• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEBERHASILAN REDENOMINASI MATA UANG: PENDEKATAN HISTORIS DAN EKSPERIMENTAL ANDIKA PAMBUDI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEBERHASILAN REDENOMINASI MATA UANG: PENDEKATAN HISTORIS DAN EKSPERIMENTAL ANDIKA PAMBUDI"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI

KEBERHASILAN REDENOMINASI MATA UANG:

PENDEKATAN HISTORIS DAN EKSPERIMENTAL

ANDIKA PAMBUDI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Faktor-faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Redenominasi Mata Uang: Pendekatan Historis dan Eksperimental adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014 Andika Pambudi NIM: H151110091

(4)

RINGKASAN

ANDIKA PAMBUDI. Faktor-faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Redenominasi Mata Uang: Pendekatan Historis dan Eksperimental. Dibimbing oleh BAMBANG JUANDA dan D.S. PRIYARSONO.

Redenominasi adalah penyederhanaan nilai nominal mata uang dengan mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai riil mata uang tersebut. Penelitian tentang faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan redenominasi mata uang menjelaskan apakah kondisi perekonomian, seperti tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi, pada saat suatu negara menerapkan kebijakan redenominasi dapat memengaruhi keberhasilan dari pelaksanaan kebijakan tersebut. Adapun keberhasilan redenominasi dapat dilihat dari perubahan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi setelah kebijakan redenominasi diterapkan. Riset ini dapat memberi masukan dalam penyusunan RUU Perubahan Harga Rupiah, terutama dalam hal ketepatan waktu pelaksanan kebijakan redenominasi.

Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: (1) mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan penerapan kebijakan redenominasi di suatu negara; (2) menganalisis pengaruh kebijakan redenominasi terhadap perubahan harga jual, jumlah transaksi, dan nilai transaksi di pasar pada berbagai kondisi perekonomian yang berbeda; serta (3) mengkaji persepsi masyarakat sebagai produsen dan konsumen terhadap kebijakan redenominasi Rupiah.

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer diperoleh melalui simulasi percobaan (experiment) transaksi jual beli beras. Data primer yang dikumpulkan merupakan respons dari 48 subjek penelitian (pelaku simulasi) sebagai pelaku ekonomi dalam percobaan. Selain itu, data primer juga diperoleh melalui survei terhadap 168 responden. Sedangkan data sekunder yang digunakan adalah data historis indikator-indikator ekonomi dari 30 negara yang telah melakukan redenominasi mata uangnya sejak tahun 1963 sampai 2008. Metode estimasi yang digunakan untuk mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan pelaksanaan redenominasi menggunakan model regresi berganda. Sementara itu, data primer yang dihasilkan melalui rancangan eksperimental dianalisis dengan menggunakan uji beda nilai tengah dua populasi saling bebas. Berikutnya, analisis deskriptif digunakan untuk memaparkan persepsi masyarakat terhadap kebijakan redenominasi.

Berdasarkan analisis model regresi berganda, keberhasilan redenominasi cenderung dipengaruhi oleh kondisi perekonomian pada saat suatu negara menerapkan redenominasi mata uangnya. Negara-negara yang melakukan redenominasi ketika tingkat inflasinya rendah (<10%), maka tingkat inflasi pada satu tahun setelahnya akan lebih rendah daripada negara-negara yang melakukan redenominasi ketika tingkat inflasinya sedang tinggi (≥10%). Sementara itu, pertumbuhan ekonomi setelah redenominasi dapat meningkat lebih tinggi jika pada saat redenominasi dilakukan kondisi perekonomian sedang mengalami pertumbuhan yang tinggi pula.

Berdasarkan hasil percobaan transaksi jual beli beras, pada saat tingkat inflasi tinggi kebijakan redenominasi dapat meningkatkan harga jual, sebaliknya ketika tingkat inflasi rendah redenominasi menurunkan harga jual. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi tidak memengaruhi perubahan harga jual setelah

(5)

redenominasi. Pada kondisi perekonomian yang berbeda-beda, kebijakan redenominasi tidak memengaruhi perubahan jumlah transaksi dan nilai total transaksi yang terjadi di pasar. Selanjutnya, dari hasil survei terungkap sebagian besar responden tidak percaya pemerintah dapat mengendalikan inflasi setelah redenominasi dilakukan. Redenominasi juga tidak akan memengaruhi pola konsumsi masyarakat dan masyarakat juga tidak terlalu meyakini redenominasi dapat memperkuat nilai tukar Rupiah

Hal yang penting dalam pelaksanaan kebijakan redenominasi mata uang adalah kondisi perekonomian pada saat dilaksanakannya kebijakan tersebut. Akan lebih baik jika redenominasi diterapkan ketika perekonomian berada dalam kondisi yang baik dan stabil, seperti tingkat inflasi yang rendah dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

(6)

SUMMARY

ANDIKA PAMBUDI. Factors Influencing the Success of Currency Redenomination: Historical and Experimental Approach. Supervised by BAMBANG JUANDA and D.S PRIYARSONO.

Redenomination is a simplification of nominal value of currency by reducing digit (zero number) without reducing the real value of the currency. Factors Influencing the Success of Currency Redenomination is a research about whether the economic conditions at the time of redenomination, such as inflation and economic growth, may affect the success of currency redenomination implementation. The success of redenomination can be seen from changes on the level of inflation and economic growth after the redenomination policy is applied. This research is useful for central bank and government to provide inputs in the preparation of the Rupiah Price Changes Draft Law, especially in terms of timeliness of redenomination policy implementation.

This study has three objectives that include the following: (1) to examines the factors that affect the successful of currency redenomination implementation in a country; (2) to analyze the effect of redenomination policy on changes of selling prices, number and value of transactions in the market in a variety of different economic conditions; and (3) to assess public perceptions, as producers and consumers, toward Rupiah redenomination policy.

This research was based on primary and secondary data. Primary data obtained through simulation experiments of buying and selling rice. The primary data used are responses of 48 experimental subject as economic actors in the experiments. In addition, primary data were also obtained through a survey of 168 respondents. Secondary data used are historical data economic indicators of 30 countries that have been redenominated their currencies from 1963 to 2008. Multiple regression model is used to examine the factors that affect the successful of currency redenomination implementation. Meanwhile, primary data generated through experimental design were analyzed using different test mean values of two independent populations. Afterward, descriptive analysis is used to describe the public perceptions of redenomination policy.

Multiple regression model indicates that the successful of redenomination tends to be influenced by economic conditions when a country implements its currency redenomination. Countries that implement redenomination when inflation rate was low (<10%), then inflation rate one year thereafter will be lower than countries that implement redenomination when inflation rate was high (≥10%). Meanwhile, inflation will decrease and economic growth will rise higher after redenomination, if previously a country have experienced high economic growth as well.

Based on experimental results of buying and selling rice, when inflation was high, redenomination policy could increase the selling price. Otherwise, when inflation was low, redenomination could decrease the selling price. Changes in selling price after redenomination was not affected significantly by differences in economic growth conditions. In different economic conditions, redenomination policy did not significantly affect the changes number of transactions and total value of transactions in the market. From the survey results, public did not believe

(7)

government can control inflation after redenomination. Redenomination also will not affect consumption pattern and public is not too convinced redenomination can strengthen the Rupiah exchange rate.

The important thing on currency redenomination is economic conditions at the time of policy implementation. It would be better if redenomination implemented when the economy is in good and stable condition, such as low inflation rate and high economic growth.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI

KEBERHASILAN REDENOMINASI MATA UANG:

PENDEKATAN HISTORIS DAN EKSPERIMENTAL

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(10)

Judul Penelitian :

Nama

NIM

Faktor-faktor yang Mell1engaruhi Keberhasilan Redenominasi Mata Uang: Pendekatan Historis dan Eksperimental

Andika Pal11budi HlSll10091

Disetujui oJeh

Komisi Pel11bimbing

Prof Dr II' Bambang Juanda. MS Prof Dr Ir D.S. Priyarsono. MS

Ketua Anggota

Diketahui olch

Ketua Program Studi IIl11u Ekonol11i

vOv\A~

Dr Ir R

{:nu~u,:yartooo,

M.Si

(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 ini ialah kebijakan redenominasi mata uang, dengan judul Faktor-faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Redenominasi Mata Uang: Pendekatan Historis dan Eksperimental.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Bambang Juanda, MS dan Prof Dr Ir D.S. Priyarsono, MS selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama proses penelitian, serta Prof Dr Ir Bonar M. Sinaga, MA selaku penguji luar komisi dan Dr Ir Sri Mulatsih, MscAgr selaku penguji perwakilan dari Program Studi Ilmu Ekonomi yang telah banyak memberi saran dan masukkan untuk menyempurnakan tesis ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Dr Ir R Nunung Nuryartono, MSi (Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi), dosen-dosen pengajar, pengelola program studi, dan teman-teman Pascasarjana Ilmu Ekonomi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2014 Andika Pambudi

