• Tidak ada hasil yang ditemukan

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Seuntai

Kata

ensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 Tentang Statistik dan mengacu pada sejumlah rekomendasi dari FAO yang menetapkan “The World Programme for the 2010 Around Agricultural Censuses Covering Periode 2006-2015”.

Pelaksanaan ST2013 dilakukan secara bertahap, yaitu pencacahan lengkap usaha pertanian pada Mei 2013, dilanjutkan dengan pendataan rinci melalui Survei Pendapatan Rumah Tangga Usaha Pertanian pada November 2013 dan Survei Struktur Ongkos Komoditas Pertanian Strategis dalam setiap subsektor pertanian pada Mei-Oktober 2014. Buku Laporan Hasil Sensus Pertanian 2013 (Pencacahan Lengkap) ini merupakan hasil pencacahan lengkap usaha pertanian pada Mei 2013. Buku ini disusun untuk memberikan gambaran rinci mengenai kondisi usaha pertanian D.I. Yogyakarta tahun 2013 menurut subsektor. Informasi lebih lanjut dapat dilihat pada website http://st2013.bps.go.id. Publikasi ini merupakan persembahan kedua setelah publikasi Hasil Sensus Pertanian 2013 (Angka Sementara) yang sebelumnya dirilis pada awal September 2013. Kami mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya atas bantuan semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah ikut berpartisipasi dalam menyukseskan Sensus Pertanian 2013.

Yogyakarta, November 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta

Ir. Wien Kusdiatmono, MM

S

(4)
(5)

Laporan Hasil

Sensus Pertanian

2013

(6)
(7)

Laporan Hasil Sensus

Pertanian 2013

asil ST2013 menunjukkan bahwa usaha pertanian di Daerah Istimewa Yogyakarta didominasi oleh rumah tangga. Hal ini tercermin dari besarnya jumlah rumah tangga usaha pertanian jika dibandingkan dengan perusahaan pertanian berbadan hukum atau pelaku usaha lainnya yaitu selain rumah tangga dan perusahaan pertanian berbadan hukum. Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2013 tercatat sebanyak 495 781 rumah tangga, turun sebesar 13,77 persen dari tahun 2003 yang tercatat sebanyak 574 920 rumah tangga. Sedangkan jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum Tahun 2013 tercatat sebanyak 20 perusahaan dan pelaku usaha lainnya sebanyak 90 unit.

Kabupaten Gunungkidul tercatat sebagai kabupaten dengan jumlah rumah tangga usaha pertanian terbanyak di tahun 2013, yaitu sebanyak 166 330 rumah tangga. Pada periode yang sama, Kabupaten Gunungkidul tercatat sebagai kabupaten dengan jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum terbanyak dan Kabupaten Bantul tercatat sebagai kabupaten dengan jumlah usaha pertanian lainnya terbanyak. Penurunan jumlah rumah tangga usaha pertanian terbesar terjadi di Kota Yogyakarta, dengan pertumbuhan jumlah rumah tangga usaha pertanian sebesar minus 64,02 persen.

Gambar 1

Perbandingan Jumlah Usaha Pertanian di Indonesia, Tahun 2003 dan 2013

H

574.920 44 495.781 20 Ruta Perusahaan 2003 2013

(8)

Tabel 1

Jumlah Usaha Pertanian menurut Kabupaten/Kota dan Pelaku Usaha Tahun 2003 dan 2013 No Kabupaten/Kota

Rumah Tangga Usaha Pertanian (RT) Perusahaan Pertanian Berbadan Hukum

(Perusahaan) Usaha Pertanian Lainnya 2003 2013 Pertumbuhan 2003 2013 Pertumbuhan Absolut % Absolut % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) 1 Kulonprogo 94.860 88.678 -6.182 -6,52 4 3 -1 -25,00 8 2 Bantul 154.288 127.894 -26.394 -17,11 7 2 -5 -71,43 52 3 Gunungkidul 174.190 166.330 -7.860 -4.51 7 10 3 42,86 6 4 Sleman 144.698 110.402 -34.296 -23,70 23 4 -19 -82,61 22 5 Yogyakarta 6.884 2.447 -4.407 -64,02 3 1 -2 -66,67 2 D.I. Yogyakarta 574.920 495.781 -79.139 -13,77 44 20 -24 -54,55 90

(9)

Gambar 2

(10)

Gambar 3

Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Pertanian di DIY Menurut Subsektor, Tahun 2003 dan 2013 394,2 391,4 275,0 445,5 26,6 239,8 17,8 369,7 316,5 228,1 383,6 39,3 263,5 8,0 Tanaman Pangan

