BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.1
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dalam dunia ekonomi modern saat ini, peranan bank sangat penting dalam masyarakat. Ini dapat dilihat dari makin maraknya minat masyarakat untuk menyimpan, berbisnis bahkan sampai berinvestasi melalui perbankan dan dapat dilihat dari tumbuhnya bank-bank swasta baru walaupun pemerintah semakin memperketat regulasi pada dunia perbankan.
2
Usaha bank dalam menghimpun dana dari masyarakat berbentuk simpanan. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.3
Bank merupakan subjek hukum (rechtspersoon), sehingga bank dapat membuat perikatan-perikatan (verbintensis) atau perjanjian-perjanjian (overeenkomst)
1
Lihat Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
2
Lihat Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
3
baik dengan bank lain, perusahaan-perusahaan maupun individu/manusia.4 Bank
sebagai subjek hukum dapat dibagi menjadi dua macam yaitu5
1. Bank sebagai badan hukum publik (publiek rechtpersoon) yaitu bank-bank kepunyaan negara seperti Bank Indonesia (BI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Tabungan Negara (BTN) dan lain-lain.
:
2. Bank sebagai badan hukum privat (privat rechtpersoon) ialah seperti bank swasta yang didirikan dengan bentuk badan hukum Perseroan Terbatas (PT), bank-bank koperasi yang didirikan dengan bentuk badan hukum koperasi, bank nasional yang mengadakan kerjasama (joint venture) dengan bank asing dengan bentuk Perseroan Terbatas (PT) dan lain-lain.
Bank sebagai badan hukum dapat membuat perikatan (verbintensis)6 atau
perjanjian-perjanjian (overeenkomst)7 seperti manusia biasa karena bank merupakan
suatu persona ficta atau dengan kata lain bank sebagai kenyataan merupakan subjek hukum. Bank dalam mengadakan perikatan-perikatan atau membuat perjanjian terjadi
dengan individu-individu, perusahaan-perusahaan, bank lainnya ataupun negara.8
Berdasarkan ketentuan hubungan antara bank dengan nasabah penyimpan
dana terdapat dua hubungan yaitu9
1. Hubungan yang didasarkan atas kepercayaan, dan :
4
Marhainis Abdul Hay, Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2000), hlm. IX.
5
Ibid, hlm. VIII.
6
Perikatan (verbintensis) adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. P. N. H Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia (Jakarta: Djambatan, 2009), hlm. 318.
7
Perjanjian (overeenkomst) adalah proses interaksi atau hubungan hukum dan dua perbuatan hukum yaitu penawaran oleh pihak yang satu dan penerimaan oleh pihak yang lainnya sehingga tercapai kesepakatan untuk menentukan isi perjanjian yang akan mengikat kedua belah pihak. R. Setiawan, Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya, (Bandung: Bina Cipta, 1987), hlm. 49.
8
Ibid, hlm. X.
9
2. Hubungan yang didasarkan perjanjian penyimpanan.
Hubungan antara bank dan nasabah didasarkan pada 2 (dua) unsur yang saling
terkait, yaitu hukum dan kepercayaan.10 Usaha perbankan meliputi tiga kegiatan yaitu
menghimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya.
Usaha-usaha yang dapat dilakukan bank meliputi11
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
:
2. Memberikan kredit.
3. Menerbitkan surat pengakuan hutang.
4. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya.
5. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan nasabah.
6. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya.
7. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.
8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.
9. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak.
10. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
11. Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal debitor tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada bank dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.
12. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kertu kredit dan kegiatan wali amanat. 13. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
14. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
10Ronny Sautma Hotma Bako, Hubungan Bank dan Nasabah terhadap Produk Tabungan dan Deposito (Suatu Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Deposal di Indonesia), (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), hlm. 32.
11
Selain melakukan kegiatan usaha tersebut di atas, Bank Umum dapat pula12 1. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
:
2. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
3. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai dengan ketentuan dalam perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.
Dalam sistem hukum Indonesia, segala bentuk praktik perbankan harus berdasarkan pada prinsip-prinsip yang terkandung di dalam ideologi Negara Indonesia yakni Pancasila dan tujuan Negara Indonesia dalam Undang-Undang Dasar 1945. Kekhususan ini dapat dlihat dalam kehidupan perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berdasarkan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama bank sebagai penghimpun dan pengatur dana masyarkat yang bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak.13
Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik dalam hal menghimpun dana maupun penyaluran dana. Saling percaya antara pihak bank dan masyarakat inilah yang membuat kegiatan dalam perbankan dapat terus berjalan. Bank harus selalu menjaga tingkat kepercayaan dari nasabah atau masyarakat agar menyimpan dana mereka di bank dan bank dapat menyalurkan dana tersebut untuk
menggerakkan perekonomian bangsa.14
Kemauan masyarakat untuk menyimpan sebagian uangnya di bank, semata-mata dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperolehnya kembali
12
Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2007), hlm. 64-65.
