• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan pendekatan regional dalam menganalisis karakteristik daerah yang berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan, program pembangunan nasional memiliki permasalahan mendasar, yakni adanya ketimpangan ekonomi antar daerah. Ketimpangan ekonomi antar daerah dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, di antaranya faktor kesenjangan pendapatan per kapita, kualitas modal manusia, ketersediaan sarana dan prasarana, pelayanan sosial, serta akses ke perbankan. Permasalahan ketimpangan ekonomi tersebut juga terjadi di Provinsi Jawa Timur, provinsi yang dikenal sebagai provinsi terbesar ke dua setelah DKI Jakarta. Meskipun Jawa Timur merupakan salah satu provinsi besar di Indonesia setelah DKI Jakarta dan tercatat memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi sejak tahun 1960-an, namun kenyataannya kecenderungan ketimpangan ekonomi di Provinsi Jawa Timur masih cukup tinggi.

Dalam Tabel 1.1 ditunjukkan bahwa Provinsi Jawa Timur memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi ke dua di Pulau Jawa setelah Provinsi DKI Jakarta, serta memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi nasional dari tahun 2007 hingga tahun 2013. Hal ini

(2)

2

menunjukkan bahwa perekonomian Provinsi Jawa Timur terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi - Provinsi di Pulau Jawa dan Nasional Tahun 2007-2013 (dalam persen)

Daerah Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 DKI Jakarta 6,44 6,23 5,02 6,50 6,73 6,53 6,11 Jawa Barat 6,48 6,21 4,19 6,20 6,51 6,28 6,06 Jawa Tengah 5,59 5,61 5,14 5,84 6,03 6,34 5,81 DI Yogyakarta 4,31 5,03 4,43 4,88 5,17 5,32 5,40 Jawa Timur 6,11 5,94 5,01 6,68 7,22 7,27 6,55 Banten 6,04 5,77 4,71 6,11 6,38 6,15 5,86 Nasional 5,67 5,74 4,77 6,14 6,35 6,28 5,90 Rerata P. Jawa 5,83 5,80 4,75 6,04 6,34 6,32 5,96 Sumber: BPS 2016

Menurut Mackie dan Zain (1991) dalam Santosa dan Michael (2004), pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur merupakan hasil dari sebuah proses komulatif dalam berbagai hal, tidak hanya dari investasi pada satu atau dua sektor saja. Dick (1993) dalam Santosa dan Michael (2004) juga berpendapat bahwa sejak tahun 1960-an, pemerintah Provinsi Jawa Timur telah mampu mengelola berbagai macam perbedaan kodisi geografis dan jumlah populasi yang cukup besar, mampu memanfaatkan adanya Revolusi Hijau, serta mengelola birokrasi yang cakap sehingga mampu menopang keseimbangan pola pertumbuhan dan pembangunan. Itulah mengapa, hingga saat ini Provinsi Jawa Timur mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan provinsi lain yang berada di Pulau Jawa. Selain itu, lokasi Jawa Timur yang strategis sebagai penghubung antara Pulau Jawa dan Pulau Bali, menjadikan provinsi ini sebagai pintu gerbang perdagangan antara Kawasan Barat dengan

(3)

3

Kawasan Tengah dan Kawasan Timur Indonesia. Hal tersebut seharusnya menjadi peluang besar bagi Provinsi Jawa Timur untuk meningkatkan pertumbuhan serta pembangunan ekonomi daerahnya.

Sejalan dengan pergerakan waktu, tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah, serta antar sektor (Kuncoro, 2002). Namun kenyataannya, peningkatan perekonomian Provinsi Jawa Timur tersebut tidak diiringi dengan pemerataan PDRB per kapita pada tiap-tiap kabupaten/kota-nya. Masih ada jarak yang begitu jauh antara daerah yang memiliki PDRB per kapita tertinggi dengan daerah yang memiliki PDRB per kapita terendah.

