• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERFORMANS PRODUKTIVITAS INDUK SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) BERANAK KEMBAR DAN TURUNANNYA DI KANDANG PERCOBAAN LOLIT SAPI POTONG, PASURUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERFORMANS PRODUKTIVITAS INDUK SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) BERANAK KEMBAR DAN TURUNANNYA DI KANDANG PERCOBAAN LOLIT SAPI POTONG, PASURUAN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PERFORMANS PRODUKTIVITAS INDUK SAPI

PERANAKAN ONGOLE (PO) BERANAK KEMBAR DAN

TURUNANNYA DI KANDANG PERCOBAAN LOLIT SAPI

POTONG, PASURUAN

(Productivity of Ongole Grade (Po) Twinning Cattle and

the Offspring in Beef Research Station, Pasuruan)

DIAN RATNAWATI,L.AFFANDHY danHARTATI

Loka Penelitian Sapi Potong, Jl. Pahlawan, Grati,Pasuruan

ABSTRACT

Natural twinning of beef cattle become one of the solution in increasing national herds population. Meanwhile, there is no database about reproduction and production performance of twinning PO cattle and their offspring. The aim of this research is to study the reproduction and production performance of natural twinning PO cattle and their offspring in Lolit Sapi barn. This research was done in 2005 until 2010 using 12 heads of cow and 20 heads of calves. During observation, 8 heads of cows gave birth to twin with 16 heads calves (A) and 4 heads derived from twin had single calf (4 calves). Observation was done on parameter: reproduction performance (puberty, days open and calving interval), production performance (average daily gain) and feed consumption. Data was analyzed deskriptively. The results showed that reproduction performance of twinning cattle and their offspring are: puberty (29,2 months), DO (109,3 ± 39,1 days) dan CI (389,3 ± 39,1 days). The ADG of twinning cattle and offspring cow had single calving are: 99,98 – 323,33 g/day. The ADG of calf/derivated of twin and single are: 256,8 – 533,5 g/day (pre weaning calf); 382,4 – 536,1 g/day (post weaning/heifer) dan 462,6 – 506,8 g/day (post weaning/steer). Feed consumption rate of twinning cattle and derivated cow had single calving are, DM: 6,6 – 7,9 kg/day; CP: 1,3 – 1,8 kg/day. Feed consumption rate of calf/derivated of twin and single are DM: 5,7 kg/day; CP: 2,5 kg/day (post weaning/ heifer) dan DM: 6,1 kg/day; CP: 1,0 kg/day (post weaning/steer).

Key Words: Reproduction, Production, Twinning Cattle

ABSTRAK

Kelahiran kembar secara alami pada sapi potong diharapkan dapat menjadi solusi dalam rangka peningkatan populasi ternak nasional. Namun, selama ini belum terdapat data base tampilan reproduksi dan produksi induk sapi PO beranak kembar dan turunannya. Tujuan penelitian ini adalah menampilkan performans reproduksi dan produksi induk sapi PO beranak kembar dan turunannya. Penelitian dilakukan di kandang percobaan Loka Penelitian Sapi Potong pada tahun 2005 sampai 2010 berupa induk sebanyak 12 ekor dan 20 ekor pedet. Selama periode pengamatan 8 ekor induk beranak kembar dengan 16 ekor pedet (A) dan 4 ekor induk turunan kembar beranak tunggal dengan 4 ekor pedet (B). Penelitian ini meliputi pengamatan reproduksi dan produksi sapi induk PO beranak kembar dan turunannya. Sebagai data dukung ditampilkan konsumsi pakan. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan parameter: performans reproduksi (pubertas, days open dan calving interval), performans produksi (PBBH) dan konsumsi pakan. Hasil menunjukkan bahwa performans reproduksi induk PO beranak kembar dan turunannya, yaitu: pubertas (29,2 bulan), DO (109,3 ± 39,1 hari) dan CI (389,3 ± 39,1 hari). PBBH induk beranak kembar dan turunan kembar beranak tunggal berkisar antara 99,98 – 323,33 g/hari. Sedangkan PBBH pedet/turunan kembar dan tunggal berkisar antara 256,8 – 533,5 g/hari (pedet prasapih); 382,4 – 536,1 g/hari (pasca sapih/dara) dan 462,6 – 506,8 g/hari (pasca sapih/jantan muda). Tingkat konsumsi pakan pada induk beranak kembar dan turunan kembar beranak tunggal berkisar antara BK: 6,6 – 7,9 kg/hari; PK: 1,3 – 1,8 kg/hari. Sedangkan konsumsi pakan pedet/turunan kembar dan tunggal yaitu BK: 5,7 kg/hari; PK: 2,5 kg/hari (pasca sapih/dara) dan BK: 6,1 kg/hari; PK: 1,0 kg/hari (pasca sapih/jantan muda).