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL v DAFTAR GAMBAR v DAFTAR LAMPIRAN vi 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 4

Tujuan dan Manfaat Penelitian 8

Ruang Lingkup Penelitian 9

2 TINJAUAN PUSTAKA 9

Keterkaitan Redenominasi dengan Kinerja Perekonomian 9 Keterkaitan Redenominasi dengan Perilaku Pelaku Ekonomi 10

Percobaan Ekonomi 12

Percobaan dalam Kajian Kebijakan Ekonomi 13

Kerangka Pemikiran 14

Hipotesis 16

3 METODE PENELITIAN 16

Jenis dan Sumber Data 16

Metode Pengambilan Sampel 16

Model Regresi Berganda 17

Rancangan Simulasi Percobaan 19

Prosedur Percobaan 20 Uji Beda Nilai Tengah Dua Populasi Bebas 21 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24

Faktor-faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Redenominasi Mata Uang Pendekatan Historis 30 Negara 24

Gambaran Umum Hasil Simulasi Percobaan Sistem Transaksi Pasar Posted Offer 26

Implikasi Kebijakan Redenominasi terhadap Perubahan Harga Jual pada Sistem Pasar Posted Offer 28

Implikasi Kebijakan Redenominasi terhadap Perubahan Jumlah Transaksi pada Sistem Pasar Posted Offer 33

Implikasi Kebijakan Redenominasi terhadap Perubahan Nilai Transaksi pada Sistem Pasar Posted Offer 35

Perspektif Masyarakat terhadap Kebijakan Redenominasi Rupiah 37

5 SIMPULAN DAN SARAN 42

Simpulan 42

(14)

DAFTAR PUSTAKA 43

(15)

DAFTAR TABEL

1 Sepuluh mata uang dengan nilai tertinggi di dunia 1

2 Tingkat hiperlinflasi di Indonesia 5

3 Penelitian terdahulu terkait redenominasi 11

4 Penjabaran kondisi perlakuan dalam simulasi percobaan ekonomi 20 5 Hipotesis untuk uji beda nilai tengah dua populasi 22 6 Hasil uji regresi linear berganda 30 negara yang telah melakukan

redenominasi 24

7 Beberapa respons dari pengaruh empat kombinasi kondisi

perekonomian 27

8 Uji beda nilai tengah persentase perubahan harga jual setelah redenominasi pada kondisi perekonomian yang berbeda-beda 29 9 Uji beda nilai tengah persentase perubahan jumlah transaksi setelah

redenominasi pada kondisi perekonomian yang berbeda-beda 34 10 Uji beda nilai tengah persentase perubahan nilai transaksi setelah

redenominasi pada kondisi perekonomian yang berbeda-beda 36

DAFTAR GAMBAR

1. Perkembangan tingkat inflasi (%) di Turki dan Rumania tahun 1999 -

2011 2

2. Perkembangan tingkat inflasi (%) di Brazil tahun 1981 – 1994 3 3. Tingkat inflasi (%) di Indonesia tahun 1999 - 2012 6 4. Pertumbuhan ekonomi (%) di Indonesia tahun 1999 - 2012 6 5. Pergerakan rata – rata nilai tukar Rupiah terhadap 1 Dollar AS tahun

1999 - 2011 7

6. Skema Kerangka Pemikiran Penelitian 15

7. Kurva penawaran (S) dan permintaan (D) teoritis dan perkembangan harga jual untuk kondisi inflasi rendah dengan pertumbuhan ekonomi

tinggi 28

8. Rataan harga jual komoditas beras sebelum dan setelah redenominasi 29 9. Persentase perubahan harga setelah redenominasi pada kondisi inflasi rendah

dan tinggi 30

10. Persentase perubahan harga setelah redenominasi pada kondisi inflasi dan

pertumbuhan ekonomi yang berbeda-beda 31

11. Persepsi masyarakat terhadap perubahan harga jual yang dilakukan penjual setelah redenominasi 33

(16)

12. Rataan jumlah transaksi komoditas beras sebelum dan setelah

redenominasi 33 13. Perubahan jumlah transaksi setelah redenominasi pada kondisi pertumbuhan

ekonomi rendah dan tinggi 35 14. Rataan nilai transaksi pasar komoditas beras sebelum dan setelah

redenominasi 35

15. Perubahan nilai transaksi setelah redenominasi pada kondisi inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang berbeda-beda 37 16. Persepsi masyarakat tentang kemampuan pemerintah dalam pengendalian

setelah redenominasi Rupiah 38 17. Perubahan pola konsumsi setelah redenominasi Rupiah 39 18. Perspektif masyarakat terhadap penguatan nilai tukar Rupiah setelah

redenominasi 40

19. Persentase kepercayaan masyarakat terhadap kontrol dan transparansi dalam pencetakan uang baru hasil redenominasi 41 20. Ketepatan waktu pelaksanaan kebijakan redenominasi Rupiah 41

DAFTAR LAMPIRAN

1 Negara-negara yang telah melakukan redenominasi mata uang 46 2 Data tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi (growth), pertumbuhan

jumlah uang beredar (money), nilai tukar mata uang (Exrat) dan indeks bentuk pemerintahan (polity) pada tahun dilakukan redenominasi dan

satu tahun setelahnya 47

3 Daftar Unit Cost dan Unit Value 48

4 Instruksi Percobaan Ekonomi 49

5 Kurva permintaan dan penawaran pada masing-masing kelompok

percobaan ekonomi (experimental) 54

6 Kuesioner Perspektif Dampak Kebijakan Redenominasi Rupiah pada

(17)
(18)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Wacana mengenai penyederhanaan dan penyetaraan nilai Rupiah atau redenominasi mulai dilontarkan oleh mantan Gubernur Bank Indonesia (BI), Darmin Nasution, pada tanggal 3 Agustus 2010. Dasar pemikiran dari pengajuan redenominasi mata uang Rupiah adalah dalam rangka menghadapi tantangan ke depan berupa integrasi perekonomian regional1. Dalam redenominasi yang direncanakan tersebut akan menghilangkan tiga angka nol pada nilai uang, barang, maupun upah. Dengan demikian, redenominasi akan menyederhanakan penulisan nilai barang dan jasa yang diikuti pula penyederhanaan penulisan alat pembayaran (uang). Misalkan Rp 1 000 akan berubah menjadi Rp 1, hal ini berlaku di mata uang maupun harga barang. Karena yang berubah hanya nilai nominal uang sedangkan nilai riil tetap, maka diharapkan tidak akan ada penurunan daya beli masyarakat (nilai uang terhadap barang) melalui penyederhanaan nilai mata uang.

Alasan lain nilai Rupiah perlu disederhanakan adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif tinggi akan meningkatkan perputaran uang dengan nilai yang makin meningkat. Peningkatan ini berdampak pada pencatatan digit yang makin banyak di setiap transaksi yang terjadi sehingga menyulitkan sejumlah pihak dalam pencatatan keuangannya, karena software yang tersedia saat ini hanya mampu mencatat 11 digit angka. Selain itu, nilai setiap mata anggaran di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga ditulis dalam triliun Rupiah atau tidak menyertakan 12 digit terakhir2. Semakin banyak digit dalam mata uang, maka semakin tinggi kendala teknis dalam transaksi pembayaran tunai dan non tunai.