Dalam Tabel 1.2 ditunjukkan bahwa Kota Kediri menduduki tingkat pertama dengan PDRB perkapita tertinggi di Provinsi Jawa Timur dengan nilai sebesar 83,79 juta rupiah untuk PDRB per kapita rerata tahun 2007-2013. Di sisi lain, daerah dengan PDRB per kapita terendah yakni Kabupaten Pamekasan hanya memiiki PDRB per kapita sebesar 2,66 juta rupiah untuk PDRB per kapita rerata tahun 2007-2013. Sedangkan rata-rata PDRB per kapita Provinsi Jawa Timur untuk rerata tahun 2007-2013 adalah sebesar 9,29 juta rupiah. PDRB per kapita Kota Kediri sangat jauh di atas rata-rata PDRB per kapita provinsi dan PDRB per kapita Kabupaten Pamekasan cukup jauh di bawah rata-rata PDRB per kapita provinsi. Hal tersebut menuunjukan betapa tingginya ketimpangan ekonomi antar daerah yang terjadi di Provinsi Jawa Timur, karena tingginya PDRB per kapita yang dimiliki provinsi tersebut hanya disokong oleh beberapa daerah

(4)

4

kabupaten/kota saja, sehingga bisa dikatakan pembangunan ekonomi Jawa Timur belum merata.

Tabel 1.2 PDRB per Kapita Non-Migas Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2007 dan 2013 (juta Rupiah)

Kabupaten/Kota 2007 2013 Rerata 2007-2013 Kabupaten/Kota 2007 2013 Rerata 2007-2013

Kab. Bangkalan 3,15 4,42 3,74 Kab. Pasuruan 3,97 5,35 4,60 Kab. Banyuwangi 6,09 8,54 7,20 Kab. Ponorogo 3,22 4,61 3,87 Kab. Blitar 4,52 6,04 5,24 Kab. Probolinggo 5,51 7,25 6,30 Kab. Bojonegoro 3,95 8,05 5,77 Kab. Sampang 2,57 3,79 3,24 Kab. Bondowoso 2,80 5,02 4,22 Kab. Sidoarjo 12,63 15,65 13,93 Kab. Gresik 11,54 16,96 14,03 Kab. Situbondo 4,85 6,45 5,56 Kab. Jember 3,99 5,95 4,98 Kab. Sumenep 4,31 5,96 4,97 Kab. Jombang 4,22 6,25 5,17 Kab. Trenggalek 2,87 5,41 4,44 Kab. Kediri 3,94 6,04 5,11 Kab. Tuban 5,13 9,05 7,25 Kab. Lamongan 3,64 6,40 5,19 Kab. Tulungagung 6,65 9,45 7,96 Kab. Lumajang 5,21 7,49 6,31 Kota Batu 5,85 9,24 7,56 Kab. Madiun 3,63 5,51 4,67 Kota Blitar 4,93 8,82 7,28 Kab. Magetan 4,45 6,30 5,31 Kota Kediri * 77,07 98,09 83,79 Kab. Malang 5,13 7,14 6,05 Kota Madiun 5,62 15,16 11,71 Kab. Mojokerto 5,13 9,16 7,58 Kota Malang 14,05 20,64 17,24 Kab. Nganjuk 4,16 6,20 5,22 Kota Mojokerto 9,25 12,09 10,53 Kab. Ngawi 3,17 4,59 3,82 Kota Pasuruan 5,49 7,01 6,19 Kab. Pacitan 2,30 3,41 2,84 Kota Probolinggo 7,66 10,99 9,21 Kab. Pamekasan** 2,17 3,15 2,66 Kota Surabaya 25,76 38,66 32,43

rerata PDRB per kapita provinsi 2007-2013 9,29

*

Daerah dengan PDRB per Kapita Tertingi di Jawa Timur

**

Daerah dengan PDRB per Kapita Terendah di Jawa Timur

Sumber: INDO-DAPOER World Bank (diolah)

