• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENUJU TATA KELOLA HUTAN DAN LAHAN LESTARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MENUJU TATA KELOLA HUTAN DAN LAHAN LESTARI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

AP

K

RED

BADAN PENGELOLA

D

ASOSIASIAHLIPERUBAHANIKLIMDANKEHUTANANINDONESIA BADANPENGELOLAREED+

KEMENTERIANKEHUTANAN JAKARTA

KERJASAMA

Seminar

Nasional

MITIGASI

DAN

ADAPTASI PERUBAHAN

IKLIM

MITIGASI

DAN

ADAPTASI PERUBAHAN

IKLIM

MENUJU TATA

KELOLA

HUTAN

DAN

LAHAN LESTARI

MENUJU TATA

KELOLA

HUTAN

DAN

LAHAN LESTARI

Jakarta

,

18

-

19

November

2014

PROSIDING

(2)

Seminar

Nasional

MITIGASI

DAN

ADAPTASI PERUBAHAN

IKLIM

MENUJU TATA

KELOLA

HUTAN

DAN

LAHAN LESTARI

Jakarta, 18-19November2014

PROSIDING

Editor:

Prof. Dr. Ir. Deddy Hadriyanto, M. Agr Prof. Dr. Ir. Hermansah, MS, M.Sc Prof. Dr. Ir. Agus Kastanya, MS

Dr. Satyawan Pudyatmoko, S.Hut, M.Sc Dr. Ir. Markum, M.Sc

Ir. Agus Susatya, M.Sc, Ph.D Dr. Ishak Yassir, S.Hut, M. Sc Dr. Ir. Sabaruddin, M.Sc

Penyusun :

Yayan Hadiyan S.Hut, M.Sc Muhammad Farid, S.Hut, M. Sc Kestri Ariyanti

Sumardi S.Hut, M.Sc

(3)

Prosiding Seminar Nasional

MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

MENUJU TATA KELOLA HUTAN DAN

LAHAN LESTARI

Jakarta, 18-19 November 2014

KERJASAMA

ASOSIASI AHLI PERUBAHAN IKLIM DAN KEHUTANAN INDONESIA BADAN PENGELOLA REED+

KEMENTERIAN KEHUTANAN JAKARTA

(4)

Prosiding Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Menuju Tata Kelola Hutan dan Lahan Lestari, 18-19 November 2014, Jakarta Indonesia

@Tahun 2015 Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK Indonesia)

Editor:

Prof. Dr. Ir. Deddy Hadriyanto, M. Agr Prof. Dr. Ir. Hermansah, MS, M.Sc Prof. Dr. Ir. Agus Kastanya, MS

Dr. Satyawan Pudyatmoko, S.Hut, M.Sc Dr. Ir. Markum, M.Sc

Ir. Agus Susatya, M.Sc, Ph.D Dr. Ishak Yassir, S.Hut, M. Sc Dr. Ir. Sabaruddin, M.Sc

Penyusun :

Yayan Hadiyan S.Hut, M.Sc

Muhammad Farid, S.Hut, M. Sc Kestri Ariyanti

Sumardi S.Hut, M.Sc

Design dan Tata letak:

Edy Wibowo

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang

Dilarang menggandakan buku ini sebagian atau seluruhnya, baik dalam bentuk fotokopi, cetak, microfilm, elektronik maupun dalam bentuk lainnya, kecuali untuk keperluan pendidikan atau keperluan non komersial lainnya dengan mencantumkan sumbernya, seperti berikut :

Sitasi:

Hadriyanto, D. et all (EDS). 2015. Mitigasi Dan Adaptasi Perubahan Iklim Menuju Tata Kelola Hutan Dan Lahan Lestari, 8-9 November 2014. Jakarta Indonesia

Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia. Yogyakarta.

ISBN 978-602-73376-0-2

Diterbitkan oleh

:

Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia

(5)

KATA PENGANTAR

Hutan sebagai common property adalah sumberdaya bersama yang memiliki fungsi penting baik dari sisi ekonomi maupun ekologi. Pengelolaan hutan yang selama ini diterapkan masih belum sepenuhnya bersifat berkelanjutan dan diikuti dengan terjadinya degradasi fungsi, baik secara ekonomi maupun ekologi. Fungsi hutan menjadi bagian yang sangat penting dalam perubahaan iklim, karena level carbon dan gas rumah kaca di atmosphir sangat bergantung pada kesetimbangan pengikatan dan emisi karbon di ekosistim hutan. Urgensi dari pengurangan emisi untuk menjaga kesetabilan konsentrasi GRK di atmosfer telah mendorong berbagai pemikiran penanganannya, baik terkait upaya mitigasi maupun adaptasi terhadap perubahan iklim. Berbagai kebijakan pemerintah terkait penanggulangan perubahan iklim telah dilahirkan untuk mendorong penanganan yang terintegrasi berbagai sektor. Salah satunya adalah REDD+ (Pengurangan Emisi dari Deforestasi, Degradasi Hutan, Peran Konservasi, Peningkatan Serapan Karbon dan Pembangunan Kehutanan yang Berkelanjutan), yang menjadi bagian yang sangat penting dalam upaya menurunkan emisi karbon sektor kehutanan sebagai mandat COP ke 13 di Bali.

Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK Indonesia) merupakan kumpulan mereka yang perhatian dan turut berpartisipasipasi untuk menghimpun, membina, mengembangkan, dan mengamalkan IPTEK di bidang perubahan iklim dan kehutanan serta memberikan masukan ilmiah kepada pemerintah untuk memperkuat posisi Indonesia baik di tingkat nasional dan internasional terkait dengan kebijakan perubahan iklim dan kehutanan. Asosiasi ini juga merupakan jejaring dari beberapa perguruan tinggi, lembaga penelitian, lembaga diklat serta lembaga swadaya masyarakat di 7 region di Indonesia : region Sumatera, Jawa, Bali Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua.

Memandang pentingnya persoalan mitigasi, adaptasi dan tata kelola hutan dan lahan, dalam konteks penanganan perubahan iklim di Indonesia, Apik berkejasama dengan BP-REDD+ telah melaksanakan Seminar Nasional dengan tema “Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Menuju Tata Kelola Hutan dan Lahan Lestari ”.

Seminar tersebut telah mejadi sasrana berbagi informasi status perkembangan kebijakan perubahan iklim Internasional dan Nasional, berbagi informasi status penelitian adaptasi dan mitigasi penanganan perubahan iklim dan kehutanan di Indonesia, dan telah merumuskan masukan terkait kebijakan, strategi dan rencana aksi penanganan perubahan iklim ke depan, khususnya menyongsong implementasi REDD+ di Indonesia.

Pada kesempatan ini, diucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kementerian Kehutanan dan Bp REDD+ yang telah membantu baik operasional maupun pendaaan atas penyelenggaraan Seminar Nasional tersebut.

Yogyakarta, Agustus 2015 Ketua Umum,

ttd.

(6)
(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

ADAPTASI... 1

1 ADAPTASI SPESIES TANAMAN PADA KONDISI EKSTRIM BESERTA

ADAPTASI PENDEKATAN PENANAMANNYA UNTUK ANTISIPASI

PERUBAHAN IKLIM ... 3

2 MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN MERESPON DAMPAK PERUBAHAN

IKLIM: GENDER PERSPEKTIF ... 17

3 ADAPTASI JENIS-JENIS POHON PIONIR PADA HUTAN RAWA GAMBUT

YANG TERDEGRADASI BERAT DI OGAN KOMERING ILIR, SUMATERA

SELATAN ... 29

4 BIODIVERSITAS DAN PERAN MASYARAKAT ADAT DALAM PERUBAHAN

IKLIM DI REGION PAPUA ... 39

5 WHAT DID DRIVE EXTREME DROUGHT EVENTS IN 2014? ... 55

6 STRATEGI ADAPTASI DAN MITIGASI DALAM MENGHADAPI BENCANA

PESISIR AKIBAT PERUBAHAN IKLIM ... 61

7 ARBORETUM DESA : AKSI LOKAL KONSERVASI JENIS TANAMAN

HUTAN MENDUKUNG PENANGANAN PERUBAHAN IKLIM ... 71

8 STATEGI USAHA PERTANIAN PETANI KARET DALAM MENGHADAPI

PERUBAHAN IKLIM DI NAGARI MUARO SUNGAI LOLO KEC. MAPAT

TUNGGUL SELATAN KAB. PASAMAN - SUMBAR ... 81

9 MENGGALI DAN MENEGAKKAN KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT

ARFAK UNTUK MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM 1 ... 87

10 KEKUATAN KEARIFAN LOKAL DALAM RESTORASI EKOSISTEM TAMAN

NASIONAL GUNUNG MERAPI ... 93

MITIGASI ... 101

11 ALIRAN KARBON DAN ENERGi PADA BERBAGAI TUTUPAN LAHAN

SULAWESI TENGAH ... 103

12 ESTIMASI POTENSI CADANGAN DAN SERAPAN KARBON DI PROVINSI

BENGKULU DENGAN MENGGUNAKAN DATA MODIS ... 109

13 STUDI POTENSI BIOMASSA ATAS DAN BAWAH PERMUKAAN TANAH

PADA PSP KPHP UNIT IV DAN KPHL UNIT XIV UNTUK MENDUKUNG

SISTEM MRV STOK KARBON HUTAN DI MALUKU ... 131

14 PERHITUNGAN STOK KARBON PADA DAERAH KAPUR DAN KARST DI

PAPUA BARAT: STRATEGI UNTUK MENDUKUNG KEGIATAN REDD+ ... 143

15 UPAYA PENURUNAN EMISI CO2 SEKTOR KEHUTANAN DI PROPINSI NUSA

TENGGARA BARAT ... 151

16 PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA EKOSISTEM HUTAN HUJAN

(8)

