• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB ASPEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNANAN BIDANG CIPTA KARYA DI KABUPATEN TAPANULI UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB ASPEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNANAN BIDANG CIPTA KARYA DI KABUPATEN TAPANULI UTARA"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, diamanatkan bahwa kewenangan pembangunan bidang Cipta Karya merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten/Kota terus didorong untuk meningkatkan belanja pembangunan prasarana bidang Cipta Karya agar kualitas lingkungan permukiman di daerah meningkat. Di samping membangun prasarana baru, pemerintah daerah perlu juga mengalokasikan anggaran belanja untuk pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana yang telah terbangun. Namun, seringkali pemerintah daerah memiliki keterbatasan fiskal dalam mendanai pembangunan infrastruktur permukiman.

Pemerintah daerah cenderung meminta dukungan pendanaan dari pemerintah pusat, namun perlu dipahami bahwa pembangunan yang dilaksanakan Ditjen. Cipta Karya dilakukan sebagai stimulan dan pemenuhan standar pelayanan minimal. Oleh karena itu, alternatif pembiayaan dari masyarakat dan sektor swasta perlu dikembangkan untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya yang dilakukan pemerintah daerah. Dengan adanya pemahaman mengenai keuangan daerah, diharapkan dapat disusun langkah-langkah peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya di daerah.

Pembahasan aspek pembiayaan dalam RPI2-JM pada dasarnya bertujuan untuk: a. Mengidentifikasi kapasitas belanja pemerintah daerah dalam

melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya;

b. Mengidentifikasi alternatif sumber pembiayaan antara lain dari masyarakat

BAB

IX

ASPEK PEMBIAYAAN

PEMBANGUNANAN

BIDANG CIPTA KARYA

(2)

dan sektor swasta untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya; c. Merumuskan rencana tindak peningkatan investasi pembangunan bidang

Cipta Karya.

9.1 Arahan Kebijakan Pembiayaan Bidang Cipta Karya

Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan arahan dalam peraturan dan perundangan terkait, antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

Tentang Pemerintah Daerah: Pemerintah daerah diberikan hak otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004.

Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah: untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah didukung sumber-sumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pendapatan Lain yang Sah, serta Penerimaan Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan digunakan untuk mendanai pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005.

Tentang Dana Perimbangan: Dana Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus. Pembagian DAU dan DBH ditentukan melalui rumus yang ditentukan Kementerian Keuangan. Sedangkan DAK digunakan untuk mendanai kegiatan Bidang Cipta Karya

(3)

khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional. Penentuan lokasi dan besaran DAK dilakukan berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007.

Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota: Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi 26 urusan, termasuk bidang pekerjaan umum. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan wajib pemerintahan yang merupakan urusan bersama diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.

5. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011.

Tentang Pinjaman Daerah: Sumber pinjaman daerah meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah Lainnya, Lembaga Keuangan Bank dan Non-Bank, serta Masyarakat. Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri, tetapi diteruskan melalui pemerintah pusat. Dalam melakukan pinjaman daerah Pemda wajib memenuhi persyaratan: a. Total jumlah pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75%

penerimaan APBD Tahun sebelumnya;

b. Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan pemerintah paling sedikit 2,5%;

c. Persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman;

d. Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari pemerintah;

(4)

e. Pinjaman jangka menengah dan jangka panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD.

6. Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005.

Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (dengan perubahan Perpres 13/2010 dan Perpres 56/2010): Menteri atau Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Jenis infrastruktur permukiman yang dapat dikerjasamakan dengan badan usaha adalah infrastruktur air minum, infrastruktur air limbah permukiman dan prasarana persampahan.

7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006.

Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri 59/2007 dan Permendagri 21/2011): Struktur APBD terdiri dari:

a. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah.

b. Belanja Daerah meliputi: Belanja Langsung dan Belanja TidakLangsung. c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan

Pengeluaran.

8. Peraturan Menteri PU Nomor 15 Tahun 2010.

Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Infrastruktur: Kementerian PU menyalurkan DAK untuk pencapaian sasaran nasional bidang Cipta Karya. Adapun ruang lingkup dan kriteria teknis DAK bidang Cipta Karya adalah sebagai berikut:

a. Bidang Infrastruktur Air Minum

DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Adapun kriteria teknis alokasi DAK diutamakan untuk program percepatan pengentasan kemiskinan dan memenuhi sasaran/ target Millenium Development Goals

(5)

(MDGs) yang mempertimbangkan:

- Jumlah masyarakat berpenghasilan rendah; - Tingkat kerawanan air minum.

b. Bidang Infrastruktur Sanitasi

DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses pemberdayaan masyarakat. DAK Sanitasi diutamakan untuk program peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan memenuhi sasaran/target MDGs yang dengan kriteria teknis:

- Kerawanan sanitasi;

- Cakupan pelayanan sanitasi.

9. Peraturan Menteri PU Nomor 14 Tahun 2011.

Tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum yang merupakan Kewenanangan Pemerintah dan dilaksanakan sendiri: Dalam menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai dana APBN, Kementerian PU membentuk satuan kerja berupa Satker Tetap Pusat, Satker Unit Pelaksana Teknis Pusat, dan Satuan Non Vertikal Tertentu. Rencana program dan usulan kegiatan yang diselenggarakan Satuan Kerja harus mengacu pada RPI2-JM bidang infrastruktur ke-PU-an yang telah disepakati. Gubernur sebagai wakil Pemerintah mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan kementerian yang dilaksanakan di daerah dalam rangka keterpaduan pembangunan wilayah dan pengembangan lintas sektor.

1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada Satuan Kerja di tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi Khusus bidang Air Minum dan Sanitasi.

2. Dana APBD Provinsi, meliputi Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah provinsi untuk

(6)

pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala provinsi/regional. 3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan

bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala kabupaten/kota.

4. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS), maupun skema Corporate Social Responsibility (CSR).

5. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.

6. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.

Dana-dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun, serta rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada. Oleh karena itu, dana-dana tersebut perlu dikelola dan direncanakan secara terpadu sehingga optimal dan memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan pelayanan bidang Cipta Karya.

9.2 Profil APBD Kabupaten

Tapanuli Utara

Bagian ini menggambarkan APBD Kabupaten Tapanuli Utara selama 5 Tahun terakhir dengan sumber data berasal dari dokumen Realiasasi APBD dalam 5 Tahun terakhir. Komponen yang dianalisis berdasarkan format Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 adalah Belanja Daerah, Pendapatan Daerah, dan Pembiayaan Daerah.

