• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis CFD Pengaruh Penambahan Elliptical Bulb Terhadap Hambatan Viskos dan Gelombang Pada Kapal Monohull

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis CFD Pengaruh Penambahan Elliptical Bulb Terhadap Hambatan Viskos dan Gelombang Pada Kapal Monohull"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak—Dalam perancangan sebuah kapal, hambatan merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan. Hambatan minimum adalah persyaratan penting dalam perencanaan sebuah desain karena dapat menghasilkan gaya dorong seminimal mungkin dan tenaga penggerak yang digunakan menjadi kecil, sehingga menjadi lebih ekonomis. Pemasangan bulbous bow pada haluan kapal merupakan salah satu cara yang digunakan perancang kapal untuk mengurangi hambatan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemasangan bulbous bow tipe elliptical pada kapal monohull terhadap hambatan viskos dan hambatan gelombang. Metode yang digunakan adalah perhitungan numerik dengan simulasi CFD (Computational Fluid Dynamic). Terdapat tiga variasi model yaitu monohull tanpa bulb (NBB), monohull variasi panjang bulb 2% lwl (BB2) dan monohull variasi panjang bulb 4% lwl (BB4). Dari hasil pengujian pada simulasi CFD dapat disimpulkan bahwa pemasangan bulbous bow tipe elliptical dapat memperbesar hambatan viskos dari model NBB dengan penambahan 1.1%-5.02% utnuk model BB2 dan 2.02%-6.07% untuk model BB4. Pada hasil hambatan gelombang, fungsi bulbous bow dalam pengurangan hambatan terjadi pada saat Fr>0.27. Nilai pengurangan hambatan maksimum terjadi pada Fr=0.4 sebesar 14.5% untuk model BB2 dan 22.8% untuk model BB4.

Kata Kunci—Bulbous bow, Elliptical, CFD, Hambatan viskos, Hambatan gelombang.

I. PENDAHULUAN

ewasa ini dunia desain perancangan kapal berkembang sangat cepat dan yang menjadi tantangan utama dalam mendesain sebuah kapal adalah sulitnya pencapaian efisiensi yang optimum baik dalam hal ekonomis maupun performa. Menurut [1], salah satu target optimalisasi efisiensi desain adalah mengenai kecepatan kapal, yaitu bagaimana mendapatkan desain kapal dengan kecepatan memenuhi permintaan owner dimana penggunaan daya mesin yang seminimal mungkin untuk penggunaan bahan bakar yang efisien, sehingga dalam perencanaan sebuah desain, hambatan minimum pada kapal dengan kondisi kecepatan dan displacement yang diinginkan merupakan persyaratan yang sangat penting.

Salah satu cara alternatif dalam pengurangan hambatan kapal adalah melakukan pemasangan bulbous bow pada haluan kapal. Pemasangan bulbous bow sifatnya tergantung pada fungsi Froude Number dan koefisien blok. Untuk kapal dengan Froude Number dan koefisien blok tertentu dapat memakai bulbous bow karena pertimbangan keuntungan pengurangan hambatan yang cukup besar atau sebaliknya [2]. Adapun cara kerja bulbous bow adalah dengan membangkitkan energi gelombang pada haluan kapal sehingga terjadi interaksi saling

mengurangi antara gelombang hasil bentukan bulbous bow dengan gelombang akibat gerakan lambung kapal [3].

Dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, CFD (Computational Fluid Dynamic) merupakan tool yang saat ini banyak digunakan pada tahap awal desain untuk analisa aliran disekitar lambung kapal. Teknik CFD (Computational Fluid Dynamic) memungkinkan penyelidikan sebuah model dengan ketelitian yang sangat tinggi tetapi dengan konsekuensi memerlukan kapasitas memori komputer yang tinggi [4].