Tabel 1. Sepuluh Mata Uang dengan Nilai Tukar Tertinggi di Dunia

No Mata Uang (Negara) Nilai Tukar terhadap 1 $ AS

1 Rial (Iran) 24 773 2 Dong (Vietnam) 21 184.887 3 Rupiah (Indonesia) 12 225 4 Rubel (Belarusia) 9 516 5 Bolivar (Venezuela) 6.296 6 Kwacha (Zambia) 5 244 7 Guaran (Paraguay) 4 598 8 Shilling (Uganda) 2 527 9 Franc (Madagaskar) 2 240 10 Sum (Uzbekistan) 2 202

Sumber: http://id.rateq.com diakses 15 Januari 2014

Di antara mata uang lainnya Rupiah juga termasuk 10 garbage money atau memiliki nilai tukar terhadap Dollar Amerika Serikat ($ AS) tertinggi ketiga di

1

Siaran Pers Bank Indonesia No. 12/ 38 /PSHM/Humas

2

Nota Keuangan dan Rancangan APBN Tahun Anggaran 2013

3

Lihat, http://www.dpr.go.id/id/baleg/prolegnas/313/Daftar-Prolegnas-RUU-Prioritas-Tahun-2013

4 Pada simulasi percobaan, pertumbuhan ekonomi dicerminkan oleh jumlah penjual dan pembeli 2

(19)

2

dunia, hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai nominal yang terlalu besar seolah-olah mencerminkan bahwa di masa lalu negara pernah mengalami inflasi yang tinggi atau pernah mengalami kondisi fundamental perekonomian yang kurang baik (Kesumajaya 2011). Jika suatu negara mengalami hal yang demikian, maka masyarakat akan kurang percaya untuk memegang mata uang domestik serta rendahnya kredibilitas kebijakan pemerintah baik fiskal maupun moneter. Selain sebagai alat pembayaran, mata uang diyakini juga merupakan salah satu simbol kedaulatan atau sovereignity suatu bangsa dan negara. Oleh karena itu, mata uang perlu dihormati secara nasional maupun internasional. Saat ini Rupiah memiliki pecahan tertinggi sebesar Rp 100 000, kedua tertinggi setelah mata uang Vietnam yang mencetak 500 000 Dong. Lalu, jika terus mengalami inflasi yang tinggi tiap tahunnya maka diperkirakan akan butuh pecahan Rp 200 000 bahkan Rp 1 000 000. Jika hal itu terjadi maka nilai uang terhadap barang akan semakin rendah (Amir 2011).

Sejak tahun 1923, setidaknya sudah 55 negara yang telah melakukan redenominasi, diantaranya ada yang dianggap sukses dan gagal. Negara-negara yang dianggap berhasil menerapkan redenominasi adalah Turki, Rumania, Argentina, dan Kroasia. Sementara, negara-negara yang dianggap gagal meredenominasi mata uang diantaranya adalah Brazil, Israel, Rusia, dan Nikaragua. Ada beberapa negara yang melakukan redenominasi dalam beberapa tahap, seperti Brazil dan Serbia Montenegro sebanyak empat kali serta Israel dan Argentina sebanyak enam kali. Salah satu indikator keberhasilan penerapan redenominasi adalah tingkat inflasi setelah kebijakan tersebut diterapkan. Sebagai contoh, tingkat inflasi di Turki dan Rumania menjadi lebih rendah (satu digit/creeping inflation) dan stabil dibandingkan sebelumnya. Redenominasi akan dianggap gagal jika mengalami inflasi tinggi atau hiperinflasi setelah kebijakan diterapkan.

Gambar 1. Perkembangan Tingkat Inflasi di Turki dan Rumania Tahun 1999 – 2011

Sumber: World Bank 2012

Turki dan Rumania adalah beberapa contoh negara yang tergolong sukses atau berhasil melakukan redenominasi. Turki dan Rumania dikatakan sukses melakukan redenominasi terutama terlihat dari sisi indikator makroekonominya. Rumania memiliki tingkat inflasi hanya satu digit sejak tahun 2005 (saat eliminasi

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Turki Rumania Redenominasi %

(20)

3 empat angka nol di mata uang Lei dimulai) dan berlajut sampai sekarang. Pengangguran di Rumania juga cukup rendah yaitu berada di sekitar 4 persen. Pada tahun 2007, nilai tukar mata uang Rumania menguat terhadap Dollar AS menjadi 2.98 Lei dan terhadap euro menjadi 3.6 Lei. Sebagai perbandingan, sebelum redenominasi diterapkan pada 30 Juni 2005 nilai tukar terhadap Dollar AS sebesar 29.89 Lei dan terhadap euro sebesar 36.05 Lei. Sedangkan Turki setelah menghapus enam angka nol di mata uangnya pada 1 Januari 2005, keadaan perekonomiannya tetap terjaga. Inflasi negara Turki pada tahun 2005-2011 tetap terjaga stabil dikisaran 6–10 persen per tahunnya, dibandingkan sebelum tahun 2005 berada di kisaran 20–60 persen. Gambar 1 adalah perkembangan tingkat inflasi sebelum dan sesudah redenominasi dilakukan di Turki dan Rumania.

Sementara itu, Brazil dan Zimbabwe adalah beberapa negara yang tergolong gagal dalam melakukan redenominasi. Sebagai contoh, pada saat Brazil melakukan redenominasi mata uang pada tahun 1986 dan 1989, kurs mata uangnya justru terdepresiasi secara tajam terhadap Dollar AS hingga mencapai ribuan Cruzado untuk setiap Dollar AS. Pemerintah Brazil pada saat itu juga tidak mampu mengelola tingkat inflasi yang mengalami hiperinflasi bahkan mencapai lebih dari 500 persen per tahunnya dimana puncaknya pada tahun 1990 yang mencapai hampir 3000 persen, hal ini dapat dilihat pada Gambar 2. Sementara itu bagi Zimbabwe, langkah memotong tiga digit nominal Dollar Zimbabwe pada pertengahan 2006 malah mengakibatkan hiperinflasi sebesar 1097 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 302 persen. Dapat dikatakan, melakukan redenominasi pada saat tingkat inflasi tinggi dapat membuat inflasi menjadi semakin tinggi. Sedangkan, keberhasilan Turki dan Rumania dikarenakan redenominasi dilakukan pada saat tingkat inflasi yang rendah. Pemilihan waktu yang tepat menjadi kunci suksesnya pelaksanaan redenominasi di suatu negara.

\

Gambar 2. Perkembangan Tingkat Inflasi di Brazil Tahun 1981 – 1994

Sumber: World Bank 2012

Bank Indonesia menilai bahwa saat ini adalah waktu yang tepat untuk melakukan redenominasi Rupiah karena perekonomian Indonesia dalam kondisi

0.00 500.00 1000.00 1500.00 2000.00 2500.00 3000.00 3500.00 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 Redenominasi Redenominasi %

(21)

4

sehat dan stabil. Diharapkan redenominasi mata uang dapat digunakan sebagai instrumen untuk meningkatkan martabat bangsa di tingkat nasional dan internasional. Dengan semakin tingginya tingkat kepercayaan masyarakat untuk memegang mata uang Rupiah, secara langsung BI akan semakin efektif dalam mengendalikan jumlah uang beredar dan kebijakan moneter lainnya akan menjadi semakin kredibel.

Dalam rangka meminimumkan pengaruh pada stabilitas sosial, sebelum menerapkan suatu kebijakan perlu untuk dirumuskan dan disusun terlebih dahulu konsep yang jelas. Kebijakan redenominasi atau eliminasi tiga angka nol pada Rupiah rencananya akan tercantum di dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Perubahan Harga Rupiah, dimana RUU ini merupakan salah satu dari 70 RUU yang telah masuk ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 20133. Hal ini sejalan dengan peraturan dalam pasal 23B Undang-undang Dasar 1945 yang menentukan bahwa macam dan harga atau denominasi mata uang harus ditetapkan dengan Undang-undang (Asshiddiqie 2009). Namun sampai saat ini RUU tersebut baru dalam tahap disiapkan oleh Kementerian Keuangan, dan belum diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dibahas. Kebijakan ini baru disosialisasikan secara resmi oleh Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia pada 23 Januari 2013 yang lalu.

Walaupun saat ini Bank Indonesia bersama pemerintah sudah dalam tahap penyusunan RUU, masih banyak kalangan yang menganggap RUU Perubahan Harga Rupiah tidak perlu menjadi prioritas. Pro dan kontra terhadap wacana kebijakan redenominasi mencerminkan suatu spekulasi publik terhadap ketidakpastian dampak yang akan terjadi jika dilakukan redenominasi pada mata uang Rupiah pada saat ini. Perdebatan ini sulit untuk dipecahkan dengan metode survei atau kajian data sekunder, karena data belum ada di lapang. Oleh karena itu, kajian mengenai dampak yang akan ditimbulkannya perlu dikaji secara ilmiah melalui metode eksperimental. Metode eksperimental adalah cara yang sangat baik untuk membangkitkan data yang kualitasnya lebih baik dari metode survei dan mampu mengendalikan faktor-faktor yang mengganggu hubungan sebab akibat (Juanda 2010). Dalam metode eksperimental, interaksi antara para pelaku ekonomi dalam membuat keputusan dapat memberikan gambaran mengenai dampak kebijakan redenominasi, karena menurut Juanda (2010) data hasil percobaan akan lebih mudah diinterpretasi dalam menyimpulkan hubungan sebab akibat dibandingkan data hasil survei atau data historis (sekunder).

