• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK PENGELOLAAN INDUK IKAN NILA SULTANA (Oreochromis niloticus L) DI BALAI BESAR PERIKANAN BUDIDAYA AIR TAWAR (BBPBAT) SUKABUMI, JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEKNIK PENGELOLAAN INDUK IKAN NILA SULTANA (Oreochromis niloticus L) DI BALAI BESAR PERIKANAN BUDIDAYA AIR TAWAR (BBPBAT) SUKABUMI, JAWA BARAT"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

i

TEKNIK PENGELOLAAN INDUK

IKAN NILA SULTANA (Oreochromis niloticus L)

DI BALAI BESAR PERIKANAN BUDIDAYA AIR TAWAR

(BBPBAT) SUKABUMI, JAWA BARAT

TUGAS AKHIR

NURHIDAYA

1322010207

JURUSAN BUDIDAYA PERIKANAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKAJENE DAN KEPULAUAN

PANGKEP

(2)

ii

TEKNIK PENGELOLAAN INDUK

IKAN NILA SULTANA (Oreochromis niloticus L)

DI BALAI BESAR PERIKANAN BUDIDAYA AIR TAWAR

(BBPBAT) SUKABUMI, JAWA BARAT

TUGAS AKHIR

NURHIDAYA 1322010207

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Studi pada

Politeknik Pertanian Negeri Pangkajene dan Kepulauan

Telah Diperiksa dan Disetujui oleh Pembimbing:

Nur Rahmawaty Arma, Ph.D. Dr. Ir. M. Ikbal Illijas, M.Sc

Ketua

Anggota

Diketahui oleh:

Dr. Ir. Darmawan, MP

Ir. Rimal Hamal, MP

Direktur Ketua Jurusan

(3)

iii

RINGKASAN

NURHIDAYA, 1322010207. Teknik pembenihan ikan nila (Oreochromis niloticus L) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Ikan Air

Tawar (BBPBAT) Sukabumi Jawa Barat (dibawah bimbingan NUR RAHMAWATY ARMA dan MUHAMMAD IKBAL ILLIJAS.

Ikan nila adalah satu komoditi yang cukup diminati karena proses budidaya yang mudah, memiliki resistensi yang relatif tinggi terhadap kualitas air dan penyakit serta pertumbuhan yang baik dalam budidaya intensif. Selain itu permintaan pasar domestik yang besar, peluang eksporpun terbuka lebar sehingga produsen belum mampu memenuhinya. Indonesia berpeluang besar menjadi eksportir utama ikan nila di dunia, selain potensi lahan yang cukup besar (air tawar, payau dan laut).

Penulisan tugas akhir ini dilakukan dengan tujuan untuk memperkuat penguasaan teknik pengelolaan induk nila dalam usaha pembenihan sehingga dapat menghasilkan induk yang matang gonad atau siap dipijahkan untuk menghasilkan telur yang berkualitas. Manfaat dari tugas akhir ini adalah sebagai bahan informasi untuk memperluas wawasandan meningkatkan kompetensi keahlian mahasiswa dalam berkarya di masyarakat kelak khususnya mengenai teknik–teknik pengelolaan induk ikan nila (Oreochromis niloticus L) dalam bidang pembenihan.

Metode pengumpulan data yang di gunakan adalah adalah metode pengumpulan data secara primer dan sekunder berdasarkan hasil kegiata Pengalaman Kerja Praktik Mahasiswa di Balai Besar Pengembangan Budidaya Ikan Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi pada bulan februari sampai mei .

Induk ikan nila yang digunakan dalam kegiatan ini adalah induk ikan nila yang berumur 8 bulan sampai 2 tahun dengan panjang 34,5– 41 cm dengan bobot 400–2000 g/ekor dan menghasilkan 2000–3000 butir telur,dengan persentase penetasan 50–70 % yang menghasilkan 1000–2000 ekor larva. Pakan induk komersil dengan kandungan protein 31–33% diberikan 2 kali sehari pagi dan sore hari dengan dosis 5% dari berat biomassa ikan.

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji sukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya atas rahmat dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan berjudul Teknik Pembenihan Pengelolaan Induk Ikan Nila SULTANA

(Oreochromis niloticus L) di Balai Besar Perikanan Budidaya Ikan Air Tawar (BBPBAT), Sukabumi, Jawa Barat. Penulis tugas akhir ini buat berdasarkan apa yang telah saya lakukan dalam Pengalaman Kerja Praktek mahasiswa (PKPM) yang berlangsung selama 3 bulan dimulai pada tanggal 9 Februari – 9 Mei 2016. Tempat PKPM dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Ait Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat.

Pembuatan tugas akhir ini tidak terlepas dari peran serta berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Ayah dan Ibu yang telah memberi motifasi dukungan baik materi atau non materi

2. Dr. Nur Rahmawati Arma, M.Sc, dan Dr. Ir. M. Ikbal Illjas,M.Sc. selaku dosen pembimbing dengan penuh kesabaran dan ke iklas membimbing serta memberi arahan, petunjuk selama ini.

3. Bapak Ir. Rimal Hamal, MP. Selaku Ketua Jurusan Budidaya Perikanan. 4. Bapak Dr.Ir. Darmawan, MP. Selaku Direktur Politeknik Pertanian

Negeri Pangkep.

5. Bapak Ujang Sujana (karto), Agus surachman (Badu),R. Eko Prihartono,SP. (Eko) dan bapak I. Suharjo, yang telah membimbing penulis dalam proses awal akan melakukan PKPM hingga selesai PKPM.

(5)

v 6. Niluh puspayanti dan Patmawati selaku teman seperjuangan yang senan

tiasa menemaniku dalam penyusunan tugas akhir.

7. Seluruh staf Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT), Sukabumi, Jawa Barat, atas bantuan dan bimbingannya selama proses pengambilan data tugas akhir.

8. Bapak dan ibu dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis.

9. Teman-teman seperjuangan yang telah menbantu selama penulisan tugas akhir ini.

10. Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir ini masih jauh dari kesempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar menjadi masukan yang berguna bagi penulis.

Akhir kata, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat untuk semua pihak.

Mandalle, 4 Agustus 2016

(6)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... iii KATA PENGANTAR ... iv DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Kegunaan ... 2

II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Klasifikasi Ikan Nila ... 3

2.2 Morfologi Ikan Nila ... 3

2.3 Strain Ikan Nila ... 4

2.4 Habitat dan Kebiasaan Hidup Ikan Nila ... 15

2.5 Habitat dan Penyebaran ... 16

2.6 Pakan dan Kebiasaan Pakan ... 17

2.7 Perkembangbiakan Ikan Nila ... 19

2.8 Fekunditas ... 19

2.8 Pengelolaan Kualitas Air ... 20

III METODOLOGI ... 23

3.1 Waktu dan Tempat ... 23

3.2 Bahan dan Alat ... 25

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 25

3.4 Metode Pelaksanaan ... 26

3.4.1 Persiapan Kolam Pemeliharaan ... 26

3.4.2 Persiapan Wadah Pemijahan ... 27

3.4.3 Memilih Induk Matang Gonad ... 27

3.4.4 Pemijahan ... 29

3.4.5 Pemberian Pakan ... 29

3.4 Parameter yang Diamati dan Analisis Data ... 32

3.4.5 Parameter yang Diamati ... 32

(7)

vii

IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 35

4.1 Kualitas dan Kuantitas Induk ... 35

4.2 Performa Pemijahan ... 36 4.3 Kualitas Air ... 43 V PENUTUP ... 46 5.1 Kesimpulan ... 46 5.2 Saran ... 47 DAFTAR PUSTAKA ... 48 LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