Berbeda dengan metode pada towing tank, metode CFD (Computational Fluid Dynamic) ini memberikan efisiensi yang lebih baik dilihat dari segi biaya dan waktu, sehingga peran eksperimen laboratorium (towing tank) akhir-akhir ini sudah tergeser dengan metode CFD (Computational Fluid Dynamic) untuk analisa hambatan. Dengan ulasan tersebut, maka analisa penambahan bulbous bow pada kapal monohull ini dilakukan dengan teknik CFD (Computational Fluid Dynamic) guna mempresentasikan fenomena-fenomena yang terjadi pada kapal monohull, dimana objek penting dalam penelitian ini adalah pengurangan hambatan kapal (viskos dan gelombang) sehingga target optimalisasi desain dapat tercapai.

II. HAMBATAN

Besaran hambatan kapal dapat dideskripsikan melalui koefisien non dimensional yang dapat mewakili, sebagai contoh hambatan total (RT) dapat ditulis sebagai koefisien CT pada

persamaan (1).

CT = RT / ½ ρ S V 2

(1) dimana RT, ρ, S dan V berturut-turut adalah hambatan total (N),

kerapatan fluida (kg/m3), luas permukaan basah pada lambung (m2) dan kecepatan model (m/s). Menurut [5], hambatan total (RT) terdiri dari hambatan viskos (RV) dan hambatan

gelombang (RW) (lihat persamaan 2)

RT = RV + RW (2)

Dengan mengacu pada persamaan (2), koefisien hambatan dapat diperoleh dalam 3 komponen (lihat persamaan 3), yaitu:

CT = CV + CW (3)

dimana CV merupakan koefisien dari hambatan viskos dan CW

merupakan koefisien dari hambatan gelombang. CV dapat

dijabarkan ke dalam dua komponen yaitu hambatan gesek dan hambatan tekan (lihat persamaan 4). Komponen tersebut memiliki arah sumbu kerja yang berbeda, satu komponen bekerja pada arah mengikuti garis stream line lambung kapal

Analisis CFD Pengaruh Penambahan Elliptical

Bulb Terhadap Hambatan Viskos dan

Gelombang Pada Kapal Monohull

Taufik Ahmad Dahlan, I.K.A.P. Utama

Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail: kutama@na.its.ac.id

(2)

membentuk sudut terhadap aliran normal fluida (arah tangensial) disebut sebagai hambatan gesek, sedangkan komponen lainnya bekerja sebagai gaya normal yang arahnya tegak lurus dengan lambung kapal hambatan tekan (lihat Gambar 1).

CV = CF + KCF (4)

Dimana :

CF = Tangential component

KCF = Normal component

Gambar 1. Komponen Viscous Resistance [6]

Dalam kaitannya memperkecil hambatan viskos ada beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu dengan memperpanjang L dan tetap mempertahankan nilai volume displasemen akan menjadikan lambung kapal mendekati bentuk slender body. Model dengan bentuk slender body akan memberikan efek yang baik dalam hal tekanan. Model ini akan memberikan perbedaan tekanan yang sangat kecil di bagian haluan dan buritan kapal sehingga nilai hambatan viskos juga akan mengecil. Selain itu dengan menurunkan form factor K juga dapat menurunkan nilai dari normal komponen hambatan viskos, sedangkan menaikkan angka Reynoulds juga akan menurunkan nilai dari hambatan gesek dan hambatan akibat tekanan fluida (CF dan KCF).

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Model Monohull NBB

Model kapal yang dipakai adalah model monohull yang diadopsi dari penelitian [4]. Terdapat tiga model yang digunakan dalam simulasi CFD ini diantaranya adalah satu model utama monohull dan dua model monohull dengan penambahan bulbous bow. Untuk mempermudah penyebutan model, digunakan inisial sebagai penyebutan model yaitu NBB untuk model monohull tanpa bulbous bow, BB2 untuk monohull variasi panjang 2%Lwl dan BB4 untuk monohull variasi panjang 4%Lwl. Gambar 2 menunjukkan model kapal monohull dengan software CFD.