Daerah dengan PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi relatif tinggi, pada umumnya merupakan daerah perkotaan dengan sektor basis berupa sektor sekunder dan tersier, seperti industri pengolahan dan perdagangan. Daerah-daerah ini menurut Santosa dan Michael (2004) merupakan daerah yang berada di sekitar

(5)

5

ibukota provinsi Jawa Timur yang teraglomerasi sebagai zona tengah (kantung industri). Sedangkan, daerah dengan PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi relatif rendah, pada umumnya merupakan daerah perdesaan dengan sektor basis berupa sektor primer seperti pertanian. Daerah-daerah ini menurut Santosa dan Michael (2004) merupakan daerah yang berada relatif jauh dari ibukota provinsi yang disebutnya sebagai zona timur dan zona barat.

Berdasarkan Gambar 1.1, sektor perdagangan, industri pengolahan, serta pertanian masih menduduki peringkat tiga besar dalam struktur PDRB Provinsi Jawa Timur dari tahun 2007 hingga tahun 2013. Namun, pada tahun 2013, peningkatan kontribusi PDRB per kapita dari sektor pertanian masih jauh tertinggal dibandingkan peningkatan kontribusi dari sektor perdagangan dan Gambar 1.1 Struktur PDRB per Kapita Masing - Masing Sektor

Sumber: INDO-DAPOER World Bank (diolah)

0 50000000 100000000 150000000 sektor pertanian

sektor konstruksi sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sektor industri pengolahan sektor pertambangan dan penggalian sektor jasa jasa sektor perdagangan hotel dan restoran sektor transportasi dan komunikasi sektor listrik, gas dan air bersih

PDRB

Se

kt

o

r

PDRB per Sektor Tahun 2007 dan 2013

2013 2007

(6)

6

sektor industri. Sedangkan pada kenyataannya, sektor pertanian merupakan sektor dengan jumlah pekerja paling banyak dibandingkan dengan sektor lainnya.

Pada Gambar 1.2 terlihat bahwa pada saat jumlah pekerja pada sektor lain mengalami peningkatan, jumlah pekerja pada sektor pertanian ini justru mengalami penurunan, meskipun jumlah pekerja pada sektor ini masih terbanyak di antara sektor lainnya. Jumlah pekerja yang banyak pada sektor pertanian Provinsi Jawa Timur ternyata belum mampu menjadikan sektor pertanian sebagai kontributor terbesar dalam struktur PDRB Jawa Timur, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 1.1. Sedangkan pekerja pada sektor perdagangan dan sektor industri yang jumlahnya kurang dari setengah jumlah pekerja sektor pertnian, ternyata mampu membuat ke dua sektor ini memiliki kontribusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor pertanian. Hal inilah yang menjadikan daerah-daerah

0 4000000 8000000

sektor pertanian sektor konstruksi sektor keuangan, persewaan dan jasa…

sektor industri pengolahan sektor pertambangan dan penggalian sektor jasa jasa sektor perdagangan hotel dan restoran sektor transportasi dan komunikasi sektor listrik, gas dan air bersih

Jumlah Pekerja

Se

kt

o

r

Pekerja per Sektor Tahun 2007 dan 2013

2013 2007

Gambar 1.2 Struktur Penduduk Bekerja Masing - Masing Sektor

(7)

7

di zona barat dan timur yang sebagian besar merupakan daerah pertanian memiliki PDRB per kapita yang reltif lebih rendah jika dibandingkan dengan daerah-daerah perkotaan atau daerah-daerah industri yang berada di zona tengah (kantung industri), karena pada zona tersebut sebagian besar daerahnya memiliki basis perekonomian pada sektor sekunder maupun tersier.

Sektor sekunder dan tersier seperti industri pengolahan dan perdagangan sebagian besar berada di kabupaten/kota yang berada di daerah perkotaan atau zona tengah yang disebut juga dengan kawasan kantung industri. Terbentuknya kawasan industri tersebut didukung oleh adanya infrastruktur yang memadai seperti jalan kawasan yang sesuai standar internasional, adanya pelabuhan niaga, saluran drainase bebas banjir, pengolahan limbah dan lain-lain, sehinngga menjadikan perekonomian di daerah kantung industri ini tumbuh lebih pesat (Bappenas, 2015).