17 POTENSI SERAPAN KARBON PADA BERBAGAI JENIS TEGAKAN HASIL REHABILITASI HUTAN POLA HUTAN KEMASYARAKATAN: STUDI KASUS HKM KAB. REJANG LEBONG BENGKULU ... 169

18 PERUBAHAN POPULASI DAN BIOMASA TEGAKAN DALAM KAITANNYA

DENGAN AKUMULASI CARBON DI KAWASAN HUTAN HUJAN TROPIS

ULU GADUT PADANG SUMATRA BARAT ... 175

19 REVIEW : VARIASI KANDUNGAN BIOMASA PADA BERBAGAI EKOSISTIM

DI SUMATRA ... 185

20 ANALISIS PERUBAHAN FUNGSI LAHAN SEBAGAI UPAYA MITIGASI

PERUBAHAN IKLIM DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

DI SUMATRA UTARA ... 199

21 THE IMPACTs OF FOREST CONCESSIONS ON DEFORESTATION IN

INDONESIA ... 209

22 PENAKSIRAN BESARNYA STOK KARBON DAN PENURUNAN EMISI

MELALUI PENERAPAN METODE REDUCED IMPACT LOGGING CARBON

(RIL-C) ... 221

23 ESTIMASI EMISI LANGSUNG NITRUS OKSIDA (N2O) ASAL APLIKASI

PUPUK NITROGEN AN-ORGANIK PADA PERKEBUNAN SAWIT DI LAHAN

GAMBUT ... 231

24 MODEL ALOMETRIK PENDUGAAN BIOMASSA DAN KARBON TEGAKAN

HUTAN JENIS KERUING (Dipterocarpus sp) PADA HUTAN ALAM PRODUKSI

DI KALIMANTAN TENGAH ... 237

25 KUANTIFIKASI MASSA KARBON PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI

LANGKAT, SUMATERA UTARA ... 245

26 ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) BERDASARKAN

TINGKAT KEBUTUHAN OKSIGEN, ABSORBSI KARBON DIOKSIDA DAN

PENGENDALI IKLIM MIKRO DI WILAYAH PERKOTAAN ... 251

27 PENELITIAN PENDAHULUAN TENTANG KONDISI UDARA DI BALI

SEBAGAI INDIKASI PERUBAHAN IKLIM ... 265

28 EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN DI KABUPATEN POHUWATO PROVINSI

GORONTALO ... 269

29 POTENSI KARBON HUTAN NAGARI SIMANCUANG PROVINSI SUMATERA

BARAT SEBAGAI UPAYA MENDUKUNG SISTEM MRV ... 275

30 ESTIMASI NILAI TEGAKAN DI RTHKP KOTA BANJAR BARU ... 287

31 ADAPTASI DAN MITIGASI PEMANASAN GLOBAL MELALUI HUTAN JATI

RAKYAT DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA ... 311

32 MODEL PENGHITUNGAN CADANGAN KARBON HUTAN RAKYAT

BERSERTIFIKAT SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU ... 319

33 PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT MELALUI

PROGRAM KULIAH KERJA NYATA MAHASISWA (KUKERTA) ... 337

34 KAJIAN KEGIATAN REDD+ DALAM PERSPEKTIF PERUBAHAN IKLIM ... 343

(9)

TATA KELOLA ... 366

36 TANTANGAN PELIBATAN MASYARAKAT DALAM MENGELOLA

KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP) DI BENGKULU

UTARA ... 367

37 TATA KELOLA KPHP LAKITAN, MANDIRI DENGAN KEMITRAAN

MASYARAKAT ... 377

38 PERANAN BALAI DIKLAT KEHUTANAN DALAM MITIGASI PERUBAHAN

IKLIM ... 387

39 PENGARUH BIOREMEDIASI DAN FITOREMEDIASI MERKURI (Hg)

TERHADAP PENINGKATAN UNSUR HARA TANAH PADA LAHAN PASCA

(10)

20

ANALISIS PERUBAHAN FUNGSI LAHAN SEBAGAI UPAYA

MITIGASI PERUBAHAN IKLIM DENGAN APLIKASI SISTEM

INFORMASI GEOGRAFIS DI SUMATRA UTARA

Land use change analysis as an effort to mitigation of climate change using

geographical information system in north sumatra

Rahmawaty1) dan Abdul Rauf 2)

1) Staf Pengajar PS.Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (USU)

Jl. Prof. A. Syofyan No.3 Kampus USU Medan 20155 Email: rahmawaty1974@gmail.com

2)