Perumusan Masalah

Dari studi yang dilakukan oleh Mosley (2005), teridentifikasi bahwa yang menjadi pertimbangan bagi beberapa negara untuk melakukan redenominasi adalah kombinasi dari faktor-faktor ekonomi serta politik, seperti inflasi, perhatian pemerintah terhadap kredibilitas, dan dampak mata uang terhadap identitas nasional. Mosley menyebutkan, kebijakan redenominasi juga terkait dengan faktor-faktor politik seperti rentang waktu pemerintahan, ideologi partai pemerintah, fraksinalisasi dalam pemerintah dan parlemen, serta derajat keberagaman sosial.

3

(22)

5 Ketika suatu negara berencana menerapkan redenominasi, ada tiga faktor penting yang menjadi pertimbangan yaitu: nilai tukar, tingkat inflasi, dan bentuk pemerintahan. Dari ketiga faktor tersebut, tingkat inflasi yang tinggi merupakan faktor utama (most dominant driving factor) yang mendorong suatu negara memutuskan untuk melakukan redenominasi mata uang (Suhendra dan Handayani, 2012). Jika negara mengalami hiperinflasi, pemerintah akan sulit dalam mendapatkan kepercayaan dari pasar domestik dan internasional. Tingkat inflasi yang tinggi akan menyebabkan semakin rendahnya nilai mata uang, sehingga akan dibutuhkan denominasi (nilai) mata uang yang besar dalam setiap transaksi perekonomian. Dengan kata lain, inflasi yang tinggi menjadi indikasi ketidakmampuan pemerintah dalam menyeimbangkan anggaran dan bank sentral dalam melakukan kebijakan moneter.

Penerapan redenominasi dapat berhasil bila perekonomian dalam keadaan inflasi dan ekspektasi inflasi yang stabil dan rendah. Menurut Lianto dan Suryaputra (2012) beberapa kondisi awal (initial condition) yang akan membuat kebijakan redenominasi sukses diterapkan adalah: 1) tingkat inflasi yang rendah sebelum, saat, dan sesudah redenominasi diterapkan; 2) pertumbuhan ekonomi yang stabil; 3) adanya jaminan kestabilan harga-harga barang dan jasa; serta 4) sosialisasi dan edukasi yang baik kepada masyarakat. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Iona (2005) yang menyebutkan bahwa redenominasi mata uang hanya akan sukses dilakukan hanya jika memenuhi dua kondisi berikut: 1) tingkat inflasi yang rendah dengan kecenderungan yang menurun; dan 2) berhasilnya program reformasi dan restrukturisasi ekonomi, seperti pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) riil yang tinggi. Jika kondisi terebut tidak terpenuhi maka redenominasi menjadi tidak berguna.

Indonesia yang saat ini berencana melakukan redenominasi telah mengalami beberapa kali guncangan dan ketidakstabilan dalam nilai mata uang maupun tingkat inflasi. Sebelum Indonesia merdeka, pada tahun 1944, nilai Rupiah memiliki nilai yang hampir seimbang dengan Dollar AS, yaitu Rp 1.88 per Dollar AS. Lalu, pada 7 Maret 1946 nilai Rupiah pertama kali menurun sebesar 30 persen menjadi Rp 2.65 per Dollar AS. Tahun 1950 pemerintah melakukan sanering dari pecahan Rp 5 ke atas, sehingga nilainya menjadi setengah dari nilai semula. Kemudian sanering kedua berlanjut pada tahun 25 Agustus 1959 pemerintah kembali melakukan pemangkasan nilai Rupiah.

Tabel 2. Tingkat Hiperinflasi di Indonesia

No Tahun Tingkat Inflasi (%)

1 1962 131 2 1963 146 3 1964 109 4 1965 307 5 1966 1 136 6 1967 106 7 1968 129

Sumber : World Bank 2012

Tingkat inflasi yang tinggi akan berdampak pada pelemahan nilai mata uang. Hal ini terlihat pada tahun 1960-an Indonesia mengalami hiperinflasi yang sangat tinggi yang puncaknya yaitu tahun 1966 sebesar 1 136 persen, seperti

20.49 3.72 11.50 11.88 6.59 6.24 10.45 13.11 6.41 9.78 4.81 5.13 5.36 4.28 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

(23)

6

ditunjukkan pada Tabel 2. Selanjutnya pada tahun 1971 nilai Rupiah terdepresiasi hingga mencapai Rp 415 per Dollar AS. Setelah 68 tahun merdeka, Rupiah sekarang telah berada di sekitar level Rp 9 700 per Dollar AS. Karena nilai yang semakin melemah itulah menjadi salah satu alasan pemerintah ingin meningkatkan martabat Rupiah. Saat ini dianggap sebagai waktu yang tepat karena tingkat inflasi di Indonesia relatif stabil dalam beberapa tahun terakhir bahkan dapat dikatakan bertipe creeping inflation atau berada di sekitar satu digit tiap tahunnya. Inflasi yang stabil mencerminkan kestabilan harga pada beberapa barang yang membentuk tingkat harga konsumen. Kondisi ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Tingkat Inflasi di Indonesia Tahun 1999 – 2012

Sumber: World Bank 2012

Selain indikator tingkat inflasi, stabilitas perekonomian dalam suatu negara merupakan tujuan utama pembuat kebijakan dalam mengarahkan berbagai instrumen fiskal dan moneter. Stabilitas perekonomian adalah prasyarat bagi tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kepastian dalam memberikan jaminan investasi di suatu negara. Dengan demikian stabilitas pertumbuhan ekonomi dapat meningkatkan kegiatan perekonomian dalam bentuk perdagangan barang/jasa dan transaksi keuangan. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini dapat dikatakan stabil berada di sekitar 5 – 6 persen per tahunnya serta memiliki kecenderungan yang meningkat, hal ini diperlihatkan pada Gambar 4. Keadaan yang baik ini juga harus diimbangi dengan tersedianya mata uang sebagai alat tukar pembayaran atas barang dan jasa dalam jumlah yang memadai.

Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Tahun 1999 – 2012

Sumber: World Bank 2012 0.79 4.92 3.64 4.50 4.78 5.03 5.69 5.50 6.35 6.01 4.58 6.10 6.46 6.23 2.00 4.00 6.00 8.00 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 20.49 3.72 11.50 11.88 6.59 6.24 10.45 13.11 6.41 9.78 4.81 5.13 5.36 4.28 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 % %

(24)

7 Nilai kurs Rupiah yang stabil juga dapat menggambarkan kekuatan perekonomian dalam negeri dalam menghadapi tekanan ekonomi global. Stabilitas Rupiah mencerminkan kekuatan otoritas moneter dalam mengendalikan nilai mata uang dan membuktikan meningkatnya daya saing perekonomian dalam negeri dimata dunia. Dalam 3 tahun terakhir pergerakan Rupiah cenderung stabil di kisaran Rp 8 000 – 9 000 per Dollar AS. Meski pada tahun 2009 terjadi depresiasi Rupiah hingga Rp 10 000 per Dollar AS dikarenakan pengaruh krisis global. Gambar 5 menggambarkan pergerakan kurs Rupiah terhadap $ AS beberapa tahun terakhir.

Gambar 5. Pergerakan Rata-rata Nilai Tukar Rupiah terhadap 1 Dollar AS Tahun 1999 - 2011

Sumber: Bank Indonesia

Selain dampak positif dari redenominasi seperti meningkatnya kredibilitas Rupiah yang dijadikan tujuan oleh pemerintah, terdapat juga dampak negatif yang akan terjadi jika diterapkan kebijakan redenominasi. Salah satunya adalah kemungkinan masyarakat salah persepsi dengan mengira meredenominasi adalah sanering. Sanering adalah kebijakan penghilangan angka nol pada mata uang, namun pemotongan tersebut tidak dilakukan pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat menurun. Pemahaman mengenai redenominasi yang salah pada masyarakat dapat menimbulkan kepanikan yang dapat membuat situasi ekonomi mengalami gejolak.

Dengan adanya redenominasi akan ada peningkatan besarnya biaya operasional perusahaan dan perbankan karena mengganti sistem informasi dan teknologinya yang membutuhkan waktu penyesuaian untuk menerapkan teknologi akuntansi untuk menyesuaikan dengan penyederhanaan nominal. Bank Indonesia juga akan mengeluarkan biaya yang besar untuk mencetak uang baru hasil redenominasi dan sosialisasi publik. Selain itu dampak sosial lain berupa ketidakpercayaan masyarakat terhadap Rupiah (Kesumajaya 2011).

