• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENERAPAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL

POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN GURITA

(Octopus sp) BENTUK FLOWER DI PT. KELOLA MINA LAUT

MAKASSAR, SULAWESI SELATAN

TUGAS AKHIR

NUR RAHMAYANTI

1522030568

JURUSAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKAJENE DAN

KEPULAUAN

2018

(2)
(3)
(4)

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar keserjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Pangkep, Juli 2018 Yang menyatakan,

(5)

iv RINGKASAN

NUR RAHMAYANTI, 1522030568. Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada Proses Pembekuan Gurita (Octopus sp) Bentuk Flower di PT. Kelola Mina Laut Makassar, Sulawesi Selatan dibimbing oleh Mursida dan Reta.

Pembekuan gurita dapat membuat sifat-sifat alaminya terjaga sehingga gurita dapat disimpan bertahun-tahun pada suhu rendah, yang dapat mendatangkan manfaat secara ekonomis bahkan dapat meningkatkan pendapatan devisa negara melalui kegiatan ekspor. Untuk menjaga keamanan dan menjamin mutu pangan dari produsen pangan diantaranaya dengan menerapkan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP).

Penulisan tugas akhir ini bertujuan untuk : (1) menguraikan alur proses pembekuan gurita (Octopus sp) bentuk flower; (2) menguraikan teknik penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) secara keseluruhan pada proses pembekuan gurita (Octopus sp) bentuk flower di PT. Kelola Mina Laut Makassar. Metode pengumpulan data ada dua yaitu : (1) pengumpulan data primer, dilakukan dengan observasi langsung ke lokasi praktek mulai dari proses penerimaan bahan baku sampai dengan proses stuffing (pemuatan) dan teknik wawancara yang dipandu dengan kuisioner; (2) pengumpulan data sekunder, diperoleh melalui studi pustaka, buku-buku yang relevan dan jurnal. Metode analisa data yang digunakan yaitu metode deskriptif, dengan cara menguraikan kondisi penerapan HACCP di PT. Kelola Mina Laut Makassar dan dibandingkan dengan penerapan HACCP pada industri pembekuan gurita secara umum dan sesuai standar.

Hasil penulisan tugas akhir ini menunjukkan bahwa proses pembekuan gurita (Octopus sp) bentuk flower di PT. Kelola Mina Laut Makassar meliputi tahapan-tahapan seperti penerimaan bahan baku, penimbangan 1, pencucian 1, penyiangan (pengeluaran isi perut, mata, gigi), pencucian 2, tumbling, pencucian 3, pengecekan kualitas, sorting & sizing, penimbangan 2, pencucian 4, pembentukan gurita flower, pembekuan, metal detecting, penimbangan 3, glazing, pengepakan & pelabelan, cold storage, pemuatan serta teknik penerapan HACCP pada proses pembekuan gurita (Octopus sp) bentuk flower telah sesuai dengan konsep HACCP dengan menerapkan 7 prinsip HACCP dan melakukan pengawasan, melakukan upaya-upaya pencegahan dengan menerapkan pula Good Manufacturing Practices (GMP) dan 8 kunci Sanitation Standart Operating Procedure (SSOP).

Kata kunci : Gurita, Pembekuan, HACCP, GMP, SSOP

(6)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala , yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada Proses Pembekuan Gurita (Octopus sp) Bentuk Flower di PT. Kelola Mina Laut Makassar, Sulawesi Selatan” yang dilaksanakan pada tanggal 23 Januari sampai 26 Maret 2018 sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada program D3 Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Tak lupa pula penulis kirimkan Salam dan Shalawat kepada junjungan Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam semoga beliau dapat memberikan syafaatnya kepada penulis di akhirat kelak.

Penyusunan tugas akhir ini tidak lepas dari adanya bantuan beberapa pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka melalui kesempatan yang berbahagia ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ayahanda tercinta Almarhum Kamaluddin Abdul Razak dan Ibunda Nur Hayati Sultaning atas segala kasih sayang serta doa restu beliau bagi keberhasilan penulis dalam menuntut ilmu. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada bapak Ir. Mursida, M.Si selaku dosen pembimbing I serta ibu Dr. Reta S.TP., M, Si selaku dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu memberikan pengarahan, petunjuk serta bimbingan kepada penulis dari awal sampai penyelesaian laporan tugas akhir ini. Penulis juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. H. Darmawan, M.P selaku direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkajene dan Kepulauan..

2. Ir. Nurlaeli Fattah, M.Si selaku ketua Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.

(7)

vi

3. Ir. Tasir, M.Si selaku penguji 1 dan DR. Lutfiah,S.TP.,M.Si selaku penguji 2 yang telah memberikan saran dan kritik demi terselesainya laporan tugas akhir ini.

4. Gusni Sushanti S.T., M.T selaku Penasehat Akademik (PA)

5. H. Siswo Gugah Setiawan selaku Manager PT. Kelola Mina Laut Makassar, yang telah mengizinkan penulis melakukan Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) di perusahaan tersebut.

6. Seluruh rekan mahasiswa Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Jurusan teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.

7. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari kata kesempurnaan sehingga penulis berharap adanya kritik dan saran serta masukan untuk perbaikan laporan tugas akhir ini.