Hortikultura Perkebunan Peternakan Perikanan Kehutanan Jasa

Pertanian

2003 2013

Subsektor Tanaman Pangan terlihat mendominasi usaha pertanian di Daerah Istimewa Yogyakarta. ST2013 mencatat bahwa jumlah rumah tangga usaha pertanian terbanyak di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah di Subsektor Tanaman Pangan dan Subsektor Peternakan. Jumlah rumah tangga usaha pertanian Subsektor Tanaman Pangan adalah sebanyak 369 749 rumah tangga dan jumlah rumah tangga usaha pertanian Subsektor Peternakan adalah sebanyak 383 555 rumah tangga.

Subsektor Jasa Pertanian ternyata merupakan subsektor yang memilki jumlah rumah tangga usaha pertanian paling sedikit, diikuti oleh Subsektor Perikanan Jumlah rumah tangga usaha pertanian Subsektor Jasa Pertanian pada tahun 2013 tercatat sebanyak 8 012 rumah tangga, sedangkan jumlah rumah tangga usaha pertanian Subsektor Perikanan tercatat sebanyak 39 274 rumah tangga.

Peningkatan pertumbuhan jumlah rumah tangga usaha pertanian tertinggi antara tahun 2003 sampai tahun 2013 terjadi di Subsektor Perikanan, yang mengalami pertumbuhan sebesar 47,47 persen. Sedangkan pada periode yang sama, Subsektor Jasa Pertanian mengalami pertumbuhan jumlah rumah tangga usaha pertanian paling rendah, yaitu tercatat sebesar minus 9 799 rumah tangga.

(11)

Usaha pertanian ditinjau dari banyaknya perusahaan pertanian berbadan hukum, terlihat didominasi oleh di Subsektor Tanaman Pangan dan Subsektor Peternakan. Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum Subsektor Tanaman Pangan adalah sebanyak 20 perusahaan, sedangkan jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum Subsektor Peternakan adalah sebanyak 5 perusahaan.

Subsektor Jasa Pertanian ternyata merupakan subsektor yang memilki jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum paling sedikit, diikuti oleh Subsektor Perikanan dan Subsektor Perkebunan. Pada Tahun 2013 tidak ada perusahaan pertanian berbadan hukum Subsektor Jasa Pertanian, sedangkan jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum Subsektor Perikanan dan Subsektor Perkebunan masing-masing tercatat sebanyak 1 perusahaan.

Peningkatan pertumbuhan jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum tertinggi antara tahun 2003 sampai tahun 2013 terjadi di Subsektor Tanaman Pangan, yang mengalami pertumbuhan sebesar 250,00 persen. Sedangkan pada periode yang sama, Subsektor Peternakan mengalami pertumbuhan jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum paling rendah, yaitu tercatat sebesar minus 15 rumah tangga.

Gambar 4

Perbandingan Jumlah Perusahaan Berbadan Hukum di Indonesia Menurut Subsektor, Tahun 2003 dan 2013 44 9 4 20 3 6 20 3 1 5 1 3 Tanaman Pangan

Hortikultura Perkebunan Peternakan Perikanan Kehutanan

(12)

Tabel 2

Jumlah Usaha Pertanian menurut Subsektor dan Pelaku Usaha Tahun 2003 dan 2013

Usaha pertanian lainnya di Subsektor Peternakan dan Subsektor Perikanan memiliki jumlah usaha pertanian terbanyak pada tahun 2013, yaitu masing – masing sebanyak 47 usaha, diikuti oleh Subsektor Peternakan yang tercatat memiliki jumlah usaha pertanian sebanyak 30 usaha. Sedangkan subsektor Jasa Pertanian pada tahun 2013 merupakan subsektor dengan jumlah usaha pertanian lainnya paling sedikit (4 usaha).

No Sektor/Subsektor

Rumah Tangga Usaha Pertanian (RT) Perusahaan Pertanian Berbadan Hukum

(Perusahaan) Usaha Pertanian Lainnya 2003 2013 Pertumbuhan 2003 2013 Pertumbuhan Absolut % Absolut % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) Sektor Pertanian 574.920 495.781 -79.139 -13.77 44 20 -24 -54,55 90 Subsektor 1. Tanaman Pangan 394.152 369.749 -24.403 -6,19 2 7 5 250,00 19 Padi 333.466 329.586 -3.880 -1,16 2 6 4 200,00 14 Palawija 319.156 265.602 -53.554 -16,78 0 1 13 2. Hortikultura 391.409 316.540 -74.869 -19,13 9 3 -6 -66,67 27 3. Perkebunan 275.003 228.139 -46.864 -17,04 4 1 -3 -75,00 16 4. Peternakan 445.545 383.555 -61.990 -13,91 20 5 -15 -75,00 30 5. Perikanan 26.632 39.274 12.642 47,47 3 1 -2 -66,67 47 Budidaya Ikan 22.827 37.440 14.613 64,02 3 1 -2 -66,67 47 Penangkapan Ikan 3.968 2.086 -1.882 -47,43 0 0 0 6. Kehutanan 239.807 263.470 23.663 9,87 6 3 -3 -50,00 13