Staf Pengajar PS.Agroekoteknologi Fakultas Pertanian, USU

ABSTRACT

One of the important issues about land in North Sumatra is the conversion of agricultural land (paddy field) into non-agricultural areas. This study aimed to analyze the changes of the land in North Sumatra in the period 2006 to 2011 and to analyze the factors that cause changes in agricultural land function (paddy field) into non-agricultural land. This study was located in areas of lowland rice production center in North Sumatra. The Research was conducted by survey and interview. The Interviews with farmers was using a questionnaire to get an overview of the driving factors and the impact of conversion on the socioeconomic conditions, especially the farmers' income. Field observations also made to the biophysical conditions of land due to conversion of paddy fields into other uses outside of paddy commodity, especially hydrological conditions, and changes in soil properties. Physical phenomenon of the land was mapped using the Geographic Information System (GIS) by the overlay technique. The results showed that the changes of the paddy field area was done for plantation crops, especially palm oil, followed by dry land agriculture (horticulture and food crops), settlements and other businesses (brick and pound). In 2009 to 2011 there was no change in land area (either increase or decrease in land area) in North Sumatra, except in Nias Selatan Regency which decreased area of approximately 228.13 ha or 2.98% of the total area of rice fields in the area.The condition of land area that has not changed since 2009 to 2011 was needed to be maintained as one of the efforts of climate change mitigation.

Keywords: Land conversion, paddy field, GIS, mitigation, climate change

ABSTRAK

Perubahan fungsi lahan merupakan salah satu isu penting di Sumatera Utara. Salah satunya adalah terjadinya alih fungsi lahan pertanian (sawah) menjadi areal non pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan alih fungsi lahan di Sumatera Utara pada periode tahun 2006 sampai dengan tahun 2011 dan menganalisis faktor penyebab terjadinya perubahan fungsi lahan sawah (lahan pertanian) menjadi lahan non pertanian. Penelitian ini berlokasi di daerah-daerah sentra produksi padi sawah di Sumatera Utara.penelitian dilakukan dengan metode survei dan wawancara. Wawancara dengan petani menggunakan kuisioner untuk mendapatkan gambaran faktor pendorong dan dampak alih fungsi terhadap kondisi sosial ekonomi, terutama pendapatan petani. Pengamatan lapang juga dilakukan tehadap kondisi biofisik lahan akibat alih fungsi lahan sawah menjadi penggunaan lain di luar komoditi padi sawah, terutama menyangkut kondisi hidrologi, dan perubahan sifat tanah.Penomena fisik alih fungsi lahan dipetakan dengan menggunakan perangkat Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan tehnikoverlay. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Alih fungsi lahan sawah terbanyak dilakukan untuk budidaya tanaman perkebunan, terutama kelapa sawit, diikuti kemudian untuk pertanian lahan kering (hortikultura dan tanaman pangan), pemukiman dan usaha lainnya (batu bata dan kolam). Pada tahun 2009 hingga tahun 2011 tidak terjadi lagi perubahan luas lahan sawah (baik pertambahan maupun penurunan luas) di Sumatera Utara, kecuali di Nias Selatan yang mengalami penurunan luas sekitar 228,13 ha atau 2,98% dari luas lahan sawah di daerah itu.Perubahan luas lahan sawah yang tidak terjadi lagi sejak tahun 2009 hingga kini perlu di pertahankan sebagai salah satu upaya mitigasi terhadap perubahan iklim.

(11)

1. PENDAHULUAN

Di Sumatera Utara, penelitian mengenai alih fungsi lahan telah banyak dilakukan (Rahmawaty et al., 2011; Onrizal, 2010). Berdasarkan data Sensus Pertanian Tahun 2003 menunjukkan terjadinya laju konversi lahan sawah yang sangat cepat. Pada rentang waktu tahun 2000 hingga 2002, alih fungsi lahan sawah di Sumatera Utara mencapai 563.000 ha atau rata-rata sekitar 188.000 ha per tahun. Lahan sawah di Sumatera Utara pada tahun 2002 seluas 7,75 juta terjadi pengurangan mencapai 7,27% selama 3 tahun atau rata-rata 2,42% per tahun. Sejak 2007-2008, laju konversi lahan pertanian di Sumatera Utara sekitar 4,2%. Lahan pertanian tersebut dialihkan ke tanaman keras dan kawasan pemukiman. Luas lahan sawah berpengairan yang beralih fungsi pada tahun 2006 mencapai 280.847 ha dan tahun 2008 mencapai 278.560 ha. Sementara, lahan tadah hujan tak berpengairan yang sudah beralih fungsi tahun 2006 seluas 211.975 ha dan pada tahun 2007 sebanyak 193.454 ha.