Berdasarkan pernyataan Wibowo (2013), dampak yang akan muncul karena perubahan nominal mata uang adalah munculnya bias psikologis yang disebut money illusion. Sebagian besar masyarakat akan mempersepsikan bahwa harga barang menjadi lebih murah karena dihilangkannya nilai nol dari mata uang terdahulu. Sebagai contoh, misalkan terjadi kenaikan harga barang sebesar Rp 7 000, hal tersebut dirasakan sangat berat oleh konsumen. Namun ketika setelah terjadi redenominasi kenaikan Rp 7 dirasakan lebih ringan oleh masyarakat. Padahal kenaikan tersebut mempunyai nilai yang sama. Konsumen

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 %

(25)

8

kurang memperhatikan proses re-scaling dari nominal Rupiah yang lama ke nominal Rupiah yang baru. Money Illusion akan semakin memberikan efek ketika konsumen akan melihat kembali nilai riil dari barang yang telah mereka beli akibat berubahnya harga nominal secara serentak. Apabila kenaikan harga tidak terjadi secara seragam setelah terjadinya redenominasi, konsumen akan mencoba melakukan perhitungan kembali dalam nilai riil pada barang yang akan mereka beli dalam nominal Rupiah yang baru, proses ini disebut re-learning.

Redenominasi mendorong perilaku konsumsi menjadi lebih besar. Harga baru yang dirasakan lebih murah karena terjadinya money illusion membuat willingness to pay (kemauan untuk membayar) dari konsumen menjadi meningkat. Melihat perubahan dari perilaku masyarakat tersebut, produsen barang akan meningkatkan harga hingga batas yang masih ditolelir oleh konsumen. Produsen sebagai individual yang dianggap rasional akan melakukan pembulatan harga barang tersebut ke atas. Namun di sisi lain, redenominasi dapat mengurangi konsumsi karena adanya ketakutan adanya inflasi sehingga menyebabkan orang mengalihkan untuk memegang barang terutama yang nilainya tahan terhadap inflasi. Hal ini menyebabkan penukaran Rupiah dengan mata uang yang lebih kuat menyebabkan penurunan nilai Rupiah terhadap mata uang lain.

Berdasarkan latar belakang dan berbagai kondisi terkait dengan kebijakan redenominasi yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa saja yang dapat memengaruhi keberhasilan penerapan kebijakan redenominasi di suatu negara?

2. Bagaimana pengaruh kebijakan redenominasi terhadap perubahan harga jual, jumlah transaksi, dan nilai transaksi pada berbagai kondisi perekonomian yang berbeda?

3. Bagaimana persepsi atau perubahan perilaku produsen dan konsumen dalam mengantisipasi diterapkannya kebijakan redenominasi Rupiah di Indonesia?

.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah disampaikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan penerapan kebijakan redenominasi di suatu negara.

2. Menganalisis pengaruh kebijakan redenominasi terhadap perubahan harga jual, jumlah transaksi, dan nilai transaksi pada berbagai kondisi perekonomian yang berbeda.

3. Mengkaji persepsi atau perubahan perilaku produsen dan konsumen dalam mengantisipasi diterapkannya kebijakan redenominasi Rupiah di Indonesia.

Manfaat dan kontribusi hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada Bank Indonesia dan pemerintah khususnya Kementerian Keuangan dalam penyusunan RUU Perubahan Harga Rupiah sehingga dapat bermanfaat bagi perekonomian nasional saat ini dan masa yang akan datang. Selain itu dari hasil penelitian ini diharapkan dapat merumuskan alternatif kebijakan yang perlu ditempuh pemerintah dan bank sentral untuk mengantisipasi berbagai dampak yang ditimbulkan akibat redenominasi mata uang.

(26)

9

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga bagian. Pertama, memberikan identifikasi faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan kebijakan redenominasi di suatu negara, melalui kajian data sekunder yang berasal data historis negara-negara yang telah melakukan redenominasi. Kedua, menganalisis dampak kebijakan redenominasi Rupiah terhadap perilaku pelaku ekonomi yang selanjutnya akan dikaji pengaruhnya terhadap kinerja perekonomian. Ketiga, merekam perspektif masyarakat sebagai produsen dan konsumen terhadap kebijakan redenominasi mata uang.

Dalam mengkaji bagian penelitian yang kedua, data yang digunakan akan diperoleh dari data primer hasil metode percobaan (eksperimen). Kinerja perekonomian yang dikaji, seperti tingat inflasi dan pertumbuhan ekonomi akan dilihat berdasarkan perkembangan jumlah transaksi dan harga rata-rata setelah redenominasi yang dihasilkan dari respons simulasi percobaan. Redenominasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kebijakan penghapusan tiga angka nol pada nilai mata uang Rupiah, unit harga, unit upah, serta segala sesuatu yang dinilai dengan nominal Rupiah.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Keterkaitan Redenominasi dengan Kinerja Perekonomian

Relatif belum banyak studi yang mengkaji peranan redenominasi terhadap kinerja perekonomian. Namun ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa keputusan suatu negara dalam melakukan kebijakan redenominasi sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian sebelumnya. Selain itu, perubahan indikator-indikator ekonomi di suatu negara juga dapat dipengaruhi oleh penerapan kebijakan redenominasi mata uangnya.

Suhendra dan Handayani (2012) mengkaji keterkaitan kebijakan redenominasi dengan tingkat inflasi, nilai tukar, pertumbuhan ekonomi, dan nilai ekspor. Dengan menggunakan data indikator-indkator ekonomi dari 27 negara yang melakukan redenominasi, terlihat bahwa inflasi dan pertumbuhan ekonomi adalah variabel yang secara signifikan terpengaruh oleh redenominasi mata uang. Sementara itu, tingkat inflasi yang tinggi merupakan faktor utama (most dominant driving factor) yang mendorong suatu negara memutuskan untuk melakukan redenominasi mata uang. Temuan ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Mosley (2005) yang menyatakan inflasi saat ini dan masa lalu adalah prediktor terpenting dari dilakukan atau tidaknya redenominasi.

Iona (2005) melakukan studi mengenai manfaat jangka panjang dari redenominasi, alasan pemilihan waktu untuk implementasi redenominasi, dan pengaruhnya terhadap harga. Hasil kajian menunjukkan dampak jangka panjang dari redenominasi adalah: 1) terbangunnya kepercayaan publik terhadap mata uang domestik; 2) meningkatnya tabungan dalam mata uang domestik; serta 3) uang yang disimpan di luar sistem keuangan nasional akan masuk ke dalam pasar. Redenominasi mata uang akan sukses dilakukan hanya jika memenuhi dua kondisi berikut: 1) tingkat inflasi yang rendah dengan kecenderungan yang menurun; dan

(27)

10

2) berhasilnya program reformasi dan restrukturisasi ekonomi, seperti pertumbuhan PDB riil yang tinggi. Jika kondisi terebut tidak terpenuhi maka redenominasi menjadi tidak berguna. Iona (2005) juga menyatakan indikator-indikator yang perlu dimonitor untuk menilai dampak redenominasi yaitu Indeks Harga Konsumen, daya beli, nilai tukar, rata-rata deposito 1-bulan, Indeks Kepercayaan Konsumen, dan Indeks Kepercayaan Bisnis.

Keterkaitan Redenominasi dengan Perilaku Pelaku Ekonomi

Dampak yang paling sering muncul terjadi dalam penerapan redenominasi adalah munculnya bias psikologis yang disebut money illusion (Wibowo 2013). Ilusi ini dapat muncul karena perubahan nominal harga barang akibat redenominasi. Sebagian besar masyarakat akan mempersepsikan bahwa harga barang menjadi lebih murah karena dihilangkannya nilai nol dari mata uang terdahulu. Hobijn et al. (2006) juga menunjukkan bahwa telah terjadi money illusion yang di negara Eropa yang telah melakukan perubahan mata uang menjadi Euro. Euro yang nominalnya lebih sedikit dibandingkan mata uang sebelumnya dirasakan lebih murah oleh masyarakat. Hobijn et al. (2006) berpendapat peningkatan harga setelah redenominasi dapat dijelaskan dangan model umum dari biaya harga menu, dengan memasukkan keputusan perusahaan ketika mereka mengadopsi mata uang yang baru.

Selanjutnya konsumen akan mengevaluasi kembali manajemen strategi uang mereka untuk beradaptasi dengan mata uang baru terutama ketika diperkenalkan mata uang yang baru khususnya ketika mata uang yang baru dan mata uang yang lama dipergunakan secara bersama-sama, menunggu waktu untuk menghilangkan mata uang yang lama. Marques dan Dehaene (2004) mengemukakan bahwa terdapat dua proses utama yang dapat terjadi ketika sebuah negara mengadaptasi mata uang yang baru yaitu rescaling (mengubah semua harga pada mata uang lama ke nilai pada mata uang yang baru pada waktu yang sama) atau relearning ( mengingat harga yang baru dari barang konsumen secara satu persatu). Proses pertama diprediksikan akan mengalami penyesuaian yang mudah pada mata uang yang baru, sementara proses kedua akan mengalami penyesuaian yang lebih lama dan rumit.