Sistem pengelolaan keuangan atau sistem penganggaran pemerintah termasuk didalamnya pemerintah daerah juga mengalami reformasi dan penguatan dengan terbitnya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Struktur Pendapatan daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang baru tersebut terdiri dari:

1) Pendapaan Asli Daerah; 2) Dana Perimbangan, dan;

(7)

3)

Lain-lain Penerimaan yang sah. Pendapatan Asli Daerah, terdiri dari: a) Pajak Daerah;

b) Retribusi Daerah;

c) Bagian Laba BUMD, dan;

d) Lain-lain PAD yang sah. Dana Perimbangan terdiri dari:  Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak;

 Dana Alokasi Umum (DAU), dan (3) Dana Alokasi Khusus (DAK). Rasio perbandingan antara jumlah realisasi dan anggaran pendapatan daerah atau sering disebut sebagai rasio pengumpulan (collection ratio) menunjukkan bahwa upaya penggalian pendapatan daerah masih belum efisien dan efektif. Hal itu nampak pada rasio pengumpulan pendapatan daerah yang rata-rata masih di bawah 100 persen, artinya realisasi belum dapat melampauai target yang direncanakan. Pengelolaan dan pengembangan pendapatan daerah terutama yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah masih menghadapi beberapa permasalahan antara lain:

a. Penentuan target atau anggaran pendapatan dari Tahun ke Tahun lebih didasarkan pada kaidah incremental (dinaikkan persentase tertentu dari pencapaian Tahun sebelumnya), dan kurang didasarkan pada kondisi potensi masing-masing jenis pendapatan;

b. Ketersediaan dan pengelolaan data base potensi untuk masing-masing jenis pendapatan masih belum optimal dilakukan oleh masing-masing instansi/dinas penghasil;

c. Penilaian tingkat keberhasilan dan kinerja instansi/dinas penghasil lebih pada ukuran rasio pengumpulan (collection ratio), dan kurang dipadukan dengan rasio cakupan (coverage ratio), sehingga tingkat keberhasilan yang didapatkan masing-masing instansi masih relative semu;

d. Upaya peningkatan dan pengembangan pendapatan lebih dianggap sebagai kegiatan rutin yang dilakukan oleh masing-masing instansi/dinas penghasil, dan bukan merupakan program atau kegiatan yang dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan dari waktu ke waktu;

e. Upaya peningkatan dan pengembangan pendapatan masih sering terkendala dengan upaya peningkatan dan pengembangan perekonomian, sehingga

(8)

karena alasan agar tidak terjadi kontra produktif terhadap dunia usaha, upaya peningkatan pendapatan lebih dikesampingkan.

Belanja Daerah

Belanja Daerah terdiri dari Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung. Belanja Daerah (local expenditure) diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah. Perlindungan dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak, serta mengembangkan sistim jaminan sosial.

Belanja daerah mempertimbangkan analisis standar belanja, standar harga dan pelayanan umum minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Belanja Kepala Daerah dan Wakil Daerah serta pimpinan dan anggota DPRD diatur dalam Perda (Peraturan Daerah) yang berpedoman pada undang-undang dan peraturan pemerintah.

Untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah kalau memang dibutuhkan dapat melakukan pinjaman yang bersumber dari Pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank dan masyarakat. Pemerinatah dalam persetujuan DPRD dapat menerbitkan obligasi daerah untuk membiayai investasi yang menghasilkan penerimaan daerah. Selain itu bahwa pemerintah daearah juga dapat melakukan pinjaman yang berasal dari penerusan pinjaman hutang luar negeri dan Menteri Keuangan atas nama Pemerintah setelah memperoleh pertimbangan Menteri dalam Negeri. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 9.1, Tabel 9.2, dan Tabel 9.3 berikut.

(9)

Tabel 9.1. Perkembangan Pendapatan Daerah di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2010-2014

PENDAPATAN DAERAH

Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014

Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Rp. %

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

Pendapatan Asli Daerah 15,499,925,147.47 2.78 23,104,103,678.54 3.42 34,023,120,252.85 4.69 37,952,077,661.95 4.45 6,211,733,472.83 2.17

a. Pajak Daerah 3,317,407,499.00 0.59 4,693,287,500.00 0.69 5,097,600,087.50 0.70 6,022,333,998.00 0.71 1,974,615,341.00 0.69 b. Retribusi Daerah 2,557,071,842.00 0.46 3,910,588,519.00 0.58 16,448,581,542.00 2.27 17,636,231,882.00 2.07 1,450,755,820.00 0.51 c. Hasil Pengolahan

Kekayaan Daerah yang dipisahkan

4,009,384,307.00 0.72 6,923,114,521.87 1.02 6,566,169,608.00 0.90 7,195,245,251.00 0.84 0 0.00

d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah

5,616,061,499.47 1.01 7,577,113,137.67 1.12 5,910,769,015.35 0.81 7,098,266,530.95 0.83 2,786,362,311.83 0.98

Dana Perimbangan 445,304,912,221.00 79.78 488,402,686,687.00 72.23 567,953,425,913.00 78.27 637,547,710,918.00 74.81 257,000,705,000.00 89.94 a. Dana Bagi Hasil

Pajak/Bagi Hasil bukan Pajak

28,011,295,221.00 5.02 25,788,562,258.00 3.81 30,387,273,913.00 4.19 29,306,489,918.00 3.44 0 0.00

b. Dana Alokasi Umum 369,275,117,000.00 66.16 405,822,524,429.00 60.02 487,345,532,000.00 67.16 552,463,211,000.00 64.83 248,683,845,000.00 87.03 c. Dana Alokasi Khusus 48,018,500,000.00 8.60 56,791,600,000.00 8.40 50,220,620,000.00 6.92 55,778,010,000.00 6.54 8,316,860,000.00 2.91

Lain-Lain Pendapatan

Daerah yang sah

97,326,948,579.00 17.44 164,665,391,934.00 24.35 123,633,852,011.00 17.04 176,733,922,612.00 20.74 22,523,019,600.00 7.88 a. Pendapatan Hibah 16,339,871,096.00 2.93 12,959,052,030.00 1.92 2,628,113,670.00 0.36 5,564,966,194.00 0.65 1,289,259,600.00 0.45 b. Dana Bagi Hasil Pajak dari

Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya

(10)

