• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Komunikasi Massa. bentuk saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Komunikasi Massa. bentuk saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dengan"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

10

2.1. Komunikasi Massa

2.1.1. Pengertian Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa, yakni surat kabar, majalah, radio, televisi dan film. Komunikasi massa menurut Severin, Tan dan Wright merupakan komunikasi yang menggunakan bentuk saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dengan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal jauh,

sangat heterogen dan menimbulkan efek tertentu.11

Definisi komunikasi massa menurut De Fleur dan Dennis, 1985 sebagaimana yang dikutip Senjaya, 1993 yakni, proses dimana komunikator-komunikator menggunakan media untuk menyebarkan pesan-pesan secara luas dan secara terus menerus menciptakan makna-makna yang diharapkan dapat mempengaruhi khalayak yang besar dan

berbeda-beda dengan melalui berbagai cara.12

Komunikasi massa mempunyai beberapa perbedaan dengan komunikasi tatap muka menurut De Fleur dan Dennis, perbedaan terjadi dalam hal konsekuensi menggunakan media, konsekuensi memiliki khalayak luas dan beragam, pengaruh sosial dan kultur. Sedangkan menurut Elizabeth Noelle-Neuman ada empat tanda pokok dari

11 Djalaludin Rahmat, Teori Komunikasi Massa, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, Hal.56 12

Alexander Rumondor & Henny, Manajemen Media Massa, Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta, 2004, Cet.ke-4, Hal.32

(2)

komunikasi massa bila secara teknis komunikasi massa diperbandingkan dengan sistem komunikasi interpersonal. Tanda pokok tersebut yaitu bersifat tidak langsung, bersifat searah, bersifat terbuka, mempunyai

publik yang tersebar secara geografis.13

2.2. Film

2.2.1. Pengertian Film

Film adalah gambar hidup, juga sering disebut movie. Film secara kolektif, sering disebut sinema. Sinema itu sendiri bersumber dari kata sinematik atau gerak. Film juga sebenarnya merupakan lapisan-lapisan cairan selulosa, biasa dikenal didunia para sineas sebagai seluloid. Pengertian secara harafiah film (sinema) adalah Cinemathographie yang berasal dari Cinema + the = phytos (cahaya) + graphie = grhap (tulisan = gambar = citra), jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan cahaya. Agar kita dapat melukis gerak dengan cahaya, kita harus menggunakan

alat khusus, yang biasa kita sebut dengan kamera.14

Film dihasilkan dengan rekaman dari orang dan benda (termasuk fantasi dan figure palsu) dengan kamera, dan atau oleh animasi. Kamera film menggunakan pita seluloid (atau sejenisnya, sesuai perkembangan teknologi). Butiran silver halida yang menempel pada pita ini sangat sensitif terhadap cahaya. Saat proses cuci film, silver halida yang telah

13

Yuli Setyowati (2006, 02 April), Komunikasi Massa, Diakses pada tanggal 28 Oktober 2012 pukul 13.30 dari http://blog.unila.ac.id/sitinuraini/files/2009/10/komunikasi-massa.pdf

14

Pengertian Film (2008, 02 April), Wikipedia, Diakses pada tanggal 28 Oktober 2012 pukul 11.00 dari http://id.wikipedia.org/wiki/sinema

(3)

terekspos cahaya dengan ukuran yang tepat akan menghitam, sedangkan yang kurang atau sama sekali tidak terekspos akan tanggal dan larut

bersama cairan pengembang (developer).15

Sedangkan dalam Undang-undang No. 08 Tahun 1992 tentang perfilman yang disusun oleh BP2N (Badan Penyehatan Perfilman Nasional). Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa. Audio visual yang dibuat berdasarkan asas sinematografi yang direkam pada pita seluloid, pita video dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melaui proses elektronik atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukan dan atau ditayangkan dengan system proyeksi,

mekanik, elektronik dan system lainnya.16

Film merupakan teks yang berisikan serangkaian photo (gambar) yang menciptakan gambaran akan kehidupan nyata (Danesi, 2002:108). Film sendiri adalah istilah lain dari motion picture (gambar bergerak) yaitu teknik menggabungkan sekumpulan gambar dalam kecepatan tetap. (Straubhaar, 2002:170).

Dalam menghasilkan film, para produser atau pembuat film tidak dapat menghindari faktor ideologi meski telah berupaya menghindarinya. Keinginan membuat film merefleksikan kondisi sosial agar khalayak terpuaskan saat menonton film, justru memunculkan ideology secara

15 Ibid 16

(4)

terselubung, maka pemahaman, penafsiran dan kritik pada teks film dapat dibaca melalui pengungkapan maknanya.