Sementara itu Money/Euro Illusion memperlihatkan persepsi harga dalam denominasi baru yang lebih kecil dan mata uang yang lebih rendah daripada ketika dinyatakan dalam bentuk mata uang yang lama jika memiliki nilai nominal yang lebih tinggi. (Gamble et al. 2002). Hal ini menunjukkan bahwa individu menyesuaikan diri dengan mata uang baru dengan nilai nominal yang lebih kecil, setidaknya, mereka mengalami kesulitan dalam memahami nilai sebenarnya dari barang dan jasa. Efek money Illusion pun dapat terjadi pada barang-barang yang harganya murah atau kenaikan harganya hanya beberapa koin sen saja. Apabila ketersediaan koin sen tidak dicukupi oleh pemerintah, konsumen akan cenderung membiarkan kenaikan harga tersebut tanpa menuntut adanya uang kembalian dari penjual, hal tersebut disebut trivialization.

Kasus trivalization dapat dilihat pada Ghana dimana tingkat inflasinya meningkat sebesar lima persen satu tahun setelah redenominasi. Salah satu faktor penyebab kegagalan redenominasi di Ghana adalah 70 persen uang beredar yang

(28)

11 di Ghana berada di luar sistem perbankan.Transaksi tunai di Ghana lebih dominan dibandingkan dengan transaksi melalui perbankan. Kondisi ini diperparah oleh pemerintah yang belum juga dapat mengganti mata uang yang baru dengan mata uang yang lama setelah dua tahun redenominasi. Mehdi dan Reza (2012) juga mengungkapkan bahwa pengurangan nilai nominal mata uang akan mempunyai pengaruh secara psikologi dan sosial. Ketika mata uang memiliki nilai nominal yang rendah, maka masyarakat akan merasa mata uang tersebut bernilai kuat. Tabel 3. Penelitian Terdahulu Terkait Redenominasi

Nama Peneliti (Tahun)

Judul Penelitian Metode Penelitian

Hasil Penelitian Iona (2005) The National

Currency Re-denomination Experience in Several Countries: A Comparative Analysis. Analisis komparatif dan deskriptif Keberhasilan redenominasi dipengaruhi oleh : 1) tingkat inflasi yang rendah dengan kecenderungan yang menurun; dan 2) berhasilnya program reformasi dan restrukturisasi ekonomi, seperti pertumbuhan PDB riil yang tinggi

Mosley (2005) Dropping Zeros, Gaining Credibility? Currency Redenomination in Developing Nations Analisis survival dari data set negara-negara berkembang antara 1960-2003

Tingkat inflasi saat ini dan masa lalu adalah prediktor terpenting dari dilakukan atau tidaknya redenominasi di suatu negara Suhendra dan Handayani (2012) Impacts of Redenomiantion on Economics Indicators Analisis regresi logistik menggunakan 36 negara

Tingkat inflasi yang tinggi merupakan faktor utama (most dominant driving factor) yang mendorong suatu negara memutuskan untuk melakukan redenominasi mata uang Hobijn et al.

(2006)

Menu Costs at Work: Restaurant Prices and the Introduction of the Euro

Analisis Pricing Model

Setelah redenominasi Euro terjadi peningkatan harga karena harga-harga dirasakan lebih murah oleh konsumen Mehdi dan

Reza (2012)

An investigating Zeros Elimination of the National Currency and Its Effect on National Economy (Case study in Iran)

Deskriptif kualitatif

Pengurangan nilai nominal mata uang akan membuat masyarakat merasa mata uang tersebut bernilai lebih kuat dari sebelumnya Lianto dan Suryaputra (2012) The Impact of Redenomination in Indonesia from Indonesian Citizens’ Perspective Metode survei dari 100 orang dianalisis menggunakan Structural Equation Model

Dampak terbesar dari redenominasi adalah dapat meningkatkan kredibilitas negara di mata negara lain, mata uang domestik akan menjadi semakin kuat dan menambah kepercayaan diri masyarakat terhadap mata uangnya.

(29)

12

Lianto dan Suryaputra (2012) melakukan penelitian untuk mengetahui dampak dari implementasi redenominasi di Indonesia berdasarkan perspektif masyarakat Indonesia. Dari data yang diperoleh dengan metode survei sebanyak 100 orang yang paham akan redenominasi dan dianalisis menggunakan Structural Equation Modelling, terlihat bahwa dampak terbesar dari redenominasi adalah dapat meningkatkan kredibilitas Indonesia di mata negara lain. Temuan lainnya adalah masyarakat Indonesia menganggap redenominasi akan dapat menguntungkan mereka. Jika redenominasi sukses diimplementasikan, mata uang Rupiah akan menjadi semakin kuat dan menambah kepercayaan diri masyarakat terhadap mata uangnya.

Percobaan Ekonomi

Ekonomi adalah ilmu sosial yang terus berkembang. Sejak Adam Smith meletakkan landasan teori ekonomi modern, ada beberapa konsep atau pendekatan pemikiran dan analisis yang telah dikembangkan oleh pakar ekonomi untuk menganalisis fenomena ekonomi. Salah satu diantaranya, menurut Juanda (2009), dalam tiga dekade terakhir yang akan membawa revolusi dalam ilmu ekonomi adalah berkembangnya inovasi teknik-teknik dalam ekonomi eksperimental (experimental economics)

Dalam perkembangan metode eksperimental, muncul suatu teori yang disebut induced-value theory yang dikembangkan oleh Ekonom V.L. Smith pada tahun 1976 (Juanda 2009). Ide dasar dari teori ini adalah bahwa penggunaan media imbalan yang tepat memungkinkan experimenter atau peneliti untuk memunculkan karakteristik pelaku ekonomi tertentu dan karakteristik bawaannya menjadi tidak berpengaruh lagi (irrelevant). Apabila karakteristik dasar pelaku ekonomi (experimental unit) sama atau homogen maka peneliti dapat melakukan percobaan karena prinsip dasar ”pengendalian lingkungan” sudah dilakukan.

Tiga syarat cukup untuk memunculkan karakteristik diatas adalah sebagai berikut :

1. Monotonicity adalah pelaku percobaan harus selalu menyukai imbalan yang lebih besar.

2. Salience adalah imbalan yang diterima pelaku tergantung dari tindakan mereka dalam percobaan sesuai aturan yang mereka fahami.

3. Dominance : adanya dominansi kepentingan pelaku di dalam percobaan,yaitu mereka lebih mengutamakan imbalan dan mengabaikan hal-hal lain.

Friedman dan Sunder (1994) mengemukakan bahwa percobaan ekonomi dilakukan di dalam lingkungan yang terkontrol. Lingkungan ekonomi terdiri dari pelaku ekonomi bersama aturan yang berlaku atau institusi sebagai tempat berinteraksi antar pelaku ekonomi. Pelaku ekonomi mungkin sebagai pembeli dan penjual, dan institusi mungkin merupakan tipe pasar tertentu.

Dalam percobaan ekonomi diberikan instruksi percobaan yang terdiri dari deskripsi tentang ketentuan percobaan, pilihan-pilihan, dan tindakan-tindakan yang harus dilakukan subjek penelitian (pelaku percobaan), serta aturan penentuan pemberian imbalan kepada subjek, yang tergantung pada tindakan mereka (Friedman dan Sunder 1994). Lembar instruksi percobaan diberikan kepada subjek penelitian pada saat percobaan akan dilaksanakan sehingga subjek

(30)

13 penelitian jelas memahami prosedur percobaan dan aturan yang berlaku. Dalam instruksi percobaan ini juga dapat dilengkapi dengan contoh ilustrasi yang sederhana yang akan lebih memperjelas permasalahan bagi subjek percobaan.

Dalam penelitian dibidang ekonomi dengan metode eksperimental, kelompok masyarakat yang sering kali menjadi subjek penelitian berasal dari kelompok mahasiswa (Friedman dan Sunder 1994). Alasan penggunaan mahasiswa sebagai sumber penelitian yaitu :

1. Kelompok ini dinilai paling siap untuk masuk ke dalam kelompok eksperimen.

2. Latar belakang kelompok ini berasal dari kampus, dimana dari kampus inilah sebagian besar peneliti muncul

3. Biaya imbangan (opportunity cost) yang rendah

4. Merupakan salah satu cara untuk mengurangi pengaruh eksternal yang dapat menjadi variabel pengganggu dalam penelitian.