PENDAPATAN DAERAH

Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014

Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Rp. %

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

c. Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus

60,866,679,931.00 10.91 130,216,075,080.00 19.26 65,514,039,000.00 9.03 116,344,568,000.00 13.65 21,233,760,000.00 7.43 d. Bantuan Keuangan dari

Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya

9,368,480,000.00 1.68 6,699,711,731.00 0.99 45,191,438,000.00 6.23 47,053,594,000.00 5.52 0 0.00

Total Pendapatan 558,131,785,947.47 100 676,172,182,299.54 100 725,610,398,176.85 100 852,233,711,191.95 100 285,735,458,072.83 100

(11)

Tabel 9.2. Perkembangan Pendapatan Daerah di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2010-2014

BELANJA DAERAH Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014

Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Rp. %

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

Belanja Tidak langsung 337,599,107,824.00 61.59 367,495,767,623.71 52.12 422,893,049,403.00 57.33 471,481,408,239.00 56.51 140,818,835,627.00 86.91 a. Belanja Pegawai 317,571,086,912.00 57.93 343,495,627,792.00 48.71 398,850,040,853.00 54.07 428,183,336,252.00 51.32 127,291,773,917.00 78.56

b. Belanja bunga 1,212,120.00 0.00 1,225,513.71 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00

c. Belanja Subsidi 995,135,000.00 0.18 935,510,000.00 0.13 1,067,444,000.00 0.14 0 0.00 0 0.00 d. Belanja Hibah 3,416,258,142.00 0.62 6,724,945,700.00 0.95 8,552,199,000.00 1.16 24,572,248,119.00 2.94 11,690,355,210.00 7.22 e. Belanja Bantuan Sosial 3,010,669,150.00 0.55 3,631,658,268.00 0.52 788,158,000.00 0.11 3,147,781,000.00 0.38 272,266,000.00 0.17 f. Bantuan keuangan dari

provinsi/pemerintah daerah lainnya

9,999,950,000.00 1.82 10,056,674,350.00 1.43 11,237,812,550.00 1.52 11,528,994,868.00 1.38 1,521,340,500.00 0.94

g. Belanja Tidak Terduga 2,604,796,500.00 0.48 2,650,126,000.00 0.38 2,397,395,000.00 0.32 4,049,048,000.00 0.49 43,100,000.00 0.03

Belanja Langsung 210,567,683,736.00 38.41 337,627,372,972.00 47.88 314,807,001,646.00 42.67 362,903,291,344.15 43.49 21,207,863,791.00 13.09

a. Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil bukan Pajak

19,231,613,644.00 3.51 38,571,007,671.00 5.47 21,794,016,012.00 2.95 23,851,993,447.00 2.86 2,110,126,156.00 1.30 b. Dana Alokasi Umum 95,570,145,655.00 17.43 110,912,757,726.00 15.73 121,504,815,422.00 16.47 132,155,775,281.00 15.84 11,219,563,785.00 6.92 c. Dana Alokasi Khusus 95,765,924,437.00 17.47 188,143,607,575.00 26.68 171,508,170,212.00 23.25 206,895,522,616.15 24.80 7,878,173,850.00 4.86

Total Pendapatan 548,166,791,560.00 100 705,123,140,595.71 100 737,700,051,049.00 100 834,384,699,583.15 100 162,026,699,418.00 100

(12)

Tabel 9.3. Perkembangan Pembiayaan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara dalam 5 Tahun Terakhir

PEMBIAYAAN DAERAH

Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014

Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) Surflus/devisit(Pendapatan Daerah-Belanja Daerah) (-28.935.958.296,17) Penerimaan Pembiayaan 17.000.705.534,60 59.927.980.644,83 69.927.154.364,56 37.831.305.879,63 35.491.051.138,58

a. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SILPA) 17.000.705.534,60 59.027.980.664,83 53.927.154.364,56 36.831.305.879,63 24.687.881.729,48 b. Pencairan Dana Cadangan - - 16.000.000.000,00 - -

c. Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan

- - - - - d. Penerimaan Pinjaman Daerah - - - - - e. Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman - - - - - f. Penerimaan Piutang Daerah - - - 1.000.000.000,00 10.803.169.409,10 Pengeluaran Pembiayaan 1.563.134.547,48 20.575.572.042,63 4.112.081.386,76 720.000.000,00 2.973.912.050,00 a. Pembentukan Dana Cadangan - 16.000.000.000,00 - - - b. Penyertaan Modal (Investasi) Daerah 500.000.000,00 4.566.884.307,00 4.094.705.917,50 700.000.000,00 2.935.449.050,00

(13)

PEMBIAYAAN DAERAH

Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014

Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Rp. %

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

c. Pembayaran Pokok Utang 259.153.247,48 8.687.735,63 17.375.469,26 20.000.000,00 38.463.000,00 d. Pemberian Pinjaman

daerah

- - - - -

e. Lainnya (Pembayaran Hutang atas Barang dan Jasa)

803.981.300,00 - - - -

Sisa Lebih Pembiayaan

Anggaran Tahun

Berkenaan

59.027.980.664,83 53.927.154.364,56 36.831.305.883,63 - -

(14)

Pos-pos pendapatan dan belanja perlu diolah ke dalam bentuk grafik proporsi untuk melihat perkembangan proporsi sumber penerimaan dan pengeluaran selama lima Tahun terakhir berdasarkan Standar Akuntasi Pemerintah (PP Nomor 71 Tahun 2010). Berikut gambar 9.1. Grafik Perkembangan Proporsi Pendapatan dan Belanja dalam APBD Kabupaten Tapanuli Utara.

Gambar 9.1. Grafik Perkembangan Proporsi

(15)

9.3 Profil Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya di Kabupaten Tapanuli Utara

9.3.1 Perkembangan Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya Bersumber Dari APBN

Meskipun pembangunan infratruktur permukiman merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah, Ditjen. Cipta Karya juga turut melakukan pembangunan infrastruktur sebagai stimulan kepada daerah agar dapat memenuhi Standar Pelayanan Minimum (SPM). Setiap sektor yang ada di lingkungan Ditjen. Cipta Karya menyalurkan dana ke daerah melalui Satuan Kerja Non Vertikal (SNVT) sesuai dengan peraturan yang berlaku (Permen PU Nomor 14 Tahun 2011). Data dana yang dialokasikan pada suatu kabupaten/kota perlu dianalisis untuk melihat trend alokasi anggaran Ditjen. Cipta Karya dan realisasinya di daerah tersebut.

