• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus ciri khas yang membedakan antara suatu negara dengan negara yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. sekaligus ciri khas yang membedakan antara suatu negara dengan negara yang"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang

Setiap negara di dunia memiliki kebudayaan yang menjadi identitas sekaligus ciri khas yang membedakan antara suatu negara dengan negara yang lain. Keanekaragaman setiap negara tercermin dari kebiasaan, adat istiadat, bahasa, pakaian adat, maupun arsitektur bangunan. Di dalam suatu negara tidak hanya memiliki satu kebudayaan. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, diantaranya adalah tempat tinggal, pengaruh dari luar, iklim, turunan nenek moyang, mobilisasi, jarak dan lingkungan serta kepercayaan. Dari berbagai macam faktor tersebut, penulis akan membahas mengenai budaya arsitektur yang dipengaruhi dari luar.

Bangsa Indonesia memiliki ribuan pulau juga beranekaragam suku bangsa yang mempunyai adat istiadat yang berbeda. Selain penduduk pribumi, terdapat juga beranekaragam penduduk keturunan asing. Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang memiliki berbagai macam budaya dan merupakan negara yang banyak didatangi oleh negara lain. Oleh karena itu, banyak budaya dari luar yang masuk ke Indonesia.

Seperti halnya Tiongkok, pada awal abad ke-7 M Tiongkok masuk ke Indonesia melalui perdagangan, hingga pada abad ke-11 M, ratusan ribu bangsa Tiongkok memasuki kawasan Indonesia, terutama di pesisir utara pulau Jawa, pesisir selatan dan timur Sumatera, serta pesisir barat Kalimantan. Maka dari itu,

(2)

2

kebudayaan yang mereka miliki juga dibawa oleh mereka. Jumlah penduduk keturunan asing yang terbanyak berasal dari golongan keturunan Tionghoa. Kebudayaan Tionghoa di Indonesia sendiri merupakan salah satu pembentuk bagian integral yang tak terpisahkan dari kebudayaan nasional Indonesia saat ini.1

Kebudayaan Tionghoa di Indonesia berakar dari budaya leluhur, namun sangat bersifat lokal dan mengalami proses akulturasi dengan kebudayaan lokal lainnya. Sejak kedatangan orang Tionghoa ke Indonesia, maka terjadilah proses akulturasi kebudayaan Tionghoa dengan kebudayaan Indonesia. Proses-proses tersebut misalnya, akulturasi dalam arsitektur, amalgamation (perkawinan campuran), makanan dan pakaian.2

Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) adalah dua negara di Asia yang memiliki banyak kebudayaan. Sebagai negara berkembang, Indonesia dan RRT mempunyai potensi budaya yang menjadi salah satu daya tarik di seluruh penjuru dunia dan dapat diperhitungkan sebagai harta yang tak ternilai. Kebudayaan Indonesia dan RRT yang terkenal sangat beragam yaitu, mulai dari tatanan kehidupan masyarakat, kesenian, bahasa, pakaian adat, maupun arsitektur bangunan dari kedua negara tersebut. Keberagaman itulah yang kini menjadi satu kesatuan kebudayaan yang dikenal dunia.

Masyarakat di dunia memiliki bermacam-macam agama dan keyakinan. Di Indonesia sendiri terdapat enam agama besar yang diakui oleh negara yaitu, Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Konghucu menjadi agama resmi di Indonesia sejak tahun 2000 M. Presiden Abdurrohman

1 Hidajat,Z.M. Masyarakat dan Kebudayaan Cina Indonesia. Bandung : Tarsito. 1993. Hlm. 45. 2 Ibid. Hlm. 47.

(3)

Wahid melalui Keppres No. 6/2000 mencabut larangan dari pemerintah Indonesia yang sebelumnya pernah melarang pemeluk Konghucu melaksanakan ibadah secara terbuka.

Seiring dengan bertambahnya dan menyebarnya masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia mengakibatkan banyaknya kelenteng yang dibangun di berbagai kota di Indonesia. Di kota Semarang sendiri terdapat sebuah kelenteng yang memiliki sejarah yang unik yaitu Kelenteng Sam Po Kong. Kelenteng Sam Po Kong ini memiliki sejarah yang unik karena fungsi aslinya adalah sebuah masjid. Berdasarkan cerita, Laksamana Zheng He ( 郑 和 /Zhèng hé) adalah seorang kasim muslim yang mendapatkan perintah dari kaisar ketiga Dinasti Ming, yaitu Kaisar Yong Le (永乐/Yǒnglè) yang berkuasa pada tahun 1403-1424 M untuk memimpin ekspedisi maritim ke lautan selatan. Saat berlayar menyusuri pantai laut Jawa salah satu awak kapalnya sakit keras, Laksamana Zheng He memutuskan untuk merapatkan kapalnya di pantai utara Semarang dan mendirikan sebuah masjid di tepi pantai yang sekarang berubah fungsi menjadi kelenteng.

Gedong Batu Sam Po Kong adalah sebuah petilasan, yaitu bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama Laksamana Zheng He yang terletak di daerah Simongan sebelah barat kota Semarang. Laksamana Zheng He berlayar dan singgah di Semarang (tepatnya di daerah Simongan, barat daya kota Semarang). Di tempat singgahnya ini sekarang berdiri sebuah kelenteng untuk mengenang Laksamana Zheng He, yang bernama Kelenteng Sam Po Kong yang dikenal juga dengan sebutan Kelenteng Gedong Batu. Adapun alasan disebut

(4)

4

Kelenteng Gedong Batu karena kelenteng ini berada di gua batu besar yang terletak di sebuah bukit batu.

Laksamana Zheng He adalah seorang tokoh muslim yang berasal dari Tiongkok, maka kelenteng yang berdiri pun kini digunakan sebagai tempat kegiatan pemujaan dan penyembahan sebagaimana tradisi-tradisi yang biasa dijalankan oleh masyarakat keturunan Tionghoa hingga saat ini. Padahal menurut Ir. Setiawan dalam bukunya “Mengenal Kelenteng Sam Po Kong Gedung Batu Semarang”, kelenteng Sam Po Kong dulunya merupakan sebuah Masjid.3

Pada tahun 1431 M terdapat beberapa buku untuk penyebaran agama Islam ditulis oleh para pembantu Zheng He seperti Haji Ma Huan dan Haji Feh Tsing yang pandai berbahasa Arab yang menjadi penerjemah dan mencatat segala sesuatu tentang negara-negara yang dikunjungi. Namun tulisan-tulisan yang pernah tersimpan di kelenteng ini selama 400-500 tahun dirampas oleh Residen Poortman pada tahun 1928 M dengan alasan menumpas komunis. Dari tiga gerobak catatan yang dirampas, diantaranya terdapat tulisan yang menceritakan peran orang-orang Tionghoa dalam penyebaran agama Islam dan pembentukan sejumlah kerajaan Islam di Jawa (seperti kerajaan Demak dengan raja Raden Patah alias Jin Bun). Namun beberapa peneliti yang meragukan hal ini karena setelah meninjau denah dan tata letak ruang di Kelenteng Sam Po Kong,

3 https://erysuropati.wordpress.com/2010/03/14/klenteng-sam-poo-khong-semarang/. Diunduh pada tanggal 27 Maret 2015 pukul 15:13.

(5)

menganggap tidak ada dokumen sebanyak itu yang tersimpan ratusan tahun ditempat seperti itu.4

Pada tahun 1450-1475 M, setelah Dinasti Ming turun tahta dan armada perangnya dimusnahkan, orang-orang Tionghoa dilarang pergi dari daratan Tiongkok. Maka dari itu, pengaruh dan pengikut Islam di kalangan orang-orang Tionghoa di pesisir utara Jawa menyurut. Masjid-masjid Tionghoa banyak berubah fungsi menjadi kelenteng, salah satunya adalah Kelenteng Sam Po Kong.

Bangunan Kelenteng Sam Po Kong merupakan akulturasi dari budaya arsitektur Tiongkok dan Jawa, arsitektur Kelenteng Sam Po Kong adalah perpaduan ornamen Tiongkok yang dipadukan dengan bentuk atap mirip joglo (rumah adat Jawa Tengah). Bukan hanya itu, salah satu bangunan yang memang di-design dengan bentuk joglo, yaitu pendopo yang dijadikan sebagai tempat serba guna. Oleh sebab itu, berdasarkan latar belakang tersebut penulis akan meneliti mengenai “Akulturasi Budaya Arsitektur Tiongkok dengan Jawa di Kawasan Kelenteng Sam Po Kong Semarang”.

1.2 Rumusan Masalah

Sesuai dengan uraian latar belakang di atas, masalah yang akan dijelaskan dalam tulisan ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana sejarah Kelenteng Sam Po Kong di Semarang?

(6)

6

2. Seperti apa bentuk dan arsitektur Kelenteng Sam Po Kong sebagai wujud akulturasi budaya arsitektur Tiongok dengan Jawa?

3. Apa saja kegiatan yang dilakukan di Kelenteng Sam Po Kong? 1.3 Batasan Masalah

Berikut ini adalah pembatasan masalah yang akan dibahas dalam penelitian, diantaranya adalah :

1. Analisa tentang sejarah Kelenteng Sam Po Kong di Semarang melaui kajian pustaka dan wawancara.

2. Observasi mengenai bentuk dan arsitektur yang merupakan akulturasi budaya arsitektur Tiongkok dengan Jawa (bangunan joglo).

1.4 Tujuan Penulisan

Berikut ini adalah beberapa tujuan penelitian yang akan diuraikan dalam pembahasan penelitian ini adalah :

1. Untuk menambah referensi pembaca yang ingin mengetahui lebih jauh tentang sejarah di bangunnya Kelenteng Sam Po Kong di Semarang.

2. Menjelaskan tentang bentuk dan arsitektur Kelenteng Sam Po Kong sebagai wujud akulturasi budaya arsitektur Tiongkok dengan Jawa.