(8)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Alat yang digunakan dalam pengelolaan induk ikan nila sultana .. 23

2 Bahan yang digunakan dalam pengelolaan induk ikan nila sultana 25

3 Kriteria induk jantan dan induk betina siap di pijahkan ... 28

4 Kandungan nutrisi pakan HI-PRO-Vite 781 ... 30

5 Manajemen pemberian pakan ... 30

6 Panjang dan berat induk jantan dan betina ... 35

7 Karakteristik induk jantan dan induk betina matang gonad ... 36

8 Tingkat pembuahan telur (FR) dan tingkat penetasan telur (HR) . 38

9 Jumlah larva yang dipanen ... 41

(9)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ... 4

2 Ikan Nila SULTANA (Oreochromis niloticus) ... 5

3 Nila GIFT ... 6 4 Nila GESIT ... 7 5 Nila Larasati ... 8 6 Nila Hitam ... 9 7 Nila Merah ... 10 8 Nila JICA ... 11 9 Nila Nirwana ... 12 10 Nila BEST ... 13 11 Nila Jatimbulan ... 14

(10)

10

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan nila (Oreochromis niloticus L) digemari masyarakat karena rasa dagingnya yang khas dan memiliki laju pertumbuhan dan perkembangbiakan yang cepat, sehingga merupakan salah satu komoditas yang menguntungkan untuk dibudidayakan .

Produksi budidaya ikan nila mengalami kenaikan 10,85 % per tahun. Pada tahun 2015 total produksi adalah 1.656.600 ton dan pada tahun 2016 ditargetkan meningkat menjadi 1.822.200 ton. Ikan nila menempati urutan ke enam dari sasaran produksi budidaya 2015–2019 setelah udang, kerapu, kakap, bandeng dan ikan mas. Berdasarkan kebutuhan modal kerja maka komoditas ikan nila membutuhkan Rp. 16.3 trilliun pada tahun 2015 (DJPB 2015).

Berkaitan dengan target produksi tahun 2016 dan tahun-tahun selanjutnya, maka untuk memenuhi target tersebut benih dibutuhkan jumlah benih yang lebih banyak. Oleh karena itu, pentingnya teknik pengelolaan induk untuk memproduksi benih yang cukup secara kuantitas dan kualitas, dan tidak hanya mengandalkan produksi benih dari panti pembenihan di Pulau Jawa, tetapi juga diluar Jawa termasuk di Sulawesi Selatan. Benih asal Sulawesi Selatan diharapkan mampu bersaing dengan benih yang didatangkan dari Pulau Jawa. Produksi benih sangat ditentukan oleh kuantitas dan kualitas induk, dengan demikian pengetahuan tentang teknik pengelolaan induk ikan nila, khususnya ikan nila sultana perlu dilakukan, karena strain nila sultana karena memiliki karakter reproduksi yang unggul.

(11)

11 1.2 Tujuan dan Manfaat

Penulisan tugas akhir ini dilakukan dengan tujuan untuk memperkuat penguasaan teknik pengelolaan induk ikan nila dalam usaha pembenihan sehingga dapat menghasilkan induk yang matang gonad atau siap dipijahkan untuk menghasilkan telur yang berkualitas.

Manfaat dari Tugas akhir ini adalah sebagai tambahan bahan informasi untuk memperluas wawasan dan meningkatkan kompetensi keahlian mahasiswa dalam berkarya di masyarakat kelak khususnya mengenai teknik-teknik pengelolaan induk ikan nila sultana (Oreochromis niloticus L) dalam bidang pembenihan.

(12)

12

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Ikan Nila

Ikan nila merupakan jenis ikan air tawar yang mempunyai nilai konsumsi cukup tinggi. Bentuk tubuh memanjang dan pipih ke samping dan warna putih kehitaman atau kemerahan. Ikan nila berasal dari Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya. Sekarang ikan ini telah tersebar ke negara-negara di lima benua yang beriklim tropis dan subtropis. Di wilayah yang beriklim dingin, ikan nila tidak dapat hidup baik (Sugiarto 1988). Ikan nila disukai oleh berbagai bangsa karena dagingnya enak dan tebal seperti daging ikan kakap merah (Sumantadinata 1981).

Menurut Saanin (1984), ikan nila mempunyai klasifikasi sebagai berikut: Filum : Chordata

Sub Filum : Vetebrata Kelas : Osteichthyes Sub Kelas : Acanthopterigii Ordo : Percomorphy Sub Ordo : Percoidea Famili : Cichilidae Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus L

2.2 Morfologi Ikan Nila

Morfologi ikan nila secara umum menurut Saanin (1968), mempunyai ciri-ciri bentuk tubuh bulat pipih, punggung lebih tinggi, pada badan dan sirip

(13)

13 ekor (caundal fin) ditemukan garis lurus. Pada sirip punggung ditemukan garis lurus memanjang. Ikan nila dapat hidup di perairan tawar dan mereka menggunakan ekor untuk bergerak, sirip perut, sirip dada dan penutup insang yang keras untuk mendukung badannya. Nila memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip 3 anal, dan sirip ekor. Sirip punggungnya memanjang dari bagian atas tutup ingsang sampai bagian atas sirip ekor. Terdapat juga sepasang sirip dada dan sirip perut yang berukuran kecil dan sirip anus yang hanya satu buah berbentuk agak panjang. Sementara itu, jumlah sirip ekornya hanya satu buah dengan bentuk bulat (Amri 2003). Morfologi ikan nila dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Morfologi ikan nila (Oreochromis niloticus L)

(http://putraamparita.blogspot.co.id/2012/04/nama-dosen-ardieko-mulyadi-s.html)

2.3 Strain Ikan Nila

Perbaikan genetik dengan menciptakan strain baru dilakukan karena ikan nila yang ada sejak tahun 1969 telah menunjukkan penurunan kualitas. Hal ini membuat pembengkakan biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh petani.

