• Tidak ada hasil yang ditemukan

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "W A L I K O T A B A N J A R M A S I N"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN

NOMOR 16 TAHUN 2008

TENTANG

RETRIBUSI JASA KEPELABUHANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BANJARMASIN,

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan penyelenggaraan pelabuhan laut nasional dalam rangka kegiatan penyelenggara pelabuhan dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan serta mendorong perekonomian nasional dan daerah;

b. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah untuk penyelenggaraan retribusi jasa kepelabuhanan pada pelabuhan laut nasional yang diselenggarakan oleh Pemerintah maka perlu adanya penetapan tarif retribusi jasa kepelabuhanan yang berada di wilayah Kota Banjarmasin;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b diatas, perlu diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah;

Mengingat : 1. Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 9), sebagai Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1820);

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3493); 4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048);

(2)

5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3667);

6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

9. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3694);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2000 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3940);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4145); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4145); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian

Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

(3)

16. Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Banjarmasin Nomor 16 Tahun 1992 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kotamadya Daerah Tingkat II Banjarmasin (Lembaran Daerah Tahun 1993 Nomor 3 Seri D Nomor 2);

17. Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 12 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Kota Banjarmasin (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 12);

18. Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 15 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Banjarmasin (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 15);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANJARMASIN dan

WALIKOTA BANJARMASIN

M E M U T U S K A N :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TENTANG RETRIBUSI

JASA KEPELABUHANAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Banjarmasin.

2. Pemerintah Daerah adalah Walikota beserta Perangkat Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah.

3. Walikota adalah Walikota Banjarmasin.

4. Dinas Perhubungan adalah Dinas Perhubungan Kota Banjarmasin.

5. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang retribusi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Kas daerah adalah Kas Daerah Kota Banjarmasin.

7. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan.

8. Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku adalah tarif pelayanan jasa kepelabuhanan di pelabuhan yang diselenggarakan oleh pemerintah yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

9. Tarif Dasar adalah besaran yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah atas Penerimaan Negara Bukan Pajak dari jasa kepelabuhanan di pelabuhan laut diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.

(4)

10. Pelabuhan adalah tempat berdiri dari daratan dan perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintah dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi.

11. Kepelabuhanan meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan pelabuhan dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan/ atau barang, keselamatan berlayar, tempat perpindahan intra dan/atau antar moda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah.

12. Pelabuhan Umum adalah pelabuhan umum yang diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat umum.

13. Pelabuhan laut adalah pelabuhan yang melayani kegiatan angkutan laut.

14. Pelabuhan Khusus adalah pelabuhan yang dibangun dan dioperasikan untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu.

15. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga mesin atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan dibawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.

16. Kapal Niaga adalah kapal yang mengunjungi pelabuhan untuk melakukan kegiatan niaga, termasuk kapal Pemerintah/TNI yang digunakan untuk kepentingan niaga.

17. Kapal bukan niaga adalah kapal yang tidak melakukan kegiatan niaga, yang selama berkunjung di pelabuhan tidak menurunkan atau menaikkan penumpang, atau memuat maupun membongkar badan/hewan, kecuali dalam keadaaan darurat, antara lain untuk menambahkan buah kapal, mendapatkan pertolongan dokter, pertolongan dalam kebakaran, pembasmian hama, menerima perintah serta menyerahkan atau mengambil barang-barang pos.

18. Kapal yang melakukan kegiatan tetap adalah kapal yang melakukan kegiatan secara terus menerus dan tinggal di dalam wilayah perairan pelabuhan tertentu atau lokasi lain ditetapkan oleh Pemerintah selama minimal 3 (tiga) bulan.

19. Pelayaran Rakyat adalah kegiatan angkutan laut yang ditujukan untuk mengangkut barang dan/atau hewan dengan menggunakan kapal layar, kapal layar motor tradisional dan kapal motor dengan ukuran tertentu.

20. Angkutan Laut Perintis adalah kegiatan angkutan laut yang menghubungkan daerah-daerah terpencil dan belum berkembang serta belum layak untuk dilayani secara komersial.

21. Angkutan Laut Dalam Negeri adalah kegiatan angkutan laut yang dillakukan di wilayah perairan laut Indonesia yang diselenggarakan oleh Perusahaan angkatan laut.