3. Untuk mengetahui kegiatan yang dilakukan di Kelenteng Sam Po Kong. 1.5 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan tugas akhir ini adalah : 1. Bagi mahasiswa

(7)

a. Menambah wawasan mengenai asal usul dibangunnya Kelenteng Sam Po Kong Semarang.

b. Mengetahui bentuk dan arsitektur Kelenteng Sam Po Kong sebagai wujud akulturasi budaya Tionghoa dengan Jawa serta kegiatan di dalamnya.

2. Bagi Prodi

a. Sebagai suatu literatur untuk penelitian selanjutnya. Di samping itu, sebagai media untuk memperkenalkan jurusan bahasa mandarin kepada masyarakat.

3. Bagi Pembaca

a. Menambah wawasan tentang sejarah dibangunya Kelenteng Sam Po Kong di Semarang serta mengetahui bentuk dan arsitektur Kelenteng Sam Po Kong sebagai wujud akulturasi budaya arsitektur Tiongkok dengan Jawa. 1.6 Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian yakni menggunakan metode wawancara, studi pustaka, dan observasi.

1. Wawancara

Wawancara merupakan cara pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan narasumber dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sedemikian rupa, tidak ada batasan bagi narasumber dalam menjawab pertanyaan. Sehingga narasumber dapat memberikan keterangan dan informasi yang lebih lengkap.

(8)

8

2. Observasi

Observasi yaitu metode pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan secara langsung pada objek penelitian, yaitu melakukan penelitian di Kelenteng Sam Po Kong Semarang.

3. Metode Studi Pustaka

Metode studi pustaka adalah cara pengumpulan data-data dari buku, majalah, jurnal, internet, maupun bacaan lainnya yang mendukung. Metode studi pustaka diaksudkan untuk menambah informasi secara luas.

1.7 Sistematika Penulisan

Secara garis besar penulisan Tugas Akhir dengan judul “Sam Po Kong Akulturasi Budaya Arsitektur Tiongkok dengan Jawa” terdiri dari 5 bab, yaitu : BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah,

Batasan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Pengumpulan Data dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori.

BAB III : Menjelaskan tentang perjalanan hidup dan pelayaran Laksamana Zheng He, asal-usul nama Sam Po, Zheng Hedi Semarang dan tahun kedatangan Zheng He di Semarang.

BAB IV : Sejarah didirikannya Kelenteng Sam Po Kong, struktur organisasi kepengurusan Yayasan Kelenteng Sam Po Kong, kegiatan-kegiatan di Kelenteng Sam Po Kong, arsitektur bangunan kelenteng, filosofi bangunan tradisional Tiongkok dan Jawa serta akulturasi budaya arsitektur Tiongkok dengan Jawa.

(9)

BAB V : Penutup, merupakan bagian akhir dari penulisan tugas ini yang berisi kesimpulan dari uraian-uraian yang telah di bahas pada bab-bab sebelumnya dan saran-saran.

(10)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Zheng He adalah seorang muslim yang diutus oleh kaisar ketiga dari Dinasti Ming yaitu Kaisar Zhu Di (朱棣/Zhūdì) yang dikenal juga sebagai Kaisar Yong Le untuk melakukan pelayaran ke Samudra Hindia (Barat). Pelayaran tersebut dimulai pada awal abad ke-15 M, demi memajukan persahabatan dan memelihara perdamaian antara Tiongkok dengan negara-negara asing.

Kaisar Zhu Di mengutus Laksamana Zheng He untuk melakukan pelayaran, yang bertujuan untuk melakukan politik kerukunan dan persahabatan dengan negara-negara asing karena Kaisar Zheng He menganggap bahwa negara-negara lain adalah keluarga. Pada tahun pertama Kaisar Zhu Di memimpin, yaitu pada tahun 1403 M, Dinasti Ming mengirim utusan persahabatan ke Korea, Siam, Kamboja, Jawa dan Sumatra dengan membawa sutra dewangga yang berbenang emas dan cendera mata. Tujuan kedua adalah untuk mendorong perniagaan antara Tiongkok dengan negara-negara asing. Ketiga, penduduk sepanjang pantai Tiongkok dilarang merantau ke luar negeri tanpa menggunakan izin. Kebijakan tersebut bermaksud untuk mengusir para bajak laut dari Jepang yang sering mengganggu keamanan pantai Tiongkok. Selain itu, Dinasti Ming juga

(11)

menghimbau pada setiap perantau Tionghoa agar menjadi penduduk yang baik di negara yang ditempatinya.

Tujuan utama Kaisar Zhu Di mengutus Zheng He untuk memimpin pelayaran ke Samudra Hindia (Barat), yaitu untuk menyebarluaskan kejayaan Dinasti Ming dan pengaruh politiknya di Asia-Afrika serta meningkatkan hubungan dagang antara Tiongkok dengan negara-negara tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelayaran Zheng He tidak bermaksud untuk ekspansi (perluasan wilayah) atau agresi (penyerangan). Zheng He tidak pernah menduduki tanah milik negara asing, dan kunjungannya pun mendapatkan sambutan yang hangat dari berbagai negeri.

Pelayaran Zheng He untuk mengunjungi negara-negara asing tidak berjalan dengan lancar. Dari kalangan pemerintah seperti para menteri dan para pejabat tidak suka dengan pelayaran yang dilakukan oleh Zheng He, karena dalam pelayaran Zheng He memanfaatkannya untuk menyebarkan agama Islam. Sebagian besar dari penguasa beragama Buddha dan Kong Hu Chu. Oleh karena itu, mereka tidak menyukai Zheng He yang beragama Islam. Dengan alasan, mereka menganggap bahwa pelayaran Zheng He tidak sesuai dengan misi yang diberikan.

Tidak hanya itu, dari menteri keuangan dan ekonomi yaitu Liu Ta Xia (pada pemerintahan Kaisar Zhu Zhanji, Dinasti Ming) juga tidak menyukai pelayaran Zheng He karena dinilai telah memakan biaya besar dan menghambur-hamburkan uang pemerintah. Hal tersebut dikarenakan kesalahfahaman antara pihak

(12)

12

pemerintah dengan maksud Zheng He yang membawa barang-barang berharga seperti keramik, sutra, alat besi dan lain-lain untuk melancarkan usaha perdagangan dan memenuhi kebutuhan kerajaan seperti wangi-wangian, rempah-rempah, zat pewarna, manik-manik dan lain-lain. Jadi tujuan Zheng He membawa barang-barang perdagangan tersebut tidak untuk berfoya-foya tetapi untuk mencukupi kebutuhan kerajaan.

Akhirnya Zheng He pun mampu membuktikan kepercayaan sang Kaisar yang diberikan kepadanya. Zheng He melakukan pelayaran tidak semata-mata untuk diri sendiri, melainkan demi Kaisar dan Tiongkok. Dalam pelayarannya, dia juga membawa kembali kepala perompak Tiongkok ternama yang melarikan diri ke Palembang. Selain itu, dalam dalam pendaratannya di Srilangka, Zheng He berhasil menaklukan Raja Sinhalese yang bertentangan dengan Kaisar Yong Le.5

Di Semarang tersebar cerita mengenai kedatangan armada Zheng He pada pertengahan abad ke-15 M. Utusan dari Kaisar Zhu Di ini mengadakan kunjungan ke laut Selatan dengan armada (rombongan kapal) raksasa. Laksamana Zheng He sebagai pemimpin armada yang dibantu oleh Wang Jinghong (Ong King Hong), namun ketika sampai di pantai utara Jawa, Wang Jinghong mendadak sakit keras. Akhirnya Zheng He memerintahkan armada itu untuk singgah di pelabuhan Simongan (Mangkang), Semarang. Setelah mendarat, Zheng He dan pasukannya menemukan sebuah gua yang kemudian dijadikan sebagai tempat peristirahatan sementara. Setelah 10 hari, kesehatan Wang Jinghong mulai membaik, maka

5 Saroni Asikin, 1 Agustus, 2005. Si Kecil Ma He dan Inspirasi dari Makah. Suara Merdeka. Hlm. 2.

(13)

ditinggalkannya 10 awak kapal untuk menjaga dan merawat Wang Jinghong serta sebuah kapal dan perbekalan. Sementara itu, Laksamana Zheng He melanjutkan perjalanannya ke barat.

Setelah sembuh dari sakit, Wang Jinghong memimpin 10 awak kapal untuk membuka lahan dan membangun rumah. Wang Jinghong adalah seorang muslim yang giat menyebarkan agama Islam, selain itu diajarkannya pula bercocok tanam. Wang Jinghong juga mendirikan patung Zheng He di gua sebagai bentuk penghormatan, tetapi karena Zheng He adalah seorang Tionghoa masyarakat menganggap Zheng He adalah seorang dewa, sehingga mereka menyembah patung Zheng He tersebut walaupun Zheng He sendiri beragama Islam.

Wang Jinghong meninggal pada usia 87 tahun, beliau di makamkan secara Islam di dekat gua yang kemudian menjadi obyek tersendiri dalam kompleks Kelenteng Sam Po Kong. Atas jasanya, Wang Jinghong diberi julukan Kiai Juru Mudi Dampo Awang. Sejak saat itu, pada tanggal 1 dan 15 tiap bulan Imlek orang berbondong-bondong datang untuk menyembah patung Sam Po Kong yang berada di Gua Sam Po dan sekaligus berziarah ke makam Kiai Juru Mudi Dampo Awang.6

Kelenteng Sam Po Kong mulanya sangat sederhana, hanya terdapat patung Zheng He. Pada tahun 1704 M terjadi angin ribut dan hujan lebat yang menyebabkan runtuhnya gua tersebut. Kemudian gua tersebut dibangun dan

(14)

14

dipulihkan seperti semula. Pada tahun 1724 M, gua tersebut dipugar (dibagun kembali dan diperluas) oleh masyarakat Tionghoa setempat.

Selain memberikan kemajuan di bidang bercocok tanam, pembuatan alat bajak dari besi, berternak, perdagangan, seni ukir, seni bangunan atau arsitektur, Zheng He juga memperkenalkan tahu, mie, bihun, kuetiau, kecap, ragi, bapao, bakso, bapia, capcai juga proses fermentasi dalam kehidupan sehari-hari orang Jawa. Salah satu contoh konkrit dari akulturasi kebudayaan Tiongkok dengan kebudayaan Jawa adalah bentuk arsitektur bangunan Kelenteng Sam Po Kong yang merupakan perpaduan ornamen Tiongkok dengan bentuk atap yang mirip joglo.