(13)

Apabila diklasifikasikan menurut golongan luas lahan, pada tahun 2003 terlihat bahwa jumlah rumah tangga usaha pertanian yang menguasai lahan kurang dari 5.000 m2 mendominasi jumlah rumah tangga usaha pertanian di Indonesia. Kondisi yang hampir serupa terjadi pada tahun 2013. Tercatat bahwa pada tahun 2013, jumlah rumah tangga usaha pertanian dengan luas lahan <1.000 m2 adalah sebesar 157 002 rumah tangga, mengalami penurunan sebesar 20,79 persen dibandingkan tahun 2003, yang tercatat sebanyak 198 202 rumah tangga. Usaha pertanian dengan luas lahan antara 1.000–1.999 m2 pada tahun 2013 adalah sebanyak 118 659 rumah tangga, turun sebesar 0,56 persen bila dibandingkan dengan tahun 2003 yang tercatat sebanyak 119 323 rumah tangga.

Golongan luas lahan 2.000–4.999 m2 tercatat mempunyai jumlah rumah tangga usaha pertanian sebanyak 149 273 rumah tangga pada tahun 2013 turun sebanyak 14 804 rumah tangga jika dibandingkan tahun 2003 (-9,02 persen). Sedangkan untuk golongan luas lahan lebih dari 5.000 m2 usaha rumah tangga pertaniannya masih tergolong sedikit. Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin banyak rumah tangga usaha pertanian yang memiliki luas lahan yang kecil.

Gambar 5

Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Menurut Golongan Luas Lahan yang Dikuasai, Tahun 2003 dan 2013 198.20 2 119.32 3 164.07 7 69.252 20.265 2.807 994 15 7.0 02 118.65 9 149.27 3 54.092 14.289 1.718 748 <1000 1.000–1.999 2.000–4.999 5.000–9.999 10.000–19.999 20.000–29.999 ≥30.000 2003 2013

(14)

Tabel 3

Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Menurut Golongan Luas Lahan yang Dikuasai, Tahun 2003 dan 2013

Tabel 3 menunjukkan bahwa golongan luas lahan antara 5.000–9.999 m2 merupakan golongan luas lahan dengan jumlah rumah tangga usaha pertanian terbanyak untuk golongan luas lahan 5 000 keatas, baik di tahun 2003 dan 2013. Pada tahun 2003 tercatat jumlah rumah tangga usaha pertanian dengan luas lahan antara 5.000–9.999 m2 adalah sebanyak 69 252 rumah tangga. Pada tahun 2013, terjadi penurunan jumlah rumah tangga usaha pertanian dengan luas lahan antara 5.000–9.999 m2 sebesar 21,89 persen, yaitu menjadi sebanyak 54 092 rumah tangga.

Namun yang perlu dicermati, ternyata masih terdapat rumah tangga usaha pertanian yang menguasai lahan kurang dari 1.000 m2, meskipun jumlahnya menurun antara tahun 2003 dan 2013. Tercatat jumlah

rumah tangga usaha pertanian dengan luas lahan kurang dari 1.000 m2 pada tahun 2013 adalah sebanyak

157 002 rumah tangga, menurun dibandingkan dengan tahun 2003 yang tercatat sebanyak 198 202 rumah tangga.

No. Golongan Luas Lahan (m2) 2003 2013 Pertumbuhan

Absolut % (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 <1.000 198.202 157.002 -41.200 -20,79 2 1.000–1.999 119.323 118.659 -664 -0,56 3 2.000–4.999 164.077 149.273 -14.804 -9,02 4 5.000–9.999 69.252 54.092 -15.160 -21,89 5 10.000–19.999 20.265 14.289 -5.976 -29,49 6 20.000–29.999 2.807 1.718 -1.089 -38,80 7 ≥30.000 994 748 -246 -24,75

(15)

Gambar 6

Perbandingan Rumah Tangga Pertanian Pengguna Lahan dan Petani Gurem, Tahun 2013

Rumah tangga usaha pertanian bukan pengguna lahan ternyata mendominasi rumah tangga usaha pertanian di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari sebanyak 495 781 rumah tangga usaha pertanian di Daerah Istimewa Yogyakarta, sebesar 0,08 persen merupakan rumah tangga usaha pertanian bukan pengguna lahan (380 rumah tangga). Sedangkan rumah tangga usaha pertanian pengguna lahan sebesar 99,92 %, atau sebanyak 495 401 rumah tangga.