Pangkep, Juli 2017

(8)

vii DAFTAR ISI Hal ama n HALAMAN PENGESAHAN ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI ... ii

PERNYATAAN ... iii

RINGKASAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Manfaat ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Gurita (Octopus sp) ... 3

2.2. Komposisi Kimia Guirta (Octopus sp) ... 4

2.3. Syarat Mutu Bahan Baku Gurita (Octopus sp) ... 5

2.4. Pengertian dan Prinsip Pembekuan ... 6

2.5. Metode Pembekuan ... 6

2.6. Proses Pembekuan Gurita (Octopus sp) ... 7

2.7. Konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) ... 8

(9)

viii

2.9. Penerapan PMMT/HACCP di Unit Pengolahan Ikan ... 10

2.9.1. Good Manufacturing Practices (GMP) ... 11

2.9.2. Sanitation Standart Operating Procedure (SSOP) ... 11

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat ... 13

3.2. Metode Pelaksanaan ... 13

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 13

3.4. Analisa Data ... 13

3.5. Alat Dan Bahan ... 14

3.5.1. Alat ... 14

3.5.2. Bahan ... 14

3.6. Prosedur Kerja ... 14

3.6.1 Receiving Raw Material (Penerimaan Bahan Baku) ... 14

3.6.2 Weighing I (Penimbangan I) ... 14 3.6.3 Washing I (Pencucian I) 15

3.6.4 Gutting, Eyes and Beak Removing (Pembuangan Gigi, Mata dan Isi Perut) ... 15

3.6.5 Washing II (Pencucian II) ... 15

3.6.6 Tumbling (Pengadukan) ... 15

3.6.7 Washing III (Pencucian III) ... 15

3.6.8 Quality Checking (Pengecekan Kualitas) ... 15

3.6.9 Sorting and Sizing (Penyortiran dan Pembagian Ukuran) ... 15

3.6.10 Weighing II (Penimbangan II) ... 16

3.6.11 Washing IV (Pencucian IV) ... 16

3.6.12 Flowering and Layering (Pembentukan Gurita Flower dan Pemberian Layer) ... 16

3.6.13 Freezing (Pembekuan) ... 16

3.6.14 Metal Detecting (Deteksi Logam) ... 16

3.6.15 Weighing III (Penimbangan III) ... 16

3.6.16 Glazing (Penggelasan) ... 17

(10)

ix

3.6.18 Cold Storage (Penyimpanan Beku) ... 17

3.6.19 Stuffing (Pemuatan) ... 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Good Manufacturing Practices (GMP) ... 19

4.1.1 Bahan Baku ... 19

4.1.2 Bahan Pembantu dan Bahan Tambahan ... 19

4.1.3 Tahapan Proses Pembekuan Gurita (Octopus Sp) Bentuk Flower ... 20

4.2 Sanitation Standart Operating Procedure (SSOP) ... 36

4.3 Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) di PT. Kelola Mina Laut Makassar ... 43

4.3.1 Pembentukan Tim HACCP ... 43

4.3.2 Deskripsi Produk ... 44

4.3.3 Penyusunan Diagram Alur Proses ... 45

4.3.4 Pemeriksaan Diagram Alur Proses... 46

4.3.5 Identifikasi Bahaya ... 46

4.3.6 Menentukan Titik-Titik Pengendalian Kritis ... 50

4.3.7 Menetapkan Batas Kritis (Critical Limit) ... 51

4.3.8 Menetapkan Sistem Pemantauan (Monitoring) ... 53

4.3.9 Menetapkan Tindakan Koreksi/ Perbaikan ... 54

4.3.10 Menetapkan Prosedur Verifikasi ... 56

4.3.11 Mengembangkan Sistem Dokumentasi ... 57

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 58

5.2 Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

LAMPIRAN ... 62

(11)

x

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi Kimia Gurita (Octopus sp) ... 5

Tabel 2. Syarat Mutu Bahan Baku Gurita (Octopus sp) ... 6

Tabel 3. Daftar Tim HACCP di PT. Kelola Mina Laut Makassar) ... 43

Tabel 4. Deskripsi Produk ... 44

Tabel 5. Prosedur Pemantaun CCP pada Proses Pembekuan Gurita Bentuk Flower ... 54

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Gurita (Octopus sp) ... 4

Gambar 2. Receiving Raw Material ... 21

Gambar 3. Weighing I ... 22

Gambar 4. Washing I ... 23

Gambar 5. Gutting, Eyes and Beak Removing ... 24

Gambar 6. Washing II ... 24

Gambar 7. Tumbling ... 25

Gambar 8. Washing III ... 26

Gambar 9. Quality Checking ... 27

Gambar 10. Sorting and Sizing ... 28

Gambar 11. Weighing II ... 28

Gambar 12. Washing IV ... 29

Gambar 13. Flowering and Layering ... 29

Gambar 14. Freezing ... 30

Gambar 15. Metal Detecting ... 31

Gambar 16. Weighing III ... 32

Gambar 17. Glazing ... 32

Gambar 18. Packing and Labeling ... 33

Gambar 19. Cold Storage ... 34

(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Diagram Alur Proses Pembekuan Gurita (Octopus sp)

Bentuk Flower ... 63 Lampiran 2. Struktur Organisasi PT. Kelola Mina Laut Makassar ... 64 Lampiran 3. Denah PT. Kelola Mina Laut Makassar ... 65

(14)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Secara geografis, Indonesia terletak di kawasan tropis pada titik silang antara benua Asia dan benua Australia serta diantara samudera Pasifik dan samudera Hindia, terkandung sumber daya perairaan lautan dan daratan yang sangat kaya akan flora dan fauna (Ilyas, 1993). Gurita merupakan hewan yang menarik perhatian manusia karena bentuknya (Permitasari, 2017). Gurita adalah hewan yang tidak mampunyai otot, taring, kuku, dan juga tidak mempunyai paruh maupun gigi (Naufal, 2005).