Dalam hal investasi-pun, kabupaten/kota yang berada di daerah kantung industri lebih banyak mendapatkan suntikan dana dari para investor. Hal tersebut terjadi karena salah satu pendorong peningkatan penanaman modal di Jawa Timur adalah adanya kawasan industri seperti Surabaya Industrial Estate (SIER), Pasuruan Industrial Estate (PIER), Kawasan Industri Gresik (KIG), Ngoro Industrial Park (Mojokerto), dan Maspion Gresik yang masuk dalam kawasan industri yang berada di zona tengah dan telah mengimplementasikan KLIK (Kemudahan Investasi Langsung Konstruksi), sehingga investasi yang masuk dapat segera direalisasikan. Jika kabupaten/kota dengan konsentrasi utama pada sektor sekunder dan tersier tumbuh lebih pesat daripada kabupaten/kota dengan

(8)

8

sektor primer sebagai sektor utamanya, maka dikhawatirkan ketimpangan ekonomi antar daerah di Jawa Timur akan semakin tinggi. Oleh karena itu, masalah ini perlu untuk segera di atasi agar pembangunan daerah bisa merata.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan mendasar pada penelitian ini adalah mengenai ketimpangan PDRB per kapita yang terjadi antar kabupaten/kota yang berada di Provinsi Jawa Timur. Meskipun Jawa Timur merupakan provinsi terbesar ke dua setelah DKI Jakarta, namun ternyata masih terdapat jarak yang begitu jauh antara daerah yang memiliki PDRB sangat tinggi dengan daerah yang memiliki PDRB per kapita sangat rendah.

Daerah dengan pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita relatif tinggi umumnya merupakan daerah perkotaan atau daerah indusri yang berada di zona tengah (kawasan industri). Sedangkan, daerah dengan PDRB per kapita relatif rendah umumnya merupakan daerah dengan sektor basis berupa pertanian yang tersebar di zona barat dan timur Provinsi Jawa Timur. Perbedaan pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita itulah yang diduga menyebabkan ketimpangan ekonomi antar daerah yang terjadi di Jawa Timur. Hal tersebut kemudian mendasari perlunya mengukur seberapa besar ketimpangan PDRB per kapita yang terjadi. Selain itu, pengelompokan daerah berdasarkan PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi juga perlu dianlisis guna mengetahui pola spasial daerah yang terbentuk, sehingga memudahkan dalam menganalisis perekonomian daerah sesuai dengan kelompoknya masing-masing.

(9)

9

Masih minimnya studi mengenai ketimpangan PDRB per kapita, serta analisis pola spasial daerah-daerah di Provinsi Jawa Timur menjadi alasan utama untuk melakukan penelitian lebih lanjut, sehingga nantinya penelitian ini akan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Bagaimana trend ketimpangan PDRB per kapita yang terjadi di Provinsi Jawa Timur berdasarkan Williamson Index dan Coefficient of Variation? 2. Bagaimana pola spasial Provinsi Jawa Timur berdasarkan PDRB per

kapita dan pertumbuhan ekonomi?

3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pengelompokan daerah berdasar pola spasial Provinsi Jawa Timur?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa ketimpangan PDRB per kapita Provinsi Jawa Timur, pola spasial di Provinsi Jawa Timur berdasarkan PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi, serta menganalisis faktor-faktor lain yang turut berpengaruh pada pengelompokan daerah berdasarkan pola spasial yang terbentuk.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Diharapkan hasil karya ini mampu:

1. Memberikan informasi tentang hasil dan analisa ketimpangan PDRB per kapita, pola spasial yang terbentuk serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi pola spasial yang terbentuk,

(10)

10

2. Sebagai rujukan atau referensi empiris untuk penelitian selanjutnya,

3. Memberikan sumbangan pemikiran dalam pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan penelitian ini.

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini berkatian dengan analisis ketimpangan PDRB per kapita Provinsi Jawa Timur, pola spasial di Provinsi Jawa Timur berdasarkan PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi, serta analisis faktor-faktor lain yang turut berpengaruh pada pengelompokan daerah berdasarkan pola spasial yang terbentuk.