(14)

14 Selain itu, adanya penurunan kualitas juga membuat pemasaran ikan nila tidak bisa bersaing di pasaran, khususnya pasar ekspor. Selain melakukan pemuliaan genetis, pemerintah juga mendatangkan strain baru yang berasal dari Filipina, Taiwan, dan Thailand. Saat ini sudah ada lembaga yang khusus mengurusi induk ikan nila, yaitu Pusat Pengembangan Induk Ikan Nila Nasional (PPIINN). Melalui penelitian dan uji coba, cukup banyak strain ikan nila yang telah dihasilkan dan memiliki kualitas yang bagus. Berikut beberapa strain ikan nila yang cukup dikenal dan digemari, baik oleh petani maupun konsumen.

a. Nila Sultana

Nila Sultana (Seleksi Unggul Selabintana) merupakan jenis ikan nila hasil seleksi famili yang dilakukan oleh Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) di Selabintana, Sukabumi. Setelah dilakukan seleksi famili sejak tahun 2005–2010, pada tahun 2011 akhirnya ikan nila sultana dinyatakan telah lulus uji. Nila sultana memiliki karakter reproduksi diameter telur sekitar 2, 84 mm, rasio bobot gonad dibanding bobot tubuh sekitar 2,38 persen dan produksi larva sekitar 3.000 ekor/kg bobot induk (Arie 2013)

Gambar 2. Ikan nila Sultana (Oreochromis niloticus) (http://infoakuakultur.com/blog/rawat-pijah-induk-nila/)

(15)

15 b. Nila GIFT

Nila GIFT (Genetic Improvement of Farmed Tilapias) merupakan varietas baru di Philipina. Nila GIFT pertama kali dikembangkan oleh International center for Living Aquatic Research Management (ICLARM) pada tahun 1987 dengan dukungan dari Asian Development Bank dan United ations Development Programe (UNDP). Strain ini merupakan hasil seleksi dan persilangan ikan nila dari Kenya, Israel, Senegal, Ghana, Singapura, Thailand, Mesir dan Taiwan. Booming budidaya ikan nila bisa dikatakan setelah adanya strain nila GIFT ini. Nila GIFT ini didatangkan pertama kali di indonesia pada tahun 1994. Selanjutnya pada tahun 1997, mulai dikembangkan hingga mencapai generasi ke–6 (DPDJPB 2012).

Berdasarkan morfologinya, kelompok ikan nila ini memang berbeda dengan kelompok Tilapia. Secara umum bentuk tubuh ikan nila panjang ramping, dengan sisik berukuran besar. Matanya besar, menonjol dan bagian tepinya berwarna putih. Gurat sisi (linea lateralis) terputus di bagian tengah badan kemudian berlanjut tetapi letaknya lebih ke bawah daripada letak garis yang memanjang di atas sirip dada. Jumlah sisik pada gurat sisi jumlahnya 34 buah. Sirip punggung, sirip perut dan sirip dubur mempunyai jari-jari lemah tetapi keras dan tajam seperti duri. Sirip punggungnya berwarna hitam dan sirip dadanya juga tampak hitam. Bagian pinggir dari sirip punggung berwarna abu-abu atau hitam (Amri & Khairuman 2002).

(16)

16 Gambar 3. Nila GIFT

(http://hkti.org/ikan-nila.html) c. Nila GESIT

Nila GESIT berasal dari rekayasa mutasi hormonal nila GIFT generasi ketiga. Hasil rekayasa ini disilang–silangkan dan diseleksi untuk mendapatkan mutasi genetik yang stabil. Larva jantan yang didapat diberi perlakuan feminimisasi menggunakan hormon estradiol-17ß hingga dihasilkan betina yang menghasilkan gen XY. Melalu serangkaian uji progeni, betina dikawinkan kembali dengan jantan normal. Hasil perkawinan keduanya menghasilkan nilaGESIT yang semuanya jantan. Induk jantan nila gesit ini jika dikawinkan dengan indukan betina strain apapun akan menghasilkan anakan jantan dengan tingkat keberhasilan hingga 98%. Hal itu tentu saja sangat menguntungkan bagi petani. Pasalnya ikan nila jantan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan nila betina(DPDJPB 2012).

(17)

17 (http://gambarcantik.blogspot.co.id/2015/02/gambar-ikan.html)

d. Ikan Larasati

Ikan nila strain Larasati dikenal juga dengan nila Janti. Ikan nila strain ini merupakan hasil pemuliaan BBIT Janti Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009. Nila Larasati merupakan hasil persilangan antara nila Singapuran dan nila GIFT. Pengembangan nila Larasati ini bertujuan untuk penyediaan dan pengembangan benih unggul ikan nila di Indonesia, (DPDJPB 2012).

Gambar 5. Nila Larasati

(http://www.bibitikan.net/tips-memilih-bibit-dan-induk-ikan-nila/)

e. Nila Hitam

Ikan nila Hitam atau yang lebih di kenan dengan sebutan strain lokal yang jenis ikan nila lokal ini sesungguhnya berasal dari negara Taiwan dan di perkirakan masuk ke wilayah indonesia sekitar tahun 1965. Banyak kalangan yang mengatakan, jika ikan nila hitam ini asli sejarahnya berasal dari sungai Nil di afrika. Ikan nila lokal ini memiliki bentuk tubuh berwarna gelap atau kelabu kehijauan dengan garis-garis vertikal sebanyak 6–8 buah. Nila dari Taiwan ini merupakan nila unggul, namun karena ikan ini mudah kawan silang secara liar

(18)

18 dengan ikan mujair dan varietas lain sehingga sulit mengendalikan kemurniannya (DPDJPB 2012).

Ikan nila memiliki ciri morfologis yaitu berjari-jari keras, sirip perut torasik, letak mulut subterminal dan berbentuk meruncing. Selain itu, tanda lainnya yang dapat dilihat dari ikan nila adalah warna tubuhnya hitam dan agak keputihan. Bagian tutup insang berwarna putih, sedangkan pada nila lokal putih agak kehitaman bahkan kuning. Sisik ikan nila berukuran besar, kasar dan tersusun rapi. Sepertiga sisik belakang menutupi sisi bagian depan. Tubuhnya memiliki garis linea lateralis yang terputus antara bagian atas dan bawahnya. Linea lateralis bagian atas memanjang mulai dari tutup insang hingga belakang sirip punggung sampai pangkal sirip ekor. Ukuran kepala relatif kecil dengan

mulut berada di ujung kepala serta mempunyai mata yang besar (Kottelat et al. 1993).

Gambar 6. Nila Hitam

(http://www.indonetwork.co.id/product/ikan-nila-hitam-3347986)

f. Nila Merah atau Nila Nifi

Nila merah ini berasal dari daerah Asia Tenggara tepatnya di negara Filipina yang di perkirakan masuk ke Indonesia sekitar tahun 1982 silam. Jenis ikan nila merah asal Filipina ini hampir mirip dengan ikan mujair yang memiliki

(19)

19 tingkat reproduksi cukup tinggi dan bagus untuk di budidayakan dalam kolam. Dikenal sebagai nila merah Taiwan atau hibrid antara O. Homorum dengan O. Mossombicus yang diberi nama ikan nila merah florida. Ada yang menduga bahwa nila merah merupakan mutan dari ikan mujair (DPDJPB 2012).

Ciri morfologi ikan nila Merah sebenarnya mudah sekali dikenali, baik dilihat dari bentuk tubuh, garis pada tubuh, warna sekujur tubuh, dan cirri fisik lainnya. Bentuk badan nila merah pipih, berpunggung lebih tinggi daripada ikan mujair. Pada badan dan sirip ekor ditemukan garis–garis lurus (vertical), sedangkan garis-garis berbentuk memanjang ditemukan pada sirip punggung (doesal fin) dan strip dubur (anal fin) (Rukmana 1997).

Gambar 7. Nila Merah

(https://blogs.uajy.ac.id/iman/2014/05/20/potensi-budidaya-ikan-nila-oreochromis-niloticus-di-indonesia/)

g. Nila JICA

Nila JICA (Japan for International Cooperation Agency) adalah sebuah lembaga donor dari jepang. Pada tahun 2002, JICA bekerjasama dengan Balai Budidaya Air tawar (BBAT) Jambi melakukan rekayasa genetis strain ikan nila Pada tahun 2004, dihasilkan ikan nila unggul yang dinamakan strain JICA.