Rumah tangga pertanian pengguna lahan dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu rumah tangga petani gurem (rumah tangga usaha pertanian yang menguasai kurang dari 5.000 m2 lahan) dan rumah tangga petani non gurem (rumah tangga usaha pertanian yang menguasai lebih dari atau sama dengan 5.000 m2 lahan). Hasil ST2013 menunjukkan bahwa rumah tangga usaha

pertanian pengguna lahan masih didominasi oleh rumah tangga petani gurem. Dari sebanyak 495 401 rumah tangga pertanian pengguna lahan di Daerah Istimewa Yogyakarta, sebesar 85,70 persen (424 557 rumah tangga) merupakan rumah tangga petani gurem. Sedangkan rumah tangga petani non gurem tercatat sebesar 14,30 persen, atau sebanyak 70 844 rumah tangga.

Bukan Pengguna Lahan 0,04% Pengguna Lahan 49,98% Petani Gurem 42,83% Petani Non Gurem 7,15% Other 99,96%

(16)

Tabel 4

Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Pengguna Lahan dan Rumah Tangga Petani Gurem Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2003 dan 2013

No Kabupaten/Kota

Rumah Tangga Usaha Pertanian

Pengguna Lahan Rumah Tangga Petani Gurem 2003 2013 Pertumbuhan 2003 2013 Pertumbuhan Absolut % Absolut % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 1 Kulonprogo 94.730 88.650 -6.080 -6,42 75.865 73.676 -2.189 -2,89 2 Bantul 153.792 127.750 -26.042 -16,93 144.258 121.048 -23.210 -16,09 3 Gunungkidul 174.035 166.263 -7.772 -4,47 118.922 125.415 6.493 5,46 4 Sleman 143.651 110.285 -33.366 -23,23 133.982 102.008 -31.974 -23,86 5 Yogyakarta 6.884 2.453 -4.431 -64,37 6.753 2.410 -4.343 -64,31 D.I. Yogyakarta 573.092 495.401 -77.691 -13,56 479.780 424.557 -55.223 -11,51

(17)

Gambar 7

Peta Sebaran Rumah Tangga Petani Gurem, Tahun 2013

Dilihat dari kondisi demografi petani menurut jenis kelamin, hasil ST2013 menunjukkan bahwa jumlah petani dengan jenis kelamin perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki. Kondisi ini terjadi di seluruh subsektor. Subsektor Hortikultura dan Peternakan merupakan subsektor yang memiliki jumlah petani berjenis kelamin perempuan tertinggi, yaitu sebanyak 86 784 petani untuk Subsektor Hortikultura dan sebanyak 97 098 petani untuk Subsektor Peternakan.

(18)

Subsektor Tanaman Pangan dan Subsektor Peternakan merupakan subsektor yang memiliki jumlah petani berjenis kelamin laki-laki tertinggi, yaitu sebanyak 323 004 petani untuk Subsektor Tanaman Pangan dan sebanyak 323 821 petani untuk Subsektor Peternakan.

Gambar 8

Perbandingan Jumlah Petani Menurut Sektor/Subsektor dan Jenis Kelamin Tahun 2013 323004 254267 194052 323821 37713 226839 81980 86784 42075 97098 3300 44433 Tanaman Pangan

Hortikultura Peternakan Perikanan Kehutanan Jasa Pertanian

(19)

Tabel 5

Jumlah Petani Menurut Sektor/Subsektor dan Jenis Kelamin Tahun 2013

No Sektor/Subsektor Laki-laki Perempuan Jumlah

Absolut % Absolut % Absolut %

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Sektor Pertanian 437.773 74,87 146.916 25,13 584.689 100,00 Subsektor 1. Tanaman Pangan 323.004 79,76 81.980 20,24 404.984 100,00 2. Hortikultura 254.267 74,55 86.784 25,45 341.051 100,00 3. Perkebunan 194.052 82,18 42.075 17,82 236.127 100,00 4. Peternakan 323.821 76,93 97.098 23,07 420.919 100,00 5. Perikanan Budidaya Ikan 35.606 91,60 3.264 8,40 38.870 100,00 Penangkapan Ikan 2.107 98,32 36 1,68 2.143 100,00 6. Kehutanan 226.839 83,62 44.433 16,38 271.272 100,00