13
Lukman Santoso AZ, Hak dan Kewajiban Hukum Nasabah Bank, (Jakarta: Pustaka Yustisia, 2011), hlm. 12.
14
pada waktu yang diinginkan yang disertai dengan imbalan pula. Apabila kepercayaan nasabah penyimpan dana terhadap suatu bank telah berkurang, tidak tertutup
kemungkinan akan terjadi keraguan terhadap dana yang disimpannya.15
PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk (BNI) sebagai salah satu bank yang melayani jasa pengiriman uang melalui kasir (teller). Sejak awal didirikan pada tanggal 5 Juli 1946, sebagai bank pertama yang secara resmi dimiliki Negara Republik Indonesia, BNI merupakan pelopor terciptanya berbagai produk dan
layanan jasa perbankan.16
BNI adalah salah satu bank yang menjadi anggota Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS).17 Masuknya BNI menjadi anggota Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS) semakin meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk menjadi nasabah BNI. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi
keuangan (walk-in customer).18
BNI sebagai bank terpercaya bagi rakyat Indonesia memiliki banyak pegawai yang siap untuk membantu segala keperluan nasabah dalam transaksi perbankan. BNI
15
Djoni S. Gazali, dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 566.
16
http://www.bni.co.id/id-id/tentangkami/sejarah.aspx, di akses tanggal 10 Mei 2014.
17
Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan. Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan yang berbadan hukum. Lembaga Penjamin Simpanan adalah badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas simpanan nasabah penyimpan, melalui skim asuransi, dana penyangga, atau skim lainnya. Lihat Pasal 37 ayat (B) Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan.
18
Lihat Pasal 1 angka (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 jo Nomor 10/10/PBI/2008 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah.
juga memiliki berbagai Kantor Layanan (KLN) yang tersebar di seluruh Indonesia. Setiap KLN ini terdiri dari kepala KLN, customer service, kasir (teller), satpam (security) dan petugas kebersihan (office boy). Setiap pegawai yang ada di BNI disebut sebagai Insan BNI yang siap dan sigap untuk membantu kebutuhan nasabah sesuai dengan tugas kerjanya masing-masing.
BNI sebagai salah satu bank yang besar di Indonesia, memiliki banyak nasabah yang setiap hari melakukan transaksi keuangan di BNI yang dilayani oleh
kasir (teller). Kasir (teller) dapat melakukan transaksi setiap harinya yang meliputi19
1. Setoran Tunai baik ke rekening sendiri ataupun ke rekening nasabah BNI lain. :
2. Penarikan Tunai.
3. Pemindah Bukuan ke sesama rekening BNI.
4. Pengirimin uang ke rekening bank lain baik secara tunai ataupun non tunai. Hal ini dilakukan dengan kliring atau RTGS.
5. Kliring cek/bilyet giro bank lain.
6. Pembukaan atau penutupan deposito.
8. Pembayaran kartu kredit BNI.
19
Hasil wawancara dengan informan yaitu Odoria Tamba pegawai Branch Quality Assurance (BQA) PT. BNI KCU USU Medan.
9. Pembayaran berbagai jenis Modul Penerimaan Negara seperti Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penghasilan, Pajak Fiskal, dan Setoran Bukan Pajak.
10. Pembayaran berbagai tagihan seperti tagihan listrik, tagihan telkom, kartu halo, speedy dan matrix.
11. Pembayaran uang kuliah baik universitas negeri maupun swasta yang ada di Indonesia yang bekerjasama dengan BNI.
12. Pembayaran BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Imigrasi, Fidusia, Pesan nama PT/Yayasan, Asuransi, dan Lelang,
13. Pengiriman uang ke luar negeri/Outgoing Transfer (OTR).
14. Penerimaan kiriman uang dari luar negeri/Incoming Transfer (ITR).
15. Pertukaran Valuta Asing (Valas).
16. Melakukan pembayaran gaji melalui sistem Payroll.
17. Pertukaran uang dengan denominasi kecil/besar.
Setiap transaksi yang dilakukan oleh kasir (teller) secara sederhana dikatakan hanya terdiri dari dua hal yaitu pengkreditan uang nasabah dan pendebetan uang nasabah. Setiap transaksi yang dilakukan oleh kasir (teller) sangat membutuhkan kehati-hatian, ketelitian dan kejujuran karena berkaitan dengan uang nasabah di mana nasabah telah memberikan kepercayaan untuk menyimpan uangnya di bank tersebut.