(20)

20 Sementara itu, sebagian masyarakat jambi menyebut nila strain JICA dangan nama nila Kagoshima. Dibandingkan dengan strain GIFT, ikan nila strain JICA lebih cepat pertumbuhannya (20 %). Selain itu, jika dibandingkan dengan ikan nila jenis lainnya, strain JICA lebih irit pakan hingga 25 % (DPDJPB 2012).

Ikan nila ini memiliki ciri warna tubuh hitam keabu-abuan dan warna bagian bawah tutup insang putih kehitaman dan putih kekuningan, kematangan gonad pertama 4 bulan dengan diameter telur 2,1–2,5 mm (KKP 2004).

Gambar 8. Nila JICA

(http://budidarma.com/2011/10/budidaya-ikan-nila.html)

h. Nila Nirwana

Nila Nirwana merupakan kepanjangan dari Nila Ras Wanayasa. Sesuai namanya, nila ini berasal dari Wanayasa, Purwakarta, Jawa Barat. Strain Nirwana merupakan hasil pemuliaan genetis dari nila GIFT dan nila GET dari Filipina yang dilakukan oleh Balai Pengembangan Benih Ikan (BPBI) Wanayasa di Purwakarta dan FPK Institut Pertanian Bogor. Hasil pemuliaan genetis ini menghasilkan strain Nirwana dan dikenalkan di masyarakat sejak akhir tahun 2006. Sejak dirilis, nila strain Nirwana banyak disukai oleh petani. Pasalnya, ikan ini mampu mencapai bobot 650 gram/ekor dalam waktu 6 bulan. Selain itu,

(21)

21 karakteristik dagingnya juga lebih tebal dibandingkan dengan nila strain lain sehingga sangat cocok dijadikan ikan olahan, seperti bahan baku filet (DPDJPB 2012).

Secara umum sosok nila Nirwana tidak berbeda jauh dari nila biasa (nila Hitam). Namun, bentuk tubuh nila Nirwana relatif lebih lebar dengan panjang kepala lebih pendek, sehingga terlihat lebih gemuk dan lebih berisi dibandingkan nila jenis lainnya. Secara umum warna tubuh nila Nirwana hitam dengan ujung sirip kemerahan. Warna punggung dan overculumnya abu-abu kehijauan, sementara warna perut putih keabu-abuan (DPDJPB 2012).

Gambar 9. Nila Nirwana

(http://www.bibitikan.net/tips-memilih-bibit-dan-induk-ikan-nila/)

i. Nila BEST

Strain Nila BEST (Bogor Enhanced Strain Tilapias) merupakan salah satu ikan nila unggulan yang dihasilkan pada tahun 2008. Nila jenis ini memiliki fisik yang mirip dangan nila GIFT. Pasalnya, nila BEST lahir dari hasil seleksi menggunakan populasi dasar yang salah satunya bersumber dari ikan nila GIFT generasi keenam. Tepatnya, nila BEST lahir dari hasil seleksi empat strain ikan nila yaitu nila lokal, nila danau tempeh, nila GIFT generasi 3, dan nila GIFT generasi 6 atau generasi terakhir (DPDJPB 2012).

(22)

22 Populasi pembentuk karakterisasi ikan nila BEST berdasarkan profil DNA yang dimiliki, kemudian diuji melalui evaluasi keragaman terhadap pertumbuhan di lingkungan kolam dan danau. Program seleksi dilakukan sejak pembentu kengenerasi pertama hingga generasi ketiga (tiga tahun). Dalam setiap generasi, pengujian selalu dilakukan untuk mendeteksi arah seleksi agar tidak menghasilkan negatif selection dan memudahkan mengambil tindakan pencegahan pada generasi selanjutnya (DPDJPB 2012).

Ikan nila memiliki tubuh yang ditutupi sisik berukuran besar dan kasar dengan gurat sisi terputus di bagian tengah badan kemudian berlanjut dengan letak lebih rendah. Jari-jari keras sirip punggung dan jari-jari lemah berhubungan. Sirip punggung memiliki 16–18 jari-jari keras dan 11–15 jari-jari lemah. Pada sirip dubur terdapat 3 jari-jari keras dan 9–11 jari-jari lemah. Jumlah tulang belakang ikan nila berkisar antara 30–32 buah dan sirip ekor berbentuk agak membulat. Pada musim pemijahan terlihat warna sirip dada, punggung dan ekor menjadi agak kemerahan. Pada sirip ekor akan nampak 7–12 garis tegak berwarna hitam. Bagian luar sirip punggung berwarna abu atau hitam. Rahang dari ikan jantan dewasa agak membesar (panjang dari rahang bawah berkisar antara 29–37% dari panjang kepala). Sedangkan pada betina berbentuk agak meruncing (Gustiano dan Arifin 2006).

(23)

23 Gambar 10. Nila BEST

(http://berrydhiya.blogspot.co.id/2011/10/budidaya-ikan-nila.html)

j. Nila Jatiumbulan

Ikan nila jenis ini merupakan hasil perekayasaan yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat Budidaya Air Tawar (PBAT) Umbulan yang terletak di Pasuruan Jawa Timur. Keunggulan nila ini adalah pertumbuhannya yang lebih cepat dibandingkan dengan nila biasa dan struktur dagingnya yang lebih kenyal (DPDJPB 2012).

Gambar 11. Nila Jatimbulan

(http://agusrochdianto.blogspot.co.id/2014/03/ikan-nila-dari-masa-ke-masa.html)

k. Nila Salin (Srikandi)

Nila Salin adalah nila hasil inovasi dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menghasilkan ikan nila Salin yang toleran terhadap salinitas

(24)

24 atau tingkat keasinan air lebih dari 20 ppt. Bibit nila Salin diperoleh dari seleksi nila sifat unggul melalui metode diallel crossing untuk mengetahui bibit yang tahan salinitas tinggi. Keunggulan nila salin yaitu selain kuat menghadapi salinitas tinggi juga dapat dipanen lebih cepat dengan tempo 3–4 bulan dihasilkan nila berukuran 250 g dengan tebar benih awal ukuran 5–10 cm (DPDJPB 2012).

Gambar 12. Nila Salin (Srikandi)

(http://budidaya-ikan.com/category/budidaya-nila/)

2.4 Habitat dan Kebiasaan Hidup Ikan Nila

Ikan nila merupakan ikan konsumsi yang umum hidup di perairan tawar, terkadang ikan nila juga ditemukan hidup di perairan yang agak asin (payau). Ikan nila dikenal sebagai ikan yang bersifat eurihalin (dapat hidup pada kisaran salinitas yang lebar). Ikan nila mendiami berbagai habitat air tawar, termasuk saluran air yang dangkal, kolam, sungai dan danau. Ikan nila dapat menjadi masalah sebagai spesies invasif pada habitat perairan hangat, tetapi sebaliknya pada daerah beriklim sedang karena ketidakmampuan ikan nila untuk bertahan hidup di perairan dingin, yang umumnya bersuhu di bawah 21 °C (Harrysu 2012). Ikan nila mempunyai kemampuan tumbuh secara normal pada kisaran suhu14–38 °C dengan suhu optimum bagi pertumbuhan dan perkembangannya yaitu 25–30 °C. Pada suhu 14 °C atau pada suhu tinggi 38 °C pertumbuhan ikan

(25)

25 nila akan terganggu. Pada suhu 6 °C atau 42 °C ikan nila akan mengalami kematian. Kandungan oksigen yang baik bagi pertumbuhan ikan nila minimal 4mg/L, kandungan karbondioksida kurang dari 5 mg/L dengan derajat keasaman (pH) berkisar 5–9 (Amri 2003). Menurut Santoso (1996), pH optimum bagi pertumbuhan nila yaitu antara 7–8 dan warna di sekujur tubuh ikan dipengaruhi lingkungan hidupnya. Bila dibudidayakan di jaring terapung (perairan dalam) warna ikan lebih hitam atau gelap dibandingkan dengan ikan yang dibudidayakan di kolam (perairan dangkal).