Dalam penelitian ini digunakan data dengan kurun waktu tujuh tahun, dimulai dari tahun 2007 hingga tahun 2013 dan meliputi (1) jumlah penduduk Provinsi Jawa Timur, (2) Jumlah penduduk per kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur, (3) PDRB per kapita rill non migas atas dasar harga konstan Provinsi Jawa Timur, (5) PDRB per kapita rill non migas atas dasar harga konstan per kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur, (6) PDRB pada sektor pertanian, (7) PDRB pada sektor industri, (8) PDRB pada sektor perdagangan, (9) Dana Alokasi Khusus (10) Dana Bagi Hasil, (11) Dana Alokasi Umum, (12) jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan tiap daerah serta (13) jumlah penduduk yang tinggal di perkotaaan.

(11)

11 1.6 SISTEMATIKA PENULISAN

Karya tulis ini akan dibagi menjadi lima bagian, yakni:

1. BAB I Pendahuluan

Pada bagian ini akan dipaparkan permasalahan secara singkat mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, metodologi penelitian, serta sistematika penulisan penelitian mengenai “Ketimpangan PDRB Per Kapita dan Pola Spasial Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2007-2013”.

2. BAB II Tinjauan Pustaka

Bagian ke dua pada penelitian ini akan dipaparkan mengenai landasan teori yang berkaitan dengan topik penelitian, yakni teori pertumbuhan ekonomi, dan teori ketimpangan ekonomi. Pada bagian ini juga disertakan studi literatur mengenai penelitian terdahulu yang relevan dengan topik penelitian.

3. BAB III Meodologi Penelitian

Bagian ke tiga pada penelitian ini menjelaskan dan memaparkan tentang metode, data serta variabel-variabel yang digunakan dalam pengolahan data.

4. BAB IV Hasil dan Pembahasan

Bagian ke empat pada penelitian ini menjelaskan tentang analisis dari hasil pengolahan data yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya.

5. BAB V Kesimpulan dan Saran

Bagian terakhir dalam penulisan penelitian ini adalah kesimpulan yang diambil dari hasil olah dan analisis data. Selain itu juga masukan-masukan terhadap kebijakan yang sebaiknya diambil berdasarkan hasil analisis yang ada.

Referensi

Dokumen terkait

Kemampuan flokulasinya disebabkan oleh adanya bahan- bahan tertentu di dalam kultur atau filtrat kultur yang mampu memflokulasikan kaolin, bukan karena adanya

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Indra Kurnia, menyatakan bahwa skripsi dengan judul : ANALISIS PENGARUH BOPO, Equity to Total Assets (EAR) Ratio , Loan to Assets

Hubungan antar variabel komunikasi antarpribadi petugas kerohanian terhadap kesiapan pasien yang akan menghadapi tindakan operasi adalah dengan Uji

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian merupakan randomized controlled trial dengan menggunakan pos tes saja (post test only

Kajian derni kajian telah dijalankan oleh penyelidik dari Jabatan Biologi, UPM untuk menghalang penyebaran gondang emas ke kawasan sawah padi dan sistem saliran di sekitar..

Seperti halnya asas pacta sunt servanda, asas rebus sic stantibus telah menjadi bagian dari asas hukum umum, yang kemudian dalam perkembangannya (dengan

Ini berarti bahwa pasien yang dirawat di ruang rawat inap dewasa rumah sakit panti waluya sawahan malang yang sudah diberikan pelayanan asuhan keperawatan

Perkembangan individu dari masa kanak-kanak, kemudian remaja, lalu dewasa turut mempengaruhi sebuah keluarga, ketidak cocokan dalam berkeluarga acapkali terjadi