Kasir (teller) dalam bekerja pasti ingin bekerja dengan baik, benar, jujur dan teliti. Namun dalam kenyataannya, kasir (teller) juga tidak bisa luput dari kelalaian yang menyebabkan kesalahan dalam melaksanakan pekerjaannya.
Kesalahan adalah dasar untuk pertanggungjawaban. Kesalahan merupakan keadaan jiwa dari si pembuat dan hubungan batin antara si pembuat dan perbuatannya. Adanya kesalahan pada seseorang, maka orang tersebut dapat dicela. Mengenai keadaan jiwa dari seseorang yang melakukan perbuatan merupakan apa yang lazim disebut sebagai kemampuan bertanggungjawab, sedangkan hubungan batin antara si pembuat dan perbuatannya itu merupakan kesengajaan, kealpaan, serta
alasan pemaaf.20
Perkataan lalai/culpa dalam arti luas berarti kesalahan pada umumnya, sedang
dalam arti sempit adalah bentuk kesalahan yang berupa kealpaan. Kelakuan “alpa”
diartikan sebagai kelakuan yang tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh
situasi.21 Menurut Van Hamel bahwa kelalaian itu mengandung dua syarat, yaitu22
1. Tidak mengadakan penduga-dugaan sebagaimana diharuskan oleh hukum. :
2. Tidak mengadakan penghati-hatian sebagaimana diharuskan oleh hukum.
Manusia dalam kehidupan sehari-harinya pasti pernah melakukan kelalaian termasuk dalam menjalankan pekerjaan. Jika seorang kasir (teller) melakukan suatu kelalaian dalam melakukan pekerjaannya maka akan dituntut suatu tanggung jawab kepadanya untuk menyelesaikan akibat yang ditimbulkan dari kelalaian tersebut.
20
Sudarto, Hukum dan Perkembangan Masyarakat, (Bandung: Sinar Baru, 1983), hlm. 85.
21
J.E.Sahetapy, Hukum Pidana, (Yogyakarta: Liberty, 1995), hlm. 115.
22
Kasir (teller) dalam hal ini tidak ada bermaksud sengaja atau berniat melakukan
kejahatan/fraud.23
Tanggung jawab adalah mengenai kewajiban untuk menebus (mengganti) terhadap apa yang telah dilakukannya yang menimbulkan kerugian. Dasar pertanggung jawaban adalah kewajiban membayar ganti rugi atas tindakan yang menimbulkan kerugian dan kewajiban untuk melaksanakan janji yang telah dibuat. Pertanggung jawaban harus didasarkan atas suatu perbuatan dan itu harus perbuatan
kealpaan atau kelalaian.24
Contoh kasus kelalaian kasir (teller) pernah terjadi pada April 2012, pada sebuah bank di negara bagian Hesse Jerman. Seorang penyelia kasir (teller) menerima permintaan transaksi senilai 64,20 euro dari seorang nasabah. Dia meneruskan permintaan ini pada petugas kasir (teller). Ternyata tanpa disadari penyelia kasir (teller), petugas kasir (teller) ini berada dalam kondisi yang tidak fit. Kasir (teller) yang tak disebutkan namanya ini menekan tuts komputer dengan lemah. Alih-alih mengetik angka 64,20 euro, dia malah menekan tombol angka 2 hingga 11 kali. Jadilah transaksi itu bernilai 222.222.222,22 euro. Penyelia kasir (teller) yang sudah berusia 48 tahun tidak menyadari ada kekeliruan dalam transaksi ini. Sehingga dia mengizinkan pengiriman uang dengan nilai besar tersebut. Akibatnya bank
tempatnya bekerja rugi besar.25
Contoh kasus kelalaian kasir (teller) juga pernah terjadi pada November 2009 di bank Mandiri. Pada waktu itu seorang nasabah melakukan transaksi pembayaran pajak. Kasir (teller) menghitung jumlah nominal pajak sebesar Rp. 11.800.00 dan mengatakan kepada nasabah uang nasabah pas dan tepat sebesar Rp. 11.800.000. Ketika nasabah selesai bertransaksi dan meninggalkan bank, kasir (teller) menyadari ternyata telah terjadi kesalahan penghitungan uang dan terjadi selisih kurang Rp. 5.000.000. Beberapa jam kemudian nasabah tersebut kembali ke bank dan
menyerahkan kekurangan uang Rp. 5.000.000 kepada kasir (teller).26
Masih banyak lagi kelalaian yang sering dilakukan kasir (teller) dalam kegiatan transaksi keuangan nasabah, mengingat manusia dalam kehidupannya pasti
23
Fraud adalah tindakan curang, yang dilakukan sedemikian rupa, sehingga menguntungkan diri-sendiri/kelompok atau merugikan pihak lain (perorangan, perusahaan atau institusi). Fraud mengandung beberapa unsur, yaitu: tindakan yang disengaja, kecurangan, keuntungan pribadi/kelompok atau kerugian di pihak lain. Gillian Lees, Fraud Risk Management, A guide to good practice, (CIMA, Head of Corporate Governance).