Ilmu ekonomi sendiri baru benar-benar mulai dianggap sebagai experimental science dalam waktu yang relatif lama. Hal ini terjadi terutama setelah penghargaan hadiah Nobel tahun 1994 bidang ekonomi diberikan kepada ekonom yang karyanya berkaitan dengan experimental economics, yaitu John Nash dan Reinhard Selten. Mereka dinilai dapat memberikan inspirasi bahwa metode eksperimen juga dapat dilakukan di bidang ekonomi. Setelah itu perkembangan experimental economics tumbuh semakin pesat. Bahkan dalam cakupan lebih luas (makro) beberapa ekonom pernah mencobanya. Berbagai kebijakan ekonomi makro atau moneter dapat pula dicobakan dulu dalam percobaan.

Percobaan dalam Kajian Kebijakan Ekonomi

Selain untuk pengujian teori-teori ekonomi, metode eksperimental juga dapat digunakan untuk pengkajian suatu kebijakan ekonomi. Salah satu ilustrasinya adalah studi yang dilakukan oleh Juanda et al. (2010) dalam mengkaji dan membandingkan dampak sistemik yang ditimbulkan dari kebijakan penyelamatan Bank Century dan kebijakan menutup Bank Century oleh pemerintah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penutupan Bank Century menyebabkan dampak sistemik yang relatif sangat rendah. Pengaruh sistemik yang cukup besar akan ditimbulkan jika penutupan bank bermasalah pada saat krisis tersebut dilakukan pada bank bermasalah yang berukuran besar. Dalam kondisi normal (tidak adannya gejolak krisis), penutupan bank bermasalah berukuran kecil seperti Bank Century tidak akan menimbulkan dampak sistemik. Tekanan dan potensi kegagalan bank sangat rendah karena stabilitas ekonomi dalam kondisi normal masih terjaga sehingga kepercayaan nasabah terhadap perbankan tidak mengalami penurunan.

Penelitian lainnya dalam mengkaji suatu kebijakan dengan metode eksperimental adalah kajian tingkat kepatuhan pajak dalam sistem pemungutan pajak self assessment yang diberlakukan di Indonesia (Juanda 2010). Penelitian ini mengkaji bagaimana pengaruh peluang pemeriksaan, denda dan tingkat pendidikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT), dengan mengendalikan faktor-faktor lainnya diusahakan

(31)

14

sama (ceteris paribus). Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kepatuhan Wajib Pajak sulit dilakukan jika menggunakan rancangan survei karena adanya pengaruh lingkungan atau objek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan Makin tinggi peluang pemeriksaan pajak dan makin besar denda akan berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. Selain itu, Juanda (2010) juga menyatakan tingkat kepatuhan membayar pajak untuk “pelaku eksperimen” mahasiswa Strata 1 lebih tinggi dibandingkan tingkat kepatuhan mahasiswa Pascasarjana yang memiliki pengetahuan relatif tinggi. Selanjutnya, makin tinggi penghasilan Wajib Pajak, maka tingkat kepatuhannya makin rendah.

Dalam penelitian yang akan dilakukan, metode eksperimental digunakan untuk mengkaji kebijakan redenominasi mata uang Rupiah. Prosedur percobaan ekonomi yang akan dilakukan berbentuk transaksi jual beli barang konsumsi dengan sistem transaksi Posted Offer. Sistem transaksi posted-offer merupakan sistem transaksi yang biasa ditemui dalam bidang usaha retail dan industri yaitu harga yang telah dipasang oleh penjual kemudian ditawarkan kepada pembeli (posted-offer price), dan pembeli tinggal memilih barang yang diinginkan sesuai dengan anggaran yang dimilikinya

Adapun dalam kehidupan sehari-hari terdapat berbagai sistem transaksi diantaranya adalah sistem Desentralisasi (DT), Double Auction (DA), dan Posted-Offer (PO). Dalam sistem desentralisasi pembeli dan penjual bebas dan aktif mencari pasangannya untuk melakukan tawar-menawar harga atas suatu barang dagangan. Sistem transaksi ini agak tertutup, karena informasi tentang penawaran penjual (offers), permintaan pembeli (bids) dan harga yang disepakati (contract price) tidak diketahui oleh semua pelaku pasar atau publik. Sedangkan sistem double auction merupakan sistem pelelalang dua arah, yaitu semua penjual dan pembeli sama-sama melakukan tawar-menawar harga terhadap suatu barang sehingga semua informasi diketahui oleh publik atau semua penjual dan pembeli dalam pelelangan tersebut (Juanda 2009).

Kerangka Pemikiran

Berdasarkan uraian sebelumnya, secara sederhana penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan atau kegagalan redenominasi mata uang dan bagaimana pengaruh redenominasi terhadap perubahan perilaku pelaku ekonomi yang pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap kinerja perekonomian. Hal ini berdasarkan karena perilaku pelaku ekonomi pada dasarnya merupakan unsur utama penentu pergerakan perekonomian di suatu negara.

Ada beberapa faktor yang memengaruhi kinerja perekonomian nasional diantaranya adalah tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan nilai nominal mata uang domestik. Keterkaitan antara nilai mata uang khususnya perubahan nilai nominalnya atau redenominasi dengan indikator-indikator ekonomi lainnya merupakan fokus dari kajian ini. Untuk mengetahui dampak langsung dari redenominasi terhadap perubahan perilaku masyarakat dilakukan analisis yang bersumber dari simulasi percobaan ekonomi.

(32)

15 Dari hasil analisis yang akan dilakukan, akan teridentifikasi faktor-faktor apa saja yang dapat memengaruhi keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kebijakan redenominasi mata uang. Selain itu, dari kajian dapat ditarik kesimpulan mengenai apakah kebijakan redenominasi akan mendorong perubahan perilaku produsen dan konsumen dalam melakukan kegiatan ekonominya. Perubahan ini sangat dipengaruhi oleh dampak Money Illusion yang membuat perspektif terhadap nilai uang bagi pelaku ekonomi berbeda-beda. Dengan demikian dapat dirumuskan rekomendasi implikasi kebijakan untuk memitigasi dampak-dampak negatif dari diterapkannya redenominasi Rupiah.

Gambar 6. Skema Kerangka Pemikiran Penelitian

Faktor-faktor Kinerja Perekonomian Makro: - Inflasi

- Pertumbuhan Ekonomi - Nilai tukar mata uang - Jumlah uang beredar - Bentuk pemerintahan Redenominasi Mata Uang Berhasil: (- Inflasi Rendah - High Growth) Gagal (- Inflasi Tinggi - Low Growth) Data Historis (Model Regresi Berganda)

Penghilangan tiga angka nol di Rupiah (Nilai Rill Rupiah Tetap)

Perubahan Perilaku Pelaku Ekonomi (Produsen dan Konsumen) Inflasi Tinggi (Unit Cost penjual tinggi) Inflasi Rendah (Unit Cost penjual rendah) Pertumbuhan Ekonomi Tinggi Pertumbuhan Ekonomi Rendah Dampak terhadap Kinerja Perekonomian:

- Perubahan harga jual (inflasi) - Perubahan jumlah transaksi jual beli

(pertumbuhan ekonomi)

Percobaan Ekonomi (Uji Beda Nilai Tengah)

Alternatif Kebijakan

Money Illusion

(33)

16

Hipotesis

Berdasarkan teori-teori, studi-studi terdahulu, serta skema kerangka pemikiran di atas, dapat diajukan beberapa hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan redenominasi di suatu negara

adalah tingkat inflasi yang rendah, serta pertumbuhan ekonomi yang stabil 2. Redenominasi diduga akan mengubah harga-harga barang, namun

perubahannya tergantung kondisi perekonomian yang menyertai kebijakan tersebut khususnya tingkat inflasi. Jika kebijakan redenominasi dilakukan pada saat inflasi tinggi, maka dalam rangka meningkatkan tingkat penerimaannya dan pengaruh ekspetasi inflasi yang tinggi maka harga jual akan dinaikkan oleh penjual.

3. Dengan diterapkannya kebijakan redenominasi di Indonesia, diduga akan ada perubahan perilaku pada pelaku ekonomi atau masyarakat di Indonesia. Redenominasi juga akan semakin mendorong ekspektasi masyarakat terhadap inflasi yang semakin tinggi

3 METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer diperoleh melalui simulasi percobaan (experiment). Dimana data primer yang dikumpulkan merupakan gambaran respons dari para subjek penelitian (pelaku simulasi) sebagai pelaku ekonomi dalam percobaan yang dapat dilihat dari keputusan-keputusan yang dibuat oleh para pelaku percobaan. Selain itu, data primer juga diperoleh melalui survei untuk melihat perspektif dampak kebijakan redenominasi Rupiah pada perekonomian nasional. Survei ini dimaksudkan untuk mendapatkan pertimbangan (judgement), pendapat (opini), dan perspektif mengenai kebijakan redenominasi Rupiah yang akan dilaksanakan oleh pemerintah.