(2)

PENDAHULUAN

Laju pemotongan ternak ruminansia jauh melebihi laju pertumbuhan populasi, sehingga berdampak pada jumlah populasi ternak nasional. Salah satu program Kementrian Pertanian untuk mengantisipasi hal tersebut adalah dengan program twinning, sehingga diharapkan peningkatan populasi ternak nasional tercapai dan program swasembada daging sapi tahun 2014 dapat terealisasi.

Pada dasarnya sapi potong merupakan hewan unipara, yaitu pada umumnya hewan betina menghasilkan satu anak/turunan pada setiap periode kebuntingan. Kelahiran kembar relatif jarang terjadi, dengan frekuensi kejadian pada sapi potong tidak lebih dari 1%. Pada sapi perah, kejadian kelahiran kembar lebih tinggi (rata-rata 4 – 5%) dan sangat dipengaruhi oleh umur ternak dan paritas. Peningkatan kelahiran kembar terbesar terjadi di antara paritas pertama dan kedua. Tingkat kejadian mencapai 1% pada sapi dara dan mendekati 10% pada

sapi yang lebih tua (KOMISAREK dan

DORYNEK, 2002).

Tipe kelahiran sangat penting untuk semua sifat pertumbuhan kecuali pertambahan bobot badan harian (PBBH). Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa pedet dari kelahiran tunggal mempunyai berat lahir yang lebih berat 10 kg daripada pedet dari kelahiran kembar. Jumlah kelahiran pedet yang dihasilkan dari kelahiran kembar tiga lebih besar daripada kembar dua atau kelahiran tunggal. Pada variabel bobot lahir, bobot badan 200 hari dan bobot potong kelahiran tunggal nyata lebih tinggi daripada kelahiran kembar. Sedangkan kelahiran ganda/kembar lebih rendah daripada kelahiran tunggal pada variabel bobot badan lahir, bobot badan 150 hari, bobot badan 368 hari dan bobot potong. Pertumbuhan pedet setelah dilahirkan sangat dipengaruhi oleh bobot badan saat lahir (ECHTERNKAMP and GREGORY, 2002).

Informasi reproduksi dan produksi sapi induk beranak kembar dan turunannya belum banyak diketahui sehingga diperlukan informasi tersebut sebagai data base (acuan) bagi pelaku dunia peternakan terkait dengan sapi kembar (twinning). Tujuan penelitian ini adalah menampilkan performans reproduksi dan performans produksi sapi induk PO beranak kembar dan turunannya.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilakukan di kandang percobaan Loka Penelitian Sapi Potong mulai tahun 2005 sampai 2010 dengan materi berupa induk sebanyak 12 ekor dan 20 ekor pedet. Selama periode pengamatan 8 ekor induk beranak kembar dengan 16 ekor pedet (A) dan 4 ekor induk turunan kembar beranak tunggal dengan 4 ekor pedet (B). Penelitian ini meliputi pengamatan reproduksi dan produksi sapi induk PO beranak kembar dan turunannya. Sebagai data dukung ditampilkan konsumsi pakan.

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan parameter: performans reproduksi (pubertas, days open dan CI), produksi (PBBH) dan konsumsi pakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan terhadap performans

reproduksi induk beranak kembar dan turunannya di kandang Percobaan Loka Penelitian Sapi Potong ditampilkan pada Tabel1

.