Gurita merupakan komoditi perikanan yang mudah sekali mengalami kemunduran mutu (Wardiman, 2016). Menurut Suprayitno (2017), dalam banyak hal kerusakan bahan-bahan biologik seperti hasil-hasil perikanan terutama disebabkan oleh terjadinya otolisi dan atau pertumbuhan mikrobia. Baik aktifitas enzim maupun pertumbuhan mikroba sangat dipengaruhi oleh suhu (Suprayitno, 2017). Oleh karena itu, penanganan yang baik disertai dengan penerapan rantai dingin dan pengawasan kebersihan yang ketat sangat diperlukan agar dapat menekan proses pembusukan serendah mungkin. Menurut Primyastanto (2014), Salah satu usaha memperpanjang atau mempertahankan kesegaran ikan adalah dengan cara pembekuan atau penyimpanan beku. Salah satu cara pengawetan ikan yang tidak mengubah sifat alami ikan adalah pembekuan (Murniyati, 2000). Tuntutan jaminan keamanan pangan terus berkembang sesuai dengan persyaratan konsumen yang terus meningkat dan seirama dengan kenaikan kualitas hidup manusia (Winarno, 2004). Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu program pengawasan, pengendalian, dan prosedur pengaturan yang dirancang untuk menjaga agar makanan tidak tercemar sebelum disajikan (Arisman, 2008). Dengan HACCP, penjamah makanan dididik berpikir kritis dan analistis tentang kandungan produk (termasuk air), produk itu sendiri, peralatan yang digunakan untuk pemrosesan, proses penyiapan dan bahaya potensial yang dapat menyusp selama proses berlangsung (Arisman, 2008). Oleh karenanya suatu Unit pengolahan hanya dapat menerapkan program HACCP

(15)

2

secara efektif apabila telah memenuhi persyaratan kelayakan dasar (pre-requisite program) yang terdiri dari 2 bagian pokok yaitu Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) (Dirjen Perikanan, 2000).

Menurut Nuryani (2006), dengan memenuhi persyaratan dalam penanganan maupun pengolahan, maka diharapkan hasil pengolahan dapat memenuhi standar mutu yang ditetapkan baik secara nasional maupun internasional. Oleh karena itu produsen/pengolah harus semaksimal mungkin memenuhi keinginan negera importer demi menjaga pasaran dan kontiunitas usahanya yang pada akhirnya memberi devisa bagi negara (Nuryani, 2006). Berdasarkan alasan tersebut maka proses pembekuan gurita (Octopus sp) bentuk flower perlu dikaji lebih dalam terutama pada penerapan HACCP yang dilakukan di PT. Kelola Mina Laut Makassar sebagai salah satu pengekspor produk gurita beku terbanyak.

1.2. Tujuan

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah:

1. Untuk menguraikan alur proses pembekuan gurita (Octopus sp) bentuk flower di PT. Kelola Mina Laut Makassar.

2. Untuk menguraikan teknik penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) secara keseluruhan pada proses pembekuan gurita (Octopus sp) bentuk flower di PT. Kelola Mina Laut Makassar.

1.3. Manfaat

Manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk memeberikan informasi tentang penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada proses pembekuan gurita (Octopus sp) bentuk flower yang baik dan aman serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam pemecahan masalah pada proses pembekuan gurita bentuk flower terutama pada penerapan HACCP dan tahu cara mengatasinya sehingga dapat mempersiapkan diri memasuki dunia kerja dibidang indsutri pembekuaan gurita.

(16)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Gurita (Octopus sp)

Gurita adalah hewan yang tidak mampunyai otot, taring, kuku, dan juga tidak mempunyai paruh maupun gigi (Naufal, 2005). Gurita adalah hewan yang mempunyai gumpalan daging lengket yang berfungsi sebagai senjata untuk menyerang mangsanya (Naufal, 2005). Gumpalan itu sendiri terdiri dari delapan lidah, pada setiap lidahnya terdapat dua alat penghisap (Naufal, 2005). Pada setiap alat penghisap terdapat 25 pipa atau pembuluh untuk menghisap darah dan jika dihitung-hitung, maka gurita mempunyai sekitar 400 pipa penghisap darah (Naufal, 2005). Gurita dapat hidup di daerah dangkal dan juga terdapat pada batas pasang surut sampai agak dalam dengan kedalaman 4000 meter sampai dngan 5000 meter pada peraiaran pantai (Afrianto, 1998).

Gurita merupakan invertebrata yang digolongkan kedalam keluarga besar Moluska, atau awam diterjemahkan sebagai hewan bertubuh lunak alami (Rupert, 1994). Kata “cephalopoda” berasal dari bahasa Latin: “cephalo” yang artinya kepala, dan “poda” yang berarti kaki alami (Rupert, 1994). Nama ini diberikan sesuai dengan bentuk tubuhnya dimana bagian badan menyatu dengan kaki. Selain gurita, hewan lain yang berada dalam keluarga besar Cephalopoda adalah nautili, cumi-cumi, sotong dan fosil ammonodoid (Rupert, 1994).