Meskipun Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sejak tahun 2008 telah menutup izin alih fungsi lahan pertanian, terutama lahan sawah, sehingga seharusnya sejak saat itu tidak ada lagi perubahan lahan pertanian menjadi areal non-pertanian (terutama perumahan), namun faktanya masih saja terjadi alih fungsi lahan sawah tersebut di Sumatera Utara (Gambar 1,2,3,4 dan 5). Di Kabupaten Langkat saja yang pada tahun 2005 luas lahan persawahannya mencapai 49.415 ha, pada tahun 2006 turun menjadi 47.030 ha. Pada tahun 2007 kembali terjadi penurunan luas lahan persawahan di Kabupaten Langkat menjadi 45.747 ha. Meskipun pada tahun 2008 terjadi sedikit kenaikan karena banyaknya diperbaiki saluran irigasi dengan cara optimalisasi lahan-lahan tidur sehingga meningkat menjadi 46.297 ha, namun pada tahun 2009, kembali terjadi penurunan, karena alih fungsi ke pertanaman kelapa sawit, karet, kakao, dan pembangunan permukiman sehingga menjadi 43.805 ha. Luas lahan sawah di Kabupaten Langkat ini terus menurun hingga tahun 2010 menjadi sekitar 42.985 ha.(Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, 2012).

Hal ini merupakan ancaman bagi produksi pangan baik secara nasional maupun regional, khususnya di daerah-daerah yang sangat pesat perkembangan perkotaannya di Indonesia. Kekurangan pangan sangat berpengaruh terhadap gizi buruk, kesehatan, sekaligus menurunkan kualitas sumber daya manusia. Dampak serius lain yang ditimbulkan akibat kekurangan bahan pangan adalah terganggunya stabilitas sosial politik, ekonomi dan keamanan. Ketahanan pangan harus stabil dan tetap terjaga secara berkelanjutan. Untuk menunjang ketahanan pangan yang berhubungan dengan aspek ketersediaan pangan, membutuhkan ketersediaan lahan secara berkelanjutan dalam jumlah dan mutu yang memadai.

(12)

(update), memanipulasi (manipulate), menganalisis (analize), dan mendisplai/menyajikan (display) semua bentuk informasi yang bereferensi geografis (ESRI, 2007). Menurut Burrough (1986), GIS yang handal mempunyai kemampuan untuk menyimpan, mengolah dan memyajikan data/informasi geografis dalam jumlah yang besar yang sangat berguna dalam pengelolaan lingkungan. Semua data yang disimpan dalam sistem ini mempunyai dimensi dan dengan kecanggihannya ini informasi terkini dapat secara cepat dan mudah di update. Dengan demikian, dapat mengantisipasi segala perubahan yang cepat yang terjadi dalam lingkungan. Dengan potensi tersebut, maka teknologi tersebut akan menjadi tool utama dalam pengumpulan data, pengolahan, serta penyajian informasi. Dalam hal studi alih fungsi lahan sawah di Sumatera Utara, data tersebut juga sangat bermanfaat dalam penentuan arah kebijakan sebagai arahan dalam penggunaan lahan. Berkenaan dengan itu, maka penelitian ini perlu dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perubahan alih fungsi lahan di Sumatera Utara pada periode 2008-2012dan menganalisis faktor-faktor pendorong alih fungsi lahan sawah yang terjadi di Sumatera Utara.

2. METODOLOGI

Lokasi penelitian adalah daerah-daerah sentra produksi padi sawah di Sumatera Utara, terutama yang potensial terjadinya alih fungsi untuk berbagai penggunaan di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Penelitian dilakukan selama 2 (bulan) bulan (Minggu ke 4 Oktober hingga Minggu ke 3 Desember 2012). Adapun tahapan penelitian adalah sebagai berikut:

2.1 Tahapan Persiapan

Pada tahap ini dilakukan persiapan studi yang meliputi: (1) koordinasi dengan instansi/lembaga terkait, (2) penyamaan persepsi dan pembekalan diantara sesama tim peneliti, (3) pengumpulan data sekunder terkait lahan sawah di Sumatera Utara, (4) pengumpulan peta penggunaan lahan, terutama peta lahan sawah dan peta landsat terbaru.

2.2 Tahapan Survei/Pengumpulan Data

Pelaksanaan studi alih fungsi lahan sawah di Sumatera Utara dilakukan dengan metode survei dan wawancara. Survei lapangan dilakukan pada daerah-daerah sentra produksi lahan sawah di Sumatera Utara dan lahan sawah lainnya yang mengalami alih fungsi untuk penggunaan di luar komoditi padi sawah secara permanen. Titik-titik pengamatan ditandai posisi geografisnya menggunakan GPS.

Pada studi lapang ini sekaligus dilakukan wawancara kepada petani menggunakan kuisener guna mendapatkan gambaran faktor pendorong dan dampak alih fungsi terhadap kondisi sosial ekonomi, terutama pendapatan petani. Pengamatan lapang juga dilakukan tehadap kondisi biofisik lahan akibat alih fungsi lahan sawah menjadi penggunaan lain di luar komoditi padi sawah, terutama menyangkut kondisi hidrologi, dan perubahan sifat tanah.