Hasil pengamatan terhadap performans reproduksi sapi beranak kembar dan turunannya masih menunjukkan produktivitas yang baik. Hal ini sesuai dengan pendapat TOELIHERE (1985) bahwa pada sapi potong (Brahman, Zebu) pubertas dapat terjadi pada umur 12 – 30 bulan. Pubertas merupakan umur atau waktu dimana organ-organ reproduksi mulai berfungsi dan perkembang biakan dapat terjadi (TOELIHERE, 1985). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa umur pubertas sapi silangan PO, Simmental dan Limousine adalah 404,8 ± 39,9 hari (silangan Simmetal dan PO kawin dengan Limousin); 508,0 ± 44,4 hari (silangan Limousine dan PO kawin dengan Simmental) dan 550,0 ± 00,0 hari (silangan Simmental dan PO/silangan Limousine dan PO) (AFFANDHY et al., 2006). Pubertas sapi Bali dicapai pada kisaran umur 20 – 24 bulan untuk sapi betina sedangkan pada yang jantan dicapai pada umur 24 – 28 bulan (HANDIWIRAWAN dan SUBANDRIYO, 2004). Nilai DO (109,3 ± 39,1 hari) lebih pendek sebagaimana yang dinyatakan oleh (ASTUTI sitasi oleh HASBULLAH, 2003) yaitu 127,5 hari dan (ASTUTI sitasi oleh WALUYO, 2004) yaitu

(3)

189,5 hari. Demikian pula dengan nilai CI yaitu 389,3 ± 39,1 hari atau kurang lebih 12,97 bulan. Jarak beranak tersebut lebih pendek dari pernyataan (ASTUTI sitasi oleh HASBULLAH, 2004) yang menyatakan jarak beranak mencapai 13,75 bulan dan (ASTUTI sitasi oleh WALUYO, 2004) yang menyatakan jarak beranak mencapai 15,98 bulan.

Data reproduksi sapi PO dapat bervariasi, hal ini disebabkan oleh lingkungan pengelolaan yang bervariasi sehingga peningkatan potensi reproduksi melalui perbaikan pengelolaan sangat dimungkinkan (ASTUTI, 2004). Lingkungan pengelolaan meliputi berbagai aspek, diantaranya: pakan, kesehatan, kandang dan sebagainya. Pakan yang cukup secara kuantitas dan kualitas akan mendukung efisiensi reproduksi sapi. Demikian juga dengan faktor kesehatan ternak terutama kesehatan reproduksi, sangat menunjang produktivitas ternak.

Hasil pengamatan performans produksi (berat badan, PBBH, SKT) dan konsumsi pakan pada sapi induk kembar adalah sebagai berikut; PBBH pada pengamatan A 99,98 ± 0,36 g/hari dengan konsumsi BK 7,9 ± 4,5kg/hari dan PK 1,8 ± 1,1kg/hari. Hal ini sesuai dengan standar kebutuhan yang direkomendasikan NRC (1984) yaitu BK: 6,7 kg dan PK: 0,7 kg. Konsumsi pakan pada induk pernah beranak kembar menunjukkan PBBH 323,33 ± 0,04 g/hari dan konsumsi pakannya BK: 6,6 ± 3,0 kg/hari dan PK:1,3 ± 0,7 kg/hari. Tingkat konsumsi BK ini belum memenuhi standar kebutuhan menurut NRC (1984) yaitu BK: 8,2 kg/hari. Jumlah konsumsi bahan kering merupakan suatu tanda terbaik dari produktivitas ternak dan juga faktor esensial

yang menjadi dasar untuk hidup dan menetukan produksi. Strategi untuk meningkatkan konsumsi bahan keringnya dapat dilakukan dengan mengoptimalkan jumlah pakan yang diberikan yaitu mendekati 3% dari berat badan dan meningkatkan frekuensi pemberian pakan sebagaimana dinyatakan oleh VAN SOEST (1994) bahwa pakan yang diberikan secara ad libitum dapat memaksimalkan jumlah pakan yang dikonsumsi tetapi dalam pemberian yang dibatasi maka ternak akan mengkonsumsi secara terbatas (SUGIHARTO et al., 2004).