Pada perairan alam dan dalam sistem pemeliharaan ikan, konsentrasi karbondioksida diperlukan untuk proses fotosintesis oleh tanaman air. Nilai CO2 ditentukan antara lain oleh pH dan suhu. Jumlah CO2 di dalam perairan yang bertambah akan menekan aktivitas pernapasan ikan dan menghambat pengikatan oksigen oleh hemoglobin sehingga dapat membuat ikan menjadi stress.

Kandungan CO2 dalam air untuk kegiatan pembesaran nila sebaiknya kurang dari 15 mg/L (Sucipto dan Prihartono 2005).

Ikan nila terkenal sebagai ikan yang sangat tahan terhadap perubahan lingkungan hidup. Nila dapat hidup di lingkungan air tawar, air payau, dan air asin. Kadar garam air yang disukai antara 0–35 permil. Ikan nila air tawar dapat dipindahkan ke air asin dengan proses adaptasi yang bertahap. Kadar garam dinaikkan sedikit demi sedikit. Pemindahan ikan nila secara mendadak ke dalam air yang berkadar garamnya sangat berbeda dapat mengakibatkan stress dan kematian ikan (Djarijah 2002.).

Ikan nila yang masih kecil lebih tahan terhadap perubahan lingkungan dibandingkan ikan yang sudah besar. Nilai pH air tempat hidup ikan nila berkisar

(26)

26 antara 6–8,5. Namun, pertumbuhan optimal terjadi pada pH 7–8 (Suyanto dan Rachenaturi 1998).

Ikan nila dapat hidup di perairan yang dalam dan luas maupun di kolam yang sempit dan dangkal. Debit air untuk kolam air tenang 8–15 liter/detik/ha. Kondisi perairan tenang dan bersih, karena ikan nila tidak dapat berkembang biak dengan baik di air arus deras. Nila juga dapat hidup di sungai yang tidak terlalu deras alirannya, di waduk, danau, rawa, tambak air payau, atau di dalam jaring terapung di laut (Djarijah 2002.).

Menurut El Gamal (1988) dalam Sifa (2002) bahwa suhu optimal untuk ikan nila antara 25–30 0C. Oleh karena itu, ikan nila cocok dipelihara di dataran rendah sampai agak tinggi 500 ml. Ikan nila memiliki kemampuan menyesuaikan diri yang baik dengan lingkungan sekitarnya. Ikan nila memiliki toleransi yang tinggi terhadap lingkungan hidupnya. Sehingga ia bisa dipelihara di dataran rendah yang berair payau maupun dataran yang tinggi dengan suhu yang rendah. Ia mampu hidup pada suhu 14–38 0C. Dengan suhu terbaik adalah 25–30 0C. Hal yang paling berpengaruh dengan pertumbuhannya adalah kualitas air untuk pemeliharaan ikan nila harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik. Kekeruhan air yang disebabkan oleh pelumpuran akan memperlambat pertumbuhan ikan. Lain halnya bila kekeruhan air disebabkan oleh adanya plankton. Air yang kaya plankton dapat berwarna hijau kekuningan dan hijau kecokelatan karena banyak mengandung diatomae. Sedangkan plankton/alga biru kurang baik untuk pertumbuhan ikan. Untuk di kolam dan tambak, angka kecerahan yang baik antara 20–35 cm. Salinitas atau kadar garam 0–29 % sebagai kadar maksimal untuk tumbuh dengan

(27)

27 baik. Meski ia bisa hidup di kadar garam sampai 35 % namun ia sudah tidak dapat tumbuh berkembang dengan baik.

2.6 Pakan dan Kebiasaan Makan

Ikan nila termasuk golongan ikan pemakan segala atau lazim disebut omnivor. Namun larva ikan nila tidak sanggup memakan makanan dari luar selama masih tersedia makanan cadangan berupa kuning telur yang melekat di bawah perut larva yang baru menetas. Hal ini berbeda dengan jenis ikan air tawar pada umumnya yang sesaat setelah menetas lubang mulut sudah terbuka. Setelah rongga mulut terbuka, larva ikan nila memakan tumbuh-tumbuhan dan hewan air berupa plankton. Jenis-jenis plankton yang biasa dimakan antara lain yaitu alga bersel tunggal maupun benthos dan krustase berukuran kecil. Makanan ini diperoleh dengan cara menyerapnya dalam air (Djarijah 2002).

Ikan nila setelah cukup besar memakan fitoplankton seperti alga berfilamen, detritus dan tumbuh-tumbuhan air serta organisme renik yang melayang-layang di air. Kebiasaan hidup di habitat alami memberikan petunjuk bahwa usaha budidaya nila memerlukan ketersediaan pakan alami yang memadai. Meskipun pada skala usaha budidaya intensif diberikan pakan buatan (pelet), tetapi pakan alami masih tetap diperlukan (Rukmana 2004).

Menurut Kordi (2005), ikan nila dewasa mempunyai kemampuan untuk mengumpulkan makanan di perairan dengan bantuan lendir dalam mulut, makanan tersebut menjadi gumpalan partikel sehingga tidak mudah keluar. Ikan-ikan nila yang masih kecil suka mencari makanan di perairan dangkal, sedangkan ikan nila yang berukuran lebih besar lebih menyukai di perairan yang dalam.

(28)

28 Ikan nila lebih suka bergerombol di tengah atau di dasar kolam jika dalam kondisi kenyang. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan makan ikan nila berhubungan dengan suhu perairan dan intensitas sinar matahari. Pada siang hari di mana intensitas matahari cukup tinggi dan suhu air meningkat, ikan nila lebih agresif terhadap makanan. Sebaliknya dalam keadaan mendung atau hujan, apalagi di waktu malam hari ketika suhu air rendah, ikan nila menjadi kurang agresif terhadap makanan (Djarijah 2002).

2.7 Perkembangbiakan Ikan Nila

Ikan nila bila ditinjau dari kebiasaan berkembangbiaknya bukan termasuk jenis ikan berpijah musiman karena dapat memijah sepanjang tahun. Frekuensi pemijahan lebih banyak terjadi pada musim hujan dengan selang waktu antara 6–8 minggu. Pada umumnya ikan nila memiliki sifat khas dalam menjaga keturunanya yaitu mouth breeder dimana induk betina mengerami telur dan melindungi larva di dalam rongga mulut selama 6–8 hari (Arie 2001).