24
Lukman Santoso AZ, Op.Cit., hlm. 77.
25
http://www.plasadana.com/detail.php?id=5012 diakses pada tanggal 13 Juli 2014.
26
http://www.ceriwis.com/lounge/1019324-yang-sering-ke-bank-masuk.html diakses pada tanggal 13 Juli 2014.
akan melakukan kelalaian. Berdasarkan uraian di atas akan dikaji tentang Pertanggung Jawaban Hukum Kasir (Teller) Akibat Kelalaian Dalam Transaksi Keuangan Nasabah (Studi Pada PT. BNI KCU USU Medan).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana hak dan kewajiban kasir (teller) dalam perjanjian kerja antara kasir (teller) dengan PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk?
2. Bagaimana kelalaian yang dilakukan oleh kasir (teller) dalam melakukan transaksi keuangan nasabah pada PT. BNI KCU USU Medan?
3. Bagaimana tanggung jawab kasir (teller) yang melakukan kelalaian dalam transaksi keuangan nasabah yang menimbulkan kerugian kepada nasabah pada PT. BNI KCU USU Medan?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dan menganalisis hak dan kewajiban kasir (teller) dalam perjanjian kerja antara kasir (teller) dengan PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis kelalaian yang dilakukan oleh kasir (teller) dalam melakukan transaksi keuangan nasabah pada PT. BNI KCU USU Medan. 3. Untuk mengetahui dan menganalisis tanggung jawab kasir (teller) yang
melakukan kelalaian dalam transaksi keuangan nasabah yang menimbulkan kerugian kepada nasabah pada PT. BNI KCU USU Medan.
D. Manfaat Penelitian
Selain tujuan-tujuan di atas, penelitian ini juga diharapkan untuk berbagai hal diantaranya :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan pemahaman dan kemampuan berpikir melalui penulisan karya ilmiah serta dapat menambah pengetahuan dan wawasan khususnya yang berkaitan dengan perbankan. Hasil penelitian ini juga bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya ilmu hukum perbankan dan dapat memberikan sumbangan pemikiran secara teoritis terhadap pertanggung jawaban hukum kasir (teller) akibat kelalaian dalam transaksi keuangan nasabah.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :
a. Memberikan pemahaman kepada masyarakat dalam hal ini masyarakat sebagai nasabah agar memahami hak dan kewajibannya jika terjadi kelalaian dalam transaksi keuangan nasabah yang dilakukan oleh kasir (teller) BNI.
b. Memberikan pemahaman yang tepat kepada pegawai bank khususnya kasir (teller) BNI sehingga dapat mengerti tanggung jawabnya jika melakukan kelalaian dalam transaksi keuangan nasabah.
c. Memberikan pemahaman kepada akademisi sebagai langkah awal dalam pengembangan dan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui tanggung jawab jika terjadi kelalaian oleh kasir (teller) dalam transaksi keuangan nasabah.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan yang di lakukan di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, penelitian yang membahas judul Pertanggung Jawaban Hukum Kasir (Teller) Akibat Kelalaian dalam Transaksi Keuangan Nasabah (Studi Pada PT. BNI KCU USU Medan) belum pernah dilakukan baik dalam judul maupun permasalahan yang sama. Dari hasil pemeriksaan diperoleh beberapa judul tesis yaitu :
1. Dessy Deria Elisabeth Ginting, NIM : 057005005, dengan judul “Kedudukan Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Perlindungan Dana Nasabah Bank”.
2. John Bert Christian, NIM : 107005151, dengan judul “Analisis Hukum Atas Penerapan Rahasia Bank di Indonesia Terkait dengan Perlindungan Data Nasabah Berdasarkan Prinsip Kepercayaan Terhadap Bank (Studi Pada PT. Bank CIMB Niaga TBK Cabang Medan)”.