Untuk dapat “membaca” muatan khusus, seperti misalnya ideologi dalam sebuah film, maka mau tak mau kita harus memperlakukannya sebagai teks. Namun memperlakukan film sebagai teks tidaklah sesederhana seperti kita membaca literatur (teks book) yang menggunakan bahasa (tulisan) dengan tata bahasa dan aturan-aturan pembentuk makna (aksara, kata, kalimat, dan seterusnya) yang sudah dirumuskan dengan jelas dan disepakati bersama selama puluhan, ratusan, bahkan ribuan tahun lamanya.

Dalam “bahasa” filmis tidak ada tata bahasa (grammar) yang dirumuskan secara ketat seperti layaknya aturan bahasa (Indonesia, Inggris, Perancis dan seterusnya) digunakan gambar-gambar yang bergerak (moving pictures/visual) ditambah dengan suara atau sound audio (dialog, musik, efek dan sebagainya). Bahasa filmis menciptakan makna (yang ditangkap atau diinterpretasikan oleh penonton) dengan menyusun elemen-elemen yang dimilikinya secara kreatif, lewat rangkaian kode-kode yang dibentuk secara teknis, seperti narrative, editing, type of shot, camera angle, camera movement, lighting, sound effect, dan sebagainya, yang dalam istilah teori film disebut sebagai cinematic apparatus.

Jadi, dalam “membaca” bahasa filmis yang terpenting bukanlah memahami apa yang secara fisikal tersampaikan dilayar seperti halnya aksara membentuk kata, kata melahirkan kalimat, kalimat menciptakan

(5)

paragraph dan seterusnya, akan tetapi memahami sistem (cara kerja) elemen-elemen pembentuk makna tersebut. Dengan kata lain, kita harus menggeser pengamatan kita bukan lagi kepada “apa” makna yang ingin disampaikan menuju “bagaimana” makna tersebut diciptakan atau dibangun dalam “bahasa” film, atau bagaimana cinematic apparatus tersebut digunakan. Dengan demikian baru kita akan memahami kenapa penonton menangkap pesan tersebut sedemikian rupa kita bersimpati kepada tokoh, ikut sedih, gembira, hanyut dalam cerita, bahkan terpengaruh.

2.2.2. Karakteristik Film

Film, secara sederhana dapat didefinisikan sebagai cerita yang dituturkan kepada penonton melalui rangkaian gambar bergerak. Dari

definisi tersebut, kini mendapatkan empat elemen penting, yaitu:17

1. Cerita

2. Dituturkan

3. Penonton, dan

4. Rangkaian gambar bergerak

Cerita sebenarnya bisa dikisahkan melalui berbagai media, seperti novel, drama panggung, dan sebagainya. Menuturkan cerita melalui rangkaian film tentu saja berbeda dengan apabila kita menuturkan cerita

17

KFPJ Jakarta Kota(2008, 07 Juni), Karakteristik Film, Diakses pada tanggal 28 Oktober 2012 pukul 10.00 dari http://pelajarfilmmaker.multiply.com/journal/item/65

(6)

melalui novel misalnya. Oleh karena itu, pertama-tama kita harus memahami karakteristik film.

Film menggunakan unsur gambar sebagai sarana utama untuk menyampaikan informasi. Sebagaimana yang kita ketahui, dalam sejarahnya, film adalah kesinambungan dari fotografi. Pada mulanya film masih bisu, baru kemudian unsur suara melengkapi unsur gambar. Gambar dan suara, keduanya secara bersama-sama menceritakan cerita pada penonton.

Keduanya mengandung apa yang dinamakan ekspresi. Kita melihat gambar dan mendengar suara. Bahwa film bisu mampu bercerita tanpa unsur suara memberikan kepada kita satu pengertian, gambar mencukupi untuk mengisahkan cerita. Bertutur menggunakan media film adalah pertama-tama bertutur visual. Dengan demikian, apabila kita ingin menuturkan cerita melalui film, maka kita harus berfikir visual. Artinya, berfikir bagaimana suatu informasi akan disampaikan dalam bentuk gambar. Unsur suara (dialog, musik, dan efek) merupakan sarana penunjang.

Unsur suara dipergunakan apabila:18

1. Gambar sudah tidak sanggup menjelaskan.

2. Gambar tidak efektif dan efisien.

3. Suara digunakan untuk menunjang mood, suasana atau perasaan.

4. Suara dipergunakan sebagai kebutuhan realitas.

18 Ibid

(7)

2.2.3. Fungsi Film

Film sebagai media komunikasi memiliki lima fungsi komunikasi yaitu:19 1. Hiburan 2. Pendidikan 3. Penerangan 4. Mempengaruhi 5. Sosialisasi

Dibandingkan dengan media massa elektronik lainya sifat film memiliki nilai seni sehingga lebih mudah menyajikan hiburan dibandingan dengan film.

