 16

1.6 Metode Penelitian ... 17

1.6.1 Lokasi Penelitian ... 17

1.6.2 Jenis dan Sumber Data ... 18

1.6.3 Teknik Penentuan Informan ... 19

1.6.4 Instrumen Penelitian ... 20

1.6.5 Teknik Pengumpulan Data ... 20

(12)

xii

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1 Kondisi Geografis ... 23

2.2 Demografi ... 24

2.3 Sejarah Kampung Tenda ... 25

2.4 Sistem Organisasi Sosial Masyarakat ... 27

2.5 Pola Perkampungan ... 30

2.6 Agama Dan Sistem Kepercayaan ... 37

2.7 Sistem Pengetahuan ... 40

2.8 Sistem Mata Pencaharian ... 41

BAB III PROSESI UPACARA PANDE MBARU GENDANG DI KAMPUNG TENDA KABUPATEN MANGGARAI NTT 3.1 Prosesi Upacara Pande Mbaru Gendang ... 44

3.1.1 Tempat Upacara ... 45

3.1.2 Saat-Saat Upacara ... 45

3.1.3 Benda-Benda Upacara ... 47

3.1.4 Orang-Orang yang Melakukan dan Memimpin Upacara ... 51

3.1.5 Rangkaian Prosesi Upacara Pande Mbaru Gendang ... 52

3.2 Dinamika Prosesi Upacara Pande Mbaru Gendang ... 86

BAB IV FUNGSI DAN MAKNA UPACARA PANDE MBARU GENDANG 4.1 Fungsi Upacara Pande Mbaru Gendang ... 91

4.1.1 Fungsi Manifest Upacara Pande Mbaru Gendang ... 93

4.1.2 Fungsi Laten Upacara Pande Mbaru Gendang ... 96

4.2 Makna Upacara Pande Mbaru Gendang ... 101

4.2.1 Makna Religius ... 102 4.2.2 Makna Pendidikan ... 105 4.2.3 Makna Kekerabatan ... 106 4.2.4 Makna Ekonomi ... 108 BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan ... 110 5.2 Saran ... 111 DAFTAR PUSTAKA ... 113 LAMPIRAN

(13)

xiii

DAFTAR TABEL DAN BAGAN

Bagan Model Penelitian ... 16 Bagan II.1 Struktur Organisasi Kelurahan Tenda ... 28 Tabel II.1 Jumlah Penduduk di Kelurahan Tenda

Berdasarkan Jenis Kelamin ... 24 Tabel II.2 Jumlah Penduduk di Kelurahan Tenda

Berdasarkan Mata Pencaharian ... 42 Tabel II.3 Jumlah Jenis Ternak di Kelurahan Tenda ... 43

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Mbaru gendang (rumah adat) sementara di Kampung Tenda ... 35

Gambar II.2 Compang (tempat persembahan) Kampung Tenda ... 35

Gambar II.3 Gendang dan gong Kampung Tenda ... 36

Gambar II.4 Rumah adat yang sedang dibangun di Kampung Tenda ... 36

Gambar III.1 Sesajian dalam upacara pande mbaru gendang ... 50

Gambar III.2 Tua-tua adat Kampung Tenda sebelum melaksanakan upacara peletakan batu pertama... 58

Gambar III.3 Kayu yang akan dijadikan tiang induk yang hendak ditari menuju batas kampung ... 65

Gambar III.4 Kelompok penggotong tiang induk ... 71

Gambar III.5 Kelompok ronda (menyanyi) dalam prosesi roko molas poco ... 72

Gambar III.6 Tua-tua adat dan sebagian warga Kampung Tenda yang termasuk dalam kelompoh curu molas poco ... 72

Gambar III.7 Peletakan tiang induk rumah adat Kampung Tenda ... 76

Gambar III.8 Derek siri bongkok (penanaman tiang induk di tengah rumah adat) di Kampung Tenda... 76

(15)

xv Glosarium

Anak rona : Saudara laki-laki (pihak pemberi isteri).

Anak wina : Saudara perempuan (pihak penerima isteri).

Beo : Kampung di Manggarai, yang merupakan suatu tempat tingggal yang dihuni oleh penduduknya untuk selama- lamanya. Sebuah kampung (beo) di Manggarai telah dipilih oleh para leluhur dan telah diupacarai sesuai dengan tata krama adat Manggarai. Kisah berdirinya atau terbentuknya sebuah kampung di Manggarai tidak sama. Hal ini tergantung dari sejarah awal mula para leluhur menemukan tempat tersebut dan kemudian menjadikannya sebuah kampung.

Cepa : Sirih, pinang dan kapur. Cepa biasanya dimakan oleh nenek moyang masyarakat Manggarai kalau sedang bersantai, sehingga sampai sekarang cepa masih dikonsumsi para ibu-ibu di Manggarai.

Compang : Mesbah persembahan atau tempat persembahan yang terletak di tengah kampung, terbuat dari tumpukan batu dan tanah yang disusun rapi. Pada saat upacara besar masyarakat Manggarai, termasuk masyarakat Kampung Tenda berkumpul untuk memberikan persembahan kepada leluhur dan meletakkannya diatas compang.

Darat : Mahluk halus yang disebut bidadari atau peri. Menurut kepercayaan masyarakat setempat darat biasanya mendiami suatu tempat tertentu seperti di mata air, sungai yang besar.

Empo : Leluhur. Leluhur bagaikan jembatan dan jalan untuk sampai kepada Tuhan. Untuk mendatangkan rahmat dan berkat Allah, para anak cucu harus setia melaksanakan upacara adat sesuai permintaan leluhur. Berdasarkan kepercayaan dan keyakinan orang Manggarai, manusia diciptakan melalui leluhur. Empo yang mewariskan adat istiadat kepada keturunannya. Anak cucu yang melalaikan upacara adat dimarahi leluhur.