(20)

Gambar 9

Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Menurut Kelompok Umur dan jenis Kelamin Kepala Rumah Tangga Tahun 2013

Kelompok usia produktif, yaitu kelompok umur 15–64 tahun terlihat mendominasi jumlah kepala rumah tangga usaha pertanian. Tercatat sebanyak 370 122 rumah tangga usaha pertanian yang kelompok umur kepala rumah tangganya antara 15–64 tahun. Jumlah rumah tangga usaha pertanian dengan kelompok umur kepala rumah tangga kurang dari 15 tahun, yaitu sebanyak 1 rumah tangga, sedangkan jumlah rumah tangga usaha pertanian kelompok umur kepala rumah tangga di atas 65 tahun adalah sebanyak 125 658 rumah tangga.

Rumah tangga usaha pertanian dengan kepala rumah tangga laki-laki juga terlihat lebih tinggi jumlahnya jika dibandingkan dengan kepala rumah tangga perempuan. Kecenderungan ini terjadi hampir serupa di masing-masing kelompok umur. Jumlah rumah tangga usaha pertanian kelompok umur kurang dari 15 tahun dengan kepala rumah tangga laki-laki tercatat sebesar 1 rumah tangga, lebih tinggi daripada kepala rumah tangga perempuan yang tercatat sebesar 0 rumah tangga.

1 604 23650 88346 122807 100630 94144 0 73 689 4195 11840 17288 31514 <15 15–24 25–34 35–44 45–54 55–64 65+ Laki-Laki Perempuan

(21)

Tabel 6.a

Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Kepala Rumah Tangga Tahun 2013

Hal serupa terjadi di kelompok umur 15–64 tahun. Jumlah rumah tangga usaha pertanian kelompok umur 15–64 tahun dengan kepala rumah tangga laki-laki tercatat sebesar 336 037 rumah tangga, lebih tinggi daripada kepala rumah tangga perempuan yang tercatat sebesar 34 085 rumah tangga. Untuk kelompok umur lebih dari 64 tahun, kepala rumah tangga laki-laki tercatat sebesar 94 144 rumah tangga, lebih tinggi daripada kepala rumah tangga perempuan yang tercatat sebesar 31 514 rumah tangga.

No Kelompok Umur Kepala

Rumah Tangga

Laki-laki Perempuan Jumlah

Absolut % Absolut % Absolut %

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1 <15 1 100,00 0 0,00 1 100,00 2 15–24 604 89,22 73 10,78 677 100,00 3 25–34 23.650 97,17 689 2,83 24.339 100,00 4 35–44 88.346 95,47 4.195 4,53 92.541 100,00 5 45–54 122.807 91,21 11.840 8,79 134.647 100,00 6 55–64 100.630 85,34 17.288 14,66 117.918 100,00 7 ≥65 94.144 74,92 31.514 25,08 125.658 100,00 JUMLAH 430.182 86,77 65.599 13,23 495.781 100,00

(22)

Tabel 6.b

Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Petani Utama Tahun 2013

Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin petani utama, terlihat bahwa jumlah petani utama laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Konsep petani utama dimaksud disini adalah petani yang mempunyai penghasilan terbesar dari seluruh petani yang ada di rumahtangga usaha pertanian. Sama halnya bila dirinci menurut kelompok umur kepala rumah tangga, kelompok usia produktif (kelompok umur petani utama 15-64 tahun) terlihat mendominasi jumlah rumah tangga usaha pertanian. Tercatat sebanyak 375 497 rumah tangga usaha pertanian yang kelompok umur petani utamanya antara 15-64 tahun. Jumlah rumah tangga usaha pertanian dengan kelompok umur petani utama kurang dari 15 tahun, yaitu sebanyak 19 rumah tangga, sedangkan jumlah rumah tangga usaha pertanian kelompok umur petani utama di atas 65 tahun adalah sebanyak 120 265 rumah tangga.

Rumah tangga usaha pertanian dengan petani utama laki-laki juga terlihat lebih tinggi jumlahnya jika dibandingkan dengan petani utama perempuan. Kecenderungan ini terjadi di masing-masing kelompok umur. Jumlah rumah tangga usaha pertanian kelompok umur kurang dari 15 tahun dengan petani utama

No Kelompok Umur Petani Utama Laki-laki Perempuan Jumlah

Absolut % Absolut % Absolut %

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1 <15 15 78,95 4 21,05 19 100,00 2 15–24 901 83,58 177 16,42 1.078 100,00 3 25–34 24.243 91,59 2.226 8,41 26.469 100,00 4 35–44 86.719 90,95 8.634 9,05 95.353 100,00 5 45–54 119.532 88,33 15.792 11,67 135.324 100,00 6 55–64 98.205 83,74 19.068 16,26 117.273 100,00 7 ≥65 89.159 74,14 31.106 25,86 120.265 100,00 JUMLAH 418.774 84,47 77.007 15,53 495.781 100,00

(23)

laki-laki tercatat sebesar 15 rumah tangga, lebih tinggi daripada petani utama perempuan yang tercatat sebesar 4 rumah tangga.

Gambar 10

Jumlah Sapi dan Kerbau Menurut Provinsi dan Jenis Kelamin, Tahun 2013

Jumlah sapi dan kerbau pada tahun 2013 tercatat sebanyak 278 100 ekor, terdiri dari 4 326 ekor sapi perah, 272 794 ekor sapi potong, dan 980 ekor kerbau. Jumlah sapi dan kerbau betina lebih tinggi bila dibandingkan dengan jumlah sapi dan kerbau jantan. Hasil ST2013 menunjukkan bahwa jumlah sapi dan kerbau betina sebanyak 195 368 ekor dan jumlah sapi dan kerbau jantan sebanyak 82 732 ekor.

Kabupaten dengan jumlah sapi dan kerbau terbanyak adalah Kabupaten Gunungkidul dengan jumlah sapi dan kerbau sebanyak 138 214 ekor. Sedangkan Kota Yogyakarta adalah kota dengan jumlah sapi dan kerbau paling sedikit (334 ekor). Jumlah sapi potong terbanyak terdapat di Kabupaten Gunungkidul, yaitu sebanyak 138 134 ekor, dan jumlah sapi perah terbanyak adalah Kabupaten Sleman, dengan jumlah sapi perah sebanyak 3 954 ekor.

81859

511 362

190935

3815 618

Sapi Potong Sapi Perah Kerbau

(24)

Tabel 7

Jumlah Sapi dan Kerbau Menurut Kabupaten /Kota dan Jenis Kelamin, Tahun 2013 No Kabupaten/Kota Sapi Potong Sapi Perah Kerbau

Jumlah Sapi dan

Kerbau

Jantan Betina Jumlah Jantan Betina Jumlah Jantan Betina Jumlah

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) 1 Kulonprogo 6.556 39.039 45.595 23 127 150 26 94 120 45.865 2 Bantul 10.869 39.683 50.552 29 124 153 85 186 271 50.976 3 Gunungkidul 48.514 89.620 138.134 22 13 35 16 29 45 138.214 4 Sleman 15.790 22.426 38.216 434 3.520 3.954 234 307 541 42.711 5 Yogyakarta 130 167 297 3 31 34 1 2 3 334 D.I. Yogyakarta 81.859 190.935 272.794 511 3.815 4.326 362 618 980 278.100

(25)

Gambar 11

Peta Sebaran Jumlah Sapi dan Kerbau Menurut Jenis Kelamin, Tahun 2013

Perbandingan rata-rata luas lahan yang dikuasai per rumah tangga usaha pertanian menunjukkan bahwa dibandingkan tahun 2003, luas lahan sawah yang dikuasai rumah tangga usaha pertanian di wilayah jawa pada tahun 2013 mengalami penurunan. Hal ini menandakan bahwa di potensi pertanian sawah semakin menurun seiring kemajuan pembangunan di wilayah jawa yang merubah fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian.

(26)

Untuk wilayah di luar Kabupaten Gunungkidul, rata-rata luas lahan pertanian bukan sawah yang dikuasai rumah tangga usaha pertanian pada tahun 2013 semakin luas bila dibandingkan tahun 2003. Sedangkan untuk luas lahan sawah di semua wilayah mengalami perluasan, hal ini dimungkinkan karena jumlah rumahtangga usaha pertanian juga semakin menurun dari tahun 2003 ke tahun 2013

Apabila lahan pertanian dikelompokkan menurut jenis lahan sawah dan bukan sawah, maka rata-rata luas lahan sawah yang dikuasai per rumah tangga usaha pertanian lebih rendah dibandingkan rata-rata luas lahan bukan sawah. Tercatat rata-rata luas lahan sawah yang dikuasai per rumah tangga usaha pertanian adalah sebesar 0,15 Ha, sedangkan rata-rata luas lahan bukan sawah yang dikuasai per rumah tangga usaha pertanian adalah sebesar 0,19 Ha.

Gambar 12

Rata-rata Luas Lahan yang Dikuasai per Rumah Tangga Usaha Pertanian Menurut Provinsi dan Jenis Lahan, Tahun 2013 0 5 10 15 20 25 30 35

Lahan Sawah Lahan Bukan Sawah

Lahan Bukan Pertanian

Lahan Sawah Lahan Bukan Sawah

Lahan Bukan Pertanian Jawa Luar Jawa

2003 2013

(27)

Tabel 8

Rata-rata Luas Lahan yang Dikuasai per Rumah Tangga Usaha Pertanian Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Lahan Tahun 2013 (m2), Tahun 2013

No Provinsi Jenis Lahan Lahan yang dikuasai Lahan Bukan

Pertanian Lahan Pertanian

2003 2013 2003 Lahan Sawah2013 Lahan Bukan Sawah2003 2013 2003 Jumlah2013

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) 1 Kulonprogo 284,90 169,37 725,03 800,13 1.927,03 2.008,65 2.652,06 2.808,79 2.978,15 2 Bantul 308,34 202,73 466,05 724,07 439,15 661,28 905,20 1.385,35 1.588,08 3 Gunungkidul 495,04 274,03 375,18 399,31 3.317,72 3.195,71 3.692,90 3.595,02 3.869,04 4 Sleman 246,89 260,70 398,57 1.081,68 193,94 629,00 592,51 1.710,68 1.971,38 5 Yogyakarta 115,67 171,76 8,13 253,01 11,97 174,75 20,10 427,76 599,52 D.I. Yogyakarta 293,06 233,44 388,51 706,00 999,59 1.742,93 1.388,11 2.448,94 2.682,37

(28)

Gambar 13

Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Jasa Pertanian Menurut Sub Sektor, Tahun 2013

Subsektor tanaman pangan merupakan subsektor yang memiliki jumlah rumah tangga jasa pertanian terbanyak. Hasil ST2013 mencatat bahwa jumlah rumah tangga jasa pertanian subsektor tanaman pangan tahun 2013 adalah sebesar 8 012 rumah tangga. Sedangkan jumlah rumah tangga jasa pertanian paling sedikit tercatat pada subsektor perikanan, yaitu sebanyak 1 rumah tangga jasa pertanian. Subsektor hortikultura tercatat memiliki jumlah rumah tangga jasa pertanian sebanyak 2 rumah tangga, subsektor perkebunan tercatat memiliki jumlah rumah tangga jasa pertanian sebanyak 4 rumah tangga, sedangkan subsektor kehutanan, peternakan, dan tanaman pangan memiliki jumlah rumah tangga jasa pertanian masing-masing sebanyak 16, 826, dan 7 297 rumah tangga. Apabila dikaji per kabupaten/kota, terlihat bahwa Kabupaten Sleman merupakan kabupaten dengan jumlah rumah tangga jasa pertanian terbanyak, sedangkan Kota Yogyakarta merupakan provinsi dengan jumlah rumah tangga jasa pertanian paling sedikit.

0 2 4 6 8 10 12 14 16 Tanaman Pangan

Hortikultura Perkebunan Peternakan Perikanan Kehutanan

Ju m lah Ru m ah Tan gga (ju ta )

(29)

Tabel 9

Jumlah Rumah Tangga Jasa Pertanian Menurut Provinsi dan Sub Sektor, Tahun 2013

No Provinsi Jumlah Ruta Jasa Pertanian

Jumlah Ruta Jasa Pertanian Subsektor

Tanaman

Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan Perikanan Kehutanan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 1 Kulonprogo 1.259 1.185 0 0 77 0 2 2 Bantul 2.217 1.963 0 2 281 0 2 3 Gunungkidul 1.986 1.835 0 0 205 1 1 4 Sleman 2.484 2.290 1 2 222 0 10 5 Yogyakarta 66 24 1 0 41 0 1 D.I. Yogyakarta 8.012 7.297 2 4 826 1 16

(30)

Gambar 14

(31)

Gambar 15

Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian yang Melakukan Pengolahan Hasil Pertanian Menurut Sub Sektor, Tahun 2013

Subsektor tanaman pangan merupakan subsektor yang memiliki jumlah rumah tangga usaha pertanian yang melakukan pengolahan hasil pertanian terbanyak. Jumlah rumah tangga usaha pertanian yang melakukan pengolahan hasil pertanian subsektor tanaman pangan tahun 2013 tercatat sebesar 65 042 rumah tangga. Sedangkan jumlah rumah tangga usaha pertanian yang melakukan pengolahan hasil pertanian paling sedikit tercatat pada subsektor perikanan, yaitu sebanyak 374 rumah tangga. Subsektor peternakan tercatat memiliki jumlah rumah tangga usaha pertanian yang melakukan pengolahan hasil pertanian sebanyak 1 736 rumah tangga, sedangkan subsektor hortikultura, perkebunan, dan kehutanan memiliki jumlah rumah tangga usaha pertanian yang melakukan pengolahan hasil pertanian masing-masing sebanyak 2 474, 9 573, dan 14 373 rumah tangga.