Tercukupinya kebutuhan pakan tergambar dari performans produksinya, salah satunya dengan tampilan pertambahan bobot badan harian. Nilai PBBH induk beranak kembar dan turunannya bervariasi. Induk-induk tersebut masih dalam masa laktasi sehingga mengalami penurunan bobot badan. WIJONO et al. (1992) dan WINUGROHO (1992) menyatakan bahwa bobot badan induk laktasi yang mengalami penurunan sebesar 16 – 22% dan SKT < 5 akan berpengaruh terhadap gangguan fungsi ovarium dan APP. Keseimbangan energi bernilai negatif pada induk-induk laktasi karena kebutuhan nutrisi jauh melebihi asupan yang didapat. Nutrisi pada masa laktasi digunakan untuk tiga kebutuhan utama yaitu: produksi susu, penyembuhan saluran peranakan dan kebutuhan hidup pokok. BELL dan ROBERTS (2007) menyatakan bahwa induk yang melahirkan kembar dengan diet konsentrat yang rendah mempunyai potensi yang lebih tinggi untuk mengalami metritis atau endometritis pascakelahiran dibandingkan dengan induk beranak tunggal.

Tabel 1. Performans reproduksi induk sapi PO beranak kembar dan turunannya di kandang Loka Penelitian

Sapi Potong

Induk kembar Parameter

A B Induk tunggal

Umur pubertas (bulan) - 29,2 12 – 30 (TOLIEHERE, 1985) Days open/DO (hari) 109,3 ± 39,1 - 127,5 (HASBULLAH, 2003)

189,5 (WALUYO, 2004)

Calving interval (hari) 389,3 ± 39,1 - 13,75 (HASBULLAH, 2003)

15,98 (WALUYO, 2004)

(4)

Tabel 2. Performans produksi (berat badan, PBBH,

SKT) dan konsumsi pakan pada sapi sapi induk PO beranak kembar dan turunannya di kandang Loka Penelitian Sapi Potong.

Induk kembar Parameter A B Berat badan Berat awal (kg) 276,60 ± 63,14 360,50 ± 21,92 Berat akhir (kg) PBBH (g/ekor/hari) 281,8 ± 59,34 99,98 ± 0,36 340,00 ± 21,21 323,33 ± 0,04 Skor kondisi tubuh 4,0 ± 0,0 6,50 ± 0,71 Awal Akhir 4,33 ± 1,04 5,75 ± 0,35 Konsumsi pakan BK (kg/hari) 7,9 ± 4,5 6,6 ± 3,0 PK (kg/hari) 1,8 ± 1,1 1,3 ± 0,7 A: induk beranak kembar, B: induk turunan kembar

beranak tunggal

MARKUSFELD et al. (1997) menyatakan bahwa sapi induk yang mengalami kehilangan skor kondisi tubuhnya selama masa kering berpotensi untuk mengalami retensi plasenta dan metritis

Pengamatan terhadap performan turunan dari induk yang pernah beranak kembar tertera pada Tabel 3.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pengamatan A, PBBH pedet prasapih 256,8 ± 85,5 g/hari, pascasapih/dara 536,1 ± 218,6 g/hari dan pascasapih/jantan muda 462,6 ± 0,0 g/hari dengan konsumsi BK dan PK pada pascasapih/dara dan jantan muda masing-masing adalah: (BK: 5,7 ± 2,5 dan PK: 2,5 ± 0,4 kg/hari) dan (BK: 6,1 ± 2,7 dan PK: 1,0 ± 0,6 kg/hari). Sedangkan pada pengamatan B, PBBH pedet prasapih mencapai 533,5 ± 224,1 g/hari. PBBH pedet turunan kembar pada penelitian ini tidak berbeda dengan PBBH pedet prasapih sapi PO bukan turunan kembar, hal ini sesuai dengan hasil penelitian SUGIHARTO (2003) bahwa PBBH pedet prasapih di peternakan rakyat sebesar 0,24 kg/hari. Sedangkan PBBH turunan kembar lebih rendah daripada PBBH turunan tunggal karena terjadi kompetisi dengan saudara kembar lainnya dalam mendapatkan susu

induk, apalagi diikuti oleh kondisi induk yang menurun sehingga turut mempengaruhi produksi susu yang dihasilkan.