22. Angkutan Laut Luar Negeri adalah kegiatan angkutan laut pelabuhan Indonesia ke pelabuhan luar negeri atau dari pelabuhan luar negeri ke pelabuhan Indonesia yang diselenggarakan oleh Perusahaan angkutan laut.

23. Pemandu adalah kegiatan Pandu dalam membantu Nahkoda kapal agar navigasi dapat dilaksanakan dengan selamat, tertib dan lancar dengan memberikan informasi tentang keadaan perairan setempat yang penting demi keselamatan kapal dan lingkungan.

24. Penundaan kapal adalah pekerjaan mendorong, menarik atau menggandeng kapal yang berolah gerak, untuk tambat ke atau untuk lepas dari dermaga, pelampung, dolphin, dan kapal lainnya dengan menggunakan kapal tunda.

(5)

25. Pandu adalah petugas pelaksana pemanduan yaitu seorang pelaut nautis yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan Pemerintah.

26. Barang adalah semua jenis komoditi termasuk hewan yang dibongkar/muat dari dan ke kapal.

27. Kegiatan alih muat barang antar kapal (ship to ship) adalah kegiatan bongkar muat barang secara langsung dari kapal ke kapal termasuk tongkang atau sebaliknya, tanpa melalui dermaga.

28. Barang berbahaya adalah barang yang karena sifat dan karakteristiknya dapat membahayakan jiwa manusia dan lingkungan, sesuai ketentuan yang berlaku.

29. Bahan baku adalah bahan yang langsung digunakan sebagai bahan dasar untuk menghasilkan suatu produksi sesuai dengan jenis usaha pokoknya.

30. Hasil produksi adalah barang yang merupakan hasil langsung dari proses produksi sesuai dengan jenis usaha pokoknya.

31. Peralatan penunjang produksi adalah perangkat peralatan yang digunakan secara langsung dalam proses produksi sesuai dengan jenis usaha pokoknya.

32. Lapangan adalah tempat terbuka untuk penumpukan dan penyimpanan barang dalam daerah pelabuhan.

33. Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan hukum yang menurut peraturan perundang-undangan diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi.

34. Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD) adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan sanksi administrasi dan sanksi administrasi berupa bunga atau denda.

35. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD atau yang dipersamakan adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi daerah.

36. Surat Pendaftaran Obyek Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SPdORD adalah surat yang digunakan oleh wajib retribusi untuk melaporkan objek retribusi dan wajib retribusi sebagai dasar perhitungan dan pembayaran retribusi yang terutang menurut peraturan perundang-undangan retribusi daerah.

37. Surat Setoran Retribusi Daerah (SSRD) adalah surat yang digunakan oleh wajib retribusi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran retribusi yang terhutang ke Kas Daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditetapkan Kepala Daerah.

38. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar (SKRDLB) adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar dari retribusi yang terhutang atau seharusnya terhutang.

39. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengelola data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi Daerah berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Retribusi Daerah.

40. Penyidik Tindak Pidana dibidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana Retribusi Daerah yang terjadi serta menemukan tersangka.

(6)

BAB II

NAMA OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI Pasal 2

Dengan nama Retribusi Jasa Kepelabuhanan dipungut sebagai retribusi atas jasa/pelayanan.

Pasal 3

Obyek Retribusi Jasa Kepelabuhanan adalah setiap kegiatan yang memanfaatkan jasa pelayanan kepelabuhan.

Pasal 4

Subyek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh pelayanan jasa kepelabuhanan.

BAB III

GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 5

Retribusi jasa kepelabuhanan digolongkan sebagai Retribusi Jasa Umum.

BAB IV

CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 6

Tingkat penggunaan jasa kepelabuhanan diukur berdasarkan jenis pungutan, satuan dan ukuran kapal.

BAB V

PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF Pasal 7

(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutupi biaya administrasi dari pelayanan jasa kepelabuhanan, dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat dan aspek keadilan.

(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain pelayanan administrasi, koordinasi, konsultasi, monitoring/evaluasi dan operasional kegiatan.

BAB VI

CARA PERHITUNGAN RETRIBUSI Pasal 8

Retribusi yang terutang dihitung dengan mengalikan tarif sebagaimana Pasal 9 dengan tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.