Tabel 9.4. Perkembangan APBN Bidang Cipta Karya di Kabupaten Tapanuli Utara dalam 5 Tahun Terakhir

Rp. X 1000

No. Sektor (SKPD) Alokasi

2009 Alokasi 2010 Alokasi 2011 Alokasi 2012 Alokasi 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1 Dinas Cipta Karya dan Perumahan 2.567.780. 1.328.680. 1.183.350. 1.213.220. 1.781.990. 2 Kantor Lingkungan Hidup 644.450. 646.560. 697.900. 917.060. 1.003.600. Total 3.212.230. 1.975.240. 1.881.250. 2.130.280. 2.785.590.

Sumber: Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Tapanuli Utara 2014

Di samping APBN yang disalurkan Ditjen. Cipta Karya kepada SNVT di daerah, untuk mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur permukiman juga dilakukan melalui penganggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan dana

(16)

APBN yang dialokasikan ke daerah tertentu dengan tujuan mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai prioritas nasional.

Prioritas nasional yang terkait dengan sektor Cipta Karya adalah pembangunan air minum dan sanitasi. DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Sedangkan DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses pemberdayaan masyarakat. Besar DAK ditentukan oleh Kementerian Keuangan berdasarkan Kriteria Umum, Kriteria Khusus dan Kriteria Teknis. Dana DAK ini perlu dilihat alokasi dalam 4 (empat) tahun terakhir sehingga bisa dianalisis perkembangannya.

Tabel 9.5. Perkembangan DAK Infrastruktur Cipta Karya di Kabupaten Tapanuli Utara dalam 4 Tahun Terakhir

Rp. X 1000

No. Jenis DAK Alokasi

2009 Alokasi 2010 Alokasi 2011 Alokasi 2012 (1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 DAK Air Minum 717.683 1.212.300 875.900 1.069.810

2 DAK Sanitasi 478.149 1.065.000 1.091.890 712.180

(17)

9.3.2 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber d ari APBD Kabupaten Tapanuli Utara dalam 5 Tahun Terakhir

Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara memiliki tugas untuk membangun prasarana permukiman di daerahnya. Untuk melihat upaya pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya perlu dianalisis proporsi belanja pembangunan Cipta Karya terhadap total belanja daerah dalam 3-5 tahun terakhir. Proporsi belanja Cipta Karya meliputi pembangunan infrastruktur baru, operasional dan pemeliharaan infrastruktur yang sudah ada. Perlu disusun tabel proporsi berdasarkan sektor-sektor Cipta Karya yang ada. Untuk lebih jelas dapat dilihat tabel 9.6. Perkembangan Alokasi APBD untuk Pembangunan Bidang Cipta Karya dalam 5 (lima) Tahun Terakhir di Kabupaten Tapanuli Utara berikut.

(18)

Tabel 9.6. Perkembangan Alokasi APBD untuk Pembangunan Bidang Cipta Karya dalam 5 Tahun Terakhir Kabupaten Tapanuli Utara

No. Sektor (SKPD) Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013

Alokasi (Rp) % Alokasi (Rp) % Alokasi (Rp) % Alokasi (Rp) % Alokasi (Rp) %

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) 1 Pengembangan Air Minum 2 Pengembangan PPLP 3 Pengembangan Permukiman 4 Penataan Bangunan dan Lingkungan 5 Total Belanja APBD

Bidang Cipta Karya

Total Belanja APBD Bidang Cipta Karya

(19)
(20)

Selain itu, pemerintah daerah juga didorong untuk mengalokasikan Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) sebagai dana pendamping kegiatan APBN di kabupaten/kota. DDUB ini menunjukan besaran komitmen pemerintah daerah dalam melakukan pembangunan bidang Cipta Karya.

Untuk lebih jelas dapat dilihat tabel 9.7. Perkembangan DDUB dalam 5 (lima) Tahun Terakhir di Kabupaten Tapanuli Utara berikut.

(21)

Tabel 9.7. Perkembangan DDUB dalam 5 Tahun Terakhir Kabupaten Tapanuli Utara

No. Sektor (SKPD) Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013

Alokasi APBN DDUB Alokasi APBN DDUB Alokasi APBN DDUB Alokasi APBN DDUB Alokasi APBN DDUB

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) 1 Pengembangan Air Minum 2 Pengembangan PPLP 3 Pengembangan Permukiman 4 Penataan Bangunan dan Lingkungan Total Sumber: ………..

(22)

9.3.3 Perkembangan Investasi Perusahaan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Bidang Cipta Karya Dalam 5 Tahun Terakhir

Perusahaan daerah yang dibentuk pemerintah daerah memiliki dua fungsi, yaitu untuk menyediakan pelayanan umum bagi kesejahteraan sosial (social oriented) sekaligus untuk menghasilkan laba bagi perusahaan maupun sebagai sumber pendapatan pemerintah daerah (profit oriented). Ada beberapa perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang pelayanan bidang Cipta Karya, seperti di sektor air minum, persampahandan air limbah. Kinerja keuangan dan investasi perusahaan daerah perlu dipahami untuk melihat kemampuan perusahaan daerah dalam meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan secara berkelanjutan. Pembiayaan dari perusahaan daerah dapat menjadi salah satu alternatif dalam mengembangkan infrastruktur Cipta Karya.

Dalam bagian ini disajikan kinerja perusahaan daerah yang bergerak di bidang Cipta Karya berdasarkan aspek keuangan, aspek pelayanan, aspek operasi dan aspek sumber daya manusia. Khusus untuk PDAM, indikator tersebut telah ditetapkan BPP- SPAM untuk diketahui apakah perusahaan daerah memiliki status sehat, kurang sehat atau sakit. Di samping itu, pada bagian ini dicantumkan juga nilai dan volume kegiatan pembangunan, operasi dan pemeliharaan prasarana secara umum yang dilaksanakan oleh perusahaan daerah yang ada di kabupaten dalam 3-5 tahun terakhir.

9.3.4 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari Swasta Dalam 5 Tahun Terakhir

Sehubungan dengan terbatasnya kemampuan pendanaan yang dimiliki pemerintah, maka dunia usaha perlu dilibatkan secara aktif dalam pembangunan infrastruktur Cipta Karya melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) untuk kegiatan yang berpotensi cost-recovery atau Corporate Social Responsibility (CSR) untuk kegiatan non-cost recovery. Dasar hukum pembiayaan dengan skema KPS adalah Perpres Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur

(23)

serta Permen PPN Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Sedangkan landasan hukum untuk pelaksanaan CSR tercantum dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Di Kabupaten Tapanuli Utara, belum adanya kerja sama antara Pemerintah Daerah dengan pihak swasta khususnya bidang Cipta Karya. Untuk ke depannya diharapkan agar terjalin kerja sama dalam menanggulangi kebutuhan masyarakat Tapanuli Utara dalam bidang Cipta Karya melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) untuk kegiatan yang berpotensi cost-recovery atau Corporate Social Responsibility (CSR) untuk kegiatan non-cost recovery. Berikut tabel 9.8 Perkembangan KPS Bidang Cipta Karya dlam 5 Tahun Terakhir di Kabupaten Tapanuli Utara.