Sedangkan data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data historis 30 negara yang telah melakukan redenominasi mata uangnya sejak tahun 1963 sampai 2008. Data historis yang dikumpulkan mencakup beberapa indikator makroekonomi pada tahun ketika redenominasi diterapkan di negara tertentu dan satu tahun setelahnya. Adapun variabel-variabel sebagai proksi kinerja makroekonomi tersebut antara lain pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar mata uang, dan jumlah uang beredar. Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari World Development Indicators yang dipublikasi oleh World Bank dan data-data indikator ekonomi dari publikasi World Bank, International Monetary Fund, dan Center for Systemic Peace.

Metode Pengambilan Sampel

Metode untuk melihat dan memperkirakan bagaimana dampak kebijakan redenominasi pada perekonomian nasional menggunakan teknik survei dengan instrumen kuesioner terhadap beberapa responden. Responden dipilih secara

(34)

17 sengaja (purposive sampling) yaitu dosen IPB, mahasiswa IPB, serta masyarakat umum. Jumlah responden sebanyak 168 orang yang terdiri dari 86 staf pengajar IPB, 27 mahasiswa IPB, dan 55 masyarakat umum. Sementara itu, penelitian ini juga menggunakan metode eksperimental dimana 48 orang digunakan sebagai pelaku percobaan. Teknik penarikan contoh untuk mendapatkan pelaku percobaan menggunakan multi stage dimana tahap pertama menggunakan metode convenience sampling. Teknik convenience sampling adalah prosedur memilih contoh yang paling mudah tersedia, sembarang atau kebetulan ditemui (Juanda 2009). Kemudian tahap kedua adalah teknik penarikan contoh acak yang digunakan dalam memilih penjual dan pembeli dimana untuk kelompok pertumbuhan rendah pembeli sebanyak lima orang dan penjual sebanyak lima orang. Sedangkan untuk kelompok pertumbuhan tinggi, tujuh orang sebagai pembeli dan tujuh orang sebagai penjual. Pengacakan ini dimaksudkan untuk menghindari bias dalam simulasi percobaan.

Model Regresi Berganda

Metode estimasi yang digunakan untuk mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan pelaksanaan redenominasi menggunakan model regresi berganda. Varibel eksogen atau variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar mata uang, jumlah uang beredar, serta bentuk pemerintahan. Sedangkan variabel yang diamati (endogen) atau variabel tak bebas (dependent) adalah keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan redenominasi yang diukur oleh tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi satu tahun setelah redenominasi diterapkan di masing-masing negara.

Dalam penelitian ini proses regresi dilakukan dengan meregresikan variabel-variabel bebas (independent) yang merupakan kinerja perekonomian suatu negara yang berpengaruh kesuksesan atau kegagalan redenominasi (variabel tak bebas/dependent). Variabel tak bebas (Y) atau variabel yang dipengaruhi adalah tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi satu tahun setelah pelaksanaan redenominasi. Sedangkan variabel bebas (X) atau variabel yang memengaruhi adalah beberapa indikator kinerja perekonomian suatu negara pada saat redenominasi diterapkan. Adapun model regresi linear berganda dalam penelitian ini adalah:

Ysetelah redeno i = β0 + β1Dinflasirendah i + β2GROi + β3LnEXRi + β4MONi + β5POLi

+ β6(Dinflasirendah-i*GROi) + β7(Dinflasirendah-i*LnEXRi) + β8 (Dinflasirendah-i*MONi)

+ β9 (Dinflasirendah-i*POLi) + εi ………(3.1)

dimana:

β0 = Intersep

β1,... β9 = Parameter

Ysetelah redeno i = Indikator keberhasilan redenominasi mata uang untuk Negara ke-i:

a) Tingkat inflasi satu tahun setelah redenominasi (persen)

b) Pertumbuhan ekonomi satu tahun setelah redenominasi (persen)

Dinflasirendah- i = Dummy kondisi tingkat infasi rendah pada tahun diterapkan redenominasi

untuk negara ke-i, dengan nilai:

1 = inflasi rendah (< 10%) dan 0 = inflasi tinggi (≥10%)

GROi = Pertumbuhan ekonomi pada tahun diterapkan redenominasi untuk negara

(35)

18

LnEXRi = Logaritma natural nilai tukar mata uang terhadap dolar pada tahun

diterapkan redenominasi untuk negara ke-i ($ AS/Uang Domestik)

MONi = Pertumbuhan jumlah uang beredar pada tahun diterapkan redenominasi

untuk negara ke-i (persen)

POLi = Indeks bentuk pemerintahan pada tahun diterapkan redenominasi untuk

negara ke-i, dengan nilai

min = -10 (sangat autokratis); maks = 10 (sangat demokratis)

Beberapa asumsi yang mendasari model tersebut adalah: (i) peubah bebas merupakan peubah non-stokastik (fixed), artinya sudah ditentukan atau bukan peubah acak; (ii) tidak ada hubungan linear sempurna antar peubah bebas atau disebut tidak ada masalah kolinier; (iii) komponen sisaan εi mempunyai nilai

harapan sama dengan nol atau E(εi) = 0; (iv) ragam konstan untuk semua

pengamatan atau var(εi) = σ2; (v) tidak ada hubungan/korelasi antar sisasan εi atau

cov(εi, εj) = 0 untuk i ≠ j; serta (vi) komponen sisaan menyebar normal

Analisis Ragam

Untuk menguji pengaruh peubah bebas terhadap peubah tak bebas secara simultan dapat diuji dengan menggunakan uji F. Penggunaan uji F dalam menguj pengaruh peubah bebas secara simultan disebut juga analisis ragam. Pengujian secara simultan dimaksudkan melihat pengaruh peubah bebas secara bersama-sama terhadap peubah bebas. Bentuk hipotesis yang diuji dari analisis ragam adalah:

H0 : β1 = β2 = … = β4 = 0

H1 : minimal ada satu i dimana βi ≠ 0 (i=1,2,3,4)

Hipotesis nol diitolak jika nilai F-hitung > F-Tabel atau jika peluang nyata (p) lebih kecil dari nilai taraf nyata (α). Jika hipotesis nol ditolak berarti dari empat peubah bebas yang dilibatkan dalam model regresi bergnda tersebut diharapkan terdapat paling sedikit satu peubah yang berpengaruh langsung terhadap peubah tak bebas. Untuk melihat keterandalan model juga dapat menggunakan koefisien determinasi (R2) yang mengukur proporsi keragaman peubah tak bebas yang dijelaskan oleh model regresi berganda

Pengujian Hipotesis Parameter Regresi

Selanjutnya untuk melihat pengaruh peubah bebas secara parsial dapat diuji dengan menggunakan uji t. Pengujian ini akan berguna jika pada pengujian analisis ragam diperoleh kesimpulan bahwa terdapat paling sedikit satu peubah bebas yang berpengaruh terhadap peubah tak bebas. Penggunaan uji-t ini bermanfaat untuk menunjukkan peubah bebas mana yang berpengaruh terhadap peubah tak bebas. Bentuk hipotesis parsialnya dapat dituliskan sebagai berikut: H0 : βi = 0

H1 : βi ≠ 0; (i=1,2,3,4)

Sementara statistik ujinya dapat dirumuskan sebagai berikut: t = ̂

Gambar

Gambar 3. Tingkat Inflasi di Indonesia Tahun 1999 – 2012        Sumber: World Bank 2012
Tabel 3. Penelitian Terdahulu Terkait Redenominasi  Nama  Peneliti
Gambar 6. Skema Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 4.  Penjabaran Kondisi Perlakuan dalam Simulasi Percobaan Ekonomi
+6

Referensi

Dokumen terkait

Angka KMnO 4   bertujuan untuk mengetahui zat organik dalam sampel,maka kebutuhan oksigen yang diperlukan dapat ditentukan sehingga didapatkan  pengenceran yang

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Konsentrasi Bubuk Daun Beluntas ( Pluchea indica Less) dalam Air Seduhan terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Kerupuk Beluntas” yang

Subjek dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis wujud, makna, dan strategi tindak kelakar sebagai wacana penutup sesi perbincangan pada

Diketahui panjang sisi sebauh persegi adalah 5 cm.. Diketahui sisi dari persegi adalah

Hasil simulasi di titik ekuilibrium bebas penyakit dapat dilihat pada gambar berikut. Proporsi jumlah individu terinfeksi dan proporsi jumlah individu sembuh dipengaruhi oleh

Dari penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa hasil akurasi tertinggi didapatkan saat menggunakan metode klasifikasi Support Vector Machine (SVM) dengan

Dari hasil identifikasi melalui metode observasi, interview dengan pengajar serta beberapa siswa SMPN 1 Arjosari diperoleh suatu kesimpulan awal bahwa kegiatan