2.3 Tahapan Tabulasi, Kompilasi dan Analisis Data

(13)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Perubahan Luas Lahan Sawah di Sumatera Utara

Permasalahan alih fungsi lahan sawah di Sumatera Utara (Gambar 1,2,3,4,dan 5) salah satunya dipicu oleh kondisi persawahan yang sudah beririgasi teknis baru mencapai 36% saja, sedangkan yang beririgasi non teknis (tadah hujan atau irigasi sederhana) mencapai 64%. Kondisi ini menyebabkan produktivitas tanaman padi sawah di Sumatera Utara menjadi rendah, yaitu rata-rata sekitar 4,77 ton per ha, padahal potensinya diperkirakan bisa mencapai 5,5 ton per ha.Hal ini berdampak pada produksi beras nasional sebanyak 4,2 juta ton pada 2012..(Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, 2012).

Minimnya irigasi teknis di areal padi di Sumatera Utara menyebabkan masih ada lahan yang hanya ditanami padi satu kali dalam setahun, padahal masa tanaman padi sudah ada yang hanya 3 bulan atau 4 bulan. Kondisi bera mendorong petani memanfaatkan tanah sawahnya untuk penggunaan lain. Hal ini didorong pula oleh luas kepemilikan lahan petaniyang hanya sekitar 65% dari 1,2 juta petani di Sumatera Utara hanya menguasai lahan pertanian 0,5 ha. Luas areal kepemilikan lahan ini jauh dari memadai, meskipun dari sisi permodalan petani, Pemerintah telah mendirikan lembaga mandiri masyarakat desa dengan memberikan bantuan Rp. 100 juta per desa. Untuk Sumatera Utara telah dialokasikan dana bagi 396 desa pada 2010 dan pada 2011 sebanyak 775 desa.

Gambar 1. Alihfungsi lahan sawah menjadi lahan kelapa sawit (Rahmawaty dkk, 2011; Hakim, 2013) menjadi pemandangan yang umum terjadi di Sumatera Utara, terutama di Kawasan Pantai Timur

(14)

Gambar 2. Alih fungsi lahan sawah untuk budidaya tanaman kelapa juga banyak terjadi di persawahan potensial di Sumatera Utara

Gambar 3. Bentuk alihfungsi lahan sawah lainnya di Sumatera Utara adalah untuk budidaya tanaman sayuran (hortikultura)

Aspek sosial ekonomi masyarakat/petani juga mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian, terutama lahan sawah ke penggunaan lain di luar pertanian. Keterbatasan kemampuan anak dan bahkan cucu petani yang sudah berkeluarga guna mendapatkan/membeli lahan untuk tempat tinggal mereka menyebabkan lahan sawah yang diwariskan kepada mereka digunakan untuk membangun rumah atau dijual kepada pihak yang bukan petani sehingga penggunaannya beralih ke penggunaan di luar pertanian.

(15)

Gambar 5. Areal persawahan beralihfungsi menjadi komplek perumahan banyak terjadi di persawahan potensial di Sumatera Utara

Berdasarkan permasalahan di atas, alih fungsi lahan sawah ke penggunaan lain terjadi di hampir semua sentra produksi padi sawah di Indonesia. Di Sumatera Utara, berdasarkan data Sensus Pertanian Tahun 2003 menunjukkan terjadinya laju konversi lahan sawah yang sangat cepat. Pada rentang waktu tahun 2000 hingga 2002, alih fungsi lahan sawah di Sumatera Utara mencapai 563.000 ha atau rata-rata sekitar 188.000 ha per tahun. Lahan sawah di Sumatera Utara pada tahun 2002 seluas 7,75 juta terjadi pengurangan mencapai 7,27% selama 3 tahun atau rata-rata 2,42% per tahun. Sejak 2007-2008, laju konversi lahan pertanian di Sumatera Utara sekitar 4,2%. Lahan pertanian tersebut dialihkan ke tanaman keras dan kawasan pemukiman. Luas lahan sawah berpengairan yang beralih fungsi pada tahun 2006 mencapai 280.847 ha dan tahun 2008 mencapai 278.560 ha. Sementara, lahan tadah hujan tak berpengairan yang sudah beralih fungsi tahun 2006 seluas 211.975 ha dan pada tahun 2007 sebanyak 193.454 ha.

Perubahan luas lahan sawah di Sumatera Utara sejak tahun 2006 hingga tahun 2011 secara keseluruhan mengalami peningkatan. Pada tahun 2006 luas lahan sawah di Sumatera Utara sekitar 236826,96 ha atau 3,34% dari luas wilayah Provinsi Sumatera Utara menjadi sekitar284906,3 ha atau 4,02% pada tahun 2009, dan tidak mengalami perubahan luas lagi hingga tahun 2011.