Gambar 2. Model Monohull

B. Model Monohull BB2 (2%Lwl)

Modifikasi NBB dengan penambahan tonjolan berupa bulbous bow dilakukan pada model BB2 dan BB4. Tipe bulbous bow yang diterapkan pada model adalah elliptical. Adapun dimensi bulbous bow yang digunakan mengacu pada desain dari penelitian [7]. Dimensi bulbous bow ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1.

Dimensi bulbous bow variasi panjang 2%Lwl

Modifikasi pada kapal monohull dengan penambahan bulbous bow ini mengakibatkan displacement pada kapal semakin bertambah pada kecepatan yang sama. Semakin bertambahnya displacement kapal maka berpengaruh terhadap kenaikan hambatan kapal tersebut. Pada tugas akhir ini memberikan batasan dengan mempertahankan volume displacement sehingga kondisi pada kapal monohull NBB, kapal monohull BB2 dan kapal monohull BB4 memiliki volume displacement yang sama.

Untuk mempertahankan volume displacement pada model kapal monohull BB2 dan BB4 sebesar 11.484 m3, maka dilakukan penurunan sarat kapal. Dari hasil pemodelan dan perhitungan yang telah dilakukan, model kapal monohull BB2 mengalami penurunan sarat sebesar 0.004 m sehingga sarat kapal yang semula bernilai 0.65 m menjadi 0.646 m. Presentase penurunan sarat untuk mempertahankan volume diplacement adalah sebesar 0.61 %. Gambar 3 menunjukkan perubahan bentuk lines plan monohull NBB menjadi model BB2.

(a)

(b)

Gambar 3. (a) Lines plan monohull NBB, (b) Lines plan monohull BB2

Parameter Bulb Batasan Dimensi Nilai Satuan

Panjang 2% Lwl 0.276 m Lebar maksimum CBB = 0.17 0.408 m Tinggi maksimum CZB = 0.4 0.26 m flow bow Normal (P) Tangential () () stern ship

(3)

C. Model Monohull BB4 (4%Lwl)

Model berikutnya adalah monohull dengan variasi panjang bulbous bow 4%Lwl atau yang disebut BB4. Model BB4 ini dimodifikasi dari model BB2 dengan menambah panjang bulbous bow dua kali lipat. Dimensi bulbous bow untuk model BB4 ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2.

Dimensi bulbous bow variasi panjang 4%Lwl

Seperti yang sudah dijelaskan pada uraian model kapal monohull BB2, kapal monohull BB4 juga dilakukan penurunan sarat agar kondisi volume displacement tetap atau sama dengan model asli kapal monohull NBB. Penurunan sarat pada model kapal monohull BB4 ini sebesar 0.006 m yang semula bernilai 0.65 m menjadi 0.644 m. Selisih penurunan sarat antara model kapal monohull BB2 dan kapal monohull BB4 sebesar 2 mm. Persentase penurunan sarat antara model kapal monohull BB4 dengan model kapal monohull NBB adalah sebesar 0.92 %. Variasi model NBB, model BB2 dan model BB4 ditunjukkan pada Gambar 4.

(a)

(b)

(c)

Gambar 4. (a) model NBB, (b) model BB2, (c) model BB4

D. Proses Simulasi

Simulasi dilakukan dengan menggunakan software CFD. Terdapat dua kondisi simulasi pada analisa ini. Kondisi simulasi pertama (1fluida) yaitu pemodelan dengan mendefinisikan bagian lambung yang melakukan kontak dengan fluida hanyalah bagian badan kapal dibawah permukaan air atau sarat terbenam sehingga hambatan viskos dapat langsung diketahui. Kondisi simulasi yang kedua yaitu pemodelan dengan menerapkan free surface atau menggunakan media dua fluida (air dan udara). Pemodelan dengan kondisi ini memungkinkan diperoleh hambatan total kapal tanpa mengabaikan adanya beberapa air yang naik dari batas sarat kapal. Simulasi ini menggunakan variasi kecepatan dengan Fr = 0.25 – 0.41.

