BAB I
DASAR TEORI
A. Pengertian umum
Jembatan merupakan salah satu bentuk konstruksi yang berfungsi meneruskan jalan melalui suatu rintangan. seperti sungai, laut, lembah dan lain-lain sehingga lalu lintas jalan tidak terputus olehnya.
Dalam perencanaan konstruksi jembatan dikenal dua bagian yang merupakan satu kesatuan yang utuh yakni:
1. Bangunan Bawah (Sub Struktur). 2. Bangunan Atas (Super Strukur).
Bangunan atas terdiri dari lantai kendaraan, trotoar; tiang-tiang, sandaran dan gelagar.
Bangunan bawah terdiri dari pondasi, abutmen, pilar jembatan, dan lain-lain
B. Syarat dan Bentuk Jembatan
Pemilihan bentuk jembatan sangat dipengaruhi oleh kondisi dari lokasi jembatan tersebut. Pemilihan lokasi tergantung medan dari suatu daerah dan tentunya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di daerah, dengan kata lain bentuk dari konstruksi jembatan harus layak dan ekonomi.
Perencanaan konstruksi jembatan berkaitan dengan pemilihan letaknya. Oleh beberapa ahli menentukan syarat-syarat untuk acuan dari suatu perencanaan jembatan sebagai berikut:
1. Letaknya dipilih sedemikian rupa dari lebar pengaliran agar bentang bersih jembatan tidak terlalu panjang.
2. Kondisi dan parameter tanah dari lapisan tanah dasar hendaknya memungkinkan penggunaan struktur pondasi lebih efesien.
3. Pengggerusan (scow-ing) pada penampang sungai hendaknya dapat diantisipasi sebelumnya dengan baik agar propil saluran di daerah jembatan dapat teratur dan panjang.
Persilangan antara bentang sungai dengan bentang jembatan harus siku-siku, sebab persilangan miring tidak hanya mc,mperpanjarag lintasan tetapi juga mempersulit pelaksanaan kontruksi jembatan tersebut.
Dari syarat-syarat tersebut diatas telah dijelaskan bahwa pemiliham lokasi penempatan jembatan merupakan salah satu dari rangkaian sistem perencanaan konstruksi jembatan yang baik, namun demikian aspek-aspek yang lain tetap menjadi bagian yang penting, misalnya saja sistem perhitungan konstruksi; penggunaan struktur ataupun mengenai sistem nonteknik seperti obyektivitas pelaksana dalam merealisasikan jembatan tersebut.
Mengenai bentuk-bentuk jembatan itu dapat dibedakan sesuai dengan :
a. Material yang digunakan
Jembatan kayu, penggunaannya dikhususkan untuk lalu lintas biasa dan mempunyai bentang yang relatif kecil serta kadang disebut sebagai jembatan non permanen.
Jembatan baja, konstruksinya secara keseluruhan terbuat dari unsur baja, baik untuk bentang yang cukup besar maupun yang kecil. Jembatan beton, secara garis besar sama dengan jembatan baja namun material utamanya bersumber dari beton.
Jembatan gabungan baja dan beton. b. Jenis konstruksinya
Jembatan ulir, termasuk jembatan gelagar yang terdiri dari bentang-bentang yang bertumpu pada tiang-tiang berulir,dimana terbuat dari gelagar-gelagar besi berantai kayu / seng gelombang.
Jembatan gelagar, penggunaannya apabila jembatan plat sudah tidak mampu lagi memikul beban yang bekerja pada jembatan tersebut.
Jembatan plat, merupakan jembatan tanpa balok utama (gelagar).
Jembatan gantung, dapat digunakan pada bentang pendek maupun pada bentang panjang, namun memerlukan kabel-kabel yang bertegangan tinggi sebab semua muatan yang bekerja pada jembatan dipikul oleh kabel.