(7)

BAB VII

JENIS TARIF RETRIBUSI PENERIMAAN JASA KEPELABUHANAN Pasal 9

(1) Jenis tarif retribusi atas penerimaan jasa kepelabuhanan terdiri dari : a. Tarif Retribusi Jasa Pelayanan Kapal :

1. Tarif Retribusi Jasa Labuh. 2. Tarif Retribusi Jasa Pemanduan. 3. Tarif Retribusi Jasa Penundaan. 4. Tarif Retribusi Jasa Tambat.

b. Tarif Retribusi Jasa Pelayanan Barang: 1. Tarif Retribusi Jasa Dermaga. 2. Tarif Retribusi Jasa Penumpukan.

c. Tarif Retribusi Pelayanan Jasa Kepelabuhanan lainnya : Tarif Retribusi Sewa Tanah dan Penggunaan Perairan.

(2) Tarif yang dimaksud pada pasal 9 ayat (1) termuat dalam lampiran-lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 10

Tarif retribusi jasa labuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a angka (1) yaitu : Untuk kapal yang melakukan kegiatan di Pelabuhan terdiri dari :

1. Kapal angkutan laut luar negeri. 2. Kapal angkutan laut dalam negeri.

Pasal 11

Tarif retribusi jasa pemanduan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a angka (2) yaitu tarif jasa pemanduan di Pelabuhan :

Dengan Pemanduan dengan jarak 0 s/d 4 mil bagi : 1. Kapal angkutan laut luar negeri.

2. Kapal angkutan laut dalam negeri.

Pasal 12

(1) Tarif retribusi jasa penundaan sebagaimana dimaksud Pasal 9 huruf a angka (3) meliputi penundaan di Pelabuhan yang terdiri dari :

a. Kapal angkutan laut luar negeri. b. Kapal angkutan laut dalam negeri.

(2) Kapal dengan panjang lebih dari 70 meter yang berolah gerak di daerah perairan pelabuhan, untuk pertimbangan keselamatan pelayaran dalam menggunakan jasa penundaan dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Panjang 71 meter sampai dengan 100 meter ditunda dengan 1 (satu) kapal tunda yang mempunyai daya minimal 600 PK.

b. Panjang kapal 101 meter sampai dengan 150 meter, ditunda minimal 2 (dua) kapal tunda dengan jumlah daya 1200 PK sampai dengan 3400 PK.

Pasal 13

Tarif retribusi jasa tambat sebagaimana dimkasud dalam pasa 9 huruf a angka 4) meliputi : a. Kapal yang melakukan kegiatan di Pelabuhan yang bertambat pada :

1. Tambatan dermaga (besi, beton, dan kayu) bagi : a) Kapal angkutan laut luar negeri.

b) Kapal angkutan laut dalam negeri. c) Kapal Pelayaran Rakyat/kapal perintis. 2. Tambatan breasthing dolphin, pelampung bagi :

(8)

a) Kapal angkutan laut luar negeri. b) Kapal angkutanl laut dalam negeri. c) Kapal Pelayaran Rakyat/kapal perintis. 3. Tambatan pinggiran/talud bagi :

a) Kapal angkutan laut luar negeri. b) Kapal angkutan laut dalam negeri. c) Kapal Pelayaran Rakyat/kapal perintis.

b. Kapal yang melaksanakan kegiatan di Pelabuhan terdiri dari :

1. Kapal yang mengangkut bahan baku, hasil produksi dan peralatan penunang produksi untuk kepentingan sendiri.

2. Kapal yang mengangkut kepentingan umum. Pasal 14

Tarif retribusi jasa dermaga sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf b angka 1 terdiri dari :

Barang yang dibongkar/dimuat melalui pelabuhan khusus yang terdiri dari : 1) Barang ekspor dan impor.

2) Barang antar pulau.

3) Barang yang merupakan bahan baku, hasil produksi dan peralatan penunjang produksi untuk kepentingan sendiri.

4) Barang kepentingan umum.

Pasal 15

Tarif retribusi jasa penumpukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b angka 2 adalah lapangan terbuka dalam wilayah pelabuhan.