E. Validasi

Untuk memastikan hasil yang diperoleh pada simulasi CFD adalah benar, maka terdapat tiga parameter utama dalam menentukan validasi data [8].

Konvergensi, adalah analisis kebenaran internal dimana tingkat kesalahan yang dirancang dipenuhi oleh model yang dikembangkan. Banyaknya proses iterasi berpengaruh terhadap tingkat akurasi yang dapat diperoleh. Jumlah iterasi yang dibutuhkan berbanding lurus dengan jumlah total element yang digunakan pada pemodelan. Semakin banyak jumlah grid yang dipakai dalam pemodelan maka semakin banyak pula iterasi yang perlu dilakukan untuk perhitungan model tersebut. Proses iterasi berhenti jika telah mencapai batas convergence yang telah ditentukan. Convergence criteria yang digunakan dalam proses iterasi menggunakan Ansys FLUENT adalah 10-6 untuk residual energy yang artinya proses perhitungan atau running akan terus beriterasi agar mencapai hasil dengan tingkat error sebesar 10-6 untuk residual energy. Nilai convergence criteria tersebut di dasari atas pemakaian solver dalam analisa ini. Untuk analisa dengan pressure-based solver, angka 10-6 mampu mencapai konvergensi yang cukup kualitatif [9].

Grid Independence, adalah suatu metode untuk menentukan titik optimum dari suatu nilai percobaan. Perlu dipahami bahwa penggunaan jumlah elemen dalam pemodelan numerik mempengaruhi hasil. Semakin banyak elemen maka hasil semakin akurat namun waktu running menjadi semakin lama. Titik optimum adalah titik dimana hasil menunjukkan kekuratan dengan jumlah elemen seminimum mungkin. Menurut [10], grid independence mencapai posisi optimum apabila selisih perbedaan nilai hambatan antara suatu jumlah elemen dengan elemen sebelumya kurang dari 2%. Pada penelitian ini didapatkan batas optimum senilai 0.61% untuk simulasi 1 fluida (Tabel 3) dan 0.86% untuk simulasi 2 fluida (Tabel 4).

Tabel 3.

Grid Independence simulasi 1 fluida

Tabel 4.

Grid Independence simulasi 2 fluida Parameter Bulb Batasan Dimensi Nilai Satuan

Panjang 4% Lwl 0.552 m

Lebar maksimum CBB = 0.17 0.408 m

Tinggi maksimum CZB = 0.4 0.26 m

Grid Total Elements RT (N) % RT

A 232447 6.44 - B 420622 5.403 13.09 C 883278 4.56 5.59 D 1830690 4.2576 0.86 E 3465711 4.218 0.49 F 5536047 4.197 0.4

Grid Total Elements Rv (N) % Rv

A 204834 1.961 - B 426136 1.841 4.76 C 870989 1.747 2.56 D 1527102 1.700 0.69 E 3128276 1.688 0.61 F 6563934 1.677 1.03

(4)

Pada Gambar 5 dan Gambar 6 menunjukkan grafik grid independence untuk simulasi 1 fluida dan simulasi 2 fluida.

Gambar 5. Grid Independence 1 fluida

Gambar 6. Grid independence 2 fluida

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hambatan Viskos

Gambar 7. Grafik koefisien hambatan viskos

Gambar 7 memperlihatkan koefisien hambatan viskos dari kapal monohull NBB (No Bulb) dan kapal monohull dengan variasi panjang bulbous bow (BB2,BB4). Dengan melihat tren grafik diatas, koefisien hambatan viskos untuk masing-masing model semakin menurun seiring bertambahanya Froude Number. Nilai koefisien hambatan viskos ini didapatkan dengan persamaan (5), yaitu:

Rv = ½ ρ Cv WSA Vs2

(5)