Jembatan dinding penuh, kadang terbuat dari kayu, tetapi kayu yang memenuhi persyaratan sulit untuk diperoleh dan juga mudah lapuk. Untuk pemakaian dinding penuh saat sekarang kebanyakan terbuat dari baja.
Jembatan lengkungan, jembatan ini terbuat dari beton tumbuk untuk bentang kecil dan beton bertulang pada bentang yang besar.
c. Menurut penggolongan
Jembatan yang dapat digerakkan, merupakan jenis jembatan baja yang pelaksanaannya dibuat sebagai gelagar dinding penuh.
Jembatan tetap, jenis seperti ini digunakan untuk keperluan lalu lintas, seperti jembatan kayu, jembatan baja, jembatan beton dan jembatan batu.
C. Jembatan Komposit a. Defenisi
Jembatan komposit merupakan paduan konstruksi pelat beton bertulang dan baja yang bekerja menjadi satu kesatuan dalam menahan beban yang bereaksi terhadapnya
b. Sifat-Sifat Dasar Beton
Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari agregat alam seperti kerikil, pasir dan bahan perekat. Bahan perekat yang biasa digunakan adalah merupakan campuran air dan semen. Secara umum, beton dibagi dalam dua bagian yaitu : Beton bertulang, dan yang tidak bertulang dengan mutu yang berbeda-beda. Beton bertulang adalah suatu bahan bangunan yang kuat, tahan lama dan
dapat dibentuk menjadi berbagai ukuran. Manfaat dan keserbagunaannya dicapai dengan mengkombinasikan segi-segi yang terbaik dari beton dan baja dengan demikian apabila keduanya dikombinasikan, baja akan dapat menyediakan kekuatan tarik dan sebagian kekuatan geser, sedangkan pada beton hanya kuat menahan kekuatan tekan dari beban yang diberikan.
D. Beban Yang Diperhitungkan Dalam Perencanaan
Beban yang bekerja pada struktur konstruksi suatu jembatan di Indonesia berdasarkan peraturan muatan untuk konstruksi jembatan jalan raya No. 12 tahun 1970. Muatan tersebut bekerja sebagai muatan tetap dan muatan bergerak, dengan perincian sebagai berikut:
1. Muatan Primer
Muatan primer adalah muatan yang merupakan muatan utama dalam perhitungan tegangan untuk setiap perencanaan jembatan.
Yang termasuk muatan primer adalah a. Muatan mati.
Muatan mati adalah semua muatan yang berasal dari berat sendiri jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur tambahan tetap yang dianggap merupakan satu kesatuan tetap dengannya.
b. Muatan Hidup
Muatan hidup adalah semua muatan yang berasal dari berat kendaraan-kendaraan yang bergerak atau yang lalu lintas dan berat orang yang berjalan kaki yang dianggap bekerja pada jembatan.
Muatan hidup dinyatakan dalam dua macam muatan yaitu muatan "T", yang merupakan muatan untuk lantai kendaraan dan muatan "D", yang merupakan muatan untuk jalur lalu lintas kendaraan.
Yang dimaksud jalur lalu lintas adalah bagian dari lantai kendaraan oleh satu deretan kendaraan. Jalur lalu lintas ini mempunyai lebar minimum 2,75 m
dan lebar maximum 3,75 m. Jumlah jalur lalu lintas untuk kendaraan dengan lebar 5,50 m atau lebih ditentukan dengan daftar di bawah ini:
Lebar lantai kendaraan Jumlah jalu 5,50 – 8,25 m dari 8,25 – 11,25 m dari 11,25 – 15,00 m dari 15,00 – 18,75 m dari 18,75 – 22,50 m 2 3 4 5 6
Tabel 1. Jumlah Jalur Lalu Lintas
- Muatan T adalah muatan oleh kendaraan truk yang mempunyai beban roda sebesar 10 ton, dengan ukuran-ukuran serta kedudukan.
- Muatan D atau muatan jalur lalu iintas yang terdiri dari muatan pada setiap jalur lalu lintas yang terdiri dari muatan terbagi rata sebesar ton permeter panjang jalur, dan muatan garis P - 12 ton melintang jalur lalu lintas tersebut.