2.3. Genre Film

2.3.1. Pengertian Genre Film

Istilah genre berasal dari bahasa Perancis yang bermakna “bentuk” atau “tipe”. Kata genre sendiri mengacu pada istilah biologi yakni, genius, sebuah klasifikasi flora dan fauna yang tingkatannya berada diatas spesies dan dibawah family. Genius mengelompokan beberapa spesies yang memiliki kesamaan cirri-ciri fisik tertentu. Dalam film genre dapat diklasifikasikan dari sekelompok film yang memiliki krakter atau pola sama (khas) seperti setting, isi dan subjek cerita, tema, struktur cerita, aksi

19 Alexander Rumondor & Henny, Manajemen Media Massa, Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta, 2004, Cet.ke-4, Hal.3

(8)

atau peristiwa, periode, gaya, situasi, ikon, mood serta karakter. Klasifikasi tersebut menghasilkan genre-genre populer seperti aksi, petualangan, drama, komedi, horror, western, thriller, film noir, roman dan sebagainya.

Fungsi utama genre adalah untuk memudahkan klasifikasi sebuah film. Genre juga membantu kita memilah film-film tersebut sesuai dengan spesifikasinya. Dalam industri film sendiri sering menggunakannya sebagai strategi marketing. Selain untuk klasifikasi, genre juga dapat

berfungsi sebagai antisipasi penonton terhadap film yang akan ditonton.20

Sebenarnya tidak ada patokan baku tentang penggolongan dan kriteria-kriteria genre film. Kalaupuna ada, penggolongan ini tidaklah bersifat kaku atau statis, tetapi selalu berubah. Bahkan dapat dikatakan bahwa genre film dalam beberapa hal tergantung pada penonton. Karena penonton selalu berubah maka kriteria genre pun berubah. Asumsi tersebut berdasarkan pada kenyataan bahwa tidak ada satu kesepakatan pun tentang definisi genre sehingga kita sering menggunakan secara longgar, dan tidak ada kesepakatan diantara para kritikus tentang batasan-batasan dari masing-masing genre film.

Sebuah genre film sering terdiri lebih dari satu genre karena banyak film yang mengabungkan elemen-elemen yang biasa terdapat dalam beberapa genre, atau film tersebut merupakan gabungan dari beberapa genre sehingga tidak memiliki genre sendiri. Oleh karena itu,

20

(9)

satu genre dapat saja tumpang tindih dengan genre yang lain, apalagi bila cerita dalam sebuah film memadukan bermacam format yang berbeda.

Jumlah genre film secara keseluruhan lebih dari tiga ratus genre. Bahkan Daniel Lopez dalam bukunya Film by Genre (1993) yang dikutip

oleh Ida Rochani Adi mencatat sebanyak 775 kategori atau genre.21

Masing-masing genre tersebut memiliki karakteristik serta pola dasar yang

berbeda-beda.22

2.3.2. Genre Induk Primer

Genre induk primer merupakam genre-genre pokok yang telah ada dan populer sejak awal perkembangan sinema era 1900-an hingga 1930-an.

1. Aksi

Film-film aksi berhubungan dengan adegan-adegan aksi fisik seru, menegangkan, berbahaya, nonstop dengan cerita yang cepat. Film aksi umunya berisi adegan aksi kejar mengejar, perkelahian, tembak menembak, balapan, berpacu dengan waktu, ledakan dan aksi-aksi fisik lainnya.

2. Drama

Film drama umunya berhubungan dengan tema, cerita, setting, karakter, serta suasana yang memotret kehidupan yang nyata. Konflik bisa dipicu oleh lingkungan, diri sendiri maupun alam.

21 Ida Rochani Adi, Mitos di Balik Film Laga Amerika, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2008, Cet.ke-1, Hal.12

22

(10)

Kisahnya seringkali menggugah emosi, dramatik, dan mampu menguras air mata penontonnya.

3. Epik Sejarah

Genre ini umunya mengambil tema periode masa silam (sejarah) dengan latar sebuah kerajaan, peristiwa atau tokoh besar yang menjadi mitos, legenda atau kisah biblikal.

4. Fantasi

Film fantasi berhubungan dengan tempat, peristiwa, serta karakter yang tidak nyata. Film fantasi berhubungan dengan unsur magis, mitos, negeri dongeng, imajinasi, halusinasi, serta alam mimpi. Film fantasi juga terkadang berhubungan dengan aspek religi.

5. Fiksi Ilmiah

Film fiksi ilmiah berhubungan dengan masa depan, perjalanan angkasa luar, percobaan ilmiah, penjelajahan waktu, invasi, atau kehancuran bumi. Fiksi ilmiah seringkali berhubungan dengan teknologi dan kekuatan yang berada diluar jangkauan teknologi masa kini serta berhubungan dengan karakter non manusia atau artifisal.