Dari rumus hambatan viskos pada persamaan (5), terdapat dua komponen yang menjadi pembeda antara ketiga model yaitu WSA (Wetted Surface Area) dan Vs (Kecepatan Kapal). Akan tetapi dalam analisa hambatan ini, untuk model dengan penambahan bulbous bow (BB2,BB4) didesain agar memiliki volume displacement dan luasan permukaan basah WSA (Wetted Surface Area) yang sama dengan model monohull tanpa bulbous bow (NBB) sehingga dalam perhitungan koefisien hambatan viskos tidak terpengaruh terhadap luasan permukaan basah WSA model kapal. Salah satu penyebab menurunnya koefisien hambatan viskos (Cv) adalah harga kecepatan model yang memiliki fungsi kuadrat sebagai pembagi hambatan viskos seperti yang telah dipaparkan pada persamaan (5). Nilai Cv terbesar terdapat pada Fr = 0.25 dan mengalami penurunan nilai Cv sampai pada Fr = 0.41. Perbedaan nilai Cv antara ketiga model sangat kecil, dimana model monohull BB4 memiliki nilai Cv terbesar, model monohull BB2 memliki nilai Cv yang lebih rendah dari model BB4 dan dilanjutkan dengan model monohull NBB yang memiliki nilai Cv terendah dari ketiga model. Persentase nilai Cv antara model monohull NBB dengan monohull BB2 berkisar 0.008% dan model monohull NBB dengan monohull BB4 berkisar 0.01%.

Dari hasil perhitungan numerik, terdapat persentase nilai Cv dari selisih antara ketiga model tersebut. Hal ini disebabkan oleh perbedaan viscous form factor (1+k) dari setiap model akibat penambahan bulbous bow. Pada model BB2 dan BB4 mengakibatkan perubahan bentuk model kapal yang berpengaruh terhadap nilai hambatan bentuk (KCF). Nilai K

yang merupakan form factor dari model kapal, dapat dihitung dengan mengasumsikan model diuji pada kecepatan rendah (Fr rendah = 0.1 ~ 0.2). Berikut ini ditampilkan visualisasi distribusi tekanan model monohull NBB,BB2 dan BB4 pada Gambar 8.

Gambar 8. Distribusi tekanan model pada Fr = 0.36 Model BB4

Model NBB

(5)

Pemasangan bulbous bow pada kapal dapat merubah distribusi tekanan di lambung. Walaupun terlihat sangat tipis dalam membedakan contour tekanan, model BB4 menunjukkan warna hijau lebih sedikit yang berarti tekanan pada lambung monohull lebih tinggi. Nilai tahanan bentuk KCF model BB4 lebih tinggi dibandingkan model BB2 dikarenakan efek viscous interference. oleh model BB4 bersifat lebih kuat dibandingkan model BB2. Hal ini terjadi karena variasi bentuk bulbous bow pada model BB4 yang lebih panjang sehingga mengakibatkan interferensi ke lambung belakang lebih besar.

Pada Fr rendah, sistem gelombang belum terbentuk dan hambatan viskos lebih dominan sehingga diasumsikan bahwa CT = Cv = (1+k)CF. Nilai form factor (1+k) didapat dengan

menggunakan rumus empiris oleh [5]. Dimana didapatkan harga form factor berturut-turut untuk model monohull NBB, BB2 dan BB4 yaitu 1.29 ; 1.34 ; 1.35. Nilai form factor terbesar terdapat pada model monohull BB4 dimana nilai form factor tersebut berpengaruh terhadap hambatan bentuk dan berbanding lurus terhadap nilai Cv. Dengan melihat rumus CV

= CF + KCF , harga K (form factor) memberikan pengaruh

terbesar terhadap nilai Cv dikarenakan harga CF konstan akibat

harga WSA ketiga model diasumsikan sama.