Besar q ditentukan sebagai berikut :
q = 2,2 t /m' untuk L ≤ 30 m q = 2,2 t/m' - 60 1 , 1 (L-30) tm untuk 30 m <L, ≤ 60 m q = l,l t/m' L 30 1 t/m' untuk L > 60 m
L = panjang dalam meter dari bentang yang bersangkutan
Dalam penggunaan muatan D ini berlaku pada jalur lalu lintas yang bagian dari lantai kendaraan sebesar 5,50 m selebihnya hanya dibebani sebesar 50 % dari muatan D tersebut.
c. Kejut
Untuk memperhitungkan pengaruh-pengaruh dinamis lainnya tegangan-tegangan akibat muatan D harus dikaitkan dengan koefisien kejut. Koefisien kejut ini ditentukan dengan rumus : L K 50 20 1 Dimana : K = Koefisien kejut
L = Panjang dalam meter dari bentang yang bersangkutan.
2. Muatan Sekunder
Muatan sekunder adalah muatan pada jembatan-jembatan yang merupakan muatan sementara, yang selalu bekerja untuk perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan. Pada umumnya muatan ini mengakibatkan tegangan-tegangan yang relatif lebih kecil dari pada tegangan-tegangan akibat muatan primer, dan biasanya tergantung dari bentang, sistem jembatan, bahan dan keadaan setempat.
Yang dimaksud dengan muatan sekunder adalah : a. Muatan angin.
Pengaruh tekanan angin sebesar 150 kq/m, pada jembatan ditinjau berdasarkan bekerjanya muatan angin horisontal terbagi rata pada arah vertikal jembatan, dalam arah tegak lurus sumbu memanjang b. Caya akibat perbedaan suhu.
c. Gaya rem dan traksi
3. Muatan khusus
Muatan khusus adalah muatan yang merupakan pemuatan khusus untuk perhitungan tegangan pada perencanaan jembatan. Muatan ini bersifat tidak terlalu bekerja pada jembatan, hanya berpengaruh pada sebagian konstruksi, tergantung dari keadaan setempat. Yang termasuk muatan khusus adalah:
a. Gaya akibat gempa bumi b. Gaya akibat aliran air
E. Perencanaan Pipa Sandaran
Pada perencanaan pipa sandaran, ditentukan:
a. Beban hidup yang bekerja pada pipa sandaran (ql) Mmax = 1/8 . q . 1
b. Luas penampang pipa A = ¼ π (D2 – d2).
(Buku Teknik Sipil, Nova Sunggono KH Ir) c. Momen tahanan W M W M
d. Diameter dan tebal pipa sandaran yang dilihat pada tabel.
e. Berat pipa = A x γ baja (7850 Kg/m2) F. Perencanaan Tiang Sandaran
Pada perencanaan tiang sandaran ditentukan: 1. Beban horisontal (H1)
2. Berat sendiri tiang sandaran + pipa sandaran 3. Tulangan tiang sandaran
G. Perencanaan Lantai Trotoar
Pada perencanaan lantai trotoar, ditentukan: 1. Data-data perencanaan yang dibutuhkan:
- γ Beton = 2400 kg/m3
- Tebal trotoar - Tebal kerb beton - Mutu beton ( fc ) - Mutu baja (fy)
2. Beban - beban yang diperlukan: - Berat sendiri trotoar (W1)
- Berat sendiri kerb beton (W2)
- Beban hidup (W3)
- Beban tiang sandaran + pipa (W4)
- Beban horisontal pada tiang sandaran (H1)
3. Perhitungan momen 4. Perhitungan tulangan H. Perencanaan Lantai Jembatan
Perencanaan lantai kendaraan didasarkan pada : 1. Beban mati
- Akibat berat sendiri lantai kendaraan - Akibat berat aspal
- Akibat berat air hujan 2. Beban hidup
Beban kendaraan kelas II, beban as = 20 Beban 1 roda = 10 ton.