2.8 Fekunditas

Fekunditas adalah jumlah telur yang terdapat pada ovari ikan nila betina yang telah matang gonad dan siap untuk dikeluarkan pada waktu memijah. Pengetahuan tentang fekunditas dibidang perikanan sangatlah penting artinya untuk memprediksi berapa banyak jumlah larva atau benih yang akan dihasilkan oleh individu ikan pada waktu memijah sedangkan dibidang biologi perikanan untuk memprediksikan berapa jumlah stok suatu populasi ikan dalam lingkungan perairan. Ada beberapa jenis fekunditas diantaranya:

1. Fekunditas individu adalah jumlah telur yang dikeluarkan dari generasi tahun itu dan akan dikeluarkan pada tahun itu pula.

(29)

29 2. Fekunditas relatih adalah persatuan panjang dan berat.

3. Fekunditas total adalah jumlah telur yang dihasilkan ikan selama hidupnya. Pengukuran fekunditas pada beberapa jenis ikan mungkin sangat sulit ditentukan, seperti pada ikan Tilapia sp, dinama jumlah anak ikan yang dihasilkan selama masa hidup individu itu. Hal ini tentu sangat sukar bahkan tidak akan mungkin. Sehubungan dengan sifat ikan Tilapia sp, yang mengerami anak– anaaknya didalam mulut seperti (ikan nila Sultana), maka diusulkan istilah fekunditas untuk ikan Tilapia sp, sebagai berikut:

a. Ovarian Fecundity yaitu jumlah telur matang yang ada dalam ovarium sebelum dikeluarkan dalam pemijahan.

b. Brooding Fecundity yaitu jumlah telur yang sedang dierami dalam mulutnya.

2.8 Pengelolan Kualitas Air

Air merupakan media untuk kegiatan budidaya ikan, termasuk pada kegiatan pembesaran. Kualitas air dipengaruhi oleh berbagai bahan kimia yang terlarut dalam air, seperti oksigen terlarut, pH, alkalinitas, kesadahan, dan bahan-bahan fisika lainnya. Perubahan-bahan karakteristik air yang dapat dikatakan telah terjadi peningkatan kualitas air. Demikian juga sebaliknya, bila perubahan itu menurunkan produksi, dapat dikatakan terjadi penurunan kualitas air (Sucipto dan Prihartono 2005).

Suhu air merupakan faktor penting yang harus diperhatikan karena mempengaruhi derajat metabolisme dalam tubuh ikan. Nila merupakan jenis ikan yang tinggi toleransinya terhadap perubahan suhu. Kisaran suhu yang dapat di tolelir berada pada kisaran 14–38 ºC. Secara alami nila dapat memijah pada

(30)

30 22– 37 ºC. Namun, suhu optimal untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan berada pada kisaran 25–30 ºC. Sementara suhu mematikan di bawah 6 ºC atau di atas 42 ºC (Arie 2001).

Kualitas air yang perlu diperhatikan adalah suhu (temperatur). Pada tempat perawatan larva dan benih, suhu air tidak boleh terlalu tinggi (maksimum 38 ˚C) atau terlalu rendah (minimum 25 ºC). Fluktuasi suhu harian dipertahankan tidak melebihi 3 ºC. Oleh karena itu, bak perawatan sebaiknya dibangun didalam gedung (ruangan) yang dilengkapi pengatur panas atau lampu atau dilengkapi dengan tandon air yang dipasang heater. Suhu yang terlalu tinggi akan mempengaruhi ketahanan tubuh benih ikan dan meningkatkan virulensi (daya serang) penyakit. Sebaliknya, suhu yang terlalu rendah akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan benih (Djarijah 2001)

Derajat keasaman atau sering dilambangkan dengan pH (puissance negatif de H) merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan suasana asam suatu perairan. Ukuran nilai pH adalah 1–14 dengan angka 7 merupakan pH normal. Secara alamiah, pH diperairan dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida dan senyawa yang bersifat asam. Nilai pH yang baik untuk budidaya ikan pada siang hari berkisar antara 6,9–9. Pada pH 11, ikan dapat mati, tetapi terkadang kondisi ini masih dapat ditolelir oleh nila. Sementara pH ideal untuk budidaya ikan berada pada kisaran 7–8 (Arie 2001).

Menurut Arie (2001) ikan memerlukan oksigen (O2) untuk bernafas. Sumber oksigen dalam air berasal dari proses fotosintesis dan difusi udara. Pada suatu sistem pemeliharaan ikan, oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis harus

(31)

31 lebih banyak dari pada oksigen yang digunakan. Kandungan oksigen yang baik untuk budidaya ikan minimal 4 mg/L air.

Semakin sedikit oksigen terlarut didalam air, maka kebutuhan makan biota didalam air pun menjadi berkurang, bahkan beberapa jenis biota mengalami stress dan mati. Penurunan oksigen didalam air didaerah tropis disebabkan oleh peningkatan suhu air. Semakin tinggi suhu disuatu perairan, semakin berkurang kandungan oksigen terlarut. Oksigen didalam air juga dapat berkurang karena respirasi dan reaksi kimia (oksidasi dan reduksi), serta difusi dan pergantian air (Kordi 2000).

Kandungan amonia diperairan terbentuk oleh hasil metabolisme ikan melalui ginjal dan saringan insang, selain itu amonia juga dapat terbentuk dari hasil proses dekomposisi protein yang berasal dari sisa pakan atau plankton yang mati. Konsentrasi amonia dibawah 0,02 ppm cukup aman bagi sebagian besar ikan, sedangkan diatas angka tersebut dapat menyebabkan timbulnya keracunan pada ikan. Keadaan konsentrasi amonia (NH3) yang masih dapat ditoleransi oleh ikan nila adalah tidak lebih dari 0,3 ppm (Djarijah 2002).

(32)

32

III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Tugas Akhir ini disusun berdasarkan kegiatan Pengalaman Kerja Praktik Mahasiswa yang dilaksanakan selama 3 bulan dimulai dari tanggal 9 Februari –9 Mei 2016 di Balai Besar Pengembangan Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat dan bahan yang di gunakan dalam Teknik Pengelolaan Induk Ikan Nila di BBPBAT Sukabumi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Alat yang digunakan dalam pengelolaan induk ikan nila sultana

Alat Jumlah Spesifikasi Kegunaan

Sorongan

karet 6 buah Terbuat dari karet

Membersihkan kolam Ember sedang 1 buah Bahan plastik dengan kapasitas 3 kg wadah pemberian pakan

Ember besar 5 buah

Bahan plastik dengan kapasitas 20 liter air

Wadah pemindahan induk

Lambil 4 buah Diameter 25 mm Alat tangkap induk Scoopnet 4 buah Diameter 0,2 mm Alat panen larva

Seser 2 buah

Berbentuk persegi dengan bambu panjan

Alat mengambil ikan yang mati

(33)