3. Agustinus S Matua Purba, NIM : 04700500, dengan judul “Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah”, dengan rumusan masalah sebagai berikut :
a. Mengapa bank wajib menjaga kerahasiaan dalam melindungi nasabahnya?
b. Apakah terdapat hubungan antara penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Costumer Principle) dengan rahasia bank dalam melindungi nasabah?
c. Perlukah ketentuan rahasia bank diperlonggar untuk mencegah/ memberantas kejahatan?
Berdasarkan hasil penelitian judul tesis tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa permasalahan dan penelitian tesis dengan judul “Pertanggung Jawaban Hukum Kasir (Teller) Akibat Kelalaian Dalam Transaksi Keuangan Nasabah (Studi Pada PT. BNI KCU USU Medan)” ini tidak memiliki kesamaan dengan judul dan permasalahan yang telah ada sebelumnya. Permasalahan dan penyajian dari penelitian ini tidaklah sama dengan penelitian-penelitian tersebut. Oleh karena itu penelitian ini baru pertama kali dilakukan dan dapat disimpulkan bahwa penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.
F. Kerangka Teoritis dan Kerangka Konseptual 1. Kerangka Teoritis
Teori berasal dari kata theoria dalam bahasa latin yang berarti perenungan, yang pada gilirannya berasal dari kata thea dalam bahasa yunani yang secara hakiki menyiratkan sesuattu yang disebut realitas. Dalam banyak literatur, beberapa ahli menggunakan kata ini untuk menunjukkan bangunan berfikir yang tersusun sitematis,
logis (rasional), empiris (kenyataan), juga simbolis.27
Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting. Teori memberikan sarana untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang dibicarakan secara lebih baik. Teori memberikan penjelasan dengan cara
mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang dibicarakan.28 Ada yang
menyamakan antara filsafat hukum dengan teori hukum.29 Menurut Imre Lakatos,
teori adalah hasil pemikiran yang tidak akan musnah dan hilang begitu saja ketika
teori lainnya pada dasarnya merupakan keanekaragaman dalam sebuah penelitian.30
Teori hukum adalah ilmu yang mempelajari pengetian-pengertian pokok dan sistem dari hukum. Pengertian-pengertian pokok seperti itu misalnya subjek hukum, perbuatan hukum, dan lain-lain yang memiliki pengertian yang bersifat umum dan teknis. Pengertian-pengertian pokok ini sangat penting supaya dapat memahami sistem hukum pada umumnya maupun pada sistem hukum positif.
31
27
HR. Otje Salman S dan Anton F Sutanto, Teori Hukum, (Bandung: Refika Aditama, 2005), hlm. 21.
Berdasarkan hal
28
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 2000), hlm. 253.
29
Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, (Bogor: Ghalia Indah Indonesia, 2010), hlm. 1.
30
Ibid., hlm. 3.
31
tersebut di atas, maka teori yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini yaitu :
a. Teori Pertanggung Jawaban
Ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban dalam kamus hukum, yaitu liability dan responsibility. Liability merupakan istilah hukum yang luas yang menunjuk hampir semua karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang
menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang.32
Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, dan termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi juga kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan. Dalam
pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada
pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan
oleh subyek hukum, sedangkan istilah responsibility menunjuk pada
pertanggungjawaban politik.33
Tanggung jawab (responsibility) merupakan suatu refleksi tingkah laku manusia. Penampilan tingkah laku manusia terkait dengan kontrol jiwanya, merupakan bagian dari bentuk pertimbangan intelektualnya atau mentalnya. Bilamana suatu keputusan telah diambil atau ditolak, sudah merupakan bagian dari tanggung jawab dan akibat pilihannya. Tidak ada alasan lain mengapa hal itu dilakukan atau ditinggalkan. Keputusan tersebut dianggap telah dipimpin oleh kesadaran
intelektualnya.34
Pada dasarnya seseorang harus bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, termasuk bertanggung jawab mengganti kerugian kepada orang yang dirugikan atas perbuatannya. Tanggung jawab merupakan akibat dari adanya
32
Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 335.
33
Ibid., hlm. 337.