(24)

Tabel 9.8. Perkembangan KPS Bidang Cipta Karya dalam 5 Tahun Terakhir di Kabupaten Tapanuli Utara

Kegiatan Tahun Komponen KPS Satuan Volume Nilai (Rp) Skema KPS Ket.

(2) (3) (4) (5) (6)

Pengembangan Air Minum a. - b. - Pengembangan PPLP a. - b. - Pengembangan Permukiman a. - b. -

Penataan Bangunan dan Lingkungan a. -

b. -

(25)

9.4 Proyeksi dan Rencana Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya Kabupaten Tapanuli Utara

Untuk melihat kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan (sesuai jangka waktu RPI2-JM) maka dibutuhkan analisis proyeksi perkembangan APBD Kabupaten.

9.4.1 Proyeksi APBD 5 Tahun ke Depan

Proyeksi APBD Kabupaten Tapanuli Utara dalam lima tahun ke depan dilakukan dengan melakukan perhitungan regresi terhadap kecenderungan APBD dalam lima tahun terakhir menggunakan asumsi atas dasar trend historis. Setelah diketahui pendapatan dan belanja maka diperkirakan alokasi APBD terhadap bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan dengan asumsi proporsinya sama dengan rata-rata proporsi tahun-tahun sebelumnya.

Adapun langkah-langkah proyeksi APBD ke depan adalah sebagai berikut sebagai berikut:

1. Menentukan presentase pertumbuhan per pos pendapatan

Setiap pos pendapatan dihitung rata-rata pertumbuhannya dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan: Y0 = Nilai tahun ini

Y-1 = Nilai 1 tahun sebelumnya Y-2 = Nilai 2 tahun sebelumnya

Dalam menentukan presentase pertumbuhan dihitung setiap pos pendapatan yang terdiri dari PAD, Dana Perimbangan (DAU, DAK, DBH), dan Lain-lain pendapatan yang sah.

(26)

2. Menghitung proyeksi sumber pendapatan dalam 5 tahun ke depan: Yn=Y0 (1+r) n

Setelah diketahui tingkat pertumbuhan pos pendapatan maka dapat dihitung nilai proyeksi pada 5 tahun ke depan dengan menggunakan rumus proyeksi geometris sebagai berikut:

Keterangan:

Yn = Nilai pada tahun n Y0 = Nilai pada tahun ini r = % pertumbuhan

n = tahun ke n (1-5)

3. Menjumlahkan Pendapatan dalam APBD tiap tahun dan menghitung kapasitas daerah dalam pendanaan pembangunan bidang Cipta Karya. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 9.9. Proyeksi Pendapatan APBD dalam 5 Tahun ke Depan berikut.

(27)

Tabel 9.9. Proyeksi Pendapatan APBD dalam 5 Tahun ke Depan Komponen APBD Realisasi (Rp.) % Pertum buhan Proyeksi (Rp.)

2012 (Y-2) 2013 (Y-1) 2014 (Y0) 2015 (Y1) 2016 (Y2) 2017 (Y3) 2018 (Y4) 2019 (Y5)

(1) (2) (3) (4) (6) (7) (8) (9) (10) (11) 1. Pendapatan Asli 34,023,120,252.85 37,952,077,661.95 6,211,733,472.83 2. Dana Perimbangan: a. DAU 487,345,532,000.00 552,463,211,000.00 248,683,845,000.00 b. DBH 30,387,273,913.00 29,306,489,918.00 0 c. DAK 50,220,620,000.00 55,778,010,000.00 8,316,860,000.00

- DAK Air Minum - DAK Sanitasi 3. Lain Lain Pendapatan

yang Sah

123,633,852,011.00 176,733,922,612.00 22,523,019,600.00

Total APBD

(28)

Dari data proyeksi APBD tersebut, dapat dinilai kapasitas keuangan daerah dengan metode analisis Net Public Saving dan kemampuan pinjaman daerah (DSCR).

Net Public Saving (NSP)

Net Public Saving atau Tabungan Pemerintah adalah sisa dari total penerimaan daerah setelah dikurangkan dengan belanja/pengeluaran yang mengikat. Dengan kata lain, NPS merupakan sejumlah dana yang tersedia untuk pembangunan. Besarnya NPS menjadi dasar dana yang dapat dialokasikan untuk bidang Cipta Karya. Berdasarkan proyeksi APBD, dapat dihitung NPS dalam 3-5 tahun ke depan untuk melihat kemampuan anggaran pemerintah berinvestasi dalam bidang Cipta Karya. Adapun rumus perhitungan NPS adalah sebagai berikut:

Net Public Saving = Total Penerimaan Daerah - Belanja Wajib NPS = (PAD+DAU+DBH+DAK) - (Belanja mengikat + Kewajiban Daerah)

 Belanja Mengikat adalah belanja yang harus dipenuhi/tidak bisa dihindari oleh Pemerintah Daerah dalam tahun anggaran bersangkutan seperti belanja pegawai, belanja barang, belanja bunga, belanja subsidi, belanja bagi hasil serta belanja lain yang mengikat sesuai peraturan daerah yang berlaku.  Kewajiban Daerah antara lain pembayaran pokok pinjaman, pembayaran

kegiatan lanjutan, serta kewajiban daerah lain sesuai dengan peraturan daerah yang berlaku.

Analisis Kemampuan Pinjaman Daerah (Debt Service Coverage Ratio)

Pinjaman Daerah merupakan alternatif pendanaan APBD yang digunakan untuk menutup defisit APBD, pengeluaran pembiayaan atau kekurangan arus kas. Pinjaman Daerah dapat bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan Masyarakat (obligasi). Berdasarkan PP Nomor 30 Tahun 2011 Tentang Pinjaman Daerah, Pemerintah Daerah wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

(29)

a. Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;

b. Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah;

c. Persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh calon pemberi pinjaman;

d. Dalam hal Pinjaman Daerah diajukan kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah juga wajib memenuhi persyaratan tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah.

Salah satu persyaratan dalam permohonan pinjaman adalah rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman atau dikenal dengan Debt Service Cost Ratio (DSCR). Berdasarkan peraturan yang berlaku, DSCR minimal adalah 2,5. DSCR ini menunjukan kemampuan pemerintah untuk membayar pinjaman, sekaligus memberikan gambaran kapasitas keuangan pemerintah. Oleh karena itu, DSCR dalam 3-5 tahun ke depan perlu dianalisis dalam RPI2-JM dengan rumus sebagai berikut:

Lain Biaya Bunga Pinjam Pokok Wajib Belanja DBHDR DBH DAU PAD DSCR        Keterangan:

PAD = Pendapatan Asli Daerah DAU = Dana Alokasi Umum

DBH = Dana Bagi Hasil DBHDR = DBH Dana Reboisasi

(30)

9.4.2 Rencana Pembiayaan Perusahaan Daerah

Beberapa kabupaten/kota memiliki perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang pelayanan bidang Cipta Karya seperti air minum, air limbah maupun persampahan. Dalam hal ini, perusahaan daerah tersebut umumnya memiliki rencana dalam lima tahun ke depan dalam bentuk business plan. Informasi ini dibutuhkan untuk mengetahui kontribusi perusahaan daerah untuk pendanaan pembangunan bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan sesuai jangka waktu RPI2-JM.

9.4.3 Rencana Kerjasama Pemerintah dan Swasta Bidang Cipta Karya

Dalam menggali sumber pendanaan dari sektor swasta, Pemerintah Daerah perlu menyusun daftar proyek potensial yang dapat dikerjakan dengan skema kerjasama pemerintah dan swasta di bidang Cipta Karya untuk ditawarkan ke pihak swasta. Daftar proyek potensial tersebut disusun berdasarkan identifikasi usulan program dan kegiatan setiap sektor serta tingkat kelayakan ekonomi dan finansial dari program tersebut.

Tabel 9.10. Proyek Potensial yang dapat dibiayai dengan KPS dalam 5 Tahun Ke Depan

Nama Kegiatan Deskripsi Kegiatan Biaya Kegiatan (Rp) Kelayakan Finansial Ket. (1) (2) (3) (4) (5) - - - IRR= - - - - - -

Keterangan: IRR: Internal Rate of Return Sumber: ……….

(31)

9.5 Analisis Tingkat Keterpaduan Strategi Peningkatan Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya

Sebagai kesimpulan dari analisis aspek pembiayaan, dilakukan analisis tingkat ketersediaan dana yang ada untuk pembangunan bidang infrastruktur Cipta Karya yang meliputi sumber pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan daerah, serta dunia usaha dan masyarakat. Kemudian, perlu dirumuskan strategi peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya dengan mendorong pemanfaatan pendanaan dari berbagai sumber.

9.5.1 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah

Ketersediaan dana yang dapat digunakan untuk membiayai usulan program dan kegiatan yang ada dalam RPI2-JM dapat dihitung melalui hasil analisis yang telah dilakukan dengan penjabaran sebagai berikut:

a. Proyeksi dana dari pemerintah pusat (APBN) dengan menggunakan asumsi trend historis maksimal 10% dari tahun sebelumnya;

b. Proyeksi dana dari pemerintah daerah (APBD) berdasarkan hasil perhitungan;

c. Rencana pembiayaan dari perusahaan daerah berdasarkan analisis;

d. Hasil identifikasi kegiatan potensial untuk dibiayai melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS).

9.5.2 Strategi Peningkatan Investasi Bidang Cipta Karya

Dalam rangka percapatan pembangunan bidang Cipta Karya di daerah dan untuk memenuhi kebutuhan pendaanan dalam melaksanakan usulan program yang ada dalam RPI2-JM, maka Pemerintah Daerah perlu menyusun suatu set strategi untuk meningkatkan pendanaan bagi pembangunan infrastruktur permukiman. Oleh karena itu pada bagian ini, Satgas RPIJM daerah agar merumuskan strategi peningkatan investasi pembangunan infrastruktur bidang

(32)

Cipta Karya, yang meliputi beberapa aspek antara lain: 1. Strategi peningkatan DDUB oleh kabupaten dan provinsi;

2. Strategi peningkatan penerimaan daerah dan efisiensi penggunaan anggaran;

3. Strategi peningkatan kinerja keuangan perusahaan daerah;

4. Strategi peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya;

5. Strategi pendanaan untuk operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi infrastruktur permukiman yang sudah ada;

6. Strategi pengembangan infrastruktur skala regional.

Dalam mencapai target Millenium Development Goals (MDGs) merupakan komitmen bersama internasional yang bersifat umum dan global dalam rangka mempercepat pencapaian kesejahteraan masyarakat yang salah satunya adalah menambah pelayanan kemudahan akses air minum dan sanitasi untuk 50% penduduk yang belum mendapatkannya serta berbagi bidang ke Cipta Karya-an lainnya seperti pengembangan pemukiman, pengelolaan sampah, drainase hingga manajemen sumber daya manusia. Untuk mencapai sasaran ayang termuat dalam MDGs, selain adanya ketersediaan dan kelayakan program serta kegiatan dengan ketersediaan pendanaan yang tidak sedikit jumlahnya, akan diperlukan berbagai alternatif sumber pembiayaan yang potensial yang dapat digunakan dalam rangka mencapai sasaran yang ditetapkan dalam Renstra Cipta Karya 2015-2019 sebagai garis besar program Direktorat Jenderal Cipta Karya untuk mendukung pencapaian sasaran yang termuat dalam MDGs.

Regulasi yang ada, baik yang berbentuk UU, PP, Perpres maupun Permen memberi kesempatan bagi masyarakat dan swasta untuk terlibat aktif dalam pengembangan pembangunan dan pengelolaan bidang air minum dan sanitasi. Menurut Husnan (1996) proyek investasi merupakan suatu rencana untuk menginvestasikan sumber-sumber daya baik proyek raksasa ataupun proyek kecil untuk memperoleh manfaat pada masya akan datang. Pada umumnya manfaat ini dalam bentuk nilai uang. Sedang modal, bisa saja berbentuk bukan uang, misalnya tanah, mesin, bangunan dan lain-lain. Oleh sebab itu,

(33)

berdasarkan teori ekonomi, investasi berarti pembelian (dan produksi) dari modal barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang.

Skema investasi pada dasarnya disusun untuk melihat berbagai kemungkinan sumber pendanaan, model kelembagaan dan sistem operasional yang bisa digunakan dalam kegiatan pengembangan pembangunan di Bidang Cipta Karya. Skema pendanaan disusun dengan asumsi bahwa infrastruktur di bidang Cipta Karya merupakan obyek bisnis yang mempunyai daya jual dan menguntungkan secara finansial.

A. Air Minum dan Sanitasi

Investasi bidang air minum dan sanitasi yang saat ini sudah terlaksana adalah menggunakan sumber pendanaan dari pemerintahan, pihak swasta dan masyarakat ataupun kesinergisan di antara ke 3 pelaku sumber pendanaan tersebut yaitu pendanaan dari Pemerintah dan Swasta, Pemerintah dan masyarakat atau swasta dan masyarakat. Sumber pendanaan dari Pemerintah biasanya digunakan mendanai investasi untuk proyek yang bersifat non cost recovery sedangkan pendanaan dari sumber swasta untuk proyek yang bersifat cost recovery. Kerjasama swasta pada pelaksanaan pembangunan air minum dan sanitasi dapat terselenggara di seluruh tahapan pengelolaan ataupun hanya sebagian saja.

Investasi bidang air minum dan sanitasi merupakan sebuah pola yang menggambarkan berlangsungnya pelaksanaan investasi yang dimulai dari tahap pra konstruksi, konstruksi dan paska konstruksi. Terdapat 3 (tiga) pemangku kepentingan dalam skema pendanaan ini, yaitu Pemerintah, swasta dan masyarakat, dimana masing-masing mempunyai peran yang berbeda di setiap tahapan pelaksanaan investasi.

(34)

Tabel 9.11. Skema Pendanaan Air Minum dan Sanitasi

No. Pemangku

Kepentingan Pra Konstruksi Konstruksi Pasca Konstruksi

1 Pemerintah  Menawarkan kepada pihak swasta proyek pengembangan,

pembangunan dan

pengelolaan infrastruktur air minum dan sanitasi yang mempunyai nilai bisnis.

 Menyiapkanlahan untuk pelaksanaan proyek, yang selanjutnya dapat diakui sebagai (1) capital sharing pemerintah atau (2) subsidi kepada masyarakat

 Menyiapkan dana proyek pengembangan,

pembangunan dan

pengelolaan infrastruktur air minum dan sanitasi yang bsia diakui sebagai (1) capital sharing pemerintah atau (2) subsidi kepada masyarakat.  Menyiapakan sarana dan prasarana pendukung pengembangan, pembangunan dan pengelolaan

investasi bidang air

minum dan

sanitasi.

 Monitoring dan pengawasan.

 Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan kerjasama investasi.  Merencanakan tarif

yang akan diberlakukan.

2

Pihak Swasta  Menyiapkan FS, DED, AMDAL IMB Proyek pengembangan,

pembangunan dna

pengelolaan infrastruktur air minum dan sanitasi.  Menyiapkan dana sebagai

capital sharing untuk proyek pengembangan,

pembangunan dan

pengelolaan infrastruktur air minum dan sanitasi.

Melaksanakan

pembangunan proyek.

 Melakukan operasi dan perawatan infrastruktur Air minum dan sanitasi yang terbangun.

 Merencanakan tarif yang akan diberlakukan.

3

Masyarakat  Menyiapkan dana untuk pengembangan dan pembangunan

Mengembangkan dan membangun sarana

dan prasarana

 Melakukan operasi dan perawatan terhadap infrastruktur Air minum

(35)

No. Pemangku

Kepentingan Pra Konstruksi Konstruksi Pasca Konstruksi

infrastruktur air minum dan sanitasi skala komunal, misalnya untuk pembangunan instalasi air limbah, gerobak sampah, perlengkapan pengolahan sampah dan sebagainya.

 Menyediakan lahan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan proyek pengembangan,

pembangunan,

pengelolaan infratruktur air minum dan sanitasi khususnya untuk lokasi instalasi air limbah

komunal dan

pembangunan dan

pengelolaan infrastruktur air minum dan sanitasi khususnya untuk lokasi instalasi air limbah komunal.

pelayanan air minum dan sanitasi seperti instalasi air limbah, gerobak sampah, perlengkapan

pengolahan sampah dan sebagainya.

dan sanitasi yang terbangun.

Alternatif pendanaan bidang air minum meliputi:  SPAM MBR Perkotaan;

 SPAM Perdesaan;  SPAM Kawasan Khusus;  SPAM IKK.

Untuk skema pendanaan dibagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu pendanaan untuk investasi dan pendanaan untuk manajemen.

(36)

B. Penataan Bangunan Lingkungan dan Pembangunan Pemukiman

Kemampuan Pemerintah untuk berbagai kegiatan PBL dan Bangkim baik pada saat pra konstruksi, kontruksi dan paska konstruksi melalui APBN tidak mencukupi. Diperlukan berbagai alternatif pembiayaan potensial, khususnya dari masyarakat dan dunia usaha (swasta). Pengembangan, pembangunan dan pengelolaan infrastruktur PBL dan Bangkim saat ini sudah banyak yang mensinergikan peran pemerintah, masyarakat dan swasta. Keterlibatan masyarakat dan swasta tersebut karena beberapa infrastruktur PBL dan Bangkim memang mempunyai daya jual yang relatif tinggi, sehingga masyarakat dan swasta mempunyai keyakinan bahwa investasi yang ditanamkannya akan memberikan return yang layak atas modal yang dipakai dalam bisnis pengembangan, pembangunan dan pengelolaan infrastruktur PBL dan Bangkim. Sinergi antara pemerintah, masyarakat dan swasta dalam pengembangan pembangunan dan pengelolaan infrastruktur PBL dan Bangkim dimulai dari tahap pra konstruksi, konstruksi sampai dengan pasca konstruksi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kegiatan pengembangan, pembangunan dan pengelolaan infrastruktur PBL dan Bangkim mempunyai potensi bisnis yang menguntungkan.

Tabel 9.12. Skema Pendanaan Kegiatan PBL dan Bangkim

No. Kegiatan Pra Konstruksi Konstruksi Paska Konstruksi

1 Pemerintah Menyediakan lahan yang

dibutuhkan untuk

pelaksanaan kegiatan pengembangan,

pembangunan dan

pengelolaaan infrastruktur PBL dan Bangkim sebagai (1)

Capital sharing dengan sektor swasta atau (2) subsidi pemerintah kepada masyarakat.

Menyiapkan sumber daya keuangan dan/atau

sumber daya non

keuangan untuk kegiatan pengembangan,

pembangunan dan

pengelolaaan infrastruktur PBL dan Bangkim sebagai (1) Capital sharing

dengan sektor swasta atau (2) subsidi pemerintah kepada masyarakat.

Melakukan perawatan secara kontiniu terhadap infrastruktur pendukung PBL, misalnya: transportasi, komunikasi, listrik, parkir, dsb.

(37)

No. Kegiatan Pra Konstruksi Konstruksi Paska Konstruksi

Mendukung Law

Enforcement sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi sektor swasta yang terlibat dalam kegiatan pengembangan,

pembangunan dan

pengelolaan infrastruktur PBL

dan Bangkim untuk

menjamin kepastian hukum dan kelancaran usaha yang dijalankan sektor.

Menyiapkan dan

menanggung semua

kebutuhan sumber daya keuangan dan/atau

sumber daya non

keuangan yang diperlukan

dalam kegiatan pengembangan, pembangunan dan pengelolaaan infrastruktur PBL dan Bangkim. Melakukan pengembangan infrastruktur pendukung seperti transportasi, komunikasi, listrik, parkir dan sebagainya, sejalan dengan perkembangan infrastruktur PBL dan Bangkim bersangkutan.

Menyiapkan Master Plan,

Feasibility Study, Detail Engineering Desain (DED), Kajian Analisis Dampak Lingkungan (Amdal), Ijin kegiatan pengembangan,

pembangunan dan

pengelolaan infrastruktur PBL dan Bangkim.

Menyiapkan sumber daya keuangan dan/atau sumber daya non

keuangan untuk menyediakan infrastruktur pendukung kegiatan pengembangan, pembangunan dan pengelolaan infrastruktur PBL dan Bangkim mis: transportasi, komunikasi, listrik, parkir dan sebagainya.

Kepemilikan asset kerjasama pengembangan,

pembangunan dan

pengelolaan PBL dan Bangkim tergantung pada pola kerjasama yang digunakan dan modal yang disetorkan (capital sharing) setiap pihak yang terlibat.

Menyiapkan kajian

konservasi kegiatan pengembangan,

pembangunan dan

pengelolaan infrastruktur PBL dan Bangkim khususnya untuk gedung dan bangunan tua dan bersejarah (heritage).

Menawarkan kepada sektor

swasta kegiatan

pengembangan,

pembangunan dan

pengelolaan infrastruktur PBL

dan Bangkim yang

mempunyai nilai bisnis yang menguntungkan.

(38)

No. Kegiatan Pra Konstruksi Konstruksi Paska Konstruksi

bangunan (IMB) untuk kegiatan pengembangan, pembangunan dan pengelolaan infrastruktur PBL dan Bangkim. 2 Sektor Swasta Menyiapkan FS sebagai pembanding FS yang dibuat oleh pemerintah.

Menyiapkan sumber daya keuangan dan/atau

sumber daya non

keuangan sebagai capital

sharing dengan pemerintah dalam kegiatan. Menyiapkan kajian konservasi kegiatan pengembangan, pembangunan dan pengelolaan infrastruktur PBL dan Bangkim. Melakukan perawatan secara kontiniu terhadap infrastruktur PBL dan bangkim yang dikelolanya.

Menyiapkan DED, kegiatan Analisis Dampak Lingkungan dan IMB Lingkungan kegiatan pengembangan, pembangunan dan pengelolaan infrastruktur PBL dan Bangkim. Menyiapkan dan menanggung semua

kebutuhan sumber daya keuangan dan/atau

sumber daya non

keuangan yang diperlukan

dalam kegiatan pengembangan, pembangunan dan pengelolaan infrastruktur PBL dan Bangkim. Kepemilikan asset kerjasama pengembangan, pembangunan dan pengelolaan infrastruktur PBL dan Bangkim

tergantung pada pola kerjasama.

Menyiapkan sumber daya keuangan dan/atau sumber daya non keuangan sebagai

capital sharing dengan

pemerintah dalam pengembangan, pembangunan dan pengelolaan infrastruktur PBL dan Bangkim. Menyiapkan kajian konservasi kegiatan pengembangan, pembangunan dan pengelolaan infrastruktur PBL

(39)

No. Kegiatan Pra Konstruksi Konstruksi Paska Konstruksi

dan Bangkim khususnya untuk gedung dan bangunan tua dan bersejarah (heritage).

Menyiapkan proposal kelayakan usaha (FS) untuk pengajuan pendanaan kegiatan pengembangan,

pembangunan dan

pengelolaan infrastruktur PBL dan Bangkim kepada bank atau lembaga keuangan lainnya.

Gambar

Tabel 9.1. Perkembangan Pendapatan Daerah di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2010-2014
Tabel 9.2. Perkembangan Pendapatan Daerah di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2010-2014
Tabel 9.3. Perkembangan Pembiayaan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara dalam 5 Tahun Terakhir
Gambar 9.1. Grafik Perkembangan Proporsi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang perbedaan ukuran dan bentuk kepala antara kelompok usia 7-18 tahun yang masih

Penelitian ini diharapkan mampu mendapatkan gambaran spatial dan temporal kasus DBD, mengidentifikasi faktor risiko perilaku, demografi, dan geografi terhadap penyebaran

Hasil penelitian menunjukan secara umum terdapat perbedaan penguasaan konsep yang signifikan (p= 0,00) antara kelas eksperimen yang belajar dengan menerapkan model project

Sebelum mendapatkan polis yang berisi syarat-syarat umum dan khusus, calon pemegang polis akan memperoleh gambaran 12 Terdapat dalam polis Unit Link Syariah PT. AXA Financial

Dari pemaparan ini, sebagian pengamat memandang bahwa pemikiran-pemikiran Nasr tersebut dari banyak segi cocok dan relevan hanya untuk menjadi solusi bagi masyarakat modern,

berpolitik Perintah agama, mengandung kesucian, penggilan kemanusiaan Berpolitik bagian dari ibadah, setiap ibadah akan memperoleh pahala di akhirat Sebagai alat untuk

Sepanjang kontrak kerja adalah „bebas‟, apa yang diperoleh pekerja tidak ditentukan oleh nilai sesungguhnya dari barang-barang yang dihasilkannya, tetapi oleh kebutuhan

Rerata motilitas spermatozoa pada kelompok KM2 dibandingkan dengan KM3 menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan (p=0,000) berarti pemberian ekstrak kulit manggis