Ela : Babi juga merupakan hewan kurban dalam upacara adat di Manggarai.

(16)

xvi

Kaba : Kerbau, hewan yang biasa dijadikan sebagai hewan

kurban dalam upacara adat yang besar, seperti upacara peresmian rumah adat.

Lingko : Tanah milik bersama atau merupakan tanah ulayat warga kampung di Manggarai. Lingko itulah yang dibagi-bagikan kepada warga kampung sebagai sumber pemenuhan kebutuhan hidup. Adanya tanah ulayat merupakan salah satu syarat formal jika ingin mendirikan suatu kampung baru di Manggarai. Jika suatu kampung baru tidak memiliki tanah ulayat (lingko), itu berarti kampung tersebut diragukan keabsahannya.

Manuk : Ayam. Ayam pada umumnya biasa digunakan sebagai

hewan kurban dalam upacara adat baik upacara yang kecil maupun upacara adat yang besar. Ada beberapa jenis ayam yang digunakan dalam upacara adat di Manggarai yaitu, manuk lale (ayam yang berwarna kuning kemerah-merahan), manuk cepang (ayam berwarna merah), manuk

neni (ayam berwarna hitam).

Mbaru gendang : Rumah adat masyarakat Manggarai. Mbaru artinya rumah;

gendang/tembong adalah alat musik tradisional Manggarai

yang dibuat dari kayu dan kulit kambing. Rumah adat tempat disimpannnya gendang/tembong sebagai simbol hak ulayat atas lingko-lingko (tanah ulayat) yang dikuasainya.

Mori Keraeng : Bentuk kepercayaan masyarakat Manggarai pada

umumnya akan wujud tertinggi. Mori Keraeng adalah asal segala sesuatu, pengayom yang penuh kasih sayang dan pelindung manusia, pusat seluruh jagat raya dan titik akhir kehidupan manusia. Dibalik semua roh-roh yang ada terdapat kekuatan yang tertinggi yakni Mori Keraeng, yang menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi, serta memelihara apa yang telah ada. Mori keraeng diyakini oleh masyarakat Kampung Tenda sebagai pencipta, pemelihara, pemilik segala sesuatu.

Naga golo : Roh pelindung kampung yang diyakini tinggal di mesbah persembahan. Naga golo diyakini memiliki peranan khusus melindungi masyarakat dalam sebuah kampung dari berbagi serangan, entah serangan fisik dalam peperangan maupun serangan non fisik seperti penyakit, bencana alam dan lain sebagainya.

(17)

xvii

Natas : Halaman kampung yang memiliki banyak fungsi, salah satu fungsi natas yang paling penting adalah sebagai tempat dilaksanakannya upacara adat misalnya paki kaba (sembelih kerbau) pada saat pelaksanaan upacara congko

lokap setelah membangun rumah adat.

Paki kaba : Penyembelihan kerbau sebagai hewan kurban dalam

upacara adat yang besar. Biasanya penyembelihan kerbau dilakukan pada saat selesai pembangunan rumah adat sebagai bentuk terima kasih kepada Tuhan.

Poti : Mahkluk halus yang jahat atau setan. Jika manusia

berpapasan langsung dengan poti maka ia akan sakit, untuk menghindari hal yang lebih besar, orang yang berpapasan dengan poti akan dibawa ke dukun untuk disembuhkan.

Sanda dan mbata : Sanda adalah lagu adat yang dinyanyikan di rumah adat

Sambil mengelilingi tiang induk rumah adat. Mbata adalah lagu adat yang dinyanyikan di rumah adat sambil memukul gendang dan gong selama beberapa malam berturut-turut sampai puncak upacara adat yang dilaksanakan misalnya congko lokap.

Siri bongkok : Tiang induk rumah adat yang berada di tengah rumah adat, pada tiang induk ini digantung gendang dan gong. Pada tiang induk tersebut pemimpin adat bersandar saat memimpin upacara-upacara adat atau peristiwa penting lain yang berhubungan dengan warga kampung.

Torok : Doa adat yang dilakukan sebelum hewan kurban

disembelih, melalui torok dapat disampaikan permohonan-permohonan kepada Tuhan maupun leluhur.

Tuak : Minuman khas masyarakat Manggarai dan minuman awal

yang disuguhkan kepada leluhur pada saat melaksanakan upacara adat.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pembahasan fungsi dan makna simbolis tari Hudoq pada upacara panen dapat dikatakan tari tersebut mencerminkan kehidupan sosial masyarakat kampung

Permasalahan ini yang melatarbelakangi ketertarikan penulis untuk meneliti mengenai makna-makna simbol komunikasi dalam upacara adat Ngasa di Kampung Adat Jalawastu

Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan pendekatan deksriptif kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui pemahaman makna konsep pendapatan pada masyarakat kampung

Abstrak: Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu, (1) Prosesi upacara Merti Desa yang dilaksanakan di desa Cangkrep Lor, (2) Makna simbolis sesaji yang digunakan

Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk fungsi dan makna pada lambang/simbol dalam parjambaran pada upacara adat kematian saurmatua di Kecamatan Doloksanggul

Adapun batasan dalam penelitian ini adalah pembahasannya hanya berkisar pada deskritif upacara adat Baritan yang meliputi: Prosesi, makna, fungsi, isi cerita

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana prosesi upacara tradisi wiwit padi di desa Silendung Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo, makna simbolik sesaji dalam

Upacara keleman sebagai salah satu kegiatan yang dilakukan masyarakat keturunan etnik Madura dalam melestarikan budaya dan adat-istiadat dalam menanamkan nilai-nilai yang terkandung