6. Horror

Film horror memiliki tujuan utama memberikan efek rasa takut, kejutan, serta terror yang mendalam bagi penontonnya. Plot film horror umumnya sederhana, yakni bagaimana usaha manusia untuk

(11)

melawan kekuatan jahat dan biasanya berhubungan dengan dimensi supranatural atau sisi gelap manusia.

7. Komedi

Film komedi adalah jenis film yang tujuan utamanya memancing tawa penontonnya. Film komedi biasanya berupa drama ringan yang melebih-lebihkan aksi, situasi, bahasa, hingga karakternya. Film komedi juga biasanya berakhir dengan penyelesaian cerita yang memuaskan (happy ending).

8. Kriminal dan Gangster

Film kriminal dan gangster berhubungan dengan aksi-aksi kriminal seperti, perampokan bank, pencurian, pemerasan, perjudian, pembunuhan, persaingan antar kelompok, serta aksi kelompok bawah tanah yang bekerja diluar sistem hukum. Sering kali genre ini mengambil kisah kehidupan tokoh kriminal besar yang di inspirasi dari kisah nyata.

9. Musikal

Genre musikal adalah film yang mengkombinasi unsur musik, lagu, tari (dansa), serta gerak (koreografi). Lagu-lagu dan tarian biasanya mendominasi sepanjang film dan biasanya menyatu dengan cerita.

10. Petualangan

Film petualangan berkisah tentang perjalanan, eksplorasi, atau ekspedisi ke satu wilayah asing yang belum pernah tersentuh. Plot

(12)

film umumnya seputar pencarian sesuatu yang bernilai seperti, harta karun, artefak, kota yang hilang, mineral(emas dan berlian) dan sebagainya.

11. Perang

Genre perang mengangkat tema kengerian serta teror yang ditimbulkan oleh aksi perang. Tidak seperti epik sejarah, perang umumnya menampilkan adegan pertempuran dengan kostum, peralatan, perlengkapan, serta strategi yang relatif modern.

12. Western

Western adalah sebuah genre orisinil milik Amerika. Genre ini memiliki beberapa ciri karakter tema serta fisik yang sangat spesifik. Setting sering kali menampilkan kota kecil, bar, padang gersang, sungai, rel kereta api, pohon kaktus, peternakan, serta perkampungan suku Indian, Western memiliki karakter yang khas seperti koboi, Indian, kavaleri, sheriff dan lain-lain.

2.3.3. Genre Induk Sekunder

Genre induk sekunder adalah genre-genre besar dan populer yang merupakan pengembangan atau turunan dari genre induk primer.

1. Bencana

Film-film bencana (disaster) berhubungan dengan tragedi atau musibah baik sekala besar maupun kecil yang mengancam jiwa banyak manusia. Film bencana dibagi menjadi dua jenis, bencana

(13)

alam dan bencana buatan manusia. Bencana alam adalah aksi bencana yang melibatkan kekuatan alam yang merusak dalam sekala besar seperti angin topan, tornado, gunung berapi, banjir, gempa bumi, meteor, efek pemanasan global serta serangan hewan atau binatang seperti virus, lebah, ular, burung, kelelawar, ikan hiu dan sebagainya. Sedangkan bencana buatan manusia umumnya berhubungan dengan tindakan kriminal atau faktor ketidak sengajaan manusia seperti aksi terorisme, kecelakaan pesawat terbang, kebocoran reaktor nuklir dan sebagainya.

2. Biografi

Biografi (sering dikisahkan biopic: biografy picture) secara umum merupakan perkembangan dari genre drama dan epik sejarah. Film biografi menceritakan penggalan kisah nyata atau kisah hidup seorang tokoh berpengaruh dimasa lalu maupun kini. Umumnya menggambarkan kisah berupa suka duka perjalanan hidup sang tokoh atau keterlibatan sang tokoh dalam sebuah peristiwa besar.

3. Detektif

Genre detektif merupakan pengembangan dari genre kriminal dan gangster. Inti ceritanya umumnya berpusat pada sebuah kasus kriminal pelik yang belum pernah terselesaikan, sang tokoh biasanya seorang detektif atau polisi. Alur ceritanya sulit diduga serta penuh dengan misterius.

(14)

4. Film noir

Film noir {:noa} yang bermakna gelap merupakan turunan dari genre kriminal dan gangster. Film noir merupakan genre dengan pendekatan sinematik yang paling unik ketimbang genre-genre yang lainnya. Tema selalu berhubungan dengan tindak kriminal seperti pembunuhan, pencurian, serta pemerasan. Alur ceritanya penuh misteri, sulit ditebak, serta kadang membingungkan. Film noir juga sering menggunakan penuturan kilas balik serta narrator.

5. Melodrama

Melodrama merupakan pengembangan dari genre drama yang sering diistilahkan opera sabun atau film “cengeng” (menguras air mata). Melodrama menggunakan cerita yang mampu menggugah emosi penontonnya secara mendalam dengan dukungan unsur “melodi” (ilustrasi musik).