Daerah kabupaten/kota yang memiliki lahan sawah terluas pada tahun 2006 adalah Kabupaten Serdang Bedagai dengan luas30986,240 ha atau 16,06% dari luas wilayahnya, yang meningkat menjadi35135,321 ha (18,21%) pada tahun 2009 hingga tahun 2011. Daerah dengan luas sawah tersempit adalah Kabupaten Pakpak Bharat dengan hanya 112,774 ha atau sekitar 0,08% dari luas wilayahnya.Beberapa daerah Kabupaten/Kota yang luas lahan sawahnya terjadi penurunan, pada rentang waktu tahun 2006 hingga tahun 2009 adalah Kabupaten Labuhan Batu, Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Tapanuli Utara, dan Kota Medan. Selebihnya terjadi peningkatan, bahkan ada yang lebih dari 100% dari luas lahan sawah sebelum periode itu, seperti terjadi di Kabupaten Dairi, Kota Tanjung Balai dan Kota Tebing Tinggi.

(16)

Tabel 1. Perubahan luas lahan sawah di setiap Kabupaten/Kota di Sumatera Utara dari tahun 2006 ke tahun 2011

No. Kabupaten/Kota Luas Lahan Sawah (Ha) Perubahan Luas Tahun 2006 Tahun 2011 Luas (Ha) (%) 1 Asahan 8631,499 10791,264 2.159,77 25,02 2 Batubara 18969,215 20827,564 1.858,35 9,80 3 Dairi 2736,954 6449,156 3.712,20 135,63 4 Deli Serdang 15387,622 20150,355 4762,733 30,95 5 Humbang Hasundutan 13669,268 14158,075 488.807 3,58 6 Karo 3012,745 4340,595 1.327,85 44,07 7 Labuhan Batu 1502,203 1231,673 - 270,53 - 18,01 8 Labuhan Batu Selatan 4139,348 4139,348 0,00 0,00 9 Labura 2078,067 2078,067 0,00 0,00 10 Langkat 13732,315 20025,584 6.293,27 45,83 11 Mandailing Natal 13388,777 15644,516 2.255,74 16,85 12 Nias 6804,229 7754,670 950,44 13,97 21 Serdang Bedagai 30.986,24 35135,321 4.149,08 13,39 22 Simalungun 18969,242 26542,400 7.573,16 39,92 23 Tapanuli Selatan 9542,521 9615,462 72,94 0,76 24 Tapapanuli Tengah 6872,572 11437,265 4.564,69 66,42 25 Tapanuli Utara 15058,790 14806,726 - 252,06 - 1,67 26 Toba Samosir 11256,246 12988,569 1.732,32 15,39 27 Binjai 442,327 659,517 217,19 49,10

Jumlah 236.826,96 284.906,300 48.079,34 20,30

Sumber: Analisis GIS dari peta penutupan lahan tahun 2006 dan 2011

3.2 Faktor Pendorong Alih Fungsi Lahan Sawah di Sumatera Utara

(17)

Gambar 6. Beberapa alasan petani melakukan alih fungsi lahan sawah di Sumatera Utara

Dari alasan tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa alih fungsi lahan sawah di Sumatera Utara ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu faktor internal kelaurga petani dan faktor eksternal. Faktor internal didorong oleh keinginan mendapatkan penghasilan lebih tinggi dari mengusahakan lahan untuk padi sawah, selain untuk memenuhi kebutuhan primer keluarganya, terutama untuk membangun rumahnya dan anggota keluarganya. Selain itu, faktor eksternal yang mendorong petani melakukan alih fungsi adalah persoalan kebutuhan air irigasi yang umumnya tidak optimal dan bahkan tidak berfungsi lagi. Di banyak daerah irigasi, ketersediaan air dan distribusinya tidak berjalan baik, sehingga kelangkaan air menyebabkan lahan menjadi sulit untuk diberdayakan bagi budidaya tanaman padi sawah. Selain itu, alasan perubahan iklim, terutama musim (curah) hujan yang tidak menentu merupakan faktor ekternal yang sering menyebabkan kegagalan panen (kekeringan dan kebanjiran) sehingga mendorong terjadinya alih fungsi lahan sawah (terutama sawah tadah hujan) menjadi lahan non-sawah.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Alih fungsi lahan sawah terbanyak dilakukan untuk budidaya tanaman perkebunan, terutama kelapa sawit, diikuti oleh pertanian lahan kering (hortikultura dan tanaman pangan).

2. Meskipun terjadi alihfungsi yang cukup luas pada sebelum tahun 2009, terutama antara tahun 2006-2009, namun pertambahan luas lahan sawah baru dari sebelumnya lahan kering dan lahan perkebunan di Sumatera Utara pada rentang waktu yang sama umumnya lebih luas, kecuali di Kabupaten Labuhan Batu, Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Tapanuli Utara dan Kota Medan yang mengalami penurunan.

3. Setelah tahun 2009 hingga tahun 2011 tidak terjadi lagi perubahan luas lahan sawah (baik pertambahan maupun penurunan luas) di Sumatera Utara, kecuali di Nias Selatan.