2.2 Landasan Teori

Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke, terdiri dari ribuan pulau dan beragam suku bangsa. Keanekaragaman suku bangsa selalu disertai dengan beragam kebudayaan, hal tersebut yang membuat Indonesia selalu di kenal oleh bangsa lain karena budayanya yang unik di berbagai bidang. Setiap suku mempunyai kebudayaan yang berbeda, misalnya dalam bidang seni arsitektur, setiap suku memiliki ciri khas rumah adat masing-masing. Ditambah lagi Indonesia memiliki kemampuan sinkretis (mencari penyesuaian/keseimbangan) yang mampu mengolah kebudayaan bangsa lain menjadi milik kita.

Sebagai contoh yaitu kebudayan Jawa yang tadinya kecil menjadi besar setelah mengalami penyesuaian dengan kebudayan Hindu dan Islam. Kemampuan sinkretis ini dapat terlihat juga dalam sastra, seni lukis, seni drama, seni musik,

(15)

seni kuliner dan pakaian. Namun, kemampuan sinkretis ini harus didasari dengan pengetahuan dan kebanggaan akan kekayaan yang sudah kita miliki, yakni seni dalam lubuk budaya (digali melalui tradisi lisan dan tradisi tulis).7

Pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan luar juga mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada di Indonesia, sehingga menambah ragamnya jenis kebudayaan yang ada di Indonesia. Berkembang dan meluasnya agama-agama besar di Indonesia turut mendukung perkembangan kebudayaan Indonesia, sehingga memcerminkan kebudayaan agama tertentu. Faktor yang dapat mempermudah berlangsungnya asimilasi (peleburan/penyesuaian) adalah adanya nilai-nilai sosial budaya diantara dua suku bangsa yang berbeda latar kebudayaannya.

Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.8 Kebudayaan dapat dibedakan menjadi tiga sistem, yaitu sistem budaya, sistem sosial, dan kebudayaan fisik. Jika dikaitkan dengan proses asimilasi budaya, maka pengambilan nilai budaya dan nilai sosial untuk membandingkan nilai-nilai kebudayaan Jawa dengan budaya Tionghoa akan lebih relevan.

Sedangkan pengertian dari akulturasi budaya adalah membaurnya 2 kebudayaan atau lebih yang saling mempengaruhi, sehingga memunculkan suatu

7 Benny H. Hoed. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta : Komunitas Bambu. 2011. Hlm. 296.

(16)

16

kebudayaan yang baru tanpa menghilangkan unsur dari kebudayaan aslinya. Menurut ilmu Sosiologi akulturasi merupakan sebuah istilah yang berarti proses pengambilan unsur-unsur (sifat) kebudayaan lain oleh sebuah kelompok atau individu. Akulturasi tersebut dapat mengakibatkan terjadinya asimilasi (meleburnya dua kebudayaan atau lebih, sehingga menjadi satu kebudayaan). Akulturasi budaya dapat terjadi karena keterbukaan suatu komunitas masyarakat terhadap kebudayaan lain yang mengakibatkan terpengaruhnya kebudayaan mereka terhadap kebudayaan tersebut.

Alvin L Bertrand mengemukakan pendapatnya mengenai definisi asimilasi, yaitu proses sosial tingkat lanjut yang timbul apabila terdapat golongan manusia yang mempunyai latar belakang kebudayaan berbeda saling berinteraksi dan bergaul secara langsung dan intensif dalam waktu yang lama, sehingga kebudayaan dari golongan tersebut berubah sifatnya dari yang khas menjadi unsur-unsur kebudayaan yang berbeda dengan asalnya. Asimilasi merupakan tingkat lanjut dari proses akulturasi. Semakin terbukanya suatu negara terhadap kebudayaan lain, maka semakin banyak pula peluang terjadinya akulturasi budaya hingga menjadi asimilasi budaya.

Melihat beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa interaksi masyarakat Tionghoa dengan masyarakat pribumi telah mempengaruhi budaya antara keduanya dan melahirkan kebudayaan baru. Salah satu bukti dari hasil akulturasi tersebut adalah dengan adanya pengaruh budaya arsitektur Tiongkok terhadap masjid-masjid di daerah pesisir bagian utara. Akulturasi tersebut dapat menjadi alasan untuk menerima pencabutan peraturan-peraturan yang

(17)

diskriminatif terhadap bangsa Tionghoa, sehingga tidak ada perdebatan tentang dikotomi (pembagian atas dua kelompok yang saling bertentangan) warga keturunan Tionghoa dan masyarakat pribumi.

(18)

18 BAB III

SEJARAH LAKSAMANA ZHENG HE

3.1 Perjalanan Hidup Laksamana Zheng He

Laksamana Zheng He lahir di Kunyang tahun 1372 M, yaitu 2 tahun setelah Dinasti Ming berdiri. Ketika masih kecil, Zheng He mempunyai nama Ma He. Nama Ma He sering dikaitkan dengan nama Muhammad, rasul pembawa agama Islam. Dalam salah satu buku tertulis bahwa Zheng He adalah keturunan Nabi Muhammad ke-37 dari sayyidina Ali bin Abi Thalib. Zheng He adalah seorang yang mempunyai suku bernama Hui(回族/ Huízú), Suku Hui adalah salah satu suku minoritas yang beragama Islam di Tiongkok yang merupakan keturunan dari perkawinan campuran antara Turki dengan Mongolia.

Sewaktu kecil Ma He tidak pernah melihat laut, dalam pikirannya laut hanyalah impian anak-anak. Impian itu hanya bisa terwujud apabila dia menempuh perjalan darat ribuan mil ke tenggara untuk melihat Laut China Selatan. Impian tersebut menjadi mustahil mengingat Ma He bukan berasal dari keluarga yang kaya. Apalagi setelah gugurnya sang ayah dalam peperangan melawan tentara Dinasti Yuan dan calon penguasa baru Tiongkok dari Dinasti Ming. Pada saat itu Ma He baru berusia 10 tahun, di usia yang masih belia dia telah menjadi yatim.

Suatu hari, Ma He dan anak-anak lainnya dibawa dengan paksa ke pusat kota selatan yang menjadi pusat kepemerintahan dinasti baru. Dia dikebiri

(19)

(dipotong alat kelaminya) dan masa depannya akan menjadi kasim (orang yang dikebiri) yang mengabdi seumur hidup kepada kerajaan. Ketika remaja dia dikenal sebagai pemuda yang kuat dan pemberani.

Putra keempat dari 26 putra Kaisar, yaitu Pangeran Zhu Di (朱棣/Zhūdì) sangat menyukai kualitas dan kemampuan yang dimilki oleh Ma He, mereka pun sangat dekat. Ketika sang pangeran menjadi kaisar bergelar Yong Le ( 永乐 /

Yǒnglè), Ma He diangkat sebagai pemimpin militer. Dalam suatu peperangan,

kuda yang ditunggangi Ma He mati dan untuk mengingatnya, Kaisar Yong Le memberikan nama baru kepada Ma He yaitu Zheng He (郑和/Zhèng hé). Menurut Kaisar, nama lama Ma mempunyai arti “kuda” sehingga tak layak untuk dipakai.

Kaisar Yong Le dikenal sebagai sosok yang ambisius terhadap segala hal yang berhubungan dengan pencarian keagungan. Beliau sangat menginginkan kejayaan, peradaban juga menginginkan kualitas orang Tiongkok didengar dan diakui oleh negeri-negeri di seberang lautan. Beliau ingin mempunyai utusan yang mengarungi lautan ke berbagai negeri.

Tahun 1402 M, Kaisar memerintahkan Zheng He untuk membuat kapal, pembuatan kapal tersebut dimulai di kota Nanjing. Akan tetapi, rencana Kaisar ditentang oleh Menteri Ekonomi dan Keuangan yaitu Liu Ta Xia karena dianggap hanya memboroskan harta kerajaan. Tiga tahun kemudian di Galangan Kapal Longjiang, Nanjing, 62 kapal selesai dibuat, 4 diantaranya adalah kapal yang sangat besar bahkan lebih besar dari kapal penjelajah dari Eropa, seperti Christhoporus Colombus, Bartolomeu Diaz, atau Ferdinand Magelhaens.9

9 Loc.Cit. Saroni Asikin.

(20)

20

Tahun 1405 M, saat itu adalah musim panas bulan Juli, Zheng He sedang mempertaruhkan namanya sendiri juga nama Kaisar Yong Le, serta kejayaan dan ketinggian peradaban Tiongkok. Zheng He harus membuktikan bahwa perjalanan tersebut tidak menghamburkan uang kerajaan seperti yang telah dikemukakan oleh beberapa pejabat kerajaan yang tidak sepakat diadakannya perjalanan tersebut, juga membuktikan bahwa kasim (kapten tiap kapal adalah kasim) dapat melakukan sesuatu demi nama kerajaan.

Louise Levanthes dalam When China Ruled the Seas:The Treasure Fleet of the Dragon Throne, 1405-1433 (1997) menulis mengenai keberhasilan Zheng He dalam tujuh ekspedisi (ada yang menyebut dia terlibat dalam enam kali saja sebab dalam ekspedisi kedua, hanya krunya yang berangkat sedangkan dia berada di Nanjing. Dia bukan hanya navigator hebat, tapi juga laksamana perang yang handal, pedagang yang cerdik juga juru damai yang bermatabat.10

Selain itu, Zheng He juga bersahabat dengan penduduk tempat dia singgah selama pelayaran, sebagai buktinya, dihadiahkan suvenir dan benda bernilai kepada Zheng He. Zheng He juga merupakan agen akulturasi antara kebudayaan Tiongkok dengan kebudayaan masyarakat yang ia singgahi. Memberitahu kepada dunia bahwa teknologi Tiongkok sudah sangat maju jauh sebelum negara-negara di Eropa.