6. Olahraga

Film olahraga mengambil kisah seputar aktifitas olahraga, baik atlet, pelatih, agen maupun ajang kompetisinya sendiri. Film olahraga biasanya diadaptasi dari kisah nyata baik biografi maupun sebuah peristiwa olahraga besar.

7. Perjalanan

Genre perjalanan atau sering diistilahkan road film merupakan genre khas milik Amerika yang sangat populer di era klasik. Film perjalanan sering bersinggungan dengan genre aksi, drama, serta

(15)

petualangan. Biasanya mengisahkan perjalanan darat (umumnya menggunakan mobil).

8. Roman

Roman seperti halnya melodrama merupakan pengembangan dari genre drama. Film roman lebih memusatkan cerita pada masalah cinta, baik kisah percintaannya sendiri maupun pencarian cinta sebagai tujuan utamanya.

9. Supernatural

Film-film supernatural berhubungan dengan mahluk-mahluk gaib seperti hantu, roh halus, serta kekuatan mental seperti membaca pikiran, masa depan, masa lalu, telekinetis, dan lainnya.

10. Thriller

Film thriller memiliki tujuan utama memberi rasa ketegangan, penasaran, ketidak pastian, serta ketakutan pada penontonnya. Alur ceritanya sering kali berbentuk aksi nonstop, penuh misteri, kejutan, serta mampu mempertahankan intensitas ketegangan hinnga klimaks filmnya.

(16)

2.6. Semiotika

2.6.1. Pengertian Semiotika

Semiotika berasal dari bahasa Yunani, “semeion” yang berarti tanda (Sudjiman dan Van Zoest, 1996: 7) atau “seme” yang berarti

penafsiran tanda (Cobley dan Jansz, 1999: 4).23

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan didunia ini, ditengah-tengah manusia dan

bersama-sama manusia.24 Semiotika atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada

dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memakai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat

dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate).

Memaknai bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi

sistem terstruktur dari tanda (Barthes, 1998: 179; Kurniawan, 2001: 53).25

Menurut Pateda yang dikutip Alex Sobur, sekurang-kurangnya

terdapat sembilan macam semiotika yang dikenal sekarang, yaitu26:

1. Semiotik analitik, yakni semiotik yang menganalisis sistem tanda.

Pierce menyatakan bahwa semiotik berobjekan tanda dan menganalisisnya menjadi ide, objek, dan makna. Ide dapat

23

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2006, Hal.16 24 Ibid, Hal.15

25 Ibid

(17)

dikatakan sebagai lambang, sedangkan makna adalah beban yang terdapat dalam lambang yang mengacu kepada objek tertentu.

2. Semiotik deskriptif, yakni semiotik yang memperhatikan sistem

tanda yang dapat kita alami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang.

3. Semiotik faunal (zoosemiotic), yakni semiotik yang khusus

memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan.

4. Semiotik cultural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem

tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu.

5. Semiotik naratif, yakni semiotik yang menelaah sistem tanda

dalam narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan.

6. Semiotik natural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem

tanda yang dihasilkan oleh alam.

7. Semiotik normatif, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem

tanda yang dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma.

8. Semiotik sosial, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem

tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, yang berwujud kata-kata dalam satuan yang disebut kalimat.

9. Semiotik structural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem

(18)

2.6.2. Semiotika Charles Sanders Peirce

Charles Sanders Peirce adalah tokoh semiotika yang berlatar belakang pendidikan filsafat dan menyebut ilmu yang dibangunnya semiotika. Bagi Peirce yang ahli filsafat dan logika, penalaran manusia senantiasa dilakukan lewat tanda. Artinya, manusia hanya dapat bernalar lewat tanda. Dalam pemikirannya, logika sama dengan semiotik, dan

semiotik dapat diterapkan pada segala macam tanda.27

Teori dari Peirce sering kali disebut sebagai “grand theory” dalam

semiotika. 28 Ini lebih disebabkan karena gagasan Peirce bersifat

menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penandaan. Peirce ingin mengidentifikasi partikel dasar dari tanda dan menggabungkan kembali semua komponen dalam struktur tunggal.

Dalam pemahaman semiotik menurut Peirce bahwa tanda terdiri dari the representement, bentuk yang diambil oleh tanda (tidak selalu berupa material) atau sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu. Tanda akan selalu mengacu ke sesuatu yang lain yang disebut object atau denotatum (benda yang mengacu kepada tanda tersebut). Mengacu berarti mewakili atau menggantikan. Tanda baru dapat berfungsi bila diinterpretasikan dalam bentuk penerima tanda melalui interpretant. Jadi interpretan ialah pemahaman makna yang muncul dalam diri penerima tanda, singkatnya makna dari tanda itu.