34
Masyhur Efendi., Dimensi/Dinamika Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Nasional Dan Internasional, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994), hlm. 121.
kewajiban yang tidak dilaksanakan dalam suatu perjanjian atau merupakan akibat dari
perbuatan melawan hukum.35
Tanggung jawab dalam arti hukum adalah tanggung jawab yang benar-benar terkait dengan hak dan kewajibannya, bukan dalam arti tanggung jawab yang dikaitkan dengan gejolak jiwa sesaat atau yang tidak disadari akibatnya. Dalam memberikan pelayanannya, profesional itu bertanggung jawab kepada diri sendiri dan kepada masyarakat. Bertanggung jawab juga berani menanggung segala resiko yang timbul akibat dari pelayanannya itu. Kelalaian dalam melaksanakan profesi menimbulkan dampak yang membahayakan atau mungkin merugikan diri sendiri,
orang lain dan berdosa kepada Tuhan.36
b. Teori Perjanjian
Suatu perjanjian adalah semata-mata untuk suatu persetujuan yang diakui oleh hukum. Persetujuan ini merupakan kepentingan yang pokok di dalam dunia usaha dan menjadi dasar bagi kebanyakan transaksi dagang seperti jual beli barang, tanah, pemberian kredit, asuransi, pengangkutan barang, pembentukan organisasi usaha dan
termasuk juga menyangkut tenaga kerja.37
Pasal 1313 KUHPerdata memberikan definisi tentang perjanjian sebagai berikut: “Perjanjian adalah suatu perbuatan, dimana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.38
35
Lukman Santoso AZ, Op.Cit., hlm. 82.
Suatu kontrak atau perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian, yaitu kata sepakat, kecakapan, hal tertentu dan suatu sebab yang halal sebagaimana ditentukan dalam pasal 1320 KUHPerdata.
36
Abdul Kadir Muhamad, Etika Profesi Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 60.
37
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perjanjian, (Bandung: PT. Citra Aditya Abadi, 1992), hlm. 93.
38
Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Perjanjian Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2000), hlm. 52.
Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian
menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya.39
Perjanjian baku dapat dirumuskan dalam pengertian bahwa perjanjian baku merupakan perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Menurut Abdul Kadir Muhammad, istilah perjanjian baku dialih bahasakan dari istilah yang dikenal dalam bahasa Belanda yaitu “standard contract”. Kata baku atau standar artinya tolak ukur yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi setiap konsumen yang mengadakan hubungan hukum dengan pengusaha, yang dibakukan dalam perjanjian baku ialah meliputi model, rumusan, dan ukuran.
40
Perjanjian baku terkadang tidak memperhatikan isinya, tetapi hanya
menekankan pada bagian pentingnya dengan janji-janji atau klausula yang harus dipenuhi oleh para pihak yang menggunakan perjanjian baku dan seringkali bunyinya
sangat umum dan digeneralisasi.Perjanjian baku biasanya digunakan dalam volume
besar dan untuk transaksi yang ditentukan oleh salah satu pihak dan persyaratan-persyaratan yang tertuang dalam perjanjian baku tersebut harus diterima oleh pihak lain secara keseluruhan tanpa adanya negosiasi diantara para pihak.
41
c. Teori Utilitarianisme
Utilitarisme berasal dari kata latin utilis yang berarti bermanfaat. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tetapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu atau dua orang melainkan masyarakat secara
keseluruhan42
39
Suharnoko, Hukum Perjanjian, Teori dan Analisa Kasus, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), hlm. 1.
. Kemanfaatan di sini diartikan sebagai kebahagiaan (happiness), yang tidak mempermasalahkan baik atau tidak adilnya suatu hukum, melainkan bergantung
40
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 87.
41
Mariam Darus Badrulzaman, Kumpulan Pidato Pengukuhan, (Bandung: Alumni, 1991), hlm. 99.
42
kepada pembahasan mengenai apakah hukum dapat memberikan kebahagiaan kepada
manusia atau tidak.43
Tujuan hukum adalah terciptanya suatu kedamaian yang didasarkan pada keserasian antara ketertiban dengan ketentraman. Tujuan hukum ini tentunya akan tercapai apabila didukung oleh tugas hukum, yakni keserasian antara kepastian
hukum dengan kesebandingan hukum sehingga akan menghasilkan suatu keadilan.44
Salah satu penganut aliran utilitarianisme adalah Jeremy Bentham yang inti ajarannya yaitu “tujuan hukum dan wujud keadilan adalah untuk mewujudkan the greatest happines of the greatest number (kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk
sebanyak-banyaknya orang).45
Bentham berpandangan bahwa tujuan hukum adalah hukum dapat memberikan jaminan kebahagiaan kepada individu-individu. Bentham mengusulkan suatu klasifikasi kejahatan yang didasarkan atas berat tidaknya pelanggaran dan yang terakhir ini diukur berdasarkan kesusahan atau penderitaan yang diakibatkannya
terhadap para korban dan masyarakat.46
43
Muhammad Erwin, Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 179.