3.2 Pelayaran Laksamana Zheng He

Zheng He merupakan seorang pelaut dan penjelajah terkenal yang berasal dari Tiongkok, beliau melakukan penjelajahan antara tahun 1405 M hingga 1433

10 Loc.Cit. Saroni Asikin.

(21)

M. Laksamana yang berasal dari Yunan ini adalah seorang kasim muslim yang menjadi kepercayaan Kaisar Yong Le. Ketika pasukan dari Dinasti Ming menaklukan Yunan, Zheng He ditangkap dan dijadikan seorang kasim yang hidupnya hanya untuk mengabdi kepada kerajaan.

Pelayaran Laksamana Zheng He dilakukan atas dasar perintah dari Kaisar Yong Le. Dengan berbagai rintangan, pada tahun 1405 M, Laksamana Zheng He melakukan pelayaran pertamanya. Pelayaran yang dilakukan Laksamana Zheng He pada masa kepemerintahan Kaisar Yong Le yaitu sebanyak 6 kali . pada tahun 1424 M Kaisar Yong Le wafat dan digantikan oleh Kaisar Hong Xi yang berkuasa pada tahun 1424-1425 M. Pada masa kepemerintahan Kaisar Hong Xi, pengaruh seorang kasim dilingkungan kerajaan dikurangi. Laksamana Zheng He melanjutkan pelayarannya yang ke-7 pada masa kepemerintahan Kaisar Xuan De yang berkuasa pada tahun 1426-1435 M.

Adapun daerah-daerah yang dilewati oleh Laksamana Zheng He selama pelayaran adalah sebagai berikut:

Pelayaran Waktu Daerah yang dilewati

Pelayaran ke-1 1405-1407 Champa, Jawa, Palembang, Malaka, Aru, Sumatra, Lambri, Ceylon, Kollam, Cochin, Calicut (di Pantai Barat India)

Pelayaran ke-2 1407-1408 Champa, Jawa, Siam, Sumatra, Lambri, Calicut, Cochin dan Ceylon.

(22)

22

Quilon, Cochin, Calicut, Siam, Lambri, Kaya, Coimbatore, Puttanpur.

Pelayaran ke-4 1413-1415 Champa, Jawa, Malaka, Sumatra, Ceylon, Cochin, Calicut, Kayal, Pahang, Kelantan, Aru, Lambri, Hormuz, Maladewa, Mogadishu, Brawa, Malindi, Aden, Muscat, Dhufar.

Pelayaran ke-5 1416-1419 Champa, Jawa, Malaka, Sumatra, Lambri, Ceylon, Sharwayn, Cochin, Kalikut, Hormuz, Maladves, Mogadishu, Brawa, Malindi, Aden.

Pelayaran ke-6 1421-1422 Hormuz, Afrika Timur, dan negara-negara di Jazirah Arab.

Pelayaran ke-7 1430-1433 Champa, Jawa, Palembang, Malka, Sumatra, Ceylon, Calicut, Hormuz.

Pada Pelayaran yang ke-4, armadanya dipecah menjadi beberapa rombongan ketika sampai di Selat Hormuz dan Teluk Persi, sehingga lebih banyak negeri yang dapat di kunjungi. Hal yang sama juga dilakukan pada pelayarannya yang terakhir, ketika sampai di Calicut armadanya dipecah menjadi beberapa rombongan, sebagian melanjutkan perjalanannya ke Mekkah, Zheng He tinggal di Calicut menunggu sampai armada yang lain berkumpul lalu berlayar untuk kembali pulang.

(23)

Pelayaran yang dilakukan sebanyak tujuh kali tersebut menghabiskan kurang lebih selama 28 tahun. Pelayaran Laksamana Zheng He tersebut memberi manfaat yang sangat besar bagi negeri-negeri yang berada di sebelah barat Lautan Hindia. Salah satunya manfaatnya adalah merintis jalur perdagangan melalui laut. 3.3 Asal Usul Nama Sam Po

Zheng He mempunyai julukan Sam Po (Sam Poo atau San Po) dalam dialek Fujian, atau San Bao (三保/Sānbǎo)dalam bahasa mandarin (bahasa nasional Tiongkok). “San” mempunyai makna “tiga”, dan “Bao” mempunyai dua makna homofon yaitu “pelindung” dan “pusaka”. Sedangkan sebutan 三保洞

/Sānbǎodòng lebih ditujukan kepada sebutan Kelenteng Sam Po Kong, dilihat dari

makna “洞/dòng” yang artinya “lubang”. Sebutan tersebut dikarenakan letak dari Kelenteng Sam Po Kong yang berada di dalam gua. Terdapat pula beberapa pendapat lain diantara para sejarawan mengenai asal usul nama San Bao, antara lain:

1. Waktu kecil, Zheng He mempunyai nama julukan San Bao, karena dia adalah anak ketiga dari Ma Haji. Dari 6 bersaudara, dia memiliki seorang kakak laki-laki, seorang kakak perempuan dan 3 adik perempuan.

2. San Bao juga diartikan sebagai 3 utusan, yaitu Zheng He, Wang Jinghong (Ong King Hong atau Ong Hing Tek) dan Hou Xian.

3. Pendapat ketiga, San Bao dimaknai sebagai 3 pusaka atau tri ratna, yaitu Buddha dharmasangha. Pemaknaan ini berhubungan dengan agama Buddha karena Zheng He termasuk orang yang toleran dalam masalah

(24)

24

agama, sehingga pernah mengikuti beberapa kegiatan keagaan Buddha. Tiga pusaka itu adalah Buddha, biksu dan kitab suci Buddha.

4. Zheng He mendapat julukan San Bao setelah dia kembali ke istana, karena Zheng He merupakan kasim intern jadi dipanggil sebagai San Bao. Wang Jinghong juga kasim intern yang mempunyai julukan Wang San Bao. Dalam sejarah Dinasti Ming juga ada yang mendapat julukan Yang San Bao sebagai kasim.

Ada juga beberapa nama lain dari Zheng He dari dialek Fujian, diantaranya San Bo Tai Jian yang berarti “Kasim San Bao”, Sam Po Tay Djin, San Po Thay Kam atau San Po Tai Kien, dan lain-lain. Gelar ini diberikan kepada Zheng He oleh Kaisar Xuan De pada tahun Xuan De ke-6 (1431 M). Ada pula Sam Po Toa Lang (dari dialek Fujian) yang dalam bahasa mandarin adalah San Bao Da Ren (三宝大人/Sānbǎo dàrén), yang bermakna “Tuan Besar San Bao”. Sebutan ini merupakan sebutan kehormatan kepada Zheng He.

3.4 Zheng He Di Semarang

Dalam pelayaran, tercatat bahwa Zheng He melakukan pelayaran sebanyak 7 kali, dalam ketujuh pelayaran tersebut Zheng He selalu berkunjung ke Semarang dan 6 kali ke Jawa karena pada pelayaran ke-6 Zheng He tidak ke Jawa. Pada pertengahan abad ke-15 M, Laksamana Zheng He diutus kembali oleh Kaisar Yong Le untuk mengadakan pelayaran ke Laut Selatan. Pada saat itu, armada yang dipimpin oleh Zheng He dibantu oleh Wang Jinghong (Ong King Hong).

(25)

Ketika armada sampai di pantai utara Jawa, Wang Jinghong mendadak sakit keras. Zheng He memutuskan untuk memerintahkan armada singgah di pelabuhan Simongan (kemudian bernama Mangkang), Semarang. Zheng He dan awak kapalnya menemukan sebuah gua lalu membuat sebuah pondok di luar gua untuk beristirahat. Setelah sepuluh hari Zheng He melanjutkan perjalanan ke barat dengan meninggalkan sepuluh awak kapal untuk menjaga Wang Jinghong. Setelah sembuh Wang Jinghong merasa betah tinggal di Semarang dan memerintah awak kapalnya untuk membuka lahan dan membangun rumah. Sehingga kawasan tersebut berangsur-angsur berubah menjadi ramai dan makmur.

Wang Jinghong merupakan seorang muslim yang saleh, seperti halnya Zheng He. Selain mengajarkan bercocok tanam, dia giat menyebarkan agama Islam baik di kalangan masyarakat Tionghoa maupun masyarakat setempat. Didirikanya juga patung Zheng He (Sam Po Kong) di dalam gua, guna untuk menghormati Laksamana Zheng He. Akan tetapi, patung tersebut disembah oleh orang non islam. Hal itu dikarenakan Zheng He berasal dari Tionghoa juga Laksamana yang diagungkan, jadi mereka menganggap bahwa Zheng He adalah dewa.

Wang Jinghong meninggal pada usia 87 tahun, jenazahnya di makamkan secara Islam di bawah pohon sekitar gua. Wang Jinghong diberi julukan Kiai Juru Mudi Dampo Awang oleh para penduduk sekitar. Makamnya pun kini menjadi komplek tersendiri dalam Kelenteng Sam Po Kong. Sejak saat itu, pada tanggal 1 dan 15 pada bulan Imlek, orang-orang datang untuk menyembah patung Sam Po Kong dan berziarah ke makam Kiai Dampo Awang.

(26)

26

Kelenteng Sam Po Kong dibangun sebagai rasa hormat dan untuk memperingati Zheng He. Kelenteng ini mulanya sangat sederhana, hanya terdapat patung Zheng He. Pada tahun 1704 M terjadi angin ribut dan hujan lebat yang menyebabkan runtuhnya gua tersebut. Kemudian gua itu dibangun dan dipulihkan seperti semula. Pada tahun 1724 M, gua tersebut dipugar oleh masyarakat Tionghoa setempat.

Pada pertengahan abad 19 M, terjadi peristiwa yang menghambat kegiatan beribadatan di Kelenteng Sam Po Kong. Kawasan Simongan telah dikuasai oleh tuan tanah keturunan Yahudi yang bernama Johannes. Dia menjadikan kawasan tersebut sebagai sumber keuntungan, yaitu dengan mengenakan cukai kepada masyarakat Tionghoa yang hendak melakukan sembahyang di Kelenteng Sam Po Kong. Awalnya mereka berniat membayar cukai secara perorangan, tapi cukai yang diminta sangat tinggi hingga masyarakat tersebut tidak mampu untuk membayar. Akhirnya Yayasan Sam Po Kong Semarang memutuskan untuk mengumpulkan dana sebesar 2.000 gulden (mata uang Belanda sejak abad 17 hingga 2002 sebelum digantikan euro) sebagai biaya buka pintu kelenteng selama satu tahun. Walaupun cukai diturunkan menjadi 500 gulden, tetapi bagi masyarakat Tionghoa cukai tersebut masih terlalu mahal.