27

Arthur Asa Berger, Tanda-Tanda Dalam Kebudayaan Kontemporer, Terjemahan M. Dwi Marianto dan Sunarto, Tiara Wacana, Yogyakarta, 2000, Hal.11-12

28

Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika dan

(19)

Artinya, tanda baru dapat berfungsi sebagai tanda apabila dapat ditangkap dan pemahaman terjadi berkat ground, yaitu pengetahuan tentang sistem dalam suatu masyarakat. Hubungan ketiga unsur yang dikemukakan oleh Peirce terkenal dengan segitiga semiotik.29

Sign

Interpretant Object

Gambar 2.1. Teori Segitiga Peirce

Sumber : Rahmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi.

Teori segitiga semiotika (triangle of meaning) adalah sebuah teori yang mengupas tentang bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda tersebut digunakan untuk berkomunikasi. Menurut Peirce, semiotika berangkat dari tiga elemen utama yang disebut teori segitiga makna atau triangle of meaning, yaitu:

1. Sign (tanda) adalah bagian tanda yang merujuk pada sesuatu menurut cara atau berdasarkan kapasitas tertentu.

29

(20)

2. Object (objek) adalah sesuatu yang dirujuk oleh tanda. Biasanya objek merupakan sesuatu yang lain dari tanda itu sendiri atau objek dan tanda bisa jadi merupakan entitas yang sama. Ada beberapa macam objek dalam teori semiotika yang dikemukakan Pierce, yaitu:

a. Objek Representasi yaitu objek sebagaimana

direpresentasikan oleh tanda.

b. Objek Dinamik yaitu objek yang tidak bergantung pada

tanda, objek inilah yang merangsang penciptaan tanda. 3. Interpretant merupakan efek yang ditimbulkan dari proses

penandaan atau bisa juga interpretan adalah tanda sebagaimana diserap oleh benak kita, sebagai hasil penghadapan kita dengan tanda itu sendiri.

2.7. Penelusuran Gua (Caving)

Kegiatan dialam bebas semakin berkembang, mendaki gunung sudah sangat dikenal, meniti tebing terjal, bahkan menginjak puncak gunung es atau salju kini sudah bukan lagi menjadi impian, ada satu kegiatan lain dialam bebas yang sedang berkembang yaitu telusur gua atau caving. Telusur gua atau caving berasal dari kata cave, yang artinya gua. Menurut Mc Clurg cave gua adalah ruang alamiah didalam bumi yang terdiri dari ruangan-ruangan dan lorong-lorong. Aktifitas caving diterjemahkan sebagai aktivitas penelusuran gua, setiap aktivitas

(21)

penelusuran gua tidak lepas dari keadaan gelap total, justru keadaan seperti ini yang menjadi daya tarik bagi seorang caver, sebutan untuk seorang penelusur gua. Petualangan di lorong gelap bawah tanah menghasilkan pengalaman tersendiri. Kalau sebagian orang merasa enggan mendekati lubang gelap menganga, maka para penelusur gua justru masuk kedalamnya sampai berkilometer jauhnya. Lubang sekecil apapun tak luput dari perhatianya, bahkan akan ditelusuri sampai tempat yang paling dalam sekalipun. Ornamen-ornamen gua seperti yang terbentuk oleh proses tetesan air selama ratusan bahkan ribuan tahun dan telah mengalami proses kristalisasi menampilkan sebuah panorama eksotis dan

mempesona yang tidak akan pernah terlupakan. 30

Dalam tulisanya, Norman Edwin (alm) speleologiawan mengambarkan bahwa Dalam dunia caving (telusur gua) dikenal tiga tahapan kegiatan. Caving (telusur gua) biasa merupakan tahap dasar seorang penelusur gua, yang dalam gerakan-gerakanya seiring harus berjalan menunduk, merangkak atau merayap. Gua yang ditelusuri acap kali dialiri atau digenangi air dan karenanya sering diarungi dengan cara merenanginya. Tahap berikutnya adalah menuruni gua- gua vertical yang secara khusus disebut dengan istilah potholing. Disini amat dibutuhkan keterampilan seperti rock climbing (memanjat tebing batu) dan penguasaan penuh tehnik tali - temali. Apabila gua penuh dengan air dan sama sekali tidak ada lagi udara, maka penelusur gua harus mampu memasuki tahap terakhir dalam caving (telusur gua), yaitu cave diving (penyalaman dalam gua). Disini keterampilan seorang penyelam akan diuji dalam lorong-lorong gelap tanpa

30

http://pendakigunung.wordpress.com/2009/03/23/tehnik-telusur-gua-caving/ diakses pada tanggal 21 agustus 2013 pukul 23.00