4.2 Saran

Perlu terus diupayakan pencegahan alih fungsi lahan sawah, terutama di kawasan dekat pemukiman, dengan menumbuhkan kesadaran melalui sosialisasi tentang pentingnya

(18)

keberadaan lahan sawah yang dapat mendukung kedaulatan pangan, baik regional maupun nasional.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Universitas Sumatera Utara atas dukungan tenaga yang diberikan dalam pelaksanaan penelitian ini dan Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara atas dukungan dana yang diberikan dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aeronoff, S. 1989. Geographic Information Systems and Rural Development. In the Proceedings of Franco-Thai Workshop on Remote Sensing. Khon-kaen, Thailand: pp. 162-166. Burrough, P. A. 1986. Principles of Geographic Information Systems for Land Resources

Assessment. Oxford, Clarendon Press. 193p.

Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara. 2012. Laporan Akhir Studi Alih Fungsi Lahan di Sumatera Utara. Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara. Medan.

ESRI. 2007. What is GIS? http://www.esri.com/what-is-gis., Diakses tanggal 18 Pebruari 2014. Hakim, A., Dampak Penerapan Kebijakan Konversi Hutan Pada Kerusakan Lingkungan (Studi

Kasus Pelepasan Kawasan Hutan untuk Perkebunan Kelapa Sawit),

http://respository.ui.ac.id/., Diakses tanggal 9 Maret 2013.

Onrizal. 2010. Perubahan Tutupan Hutan Mangrove di Pantai Timur Sumatera Utara Periode 1977-2006. Jurnal Biologi Indonesia 6(2): 163-17.

Purwoko, A., Riswan dan M.R. Siahaan. 2006. Analisis Perubahan Fungsi Lahan di Kawasan Pesisir dengan Menggunakan Citra Satelit Berbasis Sistem Informasi Geografis. Jurnal Wahana. Sekolah Pasca Sarjana USU. Medan.

Rahmawaty, T.R. Villanueva and M.G. Carandang. 2011. Participatory Land Use Allocation, Case Study in Besitang Watershed, Langkat, North Sumatera, Indonesia. Lambert Academic Publishing. Germany.

Rahmawaty, Mapping of Land Suitability for Oilpalm In Besitang Watershed Indonesia,Conference Prosiding “The final public international conference of the Benwood project on Short rotation forestry andAgroforestry: an exchange of experience between CDM countries and Europe, Marchesi di Barolo, Italy 20-22 Juni 2011, Hal 157-163.

Rahmawaty, T.R.Villanueva, M.G. Carandang, R.L.Lapitan, N.C. Bantayan, A.J.Alcantara, Forest Land Use Change Across Three-Time Periods. Prosiding The USU International Science and Technology Exhibition and Seminar (USU-ISTExS), Tiara Hotel Medan, Indonesia, 12-13 July 2011.

(19)

Gambar

Gambar 1. Alihfungsi lahan sawah menjadi lahan kelapa sawit (Rahmawaty dkk, 2011; Hakim, 2013) menjadi pemandangan yang umum terjadi di Sumatera Utara, terutama di Kawasan Pantai Timur
Gambar 2. Alih fungsi lahan sawah untuk budidaya tanaman kelapa juga banyak terjadi di persawahan potensial di Sumatera Utara
Gambar 5. Areal persawahan beralihfungsi menjadi komplek perumahan banyak terjadi di persawahan potensial di Sumatera Utara
Tabel 1.  Perubahan luas lahan sawah di setiap Kabupaten/Kota di Sumatera Utara dari tahun 2006 ke tahun 2011
+2

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hasil analisis ragam dari kedua variabel yang diteliti menunjukkan bahwa respon yang ditimbulkan akibat dari perbedaan perlakuan penggunaan sistim penyiapan air media

Karena keputusan mogok tersebut hanya didasari emosi dan tidak direncanakan dengan baik, maka sudah dapat dipastikan bahwa dampak dari mogok spontan tersebut tidak membuat perubahan

The PIQuAT (Portable Imagery Quality Assessment Test Field) field had been designed especially for the purposes of determining the quality parameters of UAV sensors, especially in

Penelitian ini memerlukan partisipasi dari karyawan bagian akademik fakultas ekonomi, bagian keuangan dan Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan (BAAK) yang menggunakan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis plankton terbanyak yang ada di perairan Desa Bahoi adalah fitoplankton kelas Bacillariophyceae dengan (63 genera) sedangkan

Pelaksanaan tindakan penelitian dilakukan dua siklus masing masing siklus terdiri dari empat kali pertemuan dengan penerapan model kooperatif tipe TGT untuk

Dari Tabel 16 ciri pembeda tiga kultivar padi gogo lokal, dari perhitungan anakan produktif yaitu Kenari memiliki anakan yang sangat banyak dengan skor 1,dari