Perhitungan momen yang terjadi disesuakan dengan kondisi pembebanan, yaitu:
1. Bila satu roda ditengah antara dua balok memanjang 2. Dua roda berdekatan dengan jarak 1 m as ke as
Perhitungan tulangan 2 . d b Mu Mu = Momen Ultimate Ratio tulangan:
Syarat ρ min < ρ < ρ max
Luas tulangan pokok As = ρ . b . d Luas tulangan bagi :
Untuk fy = 240 Mpa 100 . . 25 , 0 b h Asb Untuk fy = 400 Mpa 100 . . 18 , 0 b h Asb
(Dasar-Dasar Perencanaan Beton bertulang hal. 78)
I. Perencanaan Gelagar Type Komposit a. Perencanaan Gelagar Memanjang
1. Beban mati komposit (qdc) yang terdiri dari :
a. Beban mati primer b. Beban mati sekunder d. Berat sendiri gelagar
a. Beban merata (q) b. Beban garis (P) c. Beban hidup trotoar
3. Beban mati sebelum komposit (qdc)
Perhitungan lebar efektif
Untuk menghitung sifat penampang komposit secara praktis, konsep lebar efektif perlu diterapkan. Lebar efektif untuk gelagar dalam dengan plat di kedua sisi gelagar, diambil harga terendah sesuai standar AISC (American Institute of Steel Construction).
bE ≤ L / 4
bE ≤ bo (untuk jarak antara balok yang sama) bE ≤ bf + 16 ts
Kontrol tegangan yang terjadi: a. Tegangan sebelum komposit
Fs = MD/Wx
Syarat Fs < fs 4000 kg/cm2 b. Tegangan setelah komposit
Ix = Io + aY2 Ŷ = Y/A
Itr = Ix- AY2
Tegangan pada serat atas plat beton
c f fcijin Sbeton n MLc MDc Fe 0,45 .
Tegangan pada serat bawah balok bajaS
fy fbijin S MLc MDl Fb tr 66 , 0
b. Perencanaan Balok Diagfragma
Balok diagfragma direncanakan sebagai balok pengaku yang menahan gelagar terhadap beban lateral yaitu beban angin.
y fy E Cc 2 2
Perencanaan balok diagfragma didesain berdasarkan batang tekan. (Buku Struktur Baja 1 Desain dan Perilaku, Charles G. Salmon)
Tegangan ijin :
3 3 2 2 2 / 8 / 1 / 8 / 3 3 5 2 / 1 Cc r KL Cc r KL Fy Cc r KL Fa Fa = Tegangan ijin pada luas bruto dalam kondisi beban kerja
Cc(KL/r) = Angka kelangsingan kolom
J. Lendutan
Untuk menentukan lendutan batang komposit secara akurat, beberapa faktor yang biasanya tidak ditinjau harus diperhitungkan. Faktar-faktor ini adalah : metode konstruksi, pemisahan momen beban hidup dan momen beban mati, serta pengaruh rangkak (creep) dan sudut pada plat beton.
Metode konstruksi menentukan cara penampang lintang komposit memikul tegangan beban mati. Jika balok baja ditunjang dari bawah selama pengerasan plat beton, penampang komposit akan mengalami tegangan beban mati dan tegangan beban hidup. Namun jika balok baja tersebut ditunjang balok ini akan mengalami tegangan beban mati dan penampang komposit hanya mengalami tegangan beban hidup.