B. Hambatan Gelombang

Gambar 9. Grafik koefisien hambatan gelombang Dari proses perhitungan numerik CFD, nilai hambatan gelombang tidak bisa dihasilkan. Hambatan gelombang dihasilkan dari selisih antara hambatn total (RT) dan hambatan

viskos (RV). Nilai hambatan gelombang tersebut diubah

kedalam bentuk koefisien (non dimentional). Koefisien hambatan gelombang dari ketiga model monohull (NBB, BB2 dan BB4) dapat dilihat pada Gambar 9. Grafik koefisien hambatan gelombang (CW) dari ketiga model memiliki tren

yang cukup selaras dan .terlihat seperti bukit yang naik dan turun bergantung pada fungsi kecepatan model. Menurut [6], pada kecepatan rendah, sistem gelombang kapal yang menghasilkan hambatan gelombang belum terbentuk, kemudian seiring dengan meningkatnya kecepatan, hambatan gelombang terus naik hingga mencapai puncaknya pada Fr tertentu. Pada Gambar 9 dapat dilihat perbedaan nilai dari harga Cw untuk ketiga model. Pada Fr 0.25-0.27, nilai Cw untuk model BB2 dan BB4 terlihat lebih besar dibandingkan dengan nilai Cw pada model monohull. Selisih nilai Cw antara model BB2 dengan NBB adalah 0.163 dan BB4 dengan NBB adalah 0.008. Hal ini terjadi karena bulbous bow belum memiliki fungsinya pada kecepatan rendah. Akan tetapi ketika kapal bergerak pada

Fr > 0.27, model BB2 dan BB4 mampu meminimalisir hambatan gelombang dan mencapai puncaknya pada Fr= 0.4.

Dari grafik di atas terdapat fenomena yang cukup menarik untuk dibahas adalah terjadinya lonjakkan hambatan gelombang pada Froude Number 0.4. Pada Fr = 0.4 hambatan gelombang membentuk puncaknya yang disebut Hump atau bukit. Dengan melihat kembali teori yang dikemukakan oleh [11] tentang hambatan gelombang, hump terjadi ketika 2 puncak gelombang bertemu pada waktu yang sama, sehingga timbul hasil superposisi gelombang yang sangat tinggi. Hump terjadi akibat pengaruh panjang dan kecepatan kapal, di mana keberadaannya ditimbulkan oleh sistem gelombang konvergen. Sistem gelombang kapal sebenarnya dibagi menjadi 2 macam yaitu transversal dan konvergen.

Gelombang transversal memiliki profil gelombang tegak lurus dengan gerakan kapal. Pada kecepatan rendah beberapa puncak gelombang (lebih dari 1) dari sistem gelombang ini berada di daerah sepanjang kapal, karena memang pada kecepatan rendah panjang gelombang jauh lebih pendek dari pada panjang kapal. Ketika kapal bergerak semakin cepat, panjang gelombang konvergen akan naik. Kemudian saat panjang gelombang mendekati panjang kapal, maka besarnya hambatan akan naik dengan sangat cepat (Fr= 0.4 – 0.5). Hal ini dapat menjelaskan fenomena kenaikan hambatan kapal pada saat kecepatan naik. Kecepatan ketika panjang gelombang sama dengan panjang kapal dinamakan sebagai hull speed, pada simulasi ini kecepatan tersebut berada pada kisaran 1.5 – 2 m/s. Kondisi hull speed dapat dihindari dengan memperpanjang kapal. Hal ini akan mencegah terjadinya hull speed yang terlalu cepat. Posisi Hump juga terjadi apabila gelombang transversal bentukan haluan kapal dan bentukan buritan berada pada satu fase yang berarti puncak kedua gelombang bertemu pada satu titik sehingga energi gelombang yang timbul besarnya berlipat-lipat yang mengakibatkan Hump terjadi.

Bulbous bow memberikan peran maksimum ketika model mencapai Fr= 0.4. pada kondisi ini sifat interferensi antara gelombang kapal dan bulb adalah sempurna. Gelombang dibelakang haluan menjadi lebih tenang sehingga hambatan menjadi lebih kecil. bulbous bow juga mengurangi tekanan di bagian haluan kapal karena naiknya kecepatan fluida yang mengalir di bagian atas bulb. Seiring dengan kenaikan kecepatan akan diikuti dengan menurunnya tekanan fluida di bagian tersebut.