(22)

bisa menduga kapan akan berakhir dan menyembulkan kembali kepala ke udara terbuka. Jelas seorang penelusur gua dalam dunia caving (telusur gua) adalah mereka yang mampu menggabungkan keterampilan-keterampilan seorang pejalan, perenang, pendaki (rock climber), dan penyelam (diver). Dan tentu saja memiliki

mental yang kuat.31

2.8. Sejarah Penelusuran Gua

Tidak ada catatan resmi kapan manusia menelusuri gua. Berdasarkan peninggalan-peninggalan, berupa sisa makanan, tulang belulang dan juga lukisan-lukisan, dapat disimpulkan bahwa manusia sudah mengenal gua sejak puluhan tahun silam yang tersebar di benua Eropa, Afrika, dan Amerika. Menurut catatan yang ada, penelusuran gua dimualai oleh John Beaumont, ahli bedah dari Somerest, England (1674). Ia seorang ahli tambang dan geologi amatir, tercatat sebagai orang pertama yang menelusuri sumuran (potholing) sedalam 20 meter dan menemukan ruangan panjang 80 meter, lebar 3 meter serta ketinggian plafon 10 meter, dengan menggunakan penerangan lilin. Menurut catatan. Beaumont merangkak sejauh 100 meter dan menemukan jurang (internal pitch). Ia mengingatkan tambang pada tubuhnya dan minta diukur sedalam 25 meter. Beamout melaporkan penemuanya tersebut pada Royal Society, Lembaga Pengetahuan Iggris. Sedangkan orang yang paling berjasa mendeskripsikan gua – gua antara tahun 1670 – 1680 adalah Baron Johann Valsavor dari Slovenia.

31

Rudi badil, Norman Edwin Catatan Sahabat Sang Alam, Jakarta, KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) 2010. Hal 128-129

(23)

Valsavor mengunjungi 70 gua, membuat peta, sketsa dan melahirkan buku setebal

2800 halaman.32

2.9. Kode Etik Penelusuran Gua

Dalam kode etik Penelusuran gua dilarang menggambil sesuatu kecuali mengambil foto, dilarang meninggalkan sesuatu kecuali meninggalkan jejak kaki, dilarang membunuh sesuatu kecuali membunuh waktu. Kode etik ini pertama kali dicetuskan oleh National Speleological society (Amerika Serikat). Karena mudah dipahami setiap penelusur gua, maka kode etik ini diterima secara internasional

dan menjadi pegangan bagi semua penelusur gua.33 Kegiatan penelusuran baik

dari segi olah raga, petualangan maupun ilmiah bukanlah hal yang perlu dipertontonkan dan tidak perlu penonton. Penelusur gua wajib bertindak wajar, tidak melampui batas kemampuan fisik maupun teknik dan kesiapan mental dirinya sendiri, dan juga tidak memandang rendah kesanggupan sesame penelusur

2.10. Kewajiban Penelusur Gua

Penelusur gua senantiasa memperlihatkan keadaan cuaca. Tidak memasuki gua yang mudah kebanjiran pada musim hujan. Senantiasa menyadari bahwa kegiatan penulusuran gua bukan merupakan hak, tetapi wajib dianggap sebagai

32 HIKEPSI Kursus Tingkat Dasar dan Lanjutan Tehnik Penelusuran Gua dan Lingkunganya hal 22-23

33 ibid

(24)

suatu anugrah, rahmat, karunia dan berkah (privilege). Penelusur gua wajib memberi pertolongan sesuai dengan batas kemampuan, bila ada penelusur gua

dari rombongan lain yang membutuhkanya34.

2.11. Tehnik Penelusuran Gua

Maksud dari tehnik penelusuran gua adalah, bagaimana menempatkan posisi dan cara agar melewati medan gua yang bervariatif dengan aman dan tanpa merusak keberadaan gua itu sendiri. Secara umun tehnik penulusuran gua dibagai menjadi 2 yaitu tehnik penelusuran gua horizontal dan tehnik penelusuran gua vertical

1. Tehnik Penelusuran Gua Horisontal

Merupakan tehnik penelusuran yang dimana penelusur tidak di haruskan membawa perlengkapan yang khusus. Dalam lintasan horizontal, penelusur biasanya membawa perlengkapan personal dan barang mereka dalam tas caving kecil. Medan pada gua sangat bervariasi, mulai dari lorong – lorong yang mudah di telusuri sampai lorong yang membutuhkan tehnik khusus. Jalan dengan santai dan hindari perubahan kemiringan yang tidak perlu meskipun ditempuh dengan jarak yang jauh, ini akan menghemat tenaga. Jika ada anggota tim yang tertinggal dibelakang, leader harus memperlambat jalannya. Jika anggota yang paling lambat berhenti, leader harus berhenti dan tidak melanjutkan jalanya seketika saat anggota paling belakang sampai padanya. Dalam penelusuran gua horizontal

34

(25)

biasanya dilakukan gerak, jalan membungkuk, merangkak, merayap, tengkurap, menyelam serta berenang.