33 Lanjutan Tabel 1.

Alat Jumlah Spesifikasi Kegunaan

Baskom

sortir 3 buah

Bahan plastik diameter

Wadah untuk penyeragan ukuran ikan

Waring 6 buah Diameter 0,3mm Wadah penyortiran Cup

sampling 4 buah

Bahan plastik diameter 1-4 cm

Alat sampling perhitungan larva

Bak beton 6 buah 20m x15m x1,5

m Wadah pemeliharaan larva

Happa 18 buah 5m x 4 mx 1m

diameter 1 ml Wadal pemeliharaan induk Timbangan 1unik Kapasitas 100 kg Menimbang calon induk Labu ukur 1 buah Bahan plastic Untuk sampling perhitugan

larva Jolang/

baskom kecil

3 buah Bahan plastik Alat sampling perhitungan larva

Pipa PVC 3 inci dan 6 inci Untuk inlet dan outlet Aerasi 1 unik Daya 500 V -30

A Untuk menyuplai oksigen

mangkuk

plastik 1 buah Bahan plastic Wadah untuk menimbang

Sabetan 3 buah Bahan

aluminium

Alat sortir dan alat tangkap benih Botol sampel 6 buah Bahan plastik 100 ml Mengambil sampel pengukuran kualitas air Tali

tambang Secukupnya

Terbuat dari nilon dengan diameter 5mm

Mengikat hapa dan bandul

Pemberat 4 buah Terbuat dari semen

Untuk menenggelamkan happa

Bambu 1 buah Panjang 20 m Alat untuk menepihkan happa

(34)

34 Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam pengelolaan induk ikan nila sultan

Bahan Jumlah Spesifikasi Kegunaan

induk jantan 8 ekor Induk nila

sultana Induk Induk betina 40 ekor Induk betina sultana Induk Larva

sultana 30 ekor Larva sultana

Sampling pertumbuhan Pakan pellet 4- 5%dari bobot

biomassa Pelet terapun ukuran 1 mm dan 3mm Pakan induk Pakan serbuk 30% dari bobt biomassa Berbentuk

powder Pakan larva

Garam 25 ppt Garam kaser Pencegahan penyakit

Arus listrik 1 unit 53 KHV Suplai air Untuk blower

Air

mengalir Suplai air

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan data primer dan data sekunder adalah:

Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dengan cara melaksanakan dan mengikuti secara langsung kegiatan budidaya ikan nila serta ikut berperan aktif di lapangan.

Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumber. Dalam hal ini data diperoleh dari studi pustaka, serta melakukan

(35)

35 wawancara dalam bentuk tanya jawab atau diskusi dengan pembimbing lapangan dan pihak-pihak yang berkompeten.

3.4 Metode Pelaksanaan

3.4.1 Persiapan Kolam Pemeliharaan Calon Induk

Persiapan kolam untuk kegiatan pemeliharaan berupa kolam beton berbentuk persegi panjang, berukuran 20 m x 15 m x 1,5 m. Kolam dilengkapi dengan saluran pemasukan (inlet) dan pengeluaran (outlet), saluran outlet berupa pipa paralon berukuran 8 inci di bagian luar dan bagian dalam berukuran 6 inch dan pipa pemasukan air 3 inci. Persiapan kolam pemeliharaan dilakukan beberapa tahap yaitu penyurutan air, dimulai dengan membuka saluran outlet setelah air surut hingga ketinggian sekitar 50–70 cm, ikan yang masih berada dalam kolam terlebih dahulu ditangkap dengan menggunakan lambit dan dipindahkan pada hapa penampungan yang berukuran 4 m x 5 m x 1 m. Dinding dan dasar kolam dibersihkan dengan menggunakan pel karet, bagian inlet dan outlet dibersihkan dari kotoran dan lumut. Selanjutnya kolam dibersihkan dengan menggunakan air bersih pada seluruh bagian kolam (Lampiran 1).

Setelah kolam dibersihkan, pintu pengeluaran ditutup dengan paralon berukuran 6 inci. Kolam dibiarkan kering 1–2 hari untuk menghilangkan senyawa beracun serta memotong siklus patogen. Setelah 2 hari kolam dapat diisi air secara bertahap. Pertama-tama kolam diisi air setinggi 40 cm, lalu calon induk ditebar dan dibiarkan selama seminggu. Setelah satu minggu ketinggian air kolam ditambah hingga mencapai 60 cm, lalu dibiarkan selama satu minggu. Satu minggu kemudian ke tinggian air dinaikkan lagi sampai mencapai 125 cm. Air

(36)

36 dalam kolam pemeliharaan mengalami sirkulasi secata terus menerus. Kolam pemeliharaan siap digunakan.

3.4.2 Persiapan Kolam Pemijahan

Kolam pemijahan berukuran 20 m x 15 m x 1,5 m. Penyiapan kolam pemijahan dilakukan sama halnya dengan kolam pemeliharaan calon induk. Kolam pemijahan di pasangi hapa. Pemasangan hapa pemijahan dilakukan setelah air berwana hijau atau air sudah ada parsediaan pakan alami. Sebelum hapa pemijahan dipasang, hapa terlebih dahulu dibersihkan dari lumut, sisa pakan, sisa metabolisme dan sisa feses yang tidak terurai dengan cara menggantung hapa kemudian disemprot dengan menggunakan mesin setim untuk mempermudah dan mempercepat pembersihan hapa, setelah dibersihkan hapa tersebut dikeringkan. Hapa yang telah kering dipasang pada kolam pemijahan yang telah ditumbuhi pakan alami (Lampiran 1).

Hapa yang digunakan adalah hapa berwarna hijau yang berukuran 5 m x 4 m x 1 m diameter 1 mm yang dipasang pada kolam sebanyak 8 buah. Terlebih dahulu hapa diperiksa sebelum dipasang untuk memastikan hapa tidak bocor agar induk atau larva tidak keluar dari dalam hapa. Setelah hapa selesai diperiksa hapa kemudian dipasang dengan mengikat keempat sudut hapa pada besi yang disediakan di pinggir kolam. Setelah semua sudut hapa diikat pada masing-masing besi pada pinggir kolam, bandul pemberat yang telah diikatkan pada tali kemudian dimasukkan ke dalam hapa untuk menghindari hapa mengapung di permukaan kolam.

(37)

37

3.4.3 Memilih Induk Matang Gonad

Memilih induk matang gonad dilakukan dengan tujuan untuk memilih dan memisahkan induk yang sudah dan belum matang gonad dengan melihat tanda-tanda pada tubuh. Kriteria induk yang matang gonad adalah bentuk tubuh normal. Menurut Badan Standar Nasional Indonesia induk ikan nila (BSNI 1999) seleksi induk merupakan kegiatan penting dalam keberhasilan pemijahan dan sebagai upaya penjaminan mutu mengingat induk mempunyai pengaruh terhadap benih yang dihasilkan. Adapun kriteria-kriteria dalam seleksi/pemijahan induk yaitu kriteria kualitatif, kuantitatif dan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) induk ikan nila (Lampiran 1).

Kriteria kualitatif adalah kriteria dilihat dari asal muasal induk, warna, bentuk tubuh, kesehatan, dan kekenyalan tubuh. Asal induk dari pembesaran benih sebar yang berasal dari induk ikan kelas induk dasar. Warna tubuh berwarna hitam keabu-abuan, bagia perut putih sampai berwarna ungu. Bentuk tubuh pipih, kesehatan dimana organ tubuh lengkap, sisik teratur, terdapat gurat sisi dua baris yang dipiisahkan tiga sisik pada bagian dorsal, tubuh kenyal tidak lembek dan tidak terserang penyakit. Kriteria kuantitatif dilihat dari umur pertama matang kelamin, panjang standar berat tubuh pertama matang gonad, fekunditas dan diameter telur (BSN 1999). Kriteria induk jantan dan induk betina yang siap di pijahkan dapat dilihat pada Tabel 3.