Perbedaan variasi panjang bulbous bow antara model BB2 dan BB4 menyebabkan nilai antara kedua model tidak terlalu besar. BB4 dengan panjang bulb yang lebih menonjol akan menghasilkan sistem gelombang yang lebih di depan dibandingkan dengan model BB2. Tentunya hal ini akan menimbulkan perbedaan fase dari gelombang yang dihasilkan bulb masing-masing model. Model BB4 menghasilkan gelombang di belakang haluan dengan amplitudo lebih kecil dibandingkan dengan amplitudo gelombang model BB2. Semakin kecil amplitudo maka permukaan air akan semakin mendekati garis sarat, yang artinya permukaan air lebih tenang dan hambatan gelombang lebih kecil.

C. Hambatan Total

Koefisien hambatan total (CT) terdiri dari dua komponen

yaitu CV dan CW. Hambatan total didominasi oleh hambatan

gelombang pada ketiga model. Pada kecepatan rendah (Fr =0.25-0.27), hambatan gelombang memberikan pengaruh lebih kecil. Pada Fr rendah, hambatan total lebih didominasi

(6)

oleh hambatan viskos karena pada Fr rendah gelombang belum terbentuk.

Gambar 10. Grafik koefisien hambatan total

Pada perhitungan numerik CFD, hambatan total didapatkan dengan menggunakan simulasi 2 fluida. Pada simulasi tersebut akan terlihat peran hambatan gelombang sehingga hambatan total dapat diketahui. Dengan melihat tren grafik dari model NBB, BB2 dan BB4 (lihat Gambar 10), seiring bertambahnya kecepatan, harga koefisien hambatan total (CT) semakin besar

hingga mencapai puncaknya pada Fr=0.4. Pada Fr = 0.25 nilai CT model BB2 dan BB4 lebih besar dari model NBB. Selisih

nilai CT antara model BB2 dan NBB sebesar 6.21% dan model

BB4 dengan NBB sebesar 4.66%. Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, fungsi bulbous bow pada Fr rendah menghasilkan hambatan bentuk yang dominan. Model BB2 dan BB4 memliki peran dalam meminimalisir hambatan total dari model NBB pada Fr= 0.32. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat grafik besar keuntungan pemakaian bulbous bow berdasarkan nilai Froude Number dan koefisien blok [1].

Bulbous bow memberikan pengaruh maksimum dalam meminimalisir hambatan total pada Fr = 0.32- 0.41. nilai penurunan hambatan tertinggi berada pada posisi ketika Fr = 0.4 sebesar 17.53% untuk model B2 dan 22.22% untuk model B4. Prosentase keuntungan sudah cukup selaras karena pada Cb=0.55 dan Fr > 0.31, presentase keuntungan pengurangan hambatan lebih dari 10%. Keterangan di atas sudah sesuai dengan model grafik pengaruh Froude Number dan koefisien blok model terhadap keuntungan pemakaian bulbous bow oleh [1]. Sebagai catatan kembali bahwa fungsi bulbous bow dapat mengurangi gelombang divergen akibat haluan kapal. Bulbous bow berfungsi untuk menghasilkan second bow wave yaitu gelombang tambahan yang dihasilkan selain oleh lambung kapal. Interaksi antara puncak first wave oleh lambung kapal dan lembah second wave oleh bulbous bow akan mengurangi amplitudo gelombang.

V. KESIMPULAN

Penambahan bulbous bow memberikan efek penambahan hambatan viskos. Secara keseluruhan untuk model BB2 memberikan penambahan hambatan viskos sebesar 1% - 5% untuk tiap variasi kecepatan. Untuk model BB4 memberikan penambahan hambatan vikos sebesar 2%-6%. Bulbous bow tipe elliptical mampu mempresentasikan pengurangan hambatan pada Fr> 0.27. Nilai pengurangan hambatan gelombang maksimum terjadi pada Fr= 0.36 untuk model BB2 yaitu sebesar 14% dan juga pada model BB4 yaitu sebesar 23 %. Untuk hambatan total, pengurangan hambatan maksimum

terjadi pada Fr= 0.36 untuk model BB2 yaitu sebesar 8% dan model BB4 sebesar 13%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis secara khusus mengucapkan terima kasih kepada Dr. Andi Jamaluddin selaku peneliti senior pada Laboratorium Hidrodinamika Indonesia (LHI) di Surabaya yang telah menyediakan data monohull kepada penulis.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Watson, D.G.M. 1998. Practical Ship Design, Volume I. Oxford, UK : Elsevier Science Ltd.