Menurut Budiyanto (1997), tubuh gurita dapat dibagi menjadi lima bagian yaitu badan, mata, selaput renang, kantong penghisap dan tangan. Umumnya bentuk tubuh dari gurita agak bulat atau bulat pendek, tidak mempunyai sirip (Budiyanto, 1997). Menurut Carolus (2009), mulut gurita terdapat dalam cincin lengan. Pada bagian dalam mulut terdapat sepasang rahang yang saling tumpang tindih berbentuk seperti paruh kakatua terbalik dan juga gigi parut atau radula (Carolus, 2009). Gurita memiliki 2 mata yang besar dan menonjol di sekitar pinggiran kepala (Wook, 1997). Keistimewaan gurita yang utama, yaitu dapat merubah warna tubuhnya degan cepat apabila ada musuh yang menyerangnya (Budiyanto, 1997). Kulit dari gurita memiliki khromatofora yang mengandung zat warna atau pigmen antara lain hitam, coklat, kuning dan sebagainya. Di bawah

(17)

4

pengaruh syaraf dan hormonnya, dinding otot mampu merenggang atau berkontraksi untuk menyebarkan pigmen (Budiyanto, 1997).

Menurut Lane (1957), klasifikasi gurita (Octopus sp) adalah sebagai berikut:

Phylum : Mollusca Sub Phylum : Avertebrata Class : Cephalopoda Ordo : Octopoda Sub Ordo : Iccirate Family : Octopididae Genus : Octopus Species : Octopus sp

Gambar 1. Gurita (Octopus sp) (Sumber : Alberni, 2016) 2.2. Komposisi Kimia Gurita (Octopus sp)

Menurut Hadiwiyoto (1993), komposisi kimia setiap jenis hasil perikanan sangat penting karena pada umumnya hasil periknan mengandung protein yang jumlahnya relatif tidak bervariasi kecuali kandungan lemaknya yang sangat bervariasi. Adanya variasi baik dalam komposisi jumlah maupun komponennya disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya (Hadiwiyoto, 1993). Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari ikan itu sendiri (faktor intrinsik) tetapi juga berasal dari luar (faktor ekstrinsik) (Hadiwiyoto, 1993). Secara umum komposisi kimia yang dikandung oleh gurita dapat dilihat pada Tabel 1

(18)

5

Tabel 1. Komposisi Kimia Gurita (Octopus sp)

Senyawa Kandungan (%)

Kadar Air 81

Kadar Protein 13

Kadar Abu 1,6

Kadar Lemak 1,5

Oksigen (Unsur-unsur Organik) 7,5

Hidrogen 1,0

Karbon 9,5

Nitrogen 2,5

Sumber : Irawan (1995)

2.3. Syarat Mutu Bahan Baku Gurita (Octopus sp)

Sesuai dengan SNI 01-6941.1.2011, standar ini menetapkan jenis bahan baku, bentuk bahan baku, asal bahan baku, mutu bahan baku dan penyimpanan bahan baku untuk gurita utuh segar. Jenis bahan baku yang digunakan adalah gurita berbentuk gurita utuh segar yang belum mengalami penyiagan, berasal dari perairan yang tidak tercemar, bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat menurungkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan, bahan baku disimpan dalam wadah yang baik untuk mempertahankan suhu pusat bahan baku antara 0-50C, saniter dan higiene. Pengaturan dalam standar ini

ditujukan sebagai acuan untuk menghasilkan produk gurita beku yang higienis, dan aman untuk dikonsumsi. Standar Nasional Indonesia (SNI) ini berlaku untuk gurita beku dan tidak berlaku untuk produk yang mengalami pengolahan yang lebih lanjut. Persyaratan bahan baku yang harus dipenuhi untuk proses pembekuan gurita dapat dilihat pada Tabel 2

(19)

6

Tabel 2. Syarat Mutu Bahan Baku Gurita (Octopus sp)

Jenis Uji Satuan Persyaratan

a. Organoleptik Angka 1-9 Minimal 7

b. Cemaran Mikroba

 ALT (Angka Lempeng Total)

Escherichia coli Salmonella Vibrio chorea* Vibrio parahaemoliticus* Parasit Koloni/gram APM/gram Per 25 gram Per 25 gram Per 25 gram Ekor Maksimal 5,0 x 105 Maksimal < 3 Negatif Negatif Maksimal < 3 0 c. Cemaran Kimia*  Kadmium (Cd)  Merkuri (Hg)  Timbal (Pb) mg/kg mg/kg mg/kg Maksimal 1,0 Maksimal 0,5 Maksimal 1,0 d. Fisika

 Suhu pusat °C Maksimal -18

Catatan (*) Bila Diperlukan Sumber : SNI 01-6941.1.2011 (2011)

2.4. Pengertian dan Prinsip Pembekuan

Menurut Estiasih (2009) pembekuan merupakan proses pengolahan, yaitu suhu produk atau bahan pangan di turunkan di bawah titik beku, dan sejumlah air berubah bentuk menjadi kristal es. Proses pembekuan juga akan menghambat aktivitas penyebab proses pembusukan lainnya, seperti mikroorganisme, enzim-enzim, maupun oksidasi lemak oleh oksigen (Afrianto dan Liviawaty, 1989).

Prinsip dasar pembekuan ikan adalah mengenyahkan panas dari ikan kelajuan tinggi artinya dalam waktu yang lebih singkat, sehingga ikan tidak mengalami perubahan mutu yang berarti dalam mencapai suhu rendah penyimpanan dan mengawetkan ikan dalam jangka waktu panjang selama penyimpanan beku dan distribusi (Ilyas, 1993).

2.5. Metode Pembekuan

Menurut Adawyah (2007), berdasarkan panjang pendeknya waktu thermal arrest, pembekuan dibagi menjadi dua yaitu:

(20)

7 1. Pembekuan cepat (Quick Freezing)

Pembekuan cepat yaitu pembekuan dengan thermal arreest time tidak lebih dari dua jam. Pembekuan cepat menghasilkan kristal yang kecil-kecil di dalam jaringan daging ikan, jika ikan yang dibekukan dicairkan kembali maka kristal-kristal es yang mencair akan diserap kembali oleh daging dan hanya sedikit yang mengalami drip.