Tabel 3. Performans produksi (berat badan, PBBH,

SKT) dan konsumsi pakan sapi turunan yang berasal dari induk yang pernah beranak kembar di kandang Lolit Sapi Potong. Turunan kembar Parameter A B Pedet prasapih Berat awal (kg) 38,75 ± 16,28 30,5 ± 2,12 Berat akhir (kg) 81,63 ± 9,97 135,0 ± 35,4 PBBH (g/ekor/hari) 256,8 ± 85,5 533,5 ± 224,1 Dara Berat awal (kg) 194,5 ± 45,96 107,0 ± 9,90 Berat akhir (kg) 269,2 ± 69,4 152,5 ± 3,5 PBBH (g/ekor/hari) 536,1 ± 218,6 382,4 ± 53,5 SKT awal 5,6 ± 0,4 5,0 ± 0,0 SKT akhir 5,6 ± 0,4 6,0 ± 0,0 Konsumsi pakan dara BK (kg/hari) 5,7 ± 2,5 5,7 ± 2,5 PK (kg/hari) 2,5 ± 0,4 2,5 ± 0,4 Jantan Muda Berat awal (kg) 170,0 ± 0,0 220,0 ± 0,0 Berat akhir (kg) 300,0 ± 0,0 331,0 ± 0,0 PBBH (g/ekor/hari) 462,6 ± 0,0 506,8 ± 0,0 Konsumsi pakan jantan muda BK (kg/hari) 6,1 ± 2,7 6,1 ± 2,7 PK (kg/hari) 1,0 ± 0,6 1,0 ± 0,6 A: pedet/turunan kembar, B: pedet/turunan tunggal

PBBH turunan kembar tidak berbeda dengan PBBH kelahiran tunggal yaitu: 0,38 – 0,52 kg/hari (BONGA, 2003). Terjadinya variasi dalam tampilan PBBH dara/jantan muda, karena adanya persaingan dalam memperoleh pakan dengan sistem kandang kelompok. Dari tabel diketahui bahwa sapi dengan bobot badan

(5)

yang rendah cenderung memiliki PBBH yang rendah pula karena kalah bersaing dengan sapi lainnya yang memiliki bobot badan lebih besar. Konsumsi pakan berdasar BK dan PK pada sapi dara dan sapi jantan muda hampir sama yaitu BK: 5,7 ± 2,5kg/hari; PK: 2,5 ± 0,4 kg/hari dan BK: 6,1 ± 2,7 kg/hari; PK 1,0 ± 0,6 kg/hari.

KESIMPULAN

1. Performans reproduksi masih dalam batas normal, yaitu: pubertas (29,2 bulan), DO (109,3 ± 39,1 hari) dan CI (389,3 ± 39,1 hari).

2. PBBH induk beranak kembar dan induk turunan kembar beranak tunggal berkisar antara 99,98 – 323,33 g/hari. Sedangkan PBBH pedet/turunan (kembar dan tunggal) berkisar antara 256,8 – 533,5 g/hari (pedet prasapih); 382,4 – 536,1 g/hari (pasca sapih/dara) dan 462,6 – 506,8 g/hari (pascasapih/jantan muda).

3. Tingkat konsumsi pakan pada induk beranak kembar dan induk turunan kembar beranak tunggal berkisar antara BK: 6,6-7,9 kg/hari; PK: 1,3 – 1,8 kg/hari. Sedangkan konsumsi pakan pedet/turunan kembar dan tunggal yaitu BK: 5,7 kg/hari; PK: 2,5 kg/hari (pascasapih/dara) dan BK: 6,1 kg/hari; PK: 1,0 kg/hari (pasca sapih/jantan muda).