Sekalipun cukai yang yang diminta sangat mahal tidak mungkin bisa menghalangi kegiatan peribadatan masyarakat Tionghoa, tidak harus dengan membayar terus-menerus. Akan tetapi, demi kelanjutan kegiatan penyembahan kepada Sam Po Kong tanpa membayar cukai yang tinggi, maka masyarakat Tionghoa di Semarang membuat duplikat patung Sam Po Kong yang diletakkan di

(27)

Tay Kak Sie ( Kelenteng Kainsafan Besar) yang dibangun pada tahun 1771 M di Gang Lombok (sebuah perkampungan masyarakat Tionghoa di Semarang.

Akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh Johannes, selain penyembahan yang dipindahkan ke Tay Kak Sie juga munculnya acara baru dalam perayaan tanggal 29 atau 30 bulan keenam kalender Imlek setiap tahun. Adapun wujud dari acara tersebut adalah dengan membawa patung duplikat tersebut (diarak) menuju Kelenteng Sam Po Kong, dipercaya agar patung tersebut mendapat mukjizat dari patung aslinya. Konon patung asli yang berada di Kelenteng Sam Po Kong tersebut merupakan patung yang didatangkan langsung dari Tiongkok berikut disertai dengan berbagai alat perlengakapan keagamaan pada abad ke-18 M. Akan tetapi, pada masa penjajahan Belanda arak-arakan tersebut hanya sampai di tepi pagar bambu, batasan Simongan yang merupakan milik Johannes.

Perbuatan Johannes terhadap masyarakat Tionghoa bukan hanya menciptakan ketidaknyamanan tapi juga rasa kesal karena telah mengusai Gua Sam Po Kong dan bertindak sewenang-wenang. Hingga akhirnya seorang pengusaha keturunan Tionghoa bernama Oei Tjie Sien bernazar (berjanji berbuat sesuatu jika maksud tercapai) akan membeli kawasan suci itu apabila usahanya mendapatkan kemajuan yang besar. Akhirnya pada tahun 1879 M (tahun Guan Xu ke-5) keinginanya telah terkabul, Oei Tjie Sien adalah ayah dari Oei Tiong Ham, seorang saudagar kaya yang mendapat julukan “Raja Gula” di Indonesia. Oei Tjie Sien berhasil membeli kawasan Simongan lalu Kelenteng Sam Po Kong dipugar.

(28)

28

3.5 Tahun Kedatangan Zheng He di Semarang

Adapun tahun kedatangan Zheng He di Semarang terdapat beberapa pendapat yang berbeda, baik dari kalangan sarjana Tiongkok maupun di kalangan sarjana Indonesia. Perbedaan pendapat yang dikemukakan yaitu sebagai berikut:

1. Pendapat pertama mengemukakan bahwa Zheng He mendarat di Semarang pada tahun 1406 M tepat pada pelayarannya yang pertama yaitu pada tahun 1405-1407 M. Pendapat ini didasarkan pada pendapat Li Changfu (sarjana Tiongkok) yang menulis pada tahun 1938 M, beliau menuliskan bahwa Zheng He berlayar dari Liujia menuju ke Selatan, kemudian singgah di Campa dan sampai di Jawa, memungkinkan armada Zheng He mendarat di Semarang.

Wu Shehuang dalam bukunya yang berjudul “Sejarah Indonesia” terbit di Jakarta tahun 1951 M, juga mengemukakan hal yang sama. Sarjana-sarjana dari Indonesia, seperti Hartono Kasmadi dan Wiyono menduga bahwa Laksamana Zheng He mengadakan pelayaran ke daerah-daerah di Laut Selatan dari tahun 1405-1433 M, dan mungkin telah mengunjungi Semarang pada tahun 1406 M.

2. Pendapat ke-2 mengatakan bahwa Zheng He mendarat di Semarang pada pelayarannya yang ke-2 antara tahun 1407-1409 M. Pendapat ini didasarkan oleh pendapat Liu Ruzhong, karena pada pelayaran ke-2 terjadi bentrokan antara awak-awak kapal Zheng He dengan Raja Barat di Jawa, maka dari itu Zheng He mendarat di Semarang.

(29)

3. Pendapat ke-3 mengatakan bahwa Zheng He pernah mengunjungi Semarang pada tahun 1412 M. Pendapat ini didasarkan pada artikel yang ditulis oleh Liem Ek Chiang bahwa Zheng He mengunjungi Pulau Jawa sebanyak 2 kali, yaitu pada tahun 1406 M dan tahun 1412 M, Zheng He mendarat di Mangkang dekat Kendal.

4. Pendapat ke-3 menunjukkan bahwa Zheng He mendarat di Semarang dalam rangka pelayaranya yang keempat yaitu pada tahun 1413 M. Berdasarkan pendapat sarjana Indonesia Mangaraja Onggang Perlindungan dalam karyanya “Tuanku Bao”, pada tahun 1413 M armada Zheng He berlabuh di Semarang. Zheng He dan dua pengikutnya Ma Huan dan Fei Xin bersembayang bersama di salah satu masjid setempat.

5. Pendapat ke-5 mengatakan bahwa Zheng He mendarat di Semarang pada tahun 1416 M. Liem Thian Joe menulis dalam bukunya yang berjudul “Riwayat Semarang” yang terbit pada tahun 1933 M, memperkirakan pada tahun 1416 M ada orang Tionghoa yang pertama kali menginjakkan kakinya di Semarang yaitu tak lain adalah Laksamana Zheng He yang peninggalannya tak pernah terlupakan oleh masyarakat setempat.

Pendapat ini dikuatkan oleh sebuah inskripsi (agenda) yang tertulis dalam 3 bahasa, yaitu bahasa Inggris, Mandarin dan Indonesia. Tulisan ini dibuat oleh Liem Djing Tjie, seorang Tionghoa guna untuk memperingati kedatangan Zheng He di Semarang.

(30)

30

6. Pendapat ke-6 mengatakan bahwa Zheng He pernah mendarat di Semarang dalam rangka pelayarannya yang ke-7, yaitu pada tahun 1431-1433 M. Dalam arsip Kongkoan Semarang yang dikutip oleh Liem Thian Joe, menurut catatan sejarah, Kaisar Xuan De bertahta pada tahun 1426-1436 M. Pada waktu itu Zheng He mendapat perintah dari Kaisar Xuan De untuk berlayar ke sebelah selatan, pelayaranya dipastikan pada pelayaran yang ketujuh yang berangkat pada tahun 1431 M. Karena pelayaran yang ke-6 terjadi pada tahun 1421-1422 M, sedangkan pada waktu itu Kaisar Xuan De belum naik singgasana.

Mengenai tanggal dan bulan Zheng He mendarat di Semarang, banyak sumber yang menulis bahwa Zheng He mendarat di Semarang pada tanggal 30 bulan 6 kalender Imlek. Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa konon Zheng He mendarat di Semarang pada tanggal 29 bulan 6 kalender Imlek. Pendapat ini ditulis oleh Li Xuemin dan Chen Xunhua dalam catatan mereka dari terjemahan riwayat Semarang yang ditulis oleh Liem Thian Joe. Semua pendapat tersebut dipercaya oleh masyarakat pada umumnya, maka dari itu, diadakan acara khusus setiap tanggal 29 atau 30 bulan 6 kalender Imlek misalnya arak-arakan patung Sam Po Kong.

Dapat disimpulkan dari penggunaan kata “mungkin”, “konon” atau “kira-kira” dari ke-6 pendapat tersebut, maka belum ada satu pun pendapat yang akurat, ditambah lagi belum adanya satu pun pendapat yang diperkuat dengan argumen-argumen sejarah yang meyakinkan. Dalam buku Muslim Tionghoa Cheng Ho karangan Prof Dr Kong Yuanzhi, beliau kurang memberikan aspirasi terhadap cerita yang telah dipercaya berabad-abad, dilihat dari peta yang di sertakan di

(31)

dalam bukunya yang tidak mencantumkan Semarang sebagai salah satu tempat singgah Zheng He. Akan tetapi, semua ini tidak berarti bahwa kedatangan Zheng He di Semarang dalam rangka pelayarannya adalah hal yang mustahil. Hanya saja, tidak mudah untuk mengetahui dengan pasti tahun kedatangan Zheng He di Semarang. Perselisihan mengenai kedatangan Zheng He tersebut tidak mengurangi rasa hormat orang-orang terhadap Laksamana Zheng He, karena Zheng He merupakan bahariwan besar yang sangat berjasa dalam memajukan persahabatan antara bangsa Tionghoa dengan bangsa Indonesia.

(32)

32 BAB IV

KELENTENG SAM PO KONG

4.1 Sejarah Didirikannya Kelenteng

Kelenteng Sam Po Kong adalah kelenteng kombinasi, dimana bukan hanya penganut agama Buddha, Konghuchu atau keturunan Tionghoa saja yang boleh datang, tetapi penganut agama lain yang non Tionghoa juga boleh mengadakan selamatan atau acara lain. Kelenteng Sam Po Kong terletak di daerah Gedong Batu yaitu di kaki Bukit Simongan, tepi sungai Garang, barat daya Kota Semarang. Pantai tersebut merupakan pantai yang ramai pada abad ke-14 M. Daerah ini dulu di kenal juga dengan nama Bukit Simongan, di atas bukit terdapat sebuah gua yang menurut cerita merupakan tempat persinggahan Laksamana Zheng He beserta pengawal-pengawalnya. Untuk menghormati Laksamana Zheng He, di Semarang dibangunlah kelenteng Gedong Batu (Sam Po Kong) yang pada awalnya adalah sebuah masjid.11 Di kelenteng ini banyak pengunjung yang datang untuk berziarah, baik dari kalangan keturunan Tionghoa maupun muslim Jawa. Di dekat kelenteng juga terdapat makam Wang Jinghong (Kiai Jurumudi) yang dikabarkan meninggal dalam usia 87 tahun dan dikuburkan secara Islam.