2. Pembekuan lambat (Slow Freezing atau sharp Frieezing).

Pembekuan lambat yaitu pembekuan dengan thermal arrest time lebih dari dua jam. Pembekuan lambat akan menghasilkan kristal yang besar-besar sehingga merusak jaringan daging ikan dan tekstur daging ikan setelah di thawing menjadi kurang baik karena akan berongga-rongga dan banyak sekali drip yang terbentuk.

2.6. Proses Pembekuan Gurita (Octopus sp)

Dalam SNI 01-6941.3.2011, secara garis besar proses pembekuan gurita (Octopus sp) meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Penerimaan Bahan Baku

Bahan baku diterima di unit pengolahan harus ditangani secara cermat, bersih dengan suhu 5°C dan selanjutnya disortir menurut mutu dan ukuran dengan tujuan untuk memperoleh mutu, jenis dan ukuran yang tepat dan sesuai dengan persyaratan serta mencegah kontaminasi bakteri patogen dan parasit serta dekomposisi.

2. Penyiangan

Penyiangan dilakukan dengan cara membuang mata, gigi, isi perut dan cairan hitam dengan cepat, hati-hati dan mempertahankan rantai dingin dengan tujuan untuk mendapatkan bahan baku gurita yang bebas mata, gigi, isi perut dan cairan hitam (sumi).

3. Pencucian

Pencucian dilakukan dengan mencelupkan gurita pada wadah yng berisi air dingin dengan suhu maksimum 5°C, dengan tujuan memperoleh gurita yang bersih, bbas lendir, dan benda asing.

(21)

8 4. Perendaman

Gurita yang telah dicuci kemudian direndam selama 45 menit dalama air garam dengan konsentrasi 3% - 8%, dengan tujuan membentuk kekenyalan dan bentuk sesuai dengan bentuk pada saat didinginkan/dibekukan.

5. Sortasi

Gurita yang telah direndam kemudian ditiriskan dan diangkut ke meja sortir untuk penyortiran ukuran dan mutu. Tujuan penyortiran ini adalah memporoleh gurita dalam bentuk atau kualitas yang baik dan ukuran yang seragam.

6. Pencelupan Dalam Larutan Chlorine

Gurita dicuci dengan cara perendaman dalam larutan chlorine 5 ppm dengan suhu 5°C. Untuk memperoleh gurita bebas dai kontaminasi bakteri dan dekomposisi

7. Pembungkusan

Gurita yang sudah bersih kemudian dibungkus dengan kantong plastik yang bersih dan suhu maksimum 5°C. Untuk menghindari poduk dari kontaminasi bakteri dan oksidasi.

8. Penyusunan dalam Pan

Gurita yang telah dibungkus berjajar dan rapi dalam pan pembeku, proses dilakuan dengan cepat dan saniter dengan mempertahankan suhu mksimum 5°C. 9. Pembekuan

Gurita dibekukan dengan suhu -18°C dalam waktu maksimum 8 jam. 10. Pengepakan

Gurita beku dikemas dalam kotak karton yang berlapis plastik dan bersih dari kontamian mikroba serta filth. Untuk dapat terhindarkan produk bebas dari kontaminasi bakteri dan produk sesuai label.

2.7. Konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

HACCP adalah suatu sistem manajemen mutu khusus untuk makanan termasuk hasil perikanan yng didasarkan pada pendekatan sistematika untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bahaya (hazards) selama proses produksi serta menentukan titik kritis yang harus dilakukan pengawasan secara ketat

(22)

9

(Dirjen Perikanan, 2000). Menurut Sunarso (2016), HACCP didefinisikan sebagai suatu pendekatan ilmiah, rasional, sistematik untuk mengidentifikasi, menilai, dan mencegah bahaya-bahaya. Menurut Winarno (2004), HACCP adalah suatu sistem jaminan mutu yng mendasarkan kepada kesadaran atau penghayatan bahwa hazard (bahaya) dapat timbul pada berbagai titik atau tahapan produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan pengendalian untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut. Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan daripada mengandalkan pengujian produk akhir. Sistem HACCP bukan merupakan sistem jaminan mutu keamanan pangan yang zero-risk atau tanpa resiko, tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya keamanaan pangan. Sistem HACCP juga dianggap sebagai alat manajemen yang digunakan untuk memproteksi rantai pasokan pangan dan proses produksi terhadap kontaminasi bahaya-bahaya mikrobiologi, kimia dan fisika (Winarno, 2004).

Menurut Arisman (2009), konsep HACCP merupakan penggabungan dari prinsip mikrobiologis makanan, pengawasan mutu, dan penilaian risiko untuk mencapai tingkat keamanan setinggi mungkin. Konsep HACCP diperkenalkan dan untuk pertama kali didiskusikan secara mendalam, dalam suatu konfrensi oleh “National Food Protection” di Amerika Serikat tahun 1972. Adanya beberapa kasus keracunan dan adanya issue “food safety” di negara maju, maka sejak tahun 1987 konsep HACCP berkembang dan banyak didiskusikan oleh para pengamat mutu ataupun pelaku pengawas mutu baik oleh birokrat maupun kalangan industri serta para ilmuwan (Dirjen Perikanan, 2000).