Pasal 16

Tarif retribusi sewa tanah dan penggunaan perairan (milik/kewenangan Pemerintah Daerah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d angka 1 terdiri dari:

a. Persewaan tanah pelabuhan untuk bangunan industri galangan dan dock kapal; b. Persewaan penggunaan perairan untuk bangunan dan kegiatan lainnya;

c. Persewaan untuk kepentingan lainnya yaitu toko, warung dan sejenisnya.

BAB VIII

PENGENAAN TARIF RETRIBUSI Pasal 17

(1) Tarif retribusi jasa labuh dikenakan kepada semua kapal yang berkunjung ke Pelabuhan atau yang memasuki perairan Pelabuhan atau lokasi lain yang ditunjuk oleh Pemerintah Daerah.

(2) Kapal angkutan laut luar negeri yang mengunjungi satu atau beberapa pelabuhan terbuka untuk perdagangan luar negeri di Indonesia untuk melakukan bongkar muat barang luar negeri dikenakan tarif retribusi jasa labuh untuk pelayaran keluar negeri. (3) Kapal motor berukuran sampai dengan 35 GT atau kapal layar/kapal layar motor

berukuran sampai dengan 174 GT yang melakukan kegiatan angkutan lintas batas dikenakan retribusi jasa labuh untuk angkutan laut dalam negeri.

(4) Kapal niaga yang berkunjung ke pelabuhan sesuai dengan trayeknya sekalipun kapal tersebut tidak melakukan kegiatan menaikkan dan menurunkan penumpang dan/atau bongkar/muat barang/hewan, dikenakan tarif retribusi jasa labuh sebesar 100% (seratus persen) dari tarif dasar.

(9)

(5) Kapal yang menunggu naik dok atau dalam perbaikan (floating repair) di perairan pelabuhan dikenakan tarif retribusi jasa labuh sebesar 75 % (tujuh puluh lima persen) dari tarif retribusi dasar.

Pasal 18

Kapal yang melakukan kegiatan di Pelabuhan dikenakan tarif retribusi jasa labuh sebesar 100% (seratus persen) dari tarif retribusi jasa dasar dan merupakan pendapatan Pemerintah Daerah.

Pasal 19

(1) Tarif retribusi jasa labuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a angka 1 tidak dikenakan terhadap :

a. Kapal yang berukuran kurang dari GT 7,5 (tujuh setengah);

b. Kapal yang tidak dipakai lagi atau yang akan discraping/ditutuh dan dilabuhkan di tempat yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Pelabuhan setempat;

c. Kapal Perang Republik Indonesia;

d. Kapal Negara yang digunakan tugas pemerintah; e. Kapal penelitian;

f. Kapal Palang Merah;

g. Kapal yang memasuki pelabuhan, khusus untuk meminta pertolongan atau yang memberi pertolongan jiwa manusia;

h. Kapal SAR.

(2) Kapal dengan ukuran kurang dari 35 GT yang melakukan kunjungan pada satu pelabuhan dalam 1(satu) hari lebih dari 2 (dua) kali kunjungan dikenakan tarif retribusi jasa labuh hanya untuk 2 (dua) kali kunjungan.

Pasal 20

(1) Tarif retribusi jasa pemanduan didasarkan pada kelompok jarak pemanduan, ukuran GT kapal dan jumlah gerakan.

(2) Tarif retribusi jasa pemanduan bagi kapal-kapal tunda yang menggandeng tongkang/alat apung lainnya didasarkan pada tonase kapal tunda ditambah tonase kapal tongkang/alat apung.

(3) Pemanduan kapal konvoi yang paling banyak 2 (dua) kapal dalam 1 (satu) gerakan pemanduan yang dilakukan oleh pandu yang berada diatas kapal terdepan atau pandu berada diatas kapal pandu/tunda, dikenakan tarif retirbusi jasa pemanduan masing-masing sebesar 100% (seratus persen) dari tarif dasar terhadap setiap kapal konvoi. (4) Pemanduan kapal yang menggunakan pandu laut dan pandu Bandar pada saat masuk

atau keluar pelabuhan, dikenakan 1 (satu) tarif retribusi gerakan pemanduan masuk atau keluar.