Kelenteng Sam Po Kong mulanya adalah kelenteng yang sangat sederhana, hanya sebuah gua yang di dalamnya terdapat patung Zheng He. Pada tahun 1704

11 M.C. Riclefs, Muslim Cina di Jawa Abad XV dan XIV (Antara Histiritas dan Mitos), Yogyakarta : PT. Tiara

(33)

M gua tersebut runtuh akibat angin ribut dan hujan lebat. Peristiwa tersebut mengakibatkan sepasang pengantin tewas akibat tertimbun ketika memuja di situ.12 Tidak lama kemudian gua yang runtuh itu digali dan dipulihkan seperti semula. Pada tahun 1724 M diadakan upacara sembahyang besar-besaran oleh penduduk Tionghoa Semarang, sebagai ucapan terimakasih karena dalam waktu yang sangat lama kota Semarang tidak mendapat gangguan apapun dan perdagangan mereka juga semakin maju. Bersamaan dengan acara tersebut juga diadakan pengumpulan dana untuk memperbaiki Kelenteng Sam Po Kong. Kemudian di depan gua tersebut didirikan sebuah teras, agar bisa di jadikan tempat berteduh bagi orang-orang yang selesai bersembahyang bisa beristirahat untuk melewati waktu. 13

Pada pertengahan abad ke-19 M, kawasan Simongan dikuasai oleh Johannes, seorang tuan tanah keturunan Yahudi. Masyarakat yang ingin melakukan ibadat di Kelenteng Sam Po Kong dikenai cukai yang tinggi. Karena mereka tidak mampu membayar secara perorangan kemudian mengumpulkan dana sebesar 2000 gulden sebagai biaya buka pintu selama satu tahun. Meskipun biaya diturunkan menjadi 500 gulden, tetapi masih dirasa memberatkan masyarakat. Demi kelanjutan kegiatan penyembahan terhadap Sam Po Kong, maka dibuatlah patung duplikat Sam Po Kong yang diletakkan di kelenteng Tay Kak Sie yang dibangun tahun 1771 M di Gang Lombok. Sejak saat itu, setiap tanggal 29 atau 30 bulan 6 pada kalender Imlek, patung tersebut diarak ke Kelenteng Sam Po Kong Gedung Batu.

12 Kong Yuanzhi, Muslim Tionghoa Cheng Ho (Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara. Jakarta:Pustaka Popular

Obor.2000.hal.62.

(34)

34

Kegiatan arak-arakan tersebut menjadi kegiatan rutin yang berlangsung sekali dalam setahun. Pada jaman Belanda acara tersebut hanya diperbolehkan berhenti di depan pagar kompleks yang didirikan oleh Johannes.

Pada tahun 1879 M atau tahun Guāngxù ke-5, seorang pengusaha keturunan Tionghoa terkemuka bernama Oei Tjie Sien membeli kawasan Gedung Batu. Peralihan hak persil ini ditandai dengan sebuah batu peringatan pada tahun 1879 M. Masyarakat Semarang mengadakan sembahyang besar-besaran di Kelenteng Sam Po Kong sebagai ungkapan rasa syukur. Sehubungan dengan berkuranganya perhatian dari masyarakat keturunan Tionghoa di Semarang terhadap Kelenteng Sam Po Kong pada masa itu, pada tahun 1930 M Li Hoo Sun yang memiliki kuasa untuk mengurus perumahan dan tanah milik Oei Tiong Ham (anak dari Oei Tjie Sien) mengambil inisiatif untuk mengadakan arak-arakan kembali. Dengan dibantu oleh beberapa orang temannya, didirikanlah Komite Sam Po Tay Djien yang kemudian mengadakan arak-arakan sehingga perayaan menjadi meriah kembali. 14

Pada tahun 1925 M Oie Tiong Ham meninggal, kemudian Li Hoo Sun mengajukan permintaan kepada ahli waris Oei, agar tanah sekitar Kelenteng Sam Po Kong diberikan kepada yayasan yang nantinya bertugas mengurus kompleks tersebut. Setelah permintaan tersebut dikabulkan, pada tahun 1937 didirikanlah Yayasan Sam Po Kong. Yayasan Sam Po Kong didirikan dengan ketua Lie Ho Soen dan wakil ketuanya Pei Ing Poen. Pada awalnya yayasan Sam Po Kong

14 Yayasan Kelenteng Sam Po Kong, Acara Peringatan HUT Kedatangan Laksamana Zheng He Ke 604 Tahun di

(35)

merupakan yayasan keluarga, yang anggotanya terdiri dari pegawai Kian Gwan. Oleh sebab itu, dibuatlah peraturan yang berisi bahwa orang luar tidak boleh memasuki yayasan. Sampai tahun 1965 M, Yayasan Sam Po Kong dipimpin oleh ketua baru Thio Siong Thouw, yang bukan dari pegawai Kian Gwan. Sejak saat itu yayasan terbuka untuk umum, sehingga siapapun bisa menjadi ketua asal disetujui oleh sidang. Setelah Thio Siong Thouw meninggal pada bulan Pebruari tahun 1981 M, sidang panitia memilih Ir. Priambudi sebagai ketua yayasan.

Pada masa kekuasaan Orde Baru tahun 1989 M, semua ijin yang dimiliki oleh kelenteng dicabut oleh Pemda (Pemerintah daerah) Semarang. Selain itu pintu gerbang utama dan beberapa bangunan dirobohkan dengan paksa. Tindakan tersebut dilakukan dengan dalih pelaksanaan Kepres. Tahun 1995 M yayasan kembali mengalami masa kritis, ijin HGB (Hak Guna Bangunan) yang sudah hampir habis masa berlakunya dinyatakan tidak akan diperpanjang dan akan dicabut. Keadaan ini dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk mendirikan ruko. Karena kegigihan anggota yayasan, tanah seluas 3,2 hektar sah menjadi milik yayasan dengan sertifikat Hak Milik. Setelah reformasi, Yayasan Sam Po Kong memperoleh kebebasan untuk menjalankan misi pembangunan dan perluasan dari kawasan Kelenteng.

4.2 Stuktur Organisasi dan Susunan Kepengurusan Kelenteng Sam Po Kong Organisasi merupakan bagian terpenting dalam suatu kepengurusan untuk mencapai tujuan suatu kelompok. Struktur Organisasi adalah suatu sistem kerja sama atau susunan yang diciptakan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk

(36)

36

mencapai tujuan bersama. Struktur Organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan menggambarkan hubungan antara aktivitas dan fungsi yang dibatasi. Dalam suatu struktur organisasi yang baik harus menjelaskan hubungan wewenang antara atasan dan bawahanya, perintah ada pada satu komando.

Suatu organisasi mempunyai karakteristik tersendiri, yaitu tujuan, kumpulan orang, struktur, serta sistem dan prosedur.15 Alasan didirikannya suatu organisasi

berarti mempunyai tujuan yang hendak dicapai, organisasi tidak dapat berdiri sendiri tanpa ada yang menjalankan yakni sekumpulan orang. Sedangkan sekumpulan orang tidak mumgkin semuanya menjadi pemimpin maka dibentuklah suatu struktur organisasi. Struktur organisasi dibentuk bertujuan agar posisi setiap anggota organisasi dapat dipertanggungjawabkan. Setelah itu, organisasi dijalankan dengan adanya sistem dan prosedur yang diatur berdasarkan peraturan-peraturan.

Yayasan Kelenteng Sam Po Kong merupakan organisasi yang didirikan dengan maksud dan tujuan tertentu. Kepengurusan Yayasan Kelenteng Sam Po Kong bertempat di komplek yang sama dengan lokasi Kelenteng Sam Po Kong. Adapun struktur kepengurusan Yayasan Kelenteng Sam Po Kong sebagai berikut:

Pembina : Ir. Priambudi Setiakusuma

Penasehat : 1. Tjia Lam Seng

2. Ny. Tjia Lam Seng

15 https://suryantara.wordpress.com/2007/12/08/definisi-dan-manfaat-organisasi/. Diunduh pada tanggal 28 April 2015 pukul 10.30

(37)

3. Siem Kiem Bik

4. Po Soen Kok

5. Djay Ming Fang

Ketua Umum : Mulyadi Setikusuma,SE.

Ketua I : Lauw Tjhioe Tjoa

Ketua II : Oei Tjong Yen

Sekretaris I : Alfonsus Bambang, S.Kom.

Sekretaris II : Monica, SE.

Bendahara I : Go Sioe Djing

Bendahara II : Tan Siu Tzhen

Selain dari anggota kepengurusan juga ada pemandu wisata, tim keamanan, bagian kebersihan, bagian tiket dan juru kunci (bio kong). Juru kunci dari setiap kelenteng berbeda-beda, setiap kelenteng ada yang mempunyai 2 juru kunci juga ada yang 3 juru kunci. Terdapat sekitar 12 juru kunci dari semua komplek kelenteng.

4.3 Kegiatan-kegiatan di Kelenteng Sam Po Kong

Kelenteng Sam Po Kong tidak hanya dipergunakan sebagai tempat sakral untuk melaksanakan ibadah dan ziarah, namun juga berfungsi sebagai pusat pendidikan, wisata, kebudayaan dan sosial masyarakat. Sebagai pusat pendidikan

(38)

38

di sini bukan berarti pendidikan formal seperti sekolah dan sebagainya, tetapi sebagai tempat wisata yang bisa memberikan pengetahuan dan sarana pembelajaran sejarah kepada para pengunjung.

Adapun hari-hari perayaan atau sembahyang yang dilakukan di Kelenteng Sam Po Kong adalah sebagai berikut:

1. Sembahyang Sin Cia (新年/ xīnnián)

Sin Cia merupakan sembahyang untuk menyambut Tahun Baru bagi orang orang Tionghoa yang jatuh pada tanggal 1 bulan 1kalender Imlek.