2.8. Prinsip-Prinsip Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

Pada hakekatnya falsafah HACCP adalah uapaya pencegahan secara dini kemungkinan terjadinya bahaya pada titik-titik pengendalian kritis yang telah diidentifikasikan selama proses produksi. Menurut Winarno (2004), prinsip-prinsip HACCP terdiri dari 7 prinsip-prinsip yaitu:

(23)

10 1. Identifikasi Bahaya

Mengidentifikasi bahaya yang berhubungan dengan produksi pangan pada semua tahapan, mulai dari usaha tani, penanganan, pengolahan di pabrik dan distribusi, sampai kepada titik produk pangan dikonsumsi. Penilaian kemungkinan terjadinya bahaya dan menentukan tindakan pencegahan untuk pengendaliannya. 2. Menentukan Titik-Titik Pengendalian Kritis (Critical Control Point)

Menentukan titik atau tahapan prosedur operasional yang dapat dikendalikan untuk menghilangkan bahaya atau mengurangi kemungkinan terjadi bahaya tersebut (CCP = Critical Control Point). CCP berarti setiap tahapan di dalam produksi pangan dan atau pabrik yang meliputi sejak bahan baku yang diterima dan atau diproduksi, panen, diangkut, formulasi, diolah, disimpan dan lain sebagainya.

3. Menetapkan Batas Kritis (Critical Limit)

Menetapkan batas kritis yang harus dicapai untuk menjamin bahwa CCP berada dalam kendali.

4. Menetapkan Sistem Pemantauan (Monitoring)

Menetapkan sistem pemanatauan/pengendalian (monitoring) dari CCP dengan cara pengujian dan pengamatan.

5. Menetapkan Tindakan Perbaikan/Koreksi

Menetapkan tindakan perbaikan/koreksi yang dilaksanakan jika hasil pemantauan menunjukkan bahwa CCP tertentu tidak terkendali.

6. Menetapkan Prosedur Verifikasi

Menetapkan prosedur verifikasi yang mencakup pengujian tambahan dan prosedur penyesuaian yang menyatakan bahwa sistem HACCP berjalan efektif. 7. Mengembangkan Sistem Dokumentasi

Mengembangkan sistem dokumentasi mengenai suatu prosedur dan pencatatan yang tepat untuk prinsip-prinsip dan penerapannya.

2.9. Penerapan PMMT/HACCP di Unit Pengolahan Ikan

Berdasarkan ketentuan Dirjen Perikanan (2000) Program Manajemen Mutu Terpadu/HACCP sebagai satu sistem manajemen mutu bukan sistem yang dapat berdiri sendiri tetapi merupakan bagian dari suatu sistem yang lebih besar

(24)

11

dari prosedur pengendalian. Oleh karenanya suatu Unit pengolahan hanya dapat menerapkan Program HACCP secara efektif apabila telah memenuhi persyaratan kelayakan dasar (pre-requisite program) yang terdiri dari 2 pokok bagian yaitu: 2.9.1. Good Manufacturing Practices (GMP)

Standar Operasi Pengolahan (SOP) yaang biasa disebut juga Good Manufactruing Practices (GMP) juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penerapan PMMT/HACCP. GMP merupakan cara/teknik berproduksi yang baik dan benar untuk menghasilkan produk yang benar memenuhi persyaratan keamanan dan mutu. Penyusunan GMP dimaksudkan untuk lebih meningkatkan jaminan dan konsistensi mutu dari produk yang dihasilkan. Oleh karenanya didalam merencanakan, mengembangkan dan menerapkan GMP semua tahapan dalam proses produksi harus diuraikan secara rinci meliputi: Seleksi bahan baku, penanganan, pengolahan, bahan pembantu, bahan kimia, pengemasan, penyimpanan sampai dengan distribusi.

Selanjutnya semua kegiatan yang terkait dengan pelaksaan program kelayakan dasar yaitu SSOP dan GMP harus didokumentasikan dengan baik sebagai bagian dari sistem dokumentasi penerapan HACCP.

2.9.2. Sanitation Standart Operating Procedure (SSOP)

SSOP atau Standar Prosedur Operasi Sanitasi (SPOS) adalah salah satu persyaratan kelayakan dasar yang dimaksudkan untuk melakukan pengawasan terhadap kondisi sanitasi lingkungan agar prosedur yang dihasilkan aman dimana SSOP ini mencakup semua aspek sanitasi yang berkaitan dengan semua sarana pengolahan, sarana kebersihan, personil dan lingkungan di UPI yang dituangkan dalam rancangan SSOP. Rancangan SSOP harus mencakup tujuan dan prosedur untuk setiap aspek sanitasi dimana rencana SSOP meliputi: penentuan prosedur, mempersiakan jadwal, mempersiapkan bahan untuk mendukung pelaksaan monitoring, menentukan tindakan koreksi yang diperlukan, mengidentifikasi permasalahan yang berkembang dan upaya mencegahnya, memelihara dokumen sanitasi. Berkaitan dengan hal tersebut ada 8 fungsi kondisi sanitasi yang ditetapkan meliputi:

(25)

12

1. Menjaga keamanan air/es yang kontak dengan produk atau peralatan.

2. Menjaga kondisi dan kebersihan peralatan yang kontak dengan produk (peralatan, glove dan pakaian kerja).

3. Mencegah kontaminasi silang langsung dan tidak langsung terhadap produk yang diolah.

4. Menyiapkan alat cuci tangan dan toilet yang dilengkapai dengan peralatan kebersihan.

5. Melindungi produk, bahan pengemas dan peralatan yang kontak langsung dengan produk dari berbagai cemaran (Biologi, Kimia dan Fisika). 6. Label yang jelas dan penanganan/penyimpanan dan penggunaan bahan beracun.