Kontrol lendutan
Lendutan beban mati :
x EI qdL fD 384 5 4
Lendutan beban hidup :
EItr PL EItr qdL fl 384 384 5 4 3
Lendutan total : F total = fD + fl
Lendutan maksimum yang diizinkan: F max = L/360
Syarat f total < f max
K. Perencanaan Alat Penahan Geser (Shear Conector)
Alat penahan geser dimaksudkan untuk menahan gaya geser horisontal yang timbul antara plat beton dan balok baja agar penampang komposit bekerja secara monolit. Walaupun lekatan yang timbul antara plat beton dan balok baja mungkin cukup besar, lekatan ini tidak dapat diandalkan untuk memberikan interaksi yang diperlukan. Juga gaya gesek antara
plat beton dan balok baja tidak mampu mengembangkan interaksi ini. Sebagai gantinya berat penyambung geser yang disambung ke puncak balok harus diberikan.
Dalam perencanaan alat penahan geser, rumus yang digunakan adalah: 2 . . . 85 , 0 1 Ac c f FS Vnh Vh 2 . 2 fy As FS Vnh Vh
Kekuatan nominal Vnh dibagi dengan 2 sebagai Faktor Keamanan (FS) untuk mendapatkan beban layanan yang dibutuhkan.
Diambil kapasitas geser (Vnh) yang maksimum. Dimana
Vh = Gaya geser horisontal yang harus ditahan Vnh = Kekuatan nominakl
Fc = Kekuatan tekan beton Ac = Luas beton efektif As = Luas balok baja
Fy = Tegangan leleh untuk balok baja
Qn = 0,004 . ds2 √f'c . Ec Dimana:
ds = diameter stud
Ec = modulus elastisitas beton W1,5 (0,041) √fc
Jumlah alat penyambung yang diperlukan (N), diperoleh dengan membagi harga Vh dengan gaya geser yang diizinkan pada suatu alat penyambung :
Qn Vh
N (Buku Struktur Baja 2 hal 616)
L. Perencanan Tumpuan
Ukuran perletakan direncanakan : - Dalam arah memanjang (L)
- Dalam arah lebar (B)
1. Perletakan rol
Rumus untuk mencari tebal bantalan/kursi dari plat perletakan : . . . 3 2 / 1 b L Ra S Dimana :
Ra = Reaksi vertikal yang terjadi L = Panjang perletakan
σ = Tegangan bantalan baja (1600 kg/cm)
Untuk jari-jari gelinding digunakan rumus Hertz
b d p d . . 10 . 75 , 0 6
σd = tegangan besi tuang (8500 kg/cm) 2. Perletakan sendi
Untuk menentukan tebal kursi pada peralatan sendi digunakan tabel Muller Breslau (Buku Seri Perencanaan Jembatan hal 13)
h/S2 B/aS3 W 3 4 5 6 4 4,2 4,6 5 0.2222 aS3h2 0.2251 aS3h2 0,2286 aS3h2 0,2815 aS3h2
Tabel 2. Muller Breslau
Tinggi perletakan sendi (h) dihasilkan setelah melihat tabel, kemudian menggunakan rumus :
.
W M h
Sedangkan untuk jari-jari gelinding digunakan rumus Herz b p r . . 8 , 0
dimana bila didapatkan r, r min (3 cm), maka diambil r min yaitu 3 cm
M. P e r c n c a n a a n S a m b u n g a n Baut Antara Diafragrma dengan Gelagar
Dalam menentukan kekuatan hubungan baut, kita harus meninjau aspek geser, tumpu, dan tarik, baik terhadap alat sambungannya maupun terhadap material yang disambung.
Pada sambungan ini baut-baut mengalami geser, dan setiap baut memikul beban yang soma. sehingga dalam perhitungannya hanya untuk menahan gaya reaksi saja.
Kontrol pengaruh geser
τ = P/A ≤ 0,6 τ (Buku PPBBI 1984 hal. 68) Menentukan kekuatan dukung dari baut.
a. Untuk sambungan irisan satu p = ¼ π d2 τ
p = δ d σtu Diambil harga yang terkecil
Tegangan tumpu
σtu = 1,5 σ untuk S1 ≥ 2d
b. Untuk sambungan irisan kembar p = ½ π d2 τ
p = δ d σtu Diambil harga yang terkecil