44
Edmon Makarin, Kompilasi Hukum Telematika, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005), hlm. 13.
45
Teguh Prasetyo & Abdul Alim, Ilmu Hukum & Filsafat Hukum, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 100.
46
Suatu pelanggaran yang merugikan orang lain, menurut Bentham sebaiknya tidak dianggap sebagai tindakan kriminal. Pemindahan, menurut Bentham, hanya bisa
diterima apabila ia memberikan harapan bagi tercegahnya kejahatan lebih besar.47
2. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka konseptual ini gunanya untuk menghubungkan atau menjelaskan secara panjang lebar tentang suatu
topik yang akan dibahas.48
Kerangka konseptual merupakan gambaran bagaimana hubungan antara konsep-konsep yang akan diteliti. Konsep (concept) adalah kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari gejala-gejala tertentu. Salah satu cara untuk menjelaskan konsep adalah definisi. Definisi merupakan suatu pengertian yang relatif lengkap tentang suatu istilah, dan biasanya definisi bertitik tolak pada referensi. Dengan demikian, definisi harus mempunyai ruang lingkup yang tegas, sehingga tidak boleh ada kekurangan-kekurangan atau kelebihan-kelebihan.
Kerangka ini didapatkan dari konsep ilmu/teori yang dipakai sebagai landasan penelitian yang didapatkan pada tinjauan yang merupakan ringkasan dari tinjauan pustaka yang dihubungkan dengan garis sesuai variabel yang diteliti. 49 47 Ibid., hlm. 101 48
http://yogipoltek.wordpress.com/2013/05/23/kerangka-konseptual/, diakses pada tanggal 13 Mei 2014.
49
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 47-48.
Untuk itu dalam penelitian ini akan didefinisikan beberapa konsep dasar agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Penelitian ini menggunakan istilah-istilah untuk menghindari pemahaman dan penafsiran yang berbeda, antara lain :
a. Tanggung jawab hukum adalah sesuatu akibat lebih lanjut dari pelaksanaan peranan, baik peranan itu merupakan hak dan kewajiban ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai kewajiban untuk melakukan sesuatu atau berprilaku menurut cara tertentu tidak menyimpang dari
peraturan yang telah ada.50
b. Kasir (teller) adalah orang melakukan transaksi yang diminta nasabah kaitannya dengan pemasukkan kas dan pengeluaran kas sekaligus sebagai juru bayar dan
terima uang.51
c. Kelalaian adalah kebalikan daripada kesengajaan (berbuat dengan menghendaki sesuatu). Dengan demikian, kealpaan justru ketika orang berbuat tidak
menghendaki akibat itu.52
d. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.53
50
Khairunnisa, Kedudukan, Peran dan Tanggung Jawab Hukum Direksi, (Medan: Pasca Sarjana, 2008), hlm. 4.
51
http://www.savepageaspdf.com/6bf427f309614848b90b01dbeaf60d07/2.htm, diakses tanggal 15 Mei 2014.
52
Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), hlm. 171.
e. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.54
f. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk Giro, Deposito, Sertifikat
Deposito, Tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.55
g. Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro,
dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.56
h. Nasabah adalah :
1) Pihak yang melakukan transaksi Kontrak Berjangka melalui rekening yang
dikelola oleh Pialang Berjangka.57
2) Pihak yang menggunakan jasa bank.58
3) Pihak yang menggunakan jasa Bank Syariah dan/atau UUS.59
i. Transaksi Keuangan adalah pemanfaatan produk dan atau jasa perbankan maupun produk dan atau jasa lembaga keuangan lain dan atau pihak ke tiga lainnya yang ditawarkan melalui bank.
.
60
53
Lihat Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
54
Lihat Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
55
Lihat Pasal 1 angka (5) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
56
Lihat Pasal 1 angka (9) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
57
Lihat Pasal 1 angka (17) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi.
58
Lihat Pasal 1 angka (16) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
59
Lihat Pasal 1 angka (16) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
G. METODE PENELITIAN
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Sebagai ilmu normatif, ilmu hukum memiliki cara kerja yang khas sui generis.61 Metode penelitian hukum merupakan suatu cara yang sistematis dalam
melakukan sebuah penelitian.62
Penelitian dengan pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan keputusan-keputusan pengadilan. Penelitian yuridis normatif merupakan prosedur penelitian untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif.
63
Permasalahan yang ada diteliti berdasarkan peraturan perundang undangan yang ada dan literatur yang ada kaitannya dengan permasalahan. Metode yuridis normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan konsep legis positivis yang menyatakan bahwa hukum adalah identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga-lembaga atau pejabat yang berwenang. Selain itu konsep ini juga memandang hukum sebagai sistem normatif yang bersifat otonom,
tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat.64
60
Lihat Peraturan Bank Indonesia Pasal 1 angka (5) No.7/7/PBI/2005 Jo. No. 10/10/PBI/2008 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah.
61
Sui generis dalam peristilahan hukum adalah ilmu hukum merupakan ilmu jenis sendiri dalam hal cara kerja dan sistem ilmiah. Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), hlm. 34.
62
Abdulkadir Muhammad, Hukum Dan Penelitian Hukum (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004), hlm. 57.
63
Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: UMM Press, 2007), hlm. 57.
64
Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Bogor: Ghalia Indonesia, 1988), hlm. 11.
Tujuan hukum yang merupakan apa yang seharusnya akan berhadapan dengan apa yang senyatanya, dan ini akan memunculkan perbincangan yang akan dicari jawaban “cara apakah untuk dapat menjembatani” antara dua realitas (senyatanya dan seharusnya) tersebut. Hal ini memunculkan sifat preskriptif ilmu hukum, sebab perbincangan itu akan diakhiri dengan memberikan rumusan-rumusan tertentu mengenai cara menjembatani kedua realitas tersebut, dan cara tersebut juga berisi
bagaimana seharusnya berbuat/bertingkah laku.65
Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Deskriptif analitis yaitu suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis hukum baik dalam bentuk teori maupun praktik dari hasil penelitian di lapangan, berujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan dan menganalisis data yang diperoleh secara sistematis, faktual dan akurat, termasuk di dalamnya peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum
positif yang menyangkut permasalahan di atas.66
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang didukung oleh data primer. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
a. Bahan Hukum Primer
Bahan Hukum yang sifatnya mengikat berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ada kaitannya dengan permasalahan yang dibahas, yaitu meliputi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan-peraturan lain yang terkait dengan transaksi keuangan nasabah.
65
http://alviprofdr.blogspot.com/2014/01/ilmu-hukum-ilmu-yang-bersifat.html#more diakses pada pukul 20.30 WIB. Diakses pada tanggal 16 Mei 2014.
66
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum yang sifatnya menjelaskan bahan hukum primer. Bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, atau bahan-bahan yang bersumber dari pendapat ilmiah para sarjana dan buku-buku literatur yang ada kaitannya dengan perbankan.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder67. Penelitian ini juga menggunakan
kamus seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum, ensiklopedi yang dapat membantu memahami dan menganalisis masalah yang di kaji dalam penelitian ini dan juga situs–situs dalam internet yang berkaitan dengan penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan studi dokumen yaitu data yang diperoleh melalui penelusuran kepustakaan (library research). Studi kepustakaan adalah segala usaha yang dilakukan untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah
67
yang akan atau sedang diteliti68
Data sekunder dalam penelitian ini juga didukung dengan data primer yang diperoleh melalui wawancara dengan informan. Wawancara dilakukan dengan kasir (teller) yang pernah melakukan kelalaian dalam transaksi keuangan nasabah pada PT. BNI KCU USU Medan, wawancara dengan pegawai Branch Quality Assurance PT. BNI KCU USU Medan dan juga wawancara dengan nasabah yang pernah mengalami kerugian karena kelalaian kasir (teller) dalam transaksi keuangan pada PT. BNI KCU USU Medan.
. Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik lain.
4. Analisis Data
Pengolahan data hakikatnya kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan
penafsiran dan konstruksi69
68
M. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, cet.ke-5, 2003), hlm. 27.
. Bahan hukum yang diperoleh kemudian dianalisis secara
kualitatif. Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkn data
69
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 195.
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
diamati70
Analisis kualitatif dalam penelitian ini berdasarkan disiplin ilmu hukum yaitu dengan memperhatikan fakta-fakta yang ada di lapangan. Kemudian dikelompokkan, dihubungkan dan dibandingkan dengan ketentuan yang berkaitan dengan pertanggung jawaban kasir (teller) akibat kelalaian dalam transaksi keuangan nasabah pada PT. BNI KCU USU Medan. Selanjutnya data yang diperoleh tersebut akan dianalisis secara deduktif.
.
Prosedur deduktif yaitu bertolak dari suatu proposi umum yang kebenarannya
telah diketahui dan berakhir pada suatu kesimpulan yang bersifat lebih khusus71,
sehingga pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian dapat dijawab.
70
Lexy. J. Moleong, Metode Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 3.
71