7. Pengawasan kesehatan karyawan.

(26)

13

III. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat

Penulisan tugas akhir ini berdasarkan hasil kegiatan Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) dilaksanakan mulai tanggal 23 Januari sampai dengan 26 Maret 2018 yang berlokasi di PT. Kelola Mina Laut Makassar yang terletak di Jl. KIMA 17 Blok DD 15-16 Makassar, Sulawesi Selatan.

3.2. Metode Pelaksanaan

Metode yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa yang dilaksanakan di PT. Kelola Mina Laut Makassar ini adalah praktek langsung dan berperan aktif mulai dari proses produksi penerimaan bahan baku sampai dengan proses stuffing (pemuatan) produk yang siap ekspor dan melakukan pengamatan serta tanya jawab langsung selama proses.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Metode penulisan yang diterapkan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah dengan melakukan pengumpulan data yaitu :

1. Pengumpulan data primer

Data primer diperoleh dengan cara, melaksanakan dan mengikuti secara langsung kegiatan penerimaan bahan baku sampai dengan proses stuffing (pemuatan) produk yang siap ekspor serta dapat ikut berperan aktif di lapangan, melakukan tanya jawab dengan pembimbing lapangan dan karyawan perusahaan serta pengambilan gambar.

2. Pengumpulan data sekunder

Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka, buku-buku yang relevan dan jurnal yang terkait dengan bidang Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada proses pembekuan gurita.

3.4. Analisa Data

Data analisa secara deskriptif dengan cara menguraikan kondisi penerapan HACCP di PT. Kelola Mina Laut Makassar dan dibandingkan dengan penerapan HACCP pada industri pembekuan gurita secara umum dan sesuai standar.

(27)

14 3.5. Alat dan Bahan

3.5.1. Alat

Meja sortir, meja proses, meja packing, meja telly, timbangan analitik, timbangan duduk kapasitas 150 Kg, timbangan duduk kapasitas 60 Kg, kalkulator, nota timbang, selang air, long pan, layer, rak, palet, bak fiber kapasitas 800 Kg, bak container kapasitas 50 Kg, keranjang kapasitas 50 Kg, keranjang kapasitas 20 Kg, keranjang kapasita 15 Kg, baskom, pinset, pisau, bak stainlees (bak untuk glazing), hand track, landasan, termometer, master carton (MC), mesin pendeteksi logam (metal detector), mesin pengaduk (tumbler), stand lakban, spidol, alat pembekuan (Air Blast Freezer), ruang penyimpanan (cold storage), apron, sepatu boot, dan masker.

3.5.2. Bahan

Gurita (Octopus sp), es curah, air, plastik Low Density Polyethylene (LDPE), Chlorine, Alkohol 70%.

3.6. Prosedur kerja

Prosedur kerja dalam proses pembekuan gurita (Octopus sp) flower adalah sebagai berikut :

3.6.1. Receiving Raw Material (Penerimaan Bahan Baku)

1. Bahan baku gurita yang dibawa oleh mobil pick up dibongkar depan loket ruang penerimaan bahan baku kemudian dimasukkan kedalam ruang penerimaan bahan baku

2. Dilakukan pengecekan suhu, uji organoleptik, sorting (penyortiran) dan (sizing) pembagian ukuran.

3. Bahan baku dimasukkan kedalam keranjang kapasitas 50 Kg berdasarkan ukurannya.

3.6.2. Weighing I (Penimbangan I)

1. Bahan baku ditimbang per keranjang menggunakan timbangan duduk kapasitas 150 Kg berdasarkan ukurannya.

2. Lalu dilakukan pencatatan berat gurita per keranjang. 3.6.3. Washing I (Pencucian I)

(28)

15

2. Kemudian satu per satu gurita dicuci menggunakan air dingin mengalir sampai kotoran, lendir dan benda asing yang ada pada tubuh gurita hilang.

3.6.4. Gutting, Eyes and Beak Removing (Pembuangan Gigi, Mata dan Isi Perut)

1. Isi perut gurita dikeluarkan secara manual menggunakan tangan. 2. Keluarkan gigi gurita dengan cara dicongkel menggunakan pinset.

3. Lalu lepas mata gurita menggunakan pisau secara hati-hati menggunakan pisau. 3.6.5. Washing II (Pencucian II)

1. Letakkan gurita di atas meja proses.

2. Kemudian satu per satu gurita dicuci menggunakan air dingin mengalir sampai kotoran, lendir, benda asing dan tinta hitam yang ada pada tubuh gurita hilang. 3.6.6. Tumbling (Pengadukan)

1. Sebanyak 70 Kg gurita dimasukkan kedalam mesin pengaduk (tumbler) 2. Ditambah 2 Kg garam dan 2 liter air dingin

3. Lalu diaduk selama 15 menit. 3.6.7. Washing III (Pencucian III)

1. Siram gurita yang telah diaduk menggunakan air dingin mengalir sampai busanya menghilang.

2. Lalu cuci gurita dengan cara dicelupkan ke dalam bak container kapasitas 50 Kg yang telah berisi air dingin berklorine 50 ppm sampai bersih.

3.6.8. Quality Checking (Pengecekan Kualitas) 1. Letakkan gurita di atas meja proses.

2. Kemudian dilakukan pengecekan kualitas organoleptik oleh quality control (pengawas mutu).

3.6.9. Sorting and Sizing (Penyortiran dan Pembagian Ukuran) 1. Letakkan gurita di atas meja sortir.

2. Kemudian dilakukan penyortiran oleh karyawan yang kompoten.

3. Masing-masing gurita yang memiliki kualitas dan ukuran yang sama di tempatkan di keranjang kapasitas 20 Kg yang berisi es curah.