(5) Pelayanan jasa pemanduan dapat diberikan di Pelabuhan yang belum ditetapkan sebagai perairan wajib pandu luar biasa atas permintaan pengelola Pelabuhan.

Pasal 21

Kapal yang menggunakan jasa pemanduan yang dibebaskan dari kewajiban membayar tarif retribusi jasa pemanduan terdiri dari :

i. Kapal Negara yang digunakan untuk tugas pemerintah; j. Kapal Perang;

k. Kapal yang memasuki pelabuhan untuk keperluan meminta pertolongan dan penyelamatan terhadap jiwa manusia;

l. Kapal yang berpindah dari tambatan atas perintah Superintendent/pengawas pemanduan untuk kepentingan operasional pelabuhan.

(10)

Pasal 22

(1) Waktu pemakaian kapal tunda dihitung selama menunda kapal, sedangkan tambahan waktu untuk keperluan keberangkatan dari dan kembali ke pangkalan sesuai kesepakatan.

(2) Pembatalan permintaan kapal tunda yang telah dikirim ke lokasi kapal, dikenakan tarif retribusi jasa penundaan sejak kapal tunda berangkat dari pangkalan untuk menunda sampai kembali ke pangkalan,minimal dihitung untuk pemakaian 1 (satu) jam.

(3) Pembulatan jam pemakaian kapal tunda ditetapkan sebagai berikut :

a. Penggunaan kapal tunda kurang dari 1 (satu) jam dihitung menjadi 1(satu) jam; b. Untuk pemakaian selebihnya :

1) Kurang dari ½ jam dihitung menjadi ½ jam;

2) Lebih dari ½ jam tetapi kurang dari 1 jam dihitung 1 jam;

(4) Pelayanan jasa penundaan yang menggunakan kapal tunda bukan milik Pemerintah Daerah dikenakan 20% (dua puluh persen) dari pendapatan jasa penundaan.

Pasal 23

(1) Tarif retribusi jasa tambat dikenakan terhadap kapal yang ditambat pada dermaga beton/besi/kayu, dolphin, pelampung, pinggiran/talud dan kapal bertambat/merapat pada lambung kapal lain yang sedang sandar/tambat di dermaga.

(2) Tarif retribusi jasa tambat dihitung dengan satuan etmal (24 jam) dan dihitung sekurang-kurangnya untuk 6 (enam) jam atau ¼ etmal dengan pembulatan sebagai berikut :

a. Pemakaian tambat sampai dengan 6 jam dihitung ¼ etmal; b. Pemakaian tambat lebih dari 6 jam s/d 12 jam dihitung ½ etmal; c. Pemakaian tambat lebih 12 jam s/d 18 jam dihitung ¾ etmal; d. Pemakaian tambat lebiih dari 18 jam s/d 24 jam dihitung 1 etmal.

(3) Kapal yang bertambat pada tambatan dermaga beton/besi/kayu yang dilengkapi dolphin atau pelampung dikenakan tarif retribusi jasa tambatan dermaga beton/besi/kayu.

(4) Untuk kapal yang bertambat hanya pada dolphin/pelampung, termasuk juga benda apung lainnya yang berfungsi sebagai pelampung (buoy) dikenakan tarif tambatan dolphin/pelampung.

(5) Tarif retribusi jasa tambatan pinggiran/talud dikenakan terhadap kapal yang bertambat atau sandar secara fisik/diikat di bangunan talud di dalam daerah lingkungan kerja pelabuhan.

(6) Kapal yang bertambat secara susun sirih dikenakan tarif retribusi jasa tambat sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari tarif retribusi dasar sesuai tambatan yang digunakan. (7) Kapal yang bertambat pada lambung kapal lain yang sedang bertambat di tambatan

dikenakan tarif retribusi jasa tambat sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif retribusi dasar tambatan yang digunakan.

(8) Tarif retribusi jasa tambat bagi kapal yang melakukan kegiatan tetap dapat dibayar 1 (satu) bulan kalender dimana untuk setiap bulan kalender dihitung sebanyak 20 (dua puluh) etmal dikalikan tarif dasar tambatan yang digunakan.

(11)

Pasal 24

(1) Kapal yang mengangkut bahan baku, hasil produksi dan peralatan penunjang produksi untuk kepentingan sendiri di Pelabuhan Khusus (PELSUS) dikenakan 25% (dua lima persen) retribusi jasa tambat.

(2) Dalam hal Pelabuhan Khusus (PELSUS) digunakan untuk kegiatan lain selain untuk kepentingan sendiri setelah mendapat izin dari Pemerintah Daerah dikenakan tarif retribusi jasa sebagai berikut :

a. Jasa tambat sebesar 100% (seratus persen) dari tarif retribusi dasar;

b. Hasil pungutan retribusi jasa tambat sebagaimana dimaksud huruf a, merupakan pendapatan bersama dengan pembagian 50% (lima puluh persen) merupakan Pendapatan Pemerintah Daerah dan 50% (lima puluh persen) merupakan pendapatan pengelola Pelabuhan Khusus (PELSUS).

(3) Kapal yang mengangkut barang untuk kepentingan umum yang melakukan kegiatan di pelabuhan khusus atas izin Pemerintah Daerah, dikenakan tarif sebagai berikut :

a. Jasa tambat sebesar 100% (seratus persen) dari tarif retribusi dasar;

b. Hasil pungutan jasa tambat sebagaimana dimaksud huruf a, merupakan pendapatan bersama dengan pembagian 50% (lima puluh persen) untuk Pendapatan Pemerintah Daerah dan 50% (lima puluh persen) merupakan pendapatan pengelola Pelabuhan Khusus (PELSUS).

Pasal 25

(1) Tarif retribusi jasa dermaga dikenakan terhadap semua barang yang dibongkar/muat dari/ke kapal yang bertambat di Dermaga Pelabuhan Khusus (PELSUS) dengan tujuan tempat lain atau sebaliknya, khusus untruk barang-barang transshipment hanya dikenakan tarif retribusi jasa dermaga 1 (satu) kali.

(2) Kegiatan alih muat antar kapal (ship to ship) termasuk tongkang tanpa melalui dermaga di dalam Daerah Wilayah 4 (empat) mil laut dari garis pantai pelabuhan khusus terdekat atau lokasi lain yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dikenakan tarif retribusi pelayanan jasa barang sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari tarif retribusi jasa dermaga.

Pasal 26

(1) Barang yang berupa bahan baku, hasil produksi dan peralatan penunjang produksi untuk kepentingan sendiri yang dibongkar/muat melalui Pelabuhan Khusus (PELSUS) dikenakan 25% (dua puluh lima persen) tarif retribusi jasa dermaga.

(2) Barang untuk kepentingan umum yang dibongkar/muat melalui pelabuhan khusus dikenakan tarif retribusi jasa dermaga sebagai berikut :

a. Tarif retribusi jasa dermaga sebesar 100% (seratus persen);

b. Hasil pungutan tarif retribusi jasa dermaga sebagaimana dimaksud huruf a, merupakan pendapatan bersama dengan pembagian 25% (dua puluh lima persen) Pendapatan Pemerintah Daerah dan 50% (lima puluh persen) merupakan pendapatan dikembalikan kepada pengelola Pelabuhan Khusus (PELSUS).

(12)

Pasal 27

(1) Tarif retribusi sewa tanah milik Pemerintah Daerah dan penggunaan perairan dikenakan berdasarkan penggunaan terhadap :

a. Bangunan-bangunan industri galangan dan dock kapal; b. Bangunan-bangunan industri/perusahaan;

c. Untuk kepentingan lainnya.

(2) Tarif retribusi sewa tanah milik Pemerintah Daerah untuk pelabuhan khusus dan penggunaan perairan untukkepentingan lainnya dihitung per meter persegi per tahun.

Pasal 28

Struktur dan besarnya tarif retribusi jasa kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 sesuai dengan yang tercantum dalam lampiran ini.

BAB IX

WILAYAH PEMUNGUTAN RETRIBUSI Pasal 29

Pemungutan retribusi adalah di wilayah Kota Banjarmasin

BAB X

MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG Pasal 30

(1) Masa retribusi adalah jangka waktu yang lamanya ditentukan berdasarkan lampiran jenis pungutan jasa kepelebauhanan.

(2) Retribusi terutang pada saat diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. BAB XI

SURAT PENDAFTARAN Pasal 31

(1) Setiap wajib retribusi wajib mengisi SPdORD.

(2) SPdORD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan benar dan lengkap serta ditanda tangani oleh Wajib Retribusi atau kuasanya.

(3) Bentuk, isi, serta tata cara pengisian dan penyampaian SPdORD ditetapkan oleh Walikota.

BAB XII

TATA CARA PEMUNGUTAN RETRIBUSI Pasal 32

(1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan.

(13)

BAB XIII

TATA CARA PENETAPAN RETRIBUSI Pasal 33

(1) Penetapan retribusi berdasarkan SPTRD dengan menerbitkan SKRD.

(2) Dalam hal SPTRD tidak dipenuhi oleh Wajib Retribusi sebagaimana mestinya maka diterbitkan SKRD secara Jabatan.

(3) Bentuk dan Isi SKRD sebagaimana dimakud ayat (2) ditetapkan oleh Walikota. Pasal 34

Apabila berdasarkan hasil pemerikasaan ditemukan data baru dan atau yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah retribusi yang terutang maka dikeluarkan SKRDKBT.

BAB XIV

TATA CARA PEMBAYARAN RETRIBUSI Pasal 35

(1) Pembayaran retribusi dilakukan di Kas Daerah atau ditempat lain yang ditunjuk oleh Walikota

(2) Apabila pembayaran retribusi dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, hasil peemriksaan harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Walikota.

(3) Pembayaran retribusi yang terhutang harus dilakukan sekaligus atau harus sesuai yang tercantum dalam Pasal 10.

(4) Setiap pembayaran retribusi diberi tanda bukti pembayaran dan dicantumkan dalam bukti penerimaan.

(5) Bentuk, isi dan ukuran buku penerima dan tanda bukti pembayaran sebagaimana dimaksud ayat (4) ditetapkan oleh Walikota.

BAB XV

SANKSI ADMINISTRASI Pasal 36

Apabila pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat waktu yang ditetapkan maka dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) per bulan STRD.

BAB XVI

TATA CARA PEMBUKUAN DAN PELAPORAN Pasal 37

(1) SKRD, SKRD Jabatan dan SKRDKBT dan STRD dicatat dalam buku jenis retribusi.

(2) SKRD, SKRD Jabatan dan SKRDKBT dan STRD untuk masing-masing wajib retribusi dicatat sesuai NPWRD.

(14)

Pasal 38

(1) Besarnya penetapan dan penyetoran retribusi dihimpun dalam buku jenis retribusi.

(2) Atas dasar buku jenis retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat daftar penerimaan dan tunggakan per jenis retribusi.

(3) Berdasarkan daftar penerimaan dan tunggakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat laporan realisasi penerimaan dan tunggakan per jenis retribusi sesuai masa retribusi.

BAB XVII

TATA CARA PENAGIHAN RETRIBUSI Pasal 39

(1) Pengeluaran surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran.

(2) Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah tanggal diterimanya surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis diterima, wajib retribusi harus melunasi retribusinya yang terutang.

(3) Surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Walikota atau oleh Instansi Teknis/Dinas Perhubungan.

Pasal 40

Bentuk-bentuk formulir yang digunakan untuk pelaksanaan penagihan retribusi sebagaimana dimaksud Pasal 22 ayat (1) ditetapkan oleh Walikota.

BAB XVIII

TATA CARA PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 41

(1) Walikota berdasarkan permohonan wajib retribusi dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi.

(2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1), dapat diajukan melalui Instansi Teknis/Dinas Perhubungan guna pertimbangan lebih lanjut untuk ditetapkan oleh Walikota.

BAB XIX

TATA CARA PEMBETULAN, PENGURANGAN KETETAPAN, PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI DAN PEMBATALAN

Pasal 42 (1) Wajib retribusi dapat mengajukan permohonan :

a. Pembetulan SKRD dan STRD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan Peraturan Perundang-undangan Retribusi Daerah;

b. Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga dan kenaikan retribusi yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Retribusi atau bukan karena kesalahannya;

(15)

(2) Permohonan pembetulan, pengurangan ketetapan, penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dan pembatalan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh Wajib Retribusi kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima SKRD dan STRD dengan memberikan alas an yang jelas dan meyakinkan untuk mendukung permohonannya. (3) Walikota atau Pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak Surat

Permohonan sebagaimana dimaksud ayat (2) diterima, sudah harus memberikan keputusan.

(4) Apabila setelah lewat waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud ayat (3), Walikota atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan, pembetulan,pengurangan ketetapan, penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dari pembatalan dianggap dikabulkan.

BAB XX

TATA CARA PENYELESAIAN KEBERATAN Pasal 43

(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan keberatan atas SKRD dan STRD.

(2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sejak tanggal SKRD dan STRD.

(3) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar retribusi.

(4) Walikota atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan sebagaimana dimaksud ayat (2) diterima, sudah memberikan keputusan.

(5) Apabila setelah lewat waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud ayat (4) Walikota atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan permohonan keberatan dianggap dikabulkan.

BAB XXI

TATA CARA PERHITUNGAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 44

(1) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dapat dilakukan dengan cara Wajib Retribusi harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.

(2) Atas dasar pemohonan sebagaimana dimaksud ayat (1) atas kelebihan pembayaran retribusi dapat langsung diperhitungkan lebih dahulu dengan utang retribusi atau sanksi administrasi berupa bunga oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.

(3) Atas dasar permohonan sebagaimana dimaksud ayat (2) yang berhak atas kelebihan pembayaran tersebut dapat diperhitungkan dengan pembayaran retribusi selanjutnya.

Pasal 45

(1) Terhadap kelebihan pembayaran yang masih tersisa setelah dilakukan perhitungan sebagaimana dimkasud dalam Pasal 44 diterbitkan SKRDLB paling lambat 2 (dua) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi.

(16)

(2) Kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dikembalikan kepada Wajib Retribusi paling lambat 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.

Pasal 46

(1) Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Retribusi.

(2) Atas perhitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 diterbitkan bukti pemindah bukuan yang berlaku juga sebagai bukti pembayaran.

BAB XXII

K A D A L U W A R S A Pasal 47

(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi, kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang retrribusi.

(2) Kadaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini tertangguh apabila diterbitkan surat teguran atau ada pengakuan utang retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung.

BAB XXIII P E N Y I D I K A N

Pasal 48

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Kota diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah atau Retribusi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah:

a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;

b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan Daerah dan Retribusi;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi;

d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi;

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi;

g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan Daerah dan Retribusi;

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

(17)

j. menghentikan penyidikan;

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi menurut hukum yang bertanggung jawab. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya

penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

BAB XXIV KETENTUAN PIDANA

Pasal 49

(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah).

(2) Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

(3) Hasil denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan ke Kas Daerah

BAB XXV

KETENTUAN PENUTUP Pasal 50

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur dengan Keputusan Walikota.

Pasal 51

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan perundangan Peraturan Daerah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah Kota Banjarmasin.

Diundangkan di Banjarmasin pada tanggal

SEKRETARIS DAERAH KOTA BANJARMASIN,

TTd.

H. DIDIT WAHYUNIE

Ditetapkan di Banjarmasin

Pada tanggal 06 Desember 2007 WALIKOTA BANJARMASIN

Ttd.

H. A. YUDHI WAHYUNI

Referensi

Dokumen terkait

Teknologi yang berkembang pada saat ini menuntut perusahaan untuk mengembangkan Sistem informasi berbasis komputer, sistem informasi ini membuat sistem agar lebih

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari temperatur tertinggi yang dihasilkan dari variasi laju aliran udara dan laju aliran massa bahan bakar oli bekas untuk pembakaran

Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain yang sudah maju untuk

[r]

Tata Udara 171624021. Muhammad Naufal

Kompleksitas pekerjaan atau kerumitan geometri produk yang harus dibuat dapat diatasi dengan memilih mesin perkakas dengan jumlah sumbu gerakan yang lebih banyak

Rumah sakit memberitahu pasien dan keluarga, dengan cara dan bahasa yang dapat dimengerti tentang proses bagaimana mereka akan diberitahu tentang kondisi medis dan

Valbury Asia Securities or their respective employees and agents makes any representation or warranty or accepts any responsibility or liability as to, or in relation to, the