DAFTAR PUSTAKA

AFFANDHY,L.,M.A.YUSRAN,Y.N.ANGGRAENY dan D. PAMUNGKAS. 2006. Kinerja Produksi dan Umur Pubertas Pedet Hasil Kawin Silang Sapi PO, Simmental dan Limousine dalam Usaha Peternakan Rakyat. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006. Bogor 5 – 6 September 2006 Puslitbang Peternakan Bogor. hlm 176 – 182.

ASTUTI,M. 2004. Potensi dan Keragaman Sumber Daya Genetik Sapi Peranakan Ongole (PO). Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004.

BONGA, S.M.D. 2003. Pertambahan Bobot Badan Sapi Peranakan Ongole Jantan yang Diberi Pakan Basal Jerami Padi dan Dedak Halus dengan Additif Pakan Kultur Mikroba. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ECHTERNKAMP, S.E. and K.E. GREGORY. 2002. Reproductive, growth, feedlot, and carcass traits of twin vs single births in cattle. J. Anim. Sci. 80 (E. Suppl. 2): E64 – E 73

HANDIWIRAWAN,E. dan SUBANDRIYO. 2004. Potensi dan Keragaman Sumberdata Genetik Sapi Bali. Wartazoa vol (10). hlm 107 – 115. HASBULLAH, E.J. 2003. Kinerja Pertumbuhan dan

Reproduksi Sapi Persilangan Simmental dengan Peranakan Ongole dan Sapi Peranakan Ongole di Kabupaten Bantul DIY. Tesis. Fakultas Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

KOMISAREK, J., dan Z. DORYNEK. 2002. Genetic Aspecs of Twinning in Cattle. J. Appl. Genet. 43(1), 2002, pp. 55 – 68.

SUGIHARTO,Y. 2003. Produktivitas Sapi Peranakan Ongole pada Pola Pemeliharaan Sistem Perkampungan Ternak dan Kandang Individu di Kabupaten Sleman. Tesis. Fakultas Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

TOELIHERE, R.M. 1985. Fisiologi Reproduksi pada ternak. Penerbit Angkasa, Bandung.

WALUYO, R. 2004. Pengaruh Persilangan antara Sapi Simmetal dengan Peranakan Ongole Betina Terhadap Reproduktivitas di Kabupaten Kulon Progo. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

WIJONO, D.B., L. AFFANDHY and TELENI. 1992. Relationship Between Liveweight, Body Condition and Ovarian Activity in Indonesian Cattle. In: Draugh Animal Power in The Asian-Australian Region. Aciar Proc. 46: 133 (Abstract).

WINUGROHO,M. 1992. Feeding Draught Animal in Indonesia. Draught Animal Power in The Asian-Australian Region. Aciar Proc. 46: 109 – 112.

Referensi

Dokumen terkait

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan mulai dilaporkan pada tahun 2005 dan setiap penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue dan tahunnya cenderung meningkat.. Pada

Hal yang ingin diketahui dari demplot tersebut pada aspek ekonomi adalah bagaimana status kelayakan finansial budi daya sutera alam melalui pemanfaatan limbah pakan, dan seberapa

Menteri Koordinator (Menko) perekonomian Darmin Nasution memperkirakan peningkatan daya beli 40% masyarakat yang tergolong tingkat kesejahteraan terbawah terdongkrak oleh

Jaringan santri Pondok Pesantren Al Anwar Sarang, Rembang ini sendiri menjadi salah satu bagian yang menarik untuk diperhatikan dalam politik elektoral Pilgub Jateng

8 Variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu faktor – faktor resiko terjadinya penyakit kardiovaskular berupa faktor resiko yang dapat di ubah

Oleh karena itu dalam sebuah ruang pamer atau galeri sebaiknya terdapat juga ruang-ruang yang mengakomodasi kegiatan komunitas seni tersebut baik ruang untuk

Berdasarkan latarbelakangnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis dan perubahan protein terutama fraksi gluten dalam adonan roti dengan adanya

Jumlah penemuan kasus HIV yang dilaporkan dari 3.845.267 orang yang dites HIV adalah sebanyak 41.987 orang, dan 32.925 orang mendapat pengobatan ARV.... Persentase HIV ditemukan