(29)

16 3.6.10. Weighing II (Penimbangan II)

1. Gurita yang telah disortir di masukkan ke dalam keranjang kapasitas 25 Kg berdasarkan ukurannya.

2. Ditimbang menggunakan timbangan duduk kapasitas 100. 3. Lalu dilakukan pencatatan berat gurita per keranjang. 3.6.11. Washing IV (Pencucian IV)

1. Cuci gurita dengan cara dicelupkan ke dalam bak container kapasitas 50 Kg yang telah berisi air dingin berklorine 30 ppm sampai bersih.

2. Lalu tiriskan gurita pada keranjang kapasitas 25 Kg.

3.6.12. Flowering and Layering (Pembentukan Gurita Flower dan Pemberian Layer)

1. Siapkan long pan berukuran 70 x 35 cm yang telah dilapisi layer. 2. Kemudian gurita dibentuk menyerupai bunga (flower) di atas long pan. 3. Long pan yang telah berisi gurita disusun di rak.

3.6.13. Freezing (Pembekuan)

1. Gurita disusun rapi pada rak-rak dalam ruang ABF (Air Blast Freezer) berdasarkan ukurannya sampai penuh.

3. Tutup rapat pintu ABF.

2. Bekukan selama 24 jam dengan suhu -32°C sampai -35°C. 3.6.14. Metal Detecting (Deteksi Logam)

1. Dilakukan pengecekan bentuk dan kualitas gurita beku oleh quality control (pengawas mutu).

2. Lalu gurita beku dilewatkan pada mesin pendeteksi logam (metal detector) sesuai dengan ukurannya.

3.6.15. Weighing III (Penimbangan III)

1. Timbang gurita beku satu per satu menggunakan timbangan analitik untuk mengetahui berat serta ukurannya (size).

2. Produk gurita disimpan dalam keranjang kapasitas 15 Kg berdasarkan ukurannya (size) lalu ditimbang menggunakan timbangan kapasitas 60 Kg. 3. Lalu ditimbang kembali untuk mendapatkan berat akhir yaitu per keranjang adalah 13,8 - 13,9 Kg.

(30)

17 3.6.16. Glazing (Penggelasan)

1. Masukkan gurita beku berdasarkan ukurannya ke dalam bak glazing yang telah berisi air dan es balok.

2. Diamkan selama 3-5 menit kemudian tiriskan di atas long pan yang telah di lapisi layer.

3.6.17. Packing and Labeling (Pengepakan dan Pelabelan)

1. Gurita beku yang telah di glazing dimasukkan dan disusun rapi ke dalam Master Carton (MC) berukuran 25x40 cm yang telah dilapisi plastik Low Density Polyethylene (LDPE).

2. Lalu Master Carton (MC) ditutup rapat menggunakan lakban kemudian diberi label.

3.6.18. Cold Storage (Penyimpanan Beku)

1. Produk gurita yang telah dikemas dan diberi label segera dibawa ke ruang penyimpanan beku (cold storage).

2. Produk disimpan dan disusun rapi berdasarkan waktu pengolahannya dengan suhu penyimpanan yaitu -20°C.

3.6.19. Stuffing (Pemuatan)

1. Kontainer di charge hingga suhunya mencapai -10°C.

2. Setelah suhu kontainer mencapai -10°C segera dilakuan pengangkutan produk dari penyimpanan beku (cold storage) ke ruang pemuatan (stuffing) lalu dilakukan pengecekan ulang kualitas gurita.

3. Dilakukan penyusunan ke dalam kontainer.

Adapun bagan alur proses pembekuan gurita (Octopus sp) bentuk flower adalah sebagai berikut:

(31)

18

Penerimaan Bahan Baku ↓

Penimbangan 1

Pencucian 1

. ↓

Pengeluaran Isi Perut, Mata, Gigi ↓ Pencucian 2 ↓ Tumbling ↓ Pencucian 3 ↓ Quality Checking

Sorting & Sizing

↓ Penimbangan 2 ↓ Pencucian 4 ↓ Pembentukan Gurita Flower ↓ Pembekuan (ABF) ↓ Metal Detecting ↓ Penimbangan 3 ↓ Glazing

Packing & Labeling

Cold Storage

Gambar

Gambar 1. Gurita (Octopus sp)  (Sumber : Alberni, 2016)
Tabel 2. Syarat Mutu Bahan Baku Gurita (Octopus sp)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik berupa moril maupun material, sehingga Penulis dapat

memastikan bahwa Anda hanya dapat menghidupkan alat jika telah memasang tabung blender dan tutupnya, gelas gilingan atau mangkuk perajang dan tutupnya (hanya tipe tertentu) pada

Analgetik narkotik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif dan dapat mengurangi rasa sakit yang moderat ataupun berat, seperti rasa sakit

baik dalam keadaan hidup atau mati akan mengakibatkan perubahan histopatologi pada usus mencit jika diinokulasikan secara oral yang nantinya hasil penelitian ini akan membuktikan

Pada efikasi Indaziflam lebih efektif dalam mengendalikan gulma pada tanah mineral dibandingkan dengan gambut. intrusa pada tanah

Hubungan Pelayanan Spiritual yang diberikan Perawat dengan Kepuasan Pasien Diabetes Melitus di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan.. Tesis, Universitas Sumatera

Dari hasil pengujian dengan penambahan serat jerami padi diperoleh kuat tekan beton dengan variasi 5% serat pendek memiliki harga kekuatan tekan yang lebih tinggi

saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan jika di kemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikasi, tiruan, plagiat atau keseluruhan