2. Sembahyang Besar kepada Tuhan Yang Maha Esa

Sembahyang ini dilaksanakan pada tanggal 8 bulan 1 kalender Imlek, Tuhan dalam Tri Dharma digambarkan sebagai alam semesta atau 天/ tiān yang berarti langit. Sembahyang ini dilakukan secara bersama-sama oleh umat Tri Dharma pada malam hari.

3. Cap Go Meh (元宵节/ yuánxiāo jié)

Cap Go Meh dilakukan pada tanggal 15 bualn 1 kalender Imlek, yaitu merupakan puncak dari Tahun Baru Imlek.

4. Peh Cun (端阳节/ duānyáng jié)

Peh Cun jatuh pada tanggal 5 bulan 5 kalender Imlek, yang berarti cinta tanah air dan menghormati para pahlawan.

(39)

5. Tiong Jiu (中秋节/ zhōngqiū jié)

Tiong Jiu jatuh tanggal 15 bulan 8 kalender Imlek. Pada malam tersebut bulan terlihat bulat dan terang, oleh karena itu sembahyang yang dilakukan disebut dengan Sembahyang Bulan.

6. Sembahyang Sam Gia Hio

Sam Gia Hio adalah sembahyang untuk memperingati kedatangan Sam Po Kong di Semarang yang dilakukan pada tanggal 29 atau 30 bulan 6 kalender Imlek.

7. Sembahyang King Hong Ping Besar

King Hong Ping Besar adalah sembahyang untuk memperingati awak kapal Zheng He yaitu Wang Jinghong.

8. Tang Cik (冬至/ dōngzhì)

Tang Cik juga disebut Winter Solstice yang jatuh pada tanggal 21,22 atau 23 bulan 12 kalender Imlek, Tang Cik merupakan hari kasih sayang. Perlu diketahui pula bahwa di Kelenteng Sam Po Kong Gedong Batu, Semarang juga diadakan sembahyang 17 Agustus. Pelaksanaan sembahyang ini merupakan salah satu bukti bahwa hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia juga merupakan hari besar bagi masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia sejak tahun 1945 M. Di antara sembahyang-sembahyang tersebut, sembahyang yang paling ramai adalah sembahyang Sam Po Gia Hio karena berhubungan dengan hari kedatangan Sam Po Kong di Gedong Batu Semarang.

(40)

40

4.4 Arsitektur Bangunan Kelenteng Sam Po Kong

Arsitektur adalah ilmu dan seni perencanaan dan perancangan lingkungan binaan (artefak), mulai dari lingkup makro, seperti perencaan dan perancangan kota, kawasan, lingkungan, dan lansekap hingga lingkup mikro, seperti perencanaan dan perancangan bangunan, interior, perabot, dan produk. Dalam arti yang sempit, arsitektur sering kali diartikan sebagai ilmu dan seni perencanaan dan perancangan bangunan. Dalam pengertian lain, istilah “arsitektur” sering juga dipergunakan untuk menggantikan istilah “hasil-hasil proses perancangan”.16

Kawasan Kelenteng Sam Po Kong yang dulunya berupa lautan mempunyai luas wilayah 3,2 hektar ini terdapat 5 komplek bangunan. Kelima komplek bangunan ini mempunyai arsitektur unik berupa perpaduan antara arsitektur Tiongkok, Jawa dan Islam. Tata letak k-5 bangunan tersebut dari utara ke selatan yaitu sebagai berikut:

1. Kelenteng Dewa Bumi

Kelenteng ini di kenal sebagai Te Ti Kong, tempat penyembahan Kelenteng Dewa Bumi ini digunakan untuk mereka yang mengharap berkah dari Dewa Bumi Te Ti Kong.

2. Makam Kiai Juru Mudi

Makam ini merupakan makam dari Wang Jinghong salah satu orang kepercayaan Zheng He yang meninggal di Gedong Batu. Tempat ini sering dikunjungi oleh orang-orang yang ingin sukses dalam bisnis. Kiai Juru

(41)

Mudi juga dikenal sebagai Dampu Awang. Bangunan ini terdapat pohon besar yang berusia 600 tahun, jika di lihat dengan seksama ranting pohon tua itu memeluk atap dari bangunan makam Kiai Juru Mudi.

3. Gua Sam Po Kong

Gua Sam Po Kong berada di dalam Bangunan utama Kelenteng Sam Po Kong. Konon bangunan megah tersebut dulunya adalah masjid yang digunakan untuk beribadah Zheng He beserta awak kapalnya. Di dalam kelenteng tersebut terdapat sebuah bedug, bagi orang Islam bedug berfungsi untuk menyampaikan pesan bahwa sudah tiba waktunya shalat. Di belakang Kelenteng terdapat bangunan dengan dinding dipenuhi dengan relief yang mengisahkan kedatangan Zheng He di Semarang. Di antara dinding itu terdapat sebuah lorong gua yang sering digunakan untuk sembahyang juga untuk membaca keberuntungan (djiamsie). Di dalam gua itu ada sebuah altar, peralatan meramal, sebuah patung kecil Zheng He yang dilapisi emas seberat 50 gram, dan sebuah sumur yang airnya dipercaya dapat menyembuhkan segala macam penyakit. Sebelum renovasi tahun 2002, kelenteng ini mempunyai luas 16x16 meter, sekarang menjadi 34x34 meter.

4. Tempat Pemujaan Kiai Jangkar

Dalam satu bangunan ini terdapat tiga altar pemujaan yaitu: a. Kiai Jangkar

Dalam bangunan yang semi kelenteng ini terdapat jangkar kapal yang konon adalah jangkar dari kapal Zheng He. Jangkar berbalut

(42)

42

kain merah ini di sebut sebagai jangkar suci sehingga disembah dan disembahyangi bagi yang mempercayainya guna mendapatkan berkah.

b. Arwah Hoping

Dibagian depannya terdapat altar yang digunakan untuk menyembah arwah dari para pasukan armada Zheng He yang kemungkinan belum memperoleh tempat di alam baka.

c. Nabi Kong Hu Chu

Di sisi kanannya terdapat altar yang serupa untuk mengenang dan menghormati Konfusius yang merupakan seorang guru dari dasar ajaran moral Tiongkok. Menurut pemeluk agama Kong Hu Chu, Konfusius diakui sebagai nabi.

d. Makam Kiai dan Nyai Tumpeng

Tempat ini terdapat 2 makam yang di yakini makam dari Kyai dan Nyai Tumpeng yang merupakan juru masak dari armada Zheng He yang tinggal di Simongan untuk melayani Wang Jinghong. Digunakan untuk bersemedi atau memohon berkah. Masyarakat sekitar mengenalnya sebagai Mbah Kiai Tumpeng dan Nyai Tumpeng.

Selain ke-5 tempat tersebut juga terdapat satu tempat dan sebuah replika kapal Zheng He. Tempat tersebut merupakan tempat penyimpanan segala macam pusaka atau senjata anak buah Zheng He. Bagi yang mempercayai bahwa

(43)

senjata-senjata itu dapat mendatangkan berkah, maka senjata-senjata-senjata-senjata tersebut disembah dan disembahyangi.

Kelenteng Sam Po Kong juga dilengkapi dengan musholla, kamar mandi, mini market dan bangunan-bangunan lain. Di antara bangunan-bangunan yang megah tersebut terdapat sebuah patung raksasa Laksamana Zheng He dengan tangan kiri memegang pedang dan tangan kanan memegang misi dari kerajaan. Patung tersebut diresmikan pada tanggal 29 Juli 2011 oleh H. Bibit Waluyo sebagai Gubernur Jawa Tengah. Menurut wawancara penulis dengan narasumber, patung tersebut merupakan hadiah dari Pemerintah Tiongkok sebagai hadiah kepada Yayasan Kelenteng Sam Po Kong Semarang karena Kelenteng Sam Po Kong Semarang merupakan kelenteng terbesar di dunia yang bertema Sam Po Kong.

4.4.1 Filosofi Bangunan Tradisional Tiongkok (Kelenteng)

Kelenteng merupakan sebutan tempat yang digunakan untuk ibadah para penganut agama tradisional Tiongkok. Sedangkan di Indonesia rata-rata penganut agama tradisonal Tiongkok adalah agama Konghuchu, jadi Kelenteng di Indonesia dikenal sebagai tempat ibadah pemeluk agama Konghuchu. Sebutan kelenteng ini kemungkinan hanya ada di Indonesia karena muncul dari Indonesia. Sampai saat ini, yang lebih dipercaya sebagai asal mula kata Kelenteng adalah bunyi teng-teng-teng dari lonceng di dalam kelenteng sebagai bagian ritual ibadah.17

(44)

44

Ada pendapat lain bahwa Klenteng dibangun pertama kali pada tahun 1650

oleh Letnan Kwee Hoen dan dinamakan Kwan Im Teng. Kelenteng ini

dipersembahkan kepada Dewi Kwan Im ( 观 音 / guānyīn) yang artinya Dewi

Penyayang. Dari kata Kwan Im Teng inilah orang Indonesia akhirnya lebih

mengenal kata Kelenteng.18Kelenteng juga disebut sebagai bio yang merupakan

dialek Hokkian dari karakter mandarin 庙/ miào. Miao ini adalah sebutan umum bagi kelenteng di Tiongkok.

Tiongkok sangat kental dengan budayanya yang selalu mengaitkan sesuatu dengan arti, tak dapat dipungkiri bahwa bangunan kelenteng pun didirikan dengan maksud dan juga mengandung makna tertentu. Secara fisik kelenteng pada umumnya mempunyai empat bagian, yaitu:

1. Halaman Depan

Halaman depan biasanya digunakan untuk berlangsungnya upacara keagamaan. Lantai halaman depan pada umumnya dilapisi dengan ubin, tetapi tidak jarang jika hanya berupa tanah yang diperkeras. Perlu diketahui bahwa tata cara peribadatan di kelenteng tidak dilakukan secara bersama-sama dan pada waktu tertentu, seperti halnya di gereja atau di masjid. Cara peribadatan di kelenteng dilakukan secara pribadi, sehingga di dalam kelenteng tidak terdapat ruangan yang luas untuk menampung banyak umat. Di halaman depan ini biasanya juga terletak tempat pembakaran kertas (jin-lu), tiang-tiang pagoda juga sepasang singa batu

(kadang-kadang tertera tahun pembuatannya). Singa melambangan

(45)

keberuntungan serta pelindung dari berbagai pengaruh jahat. Di halaman depan ini biasanya juga dipakai untuk tempat bermain barongsai ketika ada perayaan acara tertentu.