Peralatan yang digunakan dalam penelusuran gua horizontal antara lain :

Cover All (Wearpack)

Pakaian pelindung yang berfungsi sebagai pelindung dari gesekan, basah dan suhu yang dingin

Sepatu boot / PDL

Berfungsi sebagai alas dan melindungi kaki serta tahan terhadap gesekan

Helm

Berfungsi untuk melindungi kepala dari benturan dan mampu meredam benda yang jatuh menimpa helm

Senter / pencahayaan

Berfungsi memberikan penerangan

2. Tehnik Penelusuran Gua Vertikal

Merupakan tehnik penelusuran yang memerlukan peralatan dan juga membutuhkan keterampilan khusus, seperti memanjat (Rock Climbing) dan keterampilan tali temali. Tehnik yang sampai saat ini masih digunakan dalam penelusuran gua vertikal adalah SRT (Single Rope Technique) yaitu tehnik

(26)

penurunan dengan menggunakan satu buah tali tunggal yang bersifat elastis seperti tali kernmantel.

Peralatan yang digunakan pada penelusuran gua vertikal antara lain :

Tali

Berfungsi sebagai lintasan SRT, tali yang digunakan harus bersifat static dan dynamic

Harnest (Sit Harnest dan Chest Harnest)

Berfungsi sebagai alat pengikat di tubuh sebagai pengaman yang nantinya dihubungkan dengan tali

Foot loop (Static Rope dan Weebing)

Berfungsi sebagai pijakan kaki umtuk menuruni/menaiki gua vertikal

Cowstail (Dynamic Rope dan Webbing)

Berfungsi sebagai pengaman dan penghubung ascender (alat bantu untuk naik)

Ascender (Croll dan Jammer)

Berfungsi sebagai alat bantu untuk naik (meniti tali keatas) pada tali dan secara otomatis akan mengunci bila dibebani

Descender (Auto stop dan Rack)

Berfungsi sebagai alat bantu untuk turun (meniti talike bawah) dan juga menahan gesekan pada tali.

(27)

Maillon rapide (Delta maillon rapide dan semi circular)

Berfungsi sebagai alat bantu penghubung pada harness dan alat ascending dan descending

Carabiner (Carabiner Screwgate, Non Screw dan Auto Lock)

Berfungsi sebagai pengait dan dikaitkan dengan alat lainya.

2.12. Kerangka Pemikiran

Dilihat dari kerangka pemikiran diatas, maka penulis menjelaskan bagaimana kegiatan aktifitas penelusuran gua (caving) digambarkan dalam film Sanctum. Penulis menggunakan semiotika Charles Sanders Peirce karena ia mengatakan bahwa sign adalah tanda, object adalah sesuatu yang dirujuk tanda, sedangkan interpretant adalah tanda yang ada dalam benak seseorang. Analisis semiotika

Film “Sanctum”

Pesan / Simbol kegiatan penelusuran gua (caving)

Analisis Semiotika

(28)

Charles Sanders Peirce memaknai tanda-tanda tersebut untuk membantu penulis dalam mengambarkan kegiatan penelusuran gua (caving) yang ada dalam film Sanctum.

Referensi

Dokumen terkait

Pencemaran ini biasanya terjadi karena kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial, penggunaan pestisida, masuknya air permukaan tanah tercemar ke

Adapun unsur yang termaktub dalam Pasal 289 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dapat dilihat bahwa unsur-unsur terpenuhinya terjadinya tindak pidana perbuatan

Untuk data karyawan yang sudah tidak aktif bekerja lagi atau karyawan yang sudah pensiun maka perhitungan pesangon yang diterima oleh karyawan bisa dilakukan otomatis

Perbandingan antara jumlah tenaga apoteker yang tercatat pada Dinas Kesehatan Kota Surabaya yang menunjukkan data tenaga apoteker yang terdaftar memiliki SIPA

Sesuai penjelasan tersebut bahwa sebuah tanda-tanda dibuat bertujuan agar manusia bisa berpikir terhadap maksud dan tujuan dari sebuah tanda, baik berhubungan

Penggunaan Ca polystyrene sulfonate yang diberikan pada pasien gagal ginjal kronik hiperkalemia Rawat Inap di RSUD Kabupaten Sidoarjo terkait dosis, rute,

Langkah- langkah yang perlu dilakukan dalam Redesain SMAN 3 Padang dengan Pendekatan Sustainable Architecture, diantaranya (a) Untuk dapat menjawab permasalahan pada

HONDA BRIO Dapatkan Discount TERBESAR & Gratis Sarung Jok + Anti Karat Serta Penawaran Menarik Lainnya Di : www.. TAMAN