(38)

38 Tabel 3. Kriteria induk jantan dan induk betina siap dipijahkan

Kriteria Satuan jenis kelamin

Jantan Betina

Umur Bulan ≥ 6 ≥ 6

panjang total Cm ≥ 25 ≥ 22

bobot tubuh Gram ≥ 250 ≥ 200

Fekunditas butir/ekor - ≥ 1000

produksi larva ekor/induk - ≥ 750

diameter telur Mm - ≥ 2,5

(Sumber : SNI 6140:1999)

3.4.4 Pelaksanaan Pemijahan Induk

Induk yang sudah diseleksi kemudian ditebar pada pagi hari saat suhu udara dan air masih rendah. Padat tebar induk adalah 2 ekor/m3 dengan luas hapa 20 m3. Induk ditebar dengan proses aklimatisasi selama 5 menit yang bertujuan agar induk tidak stres selama penebaran. Jumlah induk nila yang ditebar adalah 48 ekor yang terdiri dari 40 ekor induk betina dengan bobot 400 g/ekor dan panjang rata-rata 35,5–39 cm, dan 8 ekor induk jantan dengan bobot rata-rata 1,5– 2 kg/ekor dan panjang rata-rata 41–46 cm. Induk yang digunakan berasal dari BBPBAT Sukabumi.

Proses pemijahan ikan nila dilakukan secara alami dan massal. Pemijahan dilakukan setelah induk jantan dan betina yang matang gonad dimasukkan dalam wadah pemijahan. Perbandingan antara induk jantan dan betina (sex ratio)1:5, lama pemijahan induk berlangsung sekitar 18 hari. Panen telur dan larva dilakukan setelah 18 hari atau 21 hari, setelah terlihat larva

(39)

39 berenang bergerombol dipermukaan air. Proses pemijahan sendiri dapat berlangsung selama delapan periode pemijahan dengan delapan kali pemanenan larva tanpa harus mengangkat induk.

3.4.5 Pengelolaan Pakan Induk

Selama pemeliharaan, induk diberi pakan dua kali sehari yaitu pagi 08:00 WIB dan sore hari jam 13:30 WIB. Pakan yang di berikan pakan komersil HI–PRO–Vite 781 dengan kandungan protein 31–33 %, dengan jenis pakan pellet terapung, dengan ukuran diameter pakan 3 mm, dengan jumlah yang diberikan 5 % dari biomassa ikan. Pemberian pakan tersebut dilakukan dengan cara menyebarkan pakan pada hapa pemeliharaan dengan menggunakan mangkuk kecil. Satu mangkuk pakan setara dengan 321,9 gram (Lampiran 1). Kandungan nutrisi pakan yang digunakan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan nutrisi pakan HI-PRO-Vite 781

Kandungan Nutrisi Kadar Nutrisi (% bobot kering)

Protein 31–33 Lemak 3–5 Serat 4–6 Abu 10–13 kadar Air 11–13 Sumber:BBPBAT Sukabumi

(40)

40 3.5 Parameter yang Diamati dan Analisis Data

3.5.1 Parameter yang Diamati

Parameter yang yang diamati selama pemeliharaan meliputi parameter induk dan telur, parameter pakan (jumlah pakan, frekuensi pemberian pakan) dan kualitas air (suhu, pH, oksigen terlarut). Parameter induk meliputi panjang total, lebar tubuh, berat, ciri-ciri kematangan gonad induk jantan dan betina. Parameter telur yang diamati meliputi jumlah telur yang dilepaskan induk (dalam hal ini sebagai data fekunditas telur), jumlah telur terbuahi dan tidak terbuahi, jumlah telur menetas.

3.5.2 Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil kegiatan dianalisis secara deskriptif menggunakan rumus yang telah ditentukan untuk mengetahui keberhasilan teknik pengelolaan induk yang dilakukan terhadap keberhasilan (performa) pemijahan induk ikan nila. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Fekunditas

Fekunditas adalah jumlah telur yang terdapat pada ovari ikan betina yang telah matang gonad dan siap untuk dikeluarkan pada waktu memijah (Yudasmara 2014).

Berat total telur (g) X Jumlah telur sampel (butir) Fekunditas =

(41)

41 Tingkat Pembuahan (Fertilization Rate, FR)

Pembuahan adalah persentasi jumlah telur yang dibuahi dari telur yang diovulasikan (Effendi 1997) pembuahan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Jumlah telur yang terbuahi (butir)

FR (%) = X 100% Jumlah total telur (butir)

Tingkat Penetasan (Hatching Rate, HR)

Daya tetas telur adalah persentase jumlah telur yang menetas dari yang dibuahi. Sampel telur yang digunakan untuk pengamatan daya tetas telur diambil dari sampel yang dibuahi (Effendi 1997). Daya tetas telur dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Jumlah telur yang menetas (butir)

HR (%) = X 100% Jumlah telur yang terbuahi (butir)

Dosis Pakan Induk

Dosis pakan induk adalah jumlah pakan yang diberikan berdasarkan 3–5 % dari bobot biomassa induk.

Dosis pakan (kg) = Biomassa (kg) x % Pakan

Frekuensi Pemberian Pakan Induk

Menurut Hanif (2006) pada minggu pertama masa pemijahan dosis pakan yang diberikan sebanyak 4–5 % dari bobot biomassa, tetapi pada minggu kedua dosis pakan dikurangi menjadi 3 % dengan frekuensi pemberian pakan 2 kali per hari.

Gambar

Gambar 1.  Morfologi ikan nila (Oreochromis niloticus L)
Gambar 2.  Ikan nila Sultana (Oreochromis niloticus)  (http://infoakuakultur.com/blog/rawat-pijah-induk-nila/)
Gambar 4.  Nila GESIT
Gambar 5.  Nila Larasati
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini nantinya akan diperoleh data dan informasi yang memadai untuk mengetahui proses pembenihan ikan nila dan apakah usaha pembenihan ikan nila

Masa perpindahan inilah yang menjadi masa kritis bagi larva, karena ketersediaan pakan alami dalam media hidupnya sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup larva dalam

Tujuan penimbangan ini adalah untuk mengetahui bobot awal dari induk sehingga nantinya dapat diketahui jumlah hormon hipopisa (ovaprim) yang akan disuntikkan pada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana teknik budikdamber serta megetahui pertumbuhan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dan ikan nila hitam

Dengan ini saya menyatakan laporan akhir berjudul Pembenihan dan Pembesaran Ikan Mas Strain Mantap Cyprinus carpio di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar

Kesimpulan dari penelitian ini adalah Aspek finansial dari usaha pembenihan ikan nila selama satu bulan ini bisa dikatakan menguntungkan dan layak untuk dijalankan, terlihat dari nilai

pada benih ikan nila Oreochromis niloticus di kolam pendederan Balai Perikanan Budidaya Air Tawar BPBAT Tatelu [The preference of ectoparasite Trichodina sp.. on Nile tilapia seeds

5.4Pengawasan Pembenihan Ikan Komet Dalam kegiatan pembenihan ikan komet yang berawal dari pemeliharaan induk, persiapan wadah, seleksi induk, pemijahan, dan pemberian pakan diawasi