2. Ruang Suci Utama

Ruang suci utama merupakan bagian utama dari sebuah kelenteng. Di dalam bangunan kelenteng biasanya mempunyai hiasan yang beragam, indah dan detail. Atapnya yang berbentuk perisai dengan ‘nok’ melengkung ditengah serta ujung atapnya menjulang keatas. Nok selalu sejajar dengan jalan, dan di atas nok tersebut biasanya terdapat sepasang

naga yang memperebutkan ‘mutiara surgawi’. Naga ( 龙 /lóng),

menggambarkan kemakmuran, keperkasan dan kekuatan, naga dipercaya

menajaga dan mengawasi manusia serta jagad raya. Desain atap yang

menjulang ke atas pada bagian ujungnya mempunyai makna bahwa budaya masyarakat Tiongkok kalau mencari rizki selalu ingin naik, tidak ingin turun.

Di depan ruang suci utama biasanya terdapat semacam teras tambahan. Pintu depannya terdiri dari dua daun kayu yang sering dihias dengan lukisan dua orang penjaga (men-sen). Tapi banyak kelenteng yang pintunya dibiarkan terus terbuka dan di depan atau di dalam ruang suci utama ini selalu terdapat papan yang melintang (bian-e) atau papan membujur (dui-lian). Sumbangan dari para dermawan yang sudah berabad-abad. Dari tulisan ini kita bisa mendapat informasi tentang

(46)

46

lampau. Ukuran besar dan kecilnya ruang suci utama ini berbeda pada setiap kelenteng, tapi pada umumnya berbentuk segi empat.

Di kelenteng-kelenteng besar terdapat semacam courtyard

ditengahnya yang digunakan sebagai tempat masuknya cahaya alami, serta menampung air hujan dari atap. Konstruksi utamanya adalah kolom dan balok. Kolom yang ada di dalam kelenteng mempunyai interior yang dipahat dengan indah. Sebuah altar utama terdapat pada dinding belakang ruang suci utama, dan Dewa utama terletak di sini.

Di depan altar biasanya terdapat sebuah meja, terkadang juga lebih dari satu meja atau diapit dengan dua altar di samping. Diatas meja pertama selalu terdapat tempat untuk menaruh dupa. Di depan tempat dupa terdapat beberapa batang hio yang di bakar hingga mengepulkan asap. Di meja altar depan terdapat mu-yu, semacam alat bunyi-bunyian dari kayu, juga ada berbagai macam sesajen tertentu berupa bauh-buahan, kue dan makanan lain. Meja ini dipenuhi dengan makanan terutama pada hari-hari raya keagamaan.

Di dekat pedupaan terdapat benda-benda penting yang dipercaya dengan lantaran benda ini memungkinkan dapat menanyai para dewa masa depan. Misalnya seperti bei-jiao (dua potong kayu berbentuk tiram yang dapat dilempar ke tanah) dan sebuah vas kayu berbentuk silinder (gian-tong), yang di dalamnya berisi beberapa lusin bilah kayu (bu-qian). Tiap-tiap bilah cocok dengan syair yang tertulis pada secarik kertas yang merupakan jawaban dari Sang Dewa. Biasanya orang yang sembahyang

(47)

mengocok vas tersebut sampai sebilah kayu jatuh kelantai lalu mengambil secarik kertas dari salah satu laci di sebuah lemari kecil yang sesuai dengan nomor kayu tadi. Ada kelenteng tertentu yang menyediakan kertas (hoe), kertas ini digunakan untuk meminta keselamatan dan kesehatan. Besar kecilnya ukuran ruang suci utama bermacam-macam dari satu kelenteng dengan kelenteng lainnya.

3. Ruangan Tambahan

Ruangan tambahan biasanya dibangun setelah ruang suci utama berdiri. Bahkan tidak jarang jika ruangan tambahan ini di bangun setelah kelenteng berdiri selama bertahun-tahun. Hal Ini disebabkan karena adanya kebutuhan yang terus meningkat dari kelenteng yang bersangkutan.

4. Bangunan Samping

Bangunan samping biasanya dipakai untuk menyimpan peralatan yang sering digunakan pada upacara atau perayaan keagamaan. Misalnya untuk menyimpan Kio (joli), yang berupa tandu, yang digunakan untuk memuat arca dewa yang diarak pada perayaan keagamaan tertentu.

Beberapa ciri dari arsitektur Tiongkok yang telah dikemukakan oleh David G. Khol dalam bukunya “Chinese Architecture in The Straits Settlements and

Western Malaya” yang di terbitkan pada tahun 1984.19 Ciri ini memberikan

gambaran bagi orang awam, bagaimana melihat ciri-ciri dari arsitektur orang Tionghoa yang ada terutama di Asia Tenggara. Ciri-ciri tersebut sebagai berikut :

19 http://gusbaster.blogspot.com/2011/11/sejarah-kelenteng-dan-ciri-ciri.html. Diunduh pada tanggal 28 April 2015 pukul 15.48

(48)

48

1. Courtyard (ruangan terbuka pada rumah tradisonal Tiongkok)

2. Penekanan pada bentuk atap yang khas (atap yang melengkung keatas). 3. Elemen-elemen struktural yang terbuka dan disertai dengan ornamen

ragam hias (Ukir-ukiran serta konstruksi kayu). 4. Penggunaan warna yang khas.

Warna pada arsitektur bangunan tradisional Tiongkok mempunyai makna simbolik. Warna tertentu pada umumnya diberikan pada elemen yang spesifik pada bangunan. Meskipun banyak warna-warna yang digunakan pada bangunan, tapi warna merah dan kuning keemasan paling banyak dipakai dalam arsitektur Tionghoa di Indonesia. Warna merah banyak dipakai pada dekorasi interior dan warna pilar. Merah dapat disimbolkan sebagai warna api dan darah, yang dihubungkan dengan kemakmuran dan keberuntungan. Merah juga simbol dari kebajikan, kebenaran dan ketulusan. Warna merah juga dihubungkan dengan arah, yaitu arah Selatan, serta sesuatu yang positif. Sedangkan warna kuning keemasan mewakili simbol dari warna emas yang dihubungkan dengan kekayaan dan harta. Itulah sebabnya warna merah dan kuning sering dipakai dalam arsitektur tradisional Tiongkok.

4.4.2 Filosofi Bangunan Tradisional Jawa (Joglo)

Joglo adalah salah satu kekayaan dari budaya Indonesia sebagai ciri rumah

adat Jawa Tengah yang umumnya terbuat dari kayu jati. Disebut joglo karena mengacu pada bentuk atapnya yang mengambil filosofi dari bentuk gunung. Pada awalnya filosofi atap berbentuk gunung tersebut diberi nama atap Tajug, kemudian berkembang menjadi atap Joglo/Juglo atau Tajug Loro (dua

(49)

tajug/penggabungan dari dua tajug).20 Karena pengaruh kepercayaan yang kuat, filosofi sebuah gunung selalu dikaitkan dengan sesuatu yang sakral, tempat yang tinggi dianggap suci dan menjadi tempat tinggal para Dewa.

Orang Jawa mengenal bangunan yang lebih sempurna dari bangunan-bangunan sebelumnya yaitu bentuk bangunan-bangunan joglo.21 Bangunan joglo merupakan bangunan yang ukurannya lebih besar di bandingkan dengan bentuk bangunan lainnya. Sehingga membutuhkan penggunaan bahan-bahan kayu yang lebih banyak. Keuntungan dari bentuk bangunan joglo adalah memungkinkan untuk membuat tambahan ruangan karena ukurannya yang besar. Susunan ruangan pada bangunan joglo terbagi menjadi tiga bagian, diantaranya:

1. Pendopo

Pendopo ini terletak di depan tidak mempunyai dinding atau terbuka, hal ini berkaitan dengan filosofi orang Jawa yang selalu bersikap ramah, terbuka dan tidak memilih dalam hal menerima tamu. Pada umumnya pendopo tidak di beri meja ataupun kursi, hanya diberi tikar apabila ada tamu yang datang, hal ini dimaksudkan agar antara tamu dan yang punya rumah mempunyai kesetaraan dan juga dalam hal pembicaraan terasa akrab dan rukun. Biasanya digunakan untuk acara formal, seperti pertemuan, upacara, pagelaran seni dan sebagainya.

2. Pringgitan

Pringgitan merupakan penguhubung antara pendopo dan omah njero, memiliki makna konseptual yaitu tempat untuk memperlihatkan diri

20 http://achmad-jf.blogspot.com/2012/06/mengulas-sistem-struktur-joglo-dan-arti.html Diunduh pada tanggal 28 April 2015 pukul 21.44

Referensi

Dokumen terkait

Dalam skripsi ini lebih khusus mengenai perang yang terjadi setelah meninggalnya Hideyoshi, yang melibatkan hampir seluruh daimyo di Jepang, yang disebut dengan

Jika nilai signifikansi t dari masing-masing variabel yang diperoleh dari pengujian lebih besar dari nilai signifikansi yang dipergunakan yaitu 5 persen maka secara parsial

Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Kelautan Perikanan Kementerian Pendidikan..

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pengelolaan program Raskin yang ditinjau dari peran organisasi lokal di Desa Salam, Kecamatan

Karena itu perancangan Youth Center di Manado dengan konsep Regionalisme dimaksudkan untuk mendesain bangunan Youth Center di Manado yang lebih mampu memfasilitasi

Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa ke- cenderungan perkembangan riap diameter dan riap tinggi tegakan sebelum umur te- gakan 10 tahun relatif hampir sama, yaitu setelah umur

Dengan ulasan tersebut, maka analisa penambahan bulbous bow pada kapal monohull ini dilakukan dengan teknik CFD (Computational Fluid Dynamic) guna

Pasal 28 Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 menyatakan bahwa seorang pendidik harus: (1) memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen