• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Keikutsertaan masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa dibutuhkan untuk mensinkronkan rencana pembangunan desa yang akan dilaksanakan dengan apa yang dibutuhkan masyarakat. Pembangunan adalah suatu proses kegiatan yang berlangsung dalam jangka waktu yang panjang dan terus-menerus. Dengan kata lain, pembangunan itu bersifat dinamis. Kondisi dinamis dalam pembangunan tersebut bisa dilihat dalam dua konteks, yakni yang pertama adalah masyarakat itu yang selalu berubah, dan kedua bahwa pembangunan itu sendiri dimaksudkan untuk membawa perubahan yakni dari kondisi yang sekarang menuju kondisi lain di masa depan yang lebih baik dan bijaksana.

Orientasi pembangunan yang mengikutsertakan partisipasi masyarakat terkandung suatu pengertian bahwa rakyat adalah subjek pembangunan, bukan objek pembangunan. Sebagai subjek pembangunan berarti rakyat didorong untuk aktif terlibat dalam proses pembangunan sejak perencanaan sampai dengan pelaksanaan serta pemeliharaan dan pengembangan suatu hasil pembangunan.

Perencanaan merupakan tahap awal dan paling penting dalam pembangunan. Perencanaan pembangunan merupakan penentu utama dalam keberhasilan pembangunan yang akan dilakukan di dalam suatu Negara. Perencanaan yang baik dan matang akan melahirkan hasil yang baik pula. Oleh karena itu, dalam perencanaan pembangunan harus melibatkan semua pihak yang di dalamnya bukan hanya sebagai objek tetapi juga sebagai subjek dalam pelaksanaan pembangunan.

Sebagai objek pembangunan manusia dipandang sebagai sasaran yang dibangun. Dalam hal ini pembangunan meliputi ikhtisar ke dalam diri manusia, berupa pembinaan pertumbuhan jasmani, dan perkembangan rohani yang meliputi

(2)

kemampuan penalaran, sikap diri, sikap sosial, dan sikap terhadap lingkungannya, tekad hidup yang positif serta keterampilan kerja.

Potensi-potensi kebaikan yang perlu dikembangkan aktualisasinya seperti kemampuan berusaha, berkreasi, kesediaan menerima kenyataan, berpendrian, rasa bebas yang bertanggung jawab, kejujuran, toleransi, rendah hati, tenggang rasa, kemampuan bekerjasama, menerima, melaksanakan kewajiban sebagai keniscayaan, menghormati hak orang lain dan seterusnya.

Manusia dipandang sebagai subjek pembangunan karena ia dengan segenap kemampuannya mempunyai kemampuan untuk merencanakan dan membangun. Misalkan saja menggarap lingkungannya secara dinamis dan kreatif, baik terhadap sarana lingkungan alam maupun lingkungan sosial.

Sesuai dengan amanat yang diemban dalam UU No. 32 tahun 2004, perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya harus berorientasi ke bawah dan melibatkan masyarakat luas, melalui pemberian wewenang perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di tingkat daerah. Dengan cara ini pemerintah makin mampu menyerap aspirasi masyarakat banyak, sehingga pembangunan yang dilaksanakan dapat memberdayakan dan memenuhi kebutuhan rakyat banyak.

Rakyat harus menjadi pelaku dalam pembangunan, masyarakat perlu dibina dan dipersiapkan untuk dapat merumuskan sendiri permasalahan yang dihadapi, merencanakan langkah-langkah yang diperlukan, melaksanakan rencana yang telah diprogramkan, menikmati produk yang dihasilkan dan melestarikan program yang telah dirumuskan dan dilaksanakan. Pengikutsertaan masyarakat dalam perencanaan pembangunan merupakan salah satu cara yang efektif untuk menampung dan mengakomodasi berbagai kebutuhan yang beragam. Dengan kata lain, upaya peningkatan partisipasi masyarakat pada perencanaan pembangunan dapat membawa keuntungan substantif, dimana pelaksanaan pembangunan akan lebih efektif dan efesien, di samping itu juga akan memberi sebuah rasa kepuasan dan dukungan masyarakat yang kuat terhadap program-program pemerintah.

(3)

Antara partisipasi masyarakat dengan kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk berkembang secara mandiri, terdapat kaitan yang erat sekali. Kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi merupakan tanda adanya kemampuan awal masyarakat itu untuk berkembang secara mandiri. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat menumbuhkan kemampuan masyarakat tersebut. Sebagai keluaran, partisipasi dapat digerakkan atau dibangun. Disini, partisipasi berfungsi sebagai keluaran proses stimulasi atau motivasi melalui berbagai upaya.

Pusic (dalam Adi, 2001: 206-207) menyatakan bahwa perencanaan pembangunan tanpa memperhatikan masyarakat akan menjadi perencanaan di atas kertas. Berdasarkan pandangannya, partisipasi dalam pembangunan desa dilihat dari dua hal, yaitu:

a. Partisipasi dalam perencanaan

Pembangunan melalui partisipasi masyarakat merupakan salah satu upaya untuk memberdayakan potensi masyarakat dalam merencanakan pembangunan yang berkaitan dengan potensi sumber daya lokal berdasarkan kajian musyawarah, yaitu peningkatan aspirasi berupa keinginan dan kebutuhan nyata yang ada dalam masyarakat, peningkatan motivasi dan peran serta kelompok masyarakat dalam proses pembangunan, dan peningkatan rasa memiliki pada kelompok masyarakat terhadap program kegiatan yang telahdisusun.

Prinsip kerja dari pembangunan melalui partisipasi masyarakat adalah sebagai berikut :

1. Program kerja disampaikan secara terbuka kepada masyarakat dengan melakukan komunikasi partisipatif agar mendapat dukungan masyarakat.

2. Program kerja dilaksanakan melalui kerjasama dan kerja bersama kelompok antara masyarakat, pejabat desa dan segenap warga dalam rangka memperkecil hambatan dalam program.

(4)

3. Program kerja tidak mengarah pada golongan tertentu di masyarakat atau kelompok agar tidak menimbulkan perpecahan.

4. Selama program berjalan, koordinasi selalu dilakukan secara vertikal maupun horizontal.

5. Tidak perlu bersikap superior atau “merasa paling tahu” dalam setiap kesempatan pelaksanaan program kerja

6. Tidak perlu memberikan janji kepada siapapun tetapi kesungguhan kerja dalam konteks program kerja yang sudah ditentukan.

Segi positif dari partisipasi dalam perencanaan adalah program-program pembangunan desa yang telah direncanakan bersama sedangkan segi negatifnya adalah adanya kemungkinan tidak dapat dihindari pertentangan antar kelompok dalam masyarakat yang dapat menunda atau bahkan menghambat tercapainya keputusan bersama.

b. Partisipasi dalam pelaksanaan

Segi positif dari partisipasi dalam perencanaan adalah bahwa bagian terbesar dari program (penilaian kebutuhan dan perencanaan program telah selesai dikerjakan). Tetapi segi negatifnya adalah kecenderungan menjadikan warga Negara sebagai objek pembangunan, dimana warga hanya dijadikan pelaksana pembangunan tanpa didorong untuk mengerti dan menyadari permasalahan yang mereka hadapi dan tanpa ditimbulkan untuk mengatasi masalah. Sehingga warga masyarakat tidak secara emosional terlibat dalam program, yang berakibat kegagalan seringkali tidak dapat dihindari.

Partisipasi sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya kandungan kapital yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Partisipasi hanya mungkin dilakukan bila seseorang memiliki kapital sosial yaitu jaringan kerja, aturan-aturan yang jelas dan kepercayaan. Dalam partisipasi yang dipertukarkan adalah hak dan kewajiban. Kapital sosial merupakan wahana yang memungkinkan terjadinya pertukaran itu. Pertukaran akan semakin sering bila pertukaran tersebut mengakibatkan pemenuhan hak

(5)

seimbang dengan pelaksanaan kewajiban yang akan mempengaruhi frekuensi pertukaran sosial. Partisipasi masyarakat juga akan ditentukan oleh perilaku masyarakat yaitu harapan mereka untuk memperoleh keuntungan/manfaat. Semakin besar manfaat yang diperoleh seseorang atas suatu kegiatan maka semakin tinggi tingkat partisipasinya (Saragi, 2004:49). Jadi agar partisipasi warga makin meningkat dalam kegiatan-kegiatan atau program pembangunan maka harus dijamin adanya pertukaran yang adil.

Menurut Budi Supriyanto (2009:344) bahwa partisipasi masyarakat yang dibutuhkan dalam pembangunan adalah partisipasi yang dilakukan secara sukarela atau tanpa paksaan dan didorong oleh prakarsa atau swadaya masyarakat. Tentunya hal ini sangat relevan dengan cita-cita otonomi daerah yakni untuk mendorong prakarsa dan swadaya masyarakat.

Perencanaan pembangunan desa peranannya sangat penting. Karena dari perencanaan pembangunan inilah kesejahteraan masyarakat desa diarahkan. Karena itu sudah menjadi kewajiban pemerintahan desa untuk menampung aspirasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa. Aspirasi masyarakat dapat tertampung dengan cara melibatkan Badan Permusyawaratan Desa dalam perencanaan pembangunan tersebut.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah enam tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Pimpinan dan anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Lembaga inilah yang menjembatani masyarakat dengan pemerintahannya. Di sini

(6)

dibutuhkan prakarsa dan swadaya masyarakat untuk ikut serta dalam merencanakan pembangunan di desanya sendiri.

Keikutsertaan masyarakat merupakan wujud partisipasi dan juga sebagai subjek dalam perencanaan pembangunan di desanya. Sebagai subjek pembangunan tentunya warga masyarakat hendaknya sudah dilibatkan untuk menentukan perencanaan pembangunan sesuai dengan kebutuhan objektif masyarakat yang bersangkutan.

Dengan begitu, arah perencanaan pembangunan yang akan dilaksanakan dapat menyentuh langsung pada kebutuhan masyarakat. Sehingga program perencanaan pembangunan desa yang akan dicanangkan, setiap individu dapat berpartisipasi seoptimal mungkin. Ide-ide pembangunan harus berdasarkan pada kepentingan masyarakat desa dalam memenuhi kebutuhannya yang menunjang terhadap pembangunan nasional.

Ide-ide pembangunan desa demikian inilah yang akan ditampung dalam Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan akan dimufakatkan bersama dalam musyawarah pembangunan desa sehingga dapat direncanakan dengan baik antara pemerintah dengan masyarakat. Hal ini pada akhirnya akan menumbuhkan prakarsa dan swadaya masyarakat serta partisipasi aktif nantinya pada saat pelaksanaan pembangunan desa.

Dari uraian di atas maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian ilmiah dengan judul “Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Perencanaan Pembangunan Desa ( Studi Tentang Proyek Desa di Desa Gunung Tua Panggorengan Kecamatan Panyabungan).”

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pemikiran dan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah: Bagaimanakah peranan Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) dalam perencanaan pembangunan desa di Desa Gunung Tua Panggorengan Kecamatan Panyabungan.

(7)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang penulis harapkan dapat dicapai melalui penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam perencanaan pembangunan desa di Desa Gunung Tua Panggorengan Kecamatan Panyabungan.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini adalah : 1. Sebagai usaha untuk meningkatkan kemampuan berfikir melalui karya

ilmiah dan untuk menerapkan teori-teori yang telah penulis terima selama perkuliahan di Departeman Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Sebagai kontribusi bagi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam perencanaan pembangunan desa di Desa Gunung Tua Panggorengan Kecamatan Panyabungan.

1.5. Kerangka Teori

1.5.1. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Untuk melaksanakan kewenangan yang dimiliki oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) lembaga ini bertugas menampung serta menyalurkan aspirasi masyarakatnya bersama pemerintahan yang berwenang di desa. Lembaga ini pada hakikatnya adalah mitra kerja pemerintah desa yang memiliki kedudukan sejajar dalam menyelenggarakan urusan Pemerintahan Desa, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.

Sebagai lembaga legislasi, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) juga memiliki hak untuk menyetujui atau tidak terhadap kebijakan desa yang dibuat oleh Pemerintah Desa. Lembaga ini juga dapat membuat rancangan peraturan desa secara bersama-sama dengan Pemerintah Desa untuk ditetapkan menjadi peraturan desa. Disini terjadi mekanisme check and balance system dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang lebih demokratis.

(8)

Karena dalam UU No. 32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa pembangunan kawasan pedesaan yang dilakukan oleh kabupaten/ kota dan atau pihak ketiga mengikutsertakan Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa. untuk itu, pemerintah mendorong terbentuknya lembaga yang menjembatani pemerintah dengan masyarakatnya, salah satunya yaitu Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam rangka pemberdayaan dan penguatan desa.

Sebagai lembaga pengawasan, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) memiliki kewajiban untuk melakukan kontrol terhadap implementasi kebijakan desa, Anggaran dan Pendapatan Belanja Desa (APBDes) serta pelaksanaan keputusan Kepala Desa. Dan dapat juga dibentuk lembaga kemasyarakatan desa sesuai kebutuhan desa untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan.

Badan Permusyawaratan Desa dalam melaksanakan fungsinya tentu saja memerlukan aspirasi masyarakat desa sebagai acuan dalam penentuan perencanaan desa yang akan ditetapkan bersama-sama dengan perangkat desa.

Adapun dalam merumuskan aspirasi masyarakat, ada beberapa teknik perumusan aspirasi yang dapat dilakukan oleh BPD, yakni sebagai berikut:

1. Menggali aspirasi masyarakat ke lapangan, BPD dapat menggunakan: a. Teknik observasi, yaitu dengan cara mengamati (meninjau, memantau,

melihat, untuk kemudian mencatat/memotret) objek-objek yang dituju. Teknik ini dapat dilakukan secara bersama-sama atau secara masing-masing anggota BPD dengan terjun langsung ke lapangan, ke masyarakat di tempat tinggalnya. Teknik ini dapat digunakan misalnya untuk mengecek apakah suatu jalan, suatu gang, suatu jembatan, suatu bangunan fasilitas umum/sosial, suatu lokasi untuk pemasangan jaringan listrik/telepon, suatu lapang olahraga, dan seterusnya layak untuk dibangun, diperbaiki/direnovasi, atau dievaluasi. Hasil pencatatan/ pemotretan dapat digunakan untuk bahan diskusi atau perumusan pada kegiatan rapat BPD, untuk bahan dokumentasi, atau bahan lampiran pengajuan proyek, dan sebagainya.

(9)

b. Teknik wawancara, yaitu dengan cara tanya-jawab antara anggota BPD dan individu/anggota masyarakat yang dianggap sebagai tokohnya dan dapat mewakili kelompok masyarakatnya itu. Teknik ini dapat dilakukan secara bersama-sama atau secara masing-masing oleh anggota BPD, baik secara bergiliran atau simultan/paralel di tempat/lokasi yang berbeda-beda. Teknik ini dapat digunakan misalnya untuk menampung aspirasi yang sebenarnya dari kelompok masyarakat, yang karakteristik masyarakatnya relatif lebih bersifat homogen/paternalistik/paguyuban (panut pada pemimpin kelompoknya). Hasil wawancara berupa catatan-tulisan dan rekaman-kaset dapat digunakan untuk bahan diskusi atau perumusan pada kegiatan rapat BPD, untuk bahan dokumentasi, atau bahan lampiran pengajuan proyek, dan sebagainya.

c. Teknik focus group discussion (FGD), yaitu dengan cara diskusi bersama kelompok yang dijadikan fokus pengumpulan aspirasi yang dianggap dapat mewakili kelompok masyarakat yang lebih luas. Teknik ini dapat dilakukan secara bersama-sama atau secara masing-masing anggota BPD, baik secara bergiliran atau simultan/paralel di tempat yang berbeda-beda. Teknik ini dapat digunakan misalnya untuk menampung aspirasi yang sebenarnya dari kelompok masyarakat, yang karakteristik masyarakatnya relatif lebih bersifat heterogen (panut pada hasil kesepakatan bersama). Hasil diskusi berupa catatan dan rekaman kaset dapat digunakan untuk bahan diskusi atau perumusan pada kegiatan rapat BPD, untuk bahan dokumentasi, atau bahan lampiran pengajuan proyek, dan sebagainya

2. Menampung aspirasi masyarakat di Kantor/Sekretariat, BPD dapat menggunakan:

a. Teknik dengar pendapat, yaitu dengan cara mendengarkan dengan baik, mencatat dengan lengkap, bertanya seperlunya dengan maksud melengkapi bahan/fakta, dan menjawabnya hanya dengan janji atau

(10)

kata kata dan akan meneruskannya kepada Kepala Desa, rapat BPD, atau pihak-pihak lain yang dituju. Melalui teknik ini, BPD dapat mencatat dan menerima surat pengajuan aspirasi dari anggota/kelompok masyarakat yang datang ke Kantor.

b. Teknik diskusi, yaitu dengan cara bertukar-pikiran atau tanya-jawab untuk mendapatkan rumusan yang tepat, lengkap, dan benar untuk kemudian diperjuangkan kepada Kepala Desa, rapat BPD, atau pihak- pihak lain yang dituju. Melalui teknik ini, BPD dapat mencatat atau merekam hasil diskusi.

3. Mempelajari peraturan perundang-undangan, BPD dapat menggunakan teknik studi pustaka, yaitu dengan cara mencari, membaca, dan mencatat hal-hal pokok yang akan dikemukakan/disosialisasikan/ dijadikan landasan:

a. Dalam proses merumuskan aspirasi masyarakat desa pada forum rapat BPD,

b. Dalam menjawab pertanyaan/permasalahan pada forum diskusi atau forum dengar pendapat atau forum FGD, dan

c. Untuk keperluan lainnya. Teknik ini dapat digunakan dalam membaca buku, peraturan perundangundangan, surat kabar, dan sebagainya di satu pihak atau dalam merancang peraturan desa, membuat program pembangunan desa, merancang anggaran penerimaan dan pengeluaran keuangan desa, dan sebagainya di lain pihak.

4. Mendiskusikan aspirasi masyarakat diluar rapat resmi, BPD dapat menggunakan:

a. Teknik komparasi, yaitu dengan cara membandingkan persamaan dan perbedaan hasil yang didapat oleh anggota BPD yang satu dengan yang lainnya, antara yang ada pada para anggota BPD dengan sumber-sumber lainnya (Kepala Desa, Kepala Dusun/Kampung, Ketua RW/RT, wartawan, Babinsa, partai politik, ormas, LSM, dan

(11)

seterusnya). Melalui teknik ini, perbedaan-perbedaan dalam bentuk data dan informasi dapat dikurangi atau diperkecil.

b. Teknik cek dan silang, yaitu dengan cara memeriksa kebenaran fakta/data/informasi tentang aspirasi masyarakat desa yang diperoleh dari satu pihak kepada pihak-pihak lain karena terdapatnya ketidakpercayaan/ ketidakyakinan atau bahkan karena adanya kontraversi diri dari para anggota BPD. Bila ternyata terdapat kontraversi antar kelompok masyarakat tentang suatu aspirasi, BPD sepatutnya menggunakan teknik cek-silang untuk mencari solusi jalantengah atau memilih salah satu versi yang benar yang didukung oleh mayoritas masyarakat.

1.5.2. Perencanaan

Untuk dapat menjamin sistematisasi pelaksanaan pembangunan perlu dipahami bahwa proses perencanaan atau tahapan-tahapan di dalam penyusunan perencaaan tersebut dipandang sangat penting. Menurut Bintoro (2001:12) tahapan-tahapan penyus

unan perencanaan itu meliputi :

a. Tinjauan keadaan, yang meliputi identifikasi masalah-masalah pokok yang dihadapi, seberapa jauh kemajuan yang telah dicapai untuk menjamin kontinuitas kegiatan-kegiatan usaha, hambatan-hambatan yang masih dikembangkan.

b. Perkiraan keadaan masa yang akan dilalui rencana, untuk dapat mengetahui kecenderungan-kecenderungan perspektif masa depan.

c. Perkiraan tujuan rencana dan pemilihan cara-cara pencapaian tujuan rencana tersebut.

d. Identifikasi kebijaksanaan dan atau kegiatan ini adalah tahap persetujuan rencana.

Secara lebih terinci lagi, tahapan-tahapan perencanaan ini dijelaskan oleh S.P.Siagian (1997:108) dalam bukunya “Administrasi Pembangunan” adalah sebagai berikut :

(12)

a. Mengetahui sifat hakiki dari masalah yang dihadapi. b. Kumpulkan data-data.

c. Penganalisaan data-data. d. Penentuan beberapa alternatif.

e. Memilih cara-cara yang kelihatannya terbaik. f. Pelaksanaan.

g. Penilaian hasil yang dicapai.

1.5.3. Pembangunan

pembangunan dapat diartikan sebagai `suatu upaya terkoordinasi

untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk memenuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004:15). Mengenai pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi yang bermacam-macam seperti halnya perencanaan. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain. Namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005 : 25).

Siagian (1994:86) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Sedangkan Ginanjar Kartasasmita (1997:61) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.

Proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung pada level makro (nasional) dan mikro (commuinity/group). Makna penting dari pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan, pertumbuhan dan diversifikasi. Sebagaimana dikemukakan oleh para para ahli di atas, pembangunan adalah semua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana.

(13)

Sedangkan perkembangan adalah proses perubahan yang terjadi secara alami sebagai dampak dari adanya pembangunan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005:34).

Bintoro (l993:59) menyebutkan bahwa pembangunan merupakan proses tanpa ada akhir, suatu kontinuitas perjuangan mewujudkan ide dan realitas yang akan terus berlangsung sepanjang kurun sejarah. Berarti jelaslah bahwa suatu pembangunan tidak lain merupakan suatu proses pertumbuhan dan perubahan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Berencana dan dilaksanakan secara sadar.

b. Selalu diarahkan pada usaha peningkatan atau menuju kepada keadaan yang lebih baik.

c. Berlangsung terus-menerus.

Dari defenisi di atas mengisyaratkan dengan jelas bahwa keikutsertaan masyarakat dalam proses penentuan pembangunan di desanya adalah sangat dominan. Melibatkan mental dan emosi masyarakat desa yang dapat mendorong mereka untuk berpartisipasi penuh bagi tercapainya tujuan masyarakat dengan jalan mendiskusikan, menentukan keinginan, merencanakan dan mengerjakannya secara bersama-sama dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan berbasis partisipasi masyarakat.

Partisipasi dapat didefinisikan sebagai proses dimana seluruh pihak dapat membentuk dan terlibat dalam seluruh inisitaif pembangunan. Maka, pembangunan yang partisipatif adalah proses yang melibatkan masyarakat secara aktif dalam seluruh keputusan substansial yang berkenaan dengan kehidupan mereka.

Dalam bidang politik dan sosial, partisipasi bermakna sebagai upaya melawan ketersingkiran. Jadi, dalam partisipasi, siapapun dapat memainkan peranan secara aktif, memiliki kontrol terhadap kehidupannya sendiri, mengambil peran dalam masyarakat, serta menjadi lebih terlibat dalam pembangunan.

(14)

Pada akhirnya, tujuan partisipasi adalah untuk meningkatkan inisiatif masyarakat terhadap pengelolaan sumberdaya untuk pembangunan. Jika dicermati, makna partisipasi berbeda-beda menurut mereka yang terlibat, misalnya antara pengambil kebijakan, pelaksana di lapangan, dan masyarakat. Para ahli telah membuat pengklasifikasian partisipasi menjadi tujuh karakteristik tipologi partisipasi, yang berturut-turut semakin dekat kepada bentuk yang ideal, yaitu :

1. Partisipasi pasif atau manipulatif. Ini merupakan bentuk partisipasi yang paling lemah. Karakteristiknya adalah masyarakat menerima pemberitahuan apa yang sedang dan telah terjadi. Pengumuman sepihak oleh pelaksana proyek tidak memperhatikan tanggapan masyarakat sebagai sasaran program. Informasi yang dipertukarkan terbatas pada kalangan profesional di luar kelompok sasaran belaka.

2. Partisipasi informatif. Masyarakat menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian untuk proyek, namun tidak berkesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses penelitian. Akurasi hasil penelitian, tidak dibahas bersama masyarakat.

3. Partisipasi konsultatif. Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi, sedangkan orang luar mendengarkan, menganalisa masalah dan pemecahannya. Belum ada peluang untuk pembuatan keputusan bersama. Para profesional tidak berkewajiban untuk mengajukan pandangan masyarakat (sebagai masukan) untuk ditindaklanjuti.

4. Partisipasi insentif. Masyarakat memberikan korbanan dan jasa untuk memperoleh imbalan insentif berupa upah, walau tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran atau eksperimen-eksperimen yang dilakukan. Masyarakat tidak memiliki andil untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan setelah insentif dihentikan.

5. Partisipasi fungsional. Masyarakat membentuk kelompok sebagai bagian proyek, setelah ada keputusan-keputusan utama yang disepakati. Pada tahap awal, masyarakat tergantung kepada pihak luar, tetapi secara bertahap menunjukkan kemandiriannya.

(15)

6. Partisipasi interaktif. Masyarakat berperan dalam analisis untuk perencanaan kegiatan dan pembentukan atau penguatan kelembagaan. Cenderung melibatkan metoda interdisipliner yang mencari keragaman perspektif dalam proses belajar yang terstruktur dan sistematis. Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atas pelaksanaan keputusan-keputusan mereka, sehingga memiliki andil dalam keseluruhan proses kegiatan.

7. Mandiri (self mobilization). Masyarakat mengambil inisiatif sendiri secara bebas (tidak dipengaruhi oleh pihak luar) untuk merubah sistem atau nilai-nilai yang mereka junjung. Mereka mengembangkan kontak dengan lembaga-lembaga lain untuk mendapatkan bantuan dan dukungan teknis serta sumber daya yang diperlukan. Masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada dan atau digunakan.

Akhir-akhir ini telah lahir konvergensi antara hasrat pelibatan masyarakat dalam perumusan kebijakan dan implementasinya dengan terciptanya good

governance. Telah diupayakan mencari berbagai bentuk baru partisipasi yang

bersifat lebih langsung. Intinya adalah bagaimana masyarakat dapat mempengaruhi pemerintah dan memaksa mereka agar lebih accountable.

1.5.4. Perencanaan Pembangunan

Perencanaan pembangunan merupakan suatu fungsi utama Manajemen Pembangunan yang selalu diperlukan karena kebutuhan akan pembangunan lebih besar dari sumber daya (resources) yang tersedia. Melalui perencanaan yang baik dapat dirumuskan kegiatan pembangunan yang secara efisien dan efektif dapat memperoleh hasil yang optimal dalam pemanfaatan sumberdaya yang tersedia dan potensi yang ada.

S.P.Siagian (1997:120) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”.

(16)

Menurut Tjokroamidjojo (1998:25), perencanaan dalam arti seluas-luasnya tidak lain adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu.Perencanaan adalah suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efisien dan efektif.

Terkait dengan perencanaan pembangunan, unsur- unsur pokok yang harus tercakup dalam perencanaan adalah:

1. Adanya kebijaksanaan atau strategi dasar rencana pembangunan atau sering disebut dengan tujuan, arah, prioritas dan sasaran pembangunan. 2. Adanya kerangka rencana atau kerangka makro rencana.

3. Perkiraan sumber-sumber pembangunan, khususnya yang digunakan untuk pembiayaan pembangunan.

4. Kerangka kebijakan yang konsisten. Berbagai kebijakan perlu dirumuskan dan kemudian dilaksanakan. Dalam konteks Indonesia, perencanaan pembangunan menjadi penting mengingat sumber- sumber ekonomi yang semakin terbatas dan akan menjadi habis, jumlah penduduk yang sangat besar dan beragam, tingkat pendidikan dan kemampuan manajerial yang masih rendah.

1.5.5. Langkah-langkah Penyusunan Perencanan Pembangunan Desa

Bintoro (1993:2) menyebutkan : “Dengan perencanaan pembangunan dimaksudkan agar pembangunan terselenggara secara berencana, yaitu secara sadar, teratur, sistematis, berkesinambungan, mengusahakan peningkatan dan kemampuan menahan gejolak-gejolak di dalam pelaksanaannya.

Agar usaha-usaha pembangunan dapat berhasil mencapai sasaran, maka pengarahan untuk pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan sumber-sumber yang ada perlu berpedoman pada suatu rencana yang terwujud dalam suatu bentuk perencanaan pembangunan. Bintoro (1998:12) menyatakan bahwa :

(17)

a. Perencanaan dalam arti seluas-luasnya tidak lain adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.

b. Perencanaan adalah suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya (maksimal output) dengan sumber-sumber yang ada agar lebih efektif dan efisien.

c. Perencanaan adalah penentuan tujuan yang akan dicapai atau yang akan dilaksanakan, bagaimana, bilamana, dan pada siapa.

d. Perencanaan pembangunan adalah suatu pengarahan penggunaan sumber-sumber pembangunan (termasuk sumber-sumber-sumber-sumber ekonomi) yang terbatas adanya untuk mencapai tujuan-tujuan sosial ekonomi yang lebih baik secara lebih efektif dan efisien.

Oleh sebab itu dapat diketahui bahwa suatu perencanaan pembangunan, khususnya perencanaan pembangunan desa sangat membutuhkan pendekatan yang menyeluruh. Perencanaan pembangunan desa merupakan perencanaan pembangunan yang dilakukan masyarakat sendiri, dari dan untuk masyarakat sendiri, dengan pengarahan, bimbingan, bantuan, dan pembinaan serta pengawasannya dilakukan oleh pemerintah.

Jadi, dengan proses pembangunan yang seperti ini apa yang menjadi harapan dan keinginan masyarakat desa dapat terpenuhi dan diwujudkan dalam bentuk nyata berlandaskan musyawarah. Musyawarah merupakan salah satu asas dasar negara Indonesia. Musyarawah pembangunan yang diadakan oleh Pemerintah Desa disebut Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Desa.

Musrenbang Desa dalam penjelasannya tentang panduan penyelenggaraan musyawarah perencanaan pembangunan desa/kelurahan tahun 2008 adalah forum musyawarah tahunan para pemangku kepentingan (stakeholder) desa/kelurahan untuk menyepakati rencana kegiatan untuk tahun anggaran berikutnya.

(18)

Musrenbang desa dilakukan setiap bulan Januari untuk menyusun rencana kegiatan tahunan desa dengan mengacu/memperhatikan kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) yang sudah disusun.

Musrenbang yang bermakna akan membangun kesepahaman tentang kepentingan dan kemajuan desa, dengan memotret potensi dan sumber-sumber pembangunan yang tersedia baik dari dalam desa sendiri maupun dari luar desa. Musrenbang adalah forum publik perencanaan (program) yang diselenggarakan oleh lembaga publik yaitu pemerintah desa/kelurahan bekerjasama dengan warga dan para pemangku kepentingan. Penyelenggaraan musrenbang merupakan salah satu tugas pemerintah desa/ kelurahan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.

Pembangunan tidak akan bergerak maju apabila salah satu saja dari tiga komponen tata pemerintahan (pemerintah, masyarakat, swasta) tidak berperan atau berfungsi. Karena itu, musrenbang juga merupakan forum pendidikan warga agar menjadi bagian aktif dari tatapemerintahan dan pembangunan. Perencanaan pembangunan desa sesuai dengan hakekat pengertian pembangunan desa yaitu perencanaan pembangunan dari, oleh dan untuk masyarakat desa.

Desa adalah subjek pembangunan, namun dalam pelaksanaannya masih perlu bimbingan dan bantuan pemerintahan yang lebih tinggi.

Menurut Suwignjo (1992) untuk meminimalisir permasalahan yang akan dihadapi dalam pembangunan desa maka sebelum menetapkan perencanaan pembangunan desa maka harus terlebih dahulu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah adalah kegiatan pertama dari unsur perencanaan pembangunan desa. Masalah yang perlu diperhatikan dari kegiatan ini adalah keadaan masa lalu, keadaan sekarang dan kecenderungan- kecenderungan di masa yang akan datang, yang meliputi beberapa faktor seperti :

(19)

a. Faktor perkembangan jumlah penduduk, kegiatan ekonomi penduduk. b. Faktor pembatas, yang meliputi: luas wilayah, nilai-nilai sosial

budaya, dan sumber daya alam.

2. Pengumpulan Data

Langkah selanjutnya setelah identifikasi masalah adalah dilakukan kegiatan pengumpulan data yang mempunyai kaitan dengan faktor-faktor yang diperlukan dalam penyusunan rencana pembangunan desa. Data tersebut diperoleh melalui penelitian lapangan atau berdasarkan data yang tertuang dalam papan potensi desa yang dijamin kebenarannya.

Data tata ruang desa merupakan faktor pembatas, karena tidak ada perubahan dalam luas, yang terjadi hanya penggunaan tanah. Perubahan-perubahan penggunaan tanah terjadi karena adanya Perubahan-perubahan aktivitas ekonomi penduduk desa yang bersangkutan. Setiap perubahan perlu dicatat dalam buku register desa dan papan potensi desa.

3. Analisa Data

Langkah berikut setelah pengumpulan data ialah analisa data. Data disistematiskan, disusun sebagai suatu rencana, disusun sesuai urutan prioritas pembangunan. Langkah-langkah sistematis dalam penyusunan rencana pembangunan desa dilakukan melalui penjenisan rencana sesuai dengan tingkatannya. Dengan demikian manakala pada saat sekarang usaha di sektor industri dan jasa memberikan pendapatan lebih besar dibandingkan dengan sektor pertanian maka masyarakat cenderung untuk memilih pada sektor industri dan jasa, sedangkan sektor pertanian ditinggalkan.

4. Penentuan Sasaran Pembangunan

Dengan telah ditetapkan urutan prioritas permasalahan yang harus diselesaikan melalui serangkaian kegiatan pembangunan maka dapat disusun sasaran-sasaran yang akan dicapai.

(20)

Dalam penentuan sasaran harus pula diperhatikan faktor-faktor pendukung pelancar seperti sumber daya alam, sumber daya manusia serta faktor penghambat, seperti sulitnya transportasi, pengetahuan yang belum memadai dari aparat yang terlibat dalam perencanaan pembangunan.

Selanjutnya agar rencana sesuai dengan kemampuan dan dapat dilaksanakan, maka beberapa hal pokok yang perlu mendapat jawaban adalah :

a. Apa tujuan dan sasaran yang hendak dicapai,

b. Berapa sumber yang dimiliki yang merupakan potensi (alam, manusia dan transportasi),

c. Apa masalah yang dihadapi,

d. Bagaimana program sebagai usaha mengatasi masalah tersebut, e. Dimana kegiatan itu dilakukan,

f. Kapan rencana itu harus dilaksanakan, dan waktu penyelesaiannya.

Dari uraian di atas maka secara singkat dapat dikemukakan bahwa langkah-langkah utama dalam penyusunan suatu rencana pembangunan desa terdiri dari:

a. Studi keadaan masa lalu dan keadaan masa sekarang serta kecenderungan di masa yang akan datang,

b. Penentuan di dalam menghadapi masalah-masalah dengan memanfaatkan potensi yang ada berdasarkan studi analisa,

c. Tindakan yang dilaksanakan didasarkan pada tahapan-tahapan prioritas pembangunan dalam rangka pola pembangunan nasional dan daerah. d. Menyerasikan tindakan-tindakan itu dengan kondisi-kondisi serta

batasan-batasan yang berpengaruh.

1.6. Jenis-jenis Rencana Desa

Ada beberapa jenis, perencanaan desa, dari rencana yang umum sampai rencana yang khusus. Rencana tersebut mempunyai kaitan antara satu dengan yang lain, karena rencana yang umum memberikan arahan kepada rencana yang

(21)

khusus. Selanjutnya secara garis besar perencanaan tersebut akan diuraikan sebagai berikut :

1. Rencana Umum

Rencana Umum adalah suatu rencana peruntukan bumi air dan ruang angkasa yang akan menunjukkan dan memuat pedoman bagi perkembangan suatu desa dan wilayah sekitarnya untuk keperluan penghidupan dan kehidupan yang masih dalam batas kemungkinan.

Rencana Umum Desa merupakan rencana menyeluruh sehingga harus mempunyai kekuatan mengikat, untuk itu diperlukan legalitas hukum. Berhubungan dengan itu maka setiap Rencana Umum Desa suatu desa perlu disahkan oleh instansi yang lebih tinggi yang secara fungsional bertanggung jawab terhadap perencanan pembangunan suatu wilayah yang bersangkutan.

Suatu Rencana Umum Desa harus mengandung segi-segi perencanaan sebagai berikut:

a. Sesuai dengan atau mempunyai kaitan dengan berbagai Rencana Tata Guna Tanah,

b. Suatu gambaran umum mengenai arah dan kecenderungan perkembangan dan perubahan desa yang diperlukan di masa yang akan datang,

c. Perumusan sasaran dan tujuan masyarakat desa di masa yang akan datang,

d. Aspek kelembagaan yang diuraikan peranannya dengan jelas,

e. Suatu gambaran mengenai bentuk dan sifat perkembangan yang diperkirakan di masa yang akan datang,

f. Perumusan kebijakan umum serta strategi program pembangunan desa untuk mencapai sasaran dan tujuan pembangunan desa.

Rencana Umum Desa digambarkan dalam bentuk peta dasar dengan uraian yang jelas dan mudah dimengerti. Materi Rencana Induk Desa yang perlu dikemukakan adalah :

(22)

a. Struktur tata ruang pemukiman desa, sesuai dengan fungsi desa yang bersangkutan,

b. Struktur lapangan kerja, dituangkan dalam struktur tata ruang kegiatan umum,

c. Pola sirkulasi, pola jaringan utama, dituangkan dalam jaringan jalan dan terminal,

d. Penempatan fasilitas pelayanan, dituangkan dalam struktur tata ruang sarana pelayanan masyarakat.

2. Rencana Fokus

Rencana Fokus Desa adalah suatu rencana yang merupakan pengisian Rencana Induk Desa. Jika rencana Umum belum ada maka Rencana Fokus Desa merupakan rencana pembangunan lingkungan atau sebagian dari pada lingkungan tersebut.

Rencana Fokus desa merupakan pedoman dalam pelaksanaan operasional. Sama halnya dengan Rencana Umum Desa, Rencana Fokus Desa perlu pula dimusyawarahkan antara perangkat desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Lembaga Perwakilan Masyarakat (LPM).

Selanjutnya hasil musyawarah ini akan dituangkan dalam Keputusan Desa untuk mendapatkan pengesahan dari Bupati. Pengesahan Bupati merupakan dasar Keputusan Kepala Desa agar pelaksanaan dari Rencana Fokus Desa lebih teratur, terarah dan mencapai tujuan pembangunan. Disamping itu Rencana Fokus Desa tersebut berperan pula sebagai alat pengawasan, yaitu :

a. Pengawasan fisik desa, agar tercapai tertib pembangunan fisik desa, b. Tata letak bangunan, agar dapat terjamin keamanan pembangunan

desa dan kenikmatan lingkungan,

c. Pengawasan pelaksanaan pola tata guna tanah.

Selanjutnya perlu diketahui bahwa rencana Fokus desa memuat perencanaan zoning dan tata letak dari :

(23)

a. Lingkungan wisma (pemukiman) yang lengkap, b. Pusat lingkungan desa,

c. Jaringan jalan desa dengan rencana-rencana terperincinya, d. Jaringan utilitas umum desa

e. Jalur hijau dan pertanaman desa, f. Fasililas sosial dan fasilitas spritual, g. Pembagian persil desa.

Rencana Fokus desa digambarkan pada peta dasar desa. Selanjutnya langkah kegiatan yang perlu dilakukan dalam memperlancar operasional Rencana Terpadu Desa adalah sebagai berikut :

a. Mempersiapkan sarana administrasi yang dapat menjamin pelaksanaan rencana,

b. Menyusun program kerja yang realistis,

c. Menyusun program peremajaan, pemugaran dan perbaikan lingkungan,

d. Mencari sumber dana, sumber daya untuk pelaksanaan pembangunan, e. Masukan-masukan (input) rencana khusus.

Rencana Fokus Desa merupakan rencana pengisian suatu Rencana khusus dan terperinci Desa, yang merupakan bagian dari suatu perencanaan lingkungan kecil desa atau dari keseluruhan desa, terutama yang menyangkut suatu komponen kegiatan fungsional tertentu.

Dengan demikian Rencana Fokus Desa merupakan pedoman pokok di dalam pelaksanaan suatu rencana, dan rencana Fokus tersebut harus sesuai dengan Rencana Umum Desa dan Rencana Fokus Desa.

1.7. Pelaksanaan Proyek Desa

Menurut Firman dan Martin (1992:10) menerangkan bahwa: “proyek adalah suatu kesatuan kegiatan yang dilaksanakan untuk menghasilkan suatu hasil atau sasaran tertentu dalam suatu jangka waktu yang telah ditentukan. Kegiatan

(24)

tersebut diusahakan melalui penyediaan sumber-sumber dana, manusia dan peralatan.”

Dengan demikian proyek direncanakan, diarahkan dan diproyeksikan untuk menciptakan suatu hasil tertentu pada waktu yang telah ditentukan dalam mencapai sebagian dari tujuan yang luas dan atau besar, dengan cara yang tepat dan penggunaan sumber-sumber seperti personalia, peralatan dan dana secara efesien dan efektif.

Dari defenisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa proyek desa adalah perencanaan pembangunan yang dibuat dengan jangka waktu dan penyediaan dana yang telah ditentukan untuk membangun ataupun memperbaiki fasilitas-fasilitas pedesaan yang dianggap dibutuhkan oleh masyarakat sebagai wujud pelayanan pemerintah desa dan untuk meningkatkan kondisi sosial sekaligus untuk meningkatkan pembangunan nasional. Proyek mempunyai peranan yang penting dalam upaya pembangunan, karena melalui proyek dapat dicapai tujuan-tujuan program yang kesemuanya menunjang kepada pembangunan di segala bidang.

Perencanaan pembangunan proyek desa ini dilaksanakan melalui musyawarah perencanaan pembangunan desa yang dihadiri oleh Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, LKMD, PKK, dan tokoh masyarakat setelah sebelumnya BPD dan Pemerintah Desa menampung aspirasi-aspirasi dari masyarakatnya.

Pembangunan yang pendanaannya dapat dibiayai melalui swadaya masyarakat akan ditangani sepenuhnya oleh Pemerintah Desa dan penduduk desa. Inisiatif pembangunan ini berasal dari aspirasi-aspirasi masyarakat desa yang telah mereka tampung. Untuk urusan pencarian dana dari pembangunan ini adalah tugas dari anggota Badan Permusyawaratan Desa.

Tugas Kepala Desa beserta aparaturnya hanyalah dalam pelaksanaan pembangunan tetapi tidak lepas dari pengawasan Badan Permusyawaratan Desa dalam pelaksanaan pembangunannya. Pembangunan yang diperkirakan akan memerlukan dana yang sangat besar akan menjadi proyek desa dan

(25)

pembiayaannya melalui APBD. APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) dalam penjelasannya menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut :

1. Anggaran pendapatan dan belanja daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.

2. Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.

3. Belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.

1.8. Defenisi Konsep

Konsep adalah abstraksi yang dibentuk untuk menggeneralisasikan hal-hal yang bersifat khusus. Menurut Singarimbun (1999:24) menyatakan bahwa kerangka konsep merupakan defenisi untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena sosial ataupun alami.

Berdasarkan kerangka teori yang ada, dapat disusun defenisi konsep sebagai berikut :

1. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah unsur Pemerintahan Desa yang merupakan badan legislatif desa sebagai wadah dan berfungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, membantu Kepala Desa untuk menyusun perencanaan desa dan pembangunan desa secara keseluruhan, serta melakukan pengawasan dalam pelaksanaan pembangunan desa dan penyelenggaraan pemerintahan desa.

2. Perencanaan pembangunan desa adalah prosedur resmi perencanaan pembangunan desa yaitu proses kegiatan yang dilaksanakan secara kontiniu dan menyangkut pengambilan keputusan, bagaimana memanfaatkan sumber daya semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan yang diinginkan pada masa yang akan datang.

(26)

3. Proyek desa adalah perencanaan pembangunan yang dibuat dengan jangka waktu dan penyediaan dana yang telah ditentukan untuk membangun ataupun memperbaiki fasilitas-fasilitas pedesaan yang dianggap dibutuhkan oleh masyarakat.

1.9. Defenisi Operasional

Singarimbun (1999:46) defenisi operasional adalah suatu batasan yang diberikan kepada satu variabel dengan cara memberikan arti atau mempersiapkan, memberikan suatu petunjuk operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel-variabel tertentu.

Dalam penelitian ini defenisi yang diambil adalah variabel tunggal yaitu

Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam perencanaan pembangunan desa dengan indikator:

1. Peranan Badan Permusyawaratan Desa dengan indikator : a. Kedudukan, fungsi, tugas pokok, hak dan kewajiban BPD b. Praktik BPD dalam menampung aspirasi masyarakat 2. Perencanaan pembangunan desa dengan indikator :

a. Adanya kebijaksanaan atau strategi dasar rencana pembangunan atau sering disebut dengan tujuan, arah, prioritas dan sasaran pembangunan b. Adanya kerangka rencana atau kerangka makro rencana.

c. Perkiraan sumber-sumber pembangunan, khususnya yang digunakan untuk pembiayaan pembangunan.

(27)

1.10. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, defenisi operasional, serta sistematika penulisan.

BAB II METODE PENELITIAN

Dalam bab ini bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data.

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Dalam bab ini disajikan gambaran umum lokasi penelitian seperti batas-batas wilayah, penduduk, mata pencaharian, pendidikan, agama, pemerintahan desa dan Badan Permusyawaratan Desa serta rekapitulasi usulan proyek melalui APBD tahun 2007.

BAB IV PENYAJIAN DATA PENELITIAN

Bab ini memuat penyajian data dan analisa data secara mendalam yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

Bab V Analisa Data

Bab ini berisi analisa dari hasil dilapangan dan dokumentasi.

BAB VI PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir yang memuat kesimpulan dan saran.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan metode Tahfidzul Qur’an dalam meningkatkan kecakapan menghafal anak didik serta faktor apa saja yang

6.2 Pengaruh Jenis Operasi Terhadap Waktu Kesembuhan Pasien Katarak yang melakukan Operasi di Rumah Sakit Mata Bali Mandara pada Bulan Oktober- Desember 2015. 50

Bagi masyarakat, hasil penelitian ini sebagai gambaran atau informasi tentang peran K.H Muzakkin dalam mendirikan Pondok Pesantren JINDZIKRUSSYIFA‟ ASMA‟ BROJOMUSTI YANG berada

Berkat rahmat dan hidayah- Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir dengan judul “Rancang Bangun Sistem E-Learning Program Studi Teknik Telekomunikasi Berbasis

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan Untuk Ditera dan atau Ditera Ulang Serta Syarat-syarat Bagi Alat Ukur, Takar, Timbang dan

Sistem informasi adalah suatu sistem didalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi operasi organisasi yang

PEKERJAAN : : PEMBANGUNAN PEMBANGUNAN JALAN JALAN LINGKAR LINGKAR P. MALUKU MALUKU BARAT BARAT DAYA

Baswedan, Anies. Key Strategic to Excellent culture. The dialogue, in the Muhammadiyah, Magazine. Globalization and Teaching English in Indonesia. Anthology Series