[2] Parsons, Michael G. 2011. Parametric Design Chapter 8. University of Michigan, Departement of Naval Architecture and Marine Engineering.

[3] Bray, Patrick J. 2005. The Basics of Bulbous Bow. US : Naval Institute

[4] Utama, I,K,A,P. Murdijanto. & Jamaluddin, A. 2011. Pengembangan

Moda Kapal Berbadan Banyak Untuk Transportasi Sungai dan Penyebrangan yang Aman, Nyaman dan Efisien. Surabaya : Institut

Teknologi Sepuluh Nopember.

[5] ITTC. 2002. Recommended Procedures and Guidelines – Testing

and Extrapolation Methodisn Resistance Towing Tank Tests, ITTC,

7.5-02-02-02.

[6] Carlton, J. 2007. Marine Propellers and Propulsion, 2nd edition. Chapter 12: Ship Resistance and Propulsion.

Butterworth-Heinemann.

[7] Kracht, A.M. 1978. Design of Bulbous Bow. Transactions of the Society of Naval Architects and Marine Engineers, Vol.86, pp.197-217.

[8] Versteeg, H.K. & Malalasekera, W. 1995. An Introduction to

Computational Fluid Dynamics. Harlow. England. [9] ANSYS (2010) FLUENT®6.3 User’s Guide. Fluent Inc.

[10] Anderson. Jr., J.D. 1995. Computational Fluid Dynamics. Mc-Graw Hill. New York.

[11] Bao-Ji, Z. 2008. The Optimalization Of The Hull Form with The

Minimum Wave Making Resistance Based on Rankine Source Method. Journal of Hydrodynamics, pp.277-284.

Gambar

Gambar 1. Komponen Viscous Resistance [6]
Gambar 5. Grid Independence 1 fluida
Gambar 9. Grafik koefisien hambatan gelombang   Dari  proses  perhitungan  numerik  CFD,  nilai  hambatan  gelombang  tidak  bisa  dihasilkan
Gambar 10. Grafik koefisien hambatan total

Referensi

Dokumen terkait

2) Penelitiantian ini diharapkan mampu memberikan gambaran secara umum tentang pengaruh persepsi anak tentang pola asuh orang tua terhadap kepribadian anak di

Tidak jauh berbeda dengan sistem dan prosedur secara manual, pada sistem informasi berbasis komputer ini sistem dan prosedur penjualan dilakukan seperti biasanya

Ini menunjukkan dengan jelas bahwa nilai ekonomi akan menempatkan posisi seseorang pada faktor ekstrinsik (dari luar individu) dalam bentuk kompensasi : (1) sebagai salah satu

negara-negara yang selama ini memang dinilai penanggulangan bencananya itu di menjadi benchmark dunia begitu. Nah saya tidak tahu apakah tadi penjelasan dari Bu Rini saya

Tabel 4.44 Usulan Tindakan Perbaikan Pada Pemborosan Waktu Menunggu 154 Tabel 4.45 Skenario FMEA Usulan Perbaikan Proses Produksi Berdasarkan Produk Cacat

TIK dalam OPTIMALISASI PERAN BPP (BP2SDMP, 2017; Sumardjo 2021) Pusat Data dan Informasi Konsultasi Agribisnis Pusat Pembelajaran Pusat pengembangan kemitraan Koordinasi program

Sekalipun terdapat beberapa masyarakat yang mengikuti proses tersebut, kehadiran mereka dalam proses Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) atau Musyawarah Desa