0 2 4 6 8 10 12 14 16 Tanaman Pangan

Hortikultura Perkebunan Peternakan Perikanan Kehutanan

Ju m lah Ru m ah Tan gga (ju ta )

(32)

Tabel 10

Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian yang Melakukan Pengolahan Hasil Pertanian Menurut Kabupaten/Kota dan Subsektor, Tahun 2013

No Provinsi

Jumlah Rumah tangga usaha pertanian yang melakukan pengolahan

hasil pertanian

Jumlah Ruta Jasa Pertanian Subsektor

Tanaman

Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan Perikanan Kehutanan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 1 Kulonprogo 10.722 2.069 403 6.357 330 49 2.447 2 Bantul 6.737 1.814 581 1.163 422 79 3.004 3 Gunungkidul 66.543 59.740 1.075 1.576 428 127 7.608 4 Sleman 4.099 1.409 389 475 520 112 1.312 5 Yogyakarta 80 10 26 2 36 7 2 D.I. Yogyakarta 88.181 65.042 2.474 9.573 1.736 374 14.373

(33)

Gambar 16

Peta Sebaran Rumah Tangga Usaha Pertanian yang Melakukan Pengolahan Hasil Pertanian , Tahun 2013

(34)

etiap pembangunan, termasuk pula pembangunan di bidang pertanian, bila diharapkan berhasil baik maka memerlukan perencanaan yang matang dan teliti serta didasarkan atas angka-angka statistik khususnya di bidang pertanian yang lengkap, aktual, dan dapat dipercaya. Oleh karena itu, dengan dilaksanakannya Sensus Pertanian 2013 ini, diharapkan dapat memberi solusi dan pencerahan dari berbagai kalangan baik pemerintah maupun swasta sebagai bahan untuk membuat kebijakan dan evaluasi program pembangunan pertanian.

Semoga dengan tema “Menyediakan Informasi untuk Masa Depan Petani yang Lebih Baik”, kiranya dapat menjadi penyemangat bagi semua kalangan pengambil kebijakan demi terwujudnya masa depan petani yang lebih baik.

(35)
(36)

BADAN PUSAT STATISTIK

PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Referensi

Dokumen terkait

Labai svarbu kaip naujajame Baudžiamojo proceso kodekse bus reglamentuotas specialių žinių panaudojimas, kokiomis formomis įstatymas leis naudoti specialias žinias

Penentuan cadangan disesuaikan dengan metode Illinois terdapat persyaratan yang harus terpenuhi yaitu nilai premi bersih tahunan yang dibayarkan tertanggung lebih besar dari

Dengan perkembangan otonomi daerah tidak dapat dipungkiri bahwa terjadi desentralisasi kekuasaan yang dapat berakibat pada desentralisasi tindak pidana korupsi dimana kasus

Kesepuluh dasar dialog tersebut adalah; (1) bahwa tujuan awal proses dialog adalah untuk berubah, dan tumbuh dalam persepsi yang benar tentang kenyataan dan selanjutnya

Tesis yang berjudul PENGARUH PEMBERIAN PROPOFOL INTRAVENA 10 mg/kgBB, 25 mg/kgBB dan 50 mg/kgBB TERHADAP EKSPRESI KASPASE 3 MENCIT BALB/C DENGAN CEDERA ini

Keracunan akan timbul jika seseorang menelan bakteri atau bentuk sporanya, kemudian bakteri bereproduksi dan menghasilkan toksin di dalam usus, atau seseorang mengkonsumsi pangan

Berdasarkan dari permasalahan kesulitan menulis youyakubun, dapat disimpulkan bahwa kesulitan yang dialami dan dirasakan oleh mahasiswa Prodi Bahasa Jepang Unnes

Fitur-fitur yang ada pada CITRA berbeda dengan fitur yang akan disajikan dalam storytelling interaktif mengenai sejarah kemerdekaan Indonesia yang akan dibuat, dimana