• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.3. Evaluasi Biologis Uji pemberian pakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2.3. Evaluasi Biologis Uji pemberian pakan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Proses Pembelajaran 4.

Evaluasi Biologis dan Penggunaan Persamaan

Pada kegiatan belajar ini anda diharapkan mendapatkan informasi tentang 2 hal, yakni (1) dapat melakukan evaluasi biologis dari bahan pakan yang akan dimanfaatkan untuk ternak dan (2) dapat menduga kualitas bahan pakan dengan menggunakan rumus dan formula yang ada. Melalui pengetahuan ini diharapkan anda dapat menentukan kualitas suatu bahan pakan secara ril pada ternak dan dapat menduga kualitas bahan pakan dengan menggunakan rumus yang ada.

2.3. Evaluasi Biologis 2.3.1. Uji pemberian pakan

Karena bahan pakan konvensional semakin mahal dan sulit diperoleh akibat dari meningkatnya permintaan oleh manusia, industri perunggasan harus menumukan bahan pakan alternatif yang baru dan berkualitas serta tersedia secara berlimpah. Fakta yang ada bahwa belum seluruhnya bahan pakan alternatif atau bahan pakan dari limbah pertanian dievaluasi dalam aspek pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan kesehatan ternak unggas, metode praktis untuk hal tersebut harus diperkenalkan.

Tidak ada keraguan bahwa bahan pakan mungkin memberi manfaat positif atau tidak dalam peningkatan produksi ternak unggas ketika diperikan kepada ternak, baik sebagai supplement atau sebagai pakan basal. Untuk tujuan tersebut, penelitian dilakuan dengan cara yang akurat untuk untuk mengetahu karakteristik produksi seperti pertambahan bobot badan, konsumsi dan tingkat kematian ternak. Walaupun penelitian tersebut membutuhkan waktu dan anggaran, prosedur dari penelitian tersebut sangat simpel dan karenanya dapat dilakukan oleh peternak. Evaluasi dengan penelitian kandang memberikan hasil yang lebih baik dalam evaluasi bahan pakan dibandingkan dengan metode evaluasi di laboratorium. Beberapa bahan pakan mungkin mengandung nutrisi yang lebih baik atau mungkin beracun setelah dianalisis di laboratorium. Untuk mengevaluasi lebih lanjut, bahan pakan tersebut harus diberikan kepada ternak dengan konsentrasi yang berbeda – beda untuk. Perbedaan konsentrasi bahan pakan dalam ransum dimaksudkan untuk mengetahui tingkat toleransi ternak terhadap bahan pakan tertentu dengan hasil dan produksi ternak yang baik. Jika hasil yang didapatkan baik, maka konsentrasi

(2)

penggunaan bahan pakan dapt ditingkatkan sampai diperoleh level dimana penggunaan bahan pakan tersebut berdampak negatif terhadap pertumbuhan dan kesehatan.

Prosedur yang aman dalam menguji bahan pakan yang baru adalah dengan mencobanya pada ternak mulai dari level yang rendah seperti 5, 10, 15 dan 20%. Level ini dapat diturunkan jika bahan pakan yang akan diujicoba mengandung racun yang dapat menekan pertumbuhan dan kesehatan. Level dibawah 10% adalah level yang aman untuk digunakan dalam mengevaluasi bahan pakan yang diduga mengandung racun dan meningkatkan level tersebut jika tidak ditemukan dampak negatif.

Untuk mendapatkan informasi yang lebih terperinci mengenai kualitas bahan pakan, peternak dan ahli nutrisi unggas harus membandingkan nilai gizi dari bahan pakan yang baru dengan bahan pakan yang lain yang telah umum digunakan dalam ransum unggas. Penelitian tentang penggantian bahan pakan konvensional seperti jagung sebagai sumber karbohidrat dan kacang kedele sebagai sumber protein dan karbohidrat, dibutuhkan untuk menentukan apakah bahan pakan yang baru dapat digunakan untuk menggantikan sebagian atau seluruhnya dari bahan pakan konvensional. Ini penting untuk menghindari kompetisi penggunaan bahan pakan yang dapat menyebabkan meningkatnya harga pakan.

Dalam percobaan uji pakan, ada tiga parameter yang penting untuk diamati, yakni: konsumsi pakan, pertambahan bobot badan atau produksi telur dan tingkat kematian. Konsumsi pakan dapat dipengaruhi oleh tingkat palatabilitas. Pakan yang memiliki tingkat palatabilitas yang tinggi akan dikonsumsi lebih banyak. Walaupun, konsumsi pakan merupakan parameter yang tradisional dalam evaluasi bahan pakan, data tentang konsumsi pakan sangat penting karena sangat berhubungan dengan produksi ternak unggas. Produksi ternak unggas sering berkorelasi linear dengan konsumsi pakan.

Pertambahan bobot badan adalah indikator yang lain dalam mengevaluasi pakan karena pertambahan bobot badan dapat memberikan informasi tentang banyaknya nutrisi yang dicerna, diabsorpsi dan kemudian dimanfaatkan oleh jaringan tubuh. Pertambahan bobot badan adalah parameter biologis, ada kemungkinan bahwa pertambahan bobot badan tidak suluruhnya disebabkan oleh konversi pakan menjadi otot dan produksi lainnya. Akan tetapi, dikontribusi oleh bobot air atau bahan pakan yang terdapat dalam saluran pencernaan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan informasi yang akurat yang berhubungan dengan evaluasi pakan sulit dilakukan. Pemuasaan ternak sebelum penimbangan adalah solusi yang dapat dilakukan. Parameter tingkat

(3)

kematian (mortalitas) adalah parameter yang berhubungan dengan keracunan atau kontaminasi pakan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pakan yang terkontaminasi dengan racun akan meningkatkan kemungkinan kematian ternak unggas. Karena itu indikator ini sangat penting untuk menguji kualitas pakan atau bahan pakan bagi ternak unggas.

2.3.2. Uji Kecernaan

Analisis laboratorium tentang kandungan nutrisi pakan hanya memberikan sedikit informasi sampai nutrisi yang terdapat dalam pakan dapat dimanfaatkan oleh ternak unggas. Ketersediaan nutrisi untuk ternak unggas banyak bergantung dari proses pencernaan dan proses penyerapan. Perbedaan antara kandungan total nutrisi dengan ketersediaan nutrisi untuk ternak unggas hanya dapat diketahui dengan metode penelitian. Untuk melaksanakan penelitian ini, studi tentang kecernaan harus dilakukan dengan menggunakan jumlah ternak yang representatif dalam kandang metabolisme.

Kualitas nutrisi berhubungan secara linear dengan kecernaannya karena nutrisi tercerna akan diserap oleh tubuh dan digunakan untuk pertumbuhan dan hidup pokok. Studi kecernaan sangat penting untuk menentukan proporsi nutrisi dalam pakan yang dapat dicerna dan dan diserap dari saluran pencernaan. Kecernaan nutrisi dapat diprediksi dan diukur dengan empat cara in-vitro, in-vivo, in-sacco dan persamaan prediksi. Penggunaan enzim dan mikroba menjadi sangat umum digunakan dalm metode in-vitro. Pengujian metode in-vitro ini sangat penting untuk mengetahui kecernaan pakan dalam basis jam dan pelaksanaannya relatif cepat dan murah. Metode in-sacco hampir tidak pernah dilakukan dalam penelitian ternak unggas. Metode ini hanya digunakan pada ternak ruminansia untuk mengukur kecernaan pada organ pencernaan khusus. Metode ini agak mahal dan membutuhkan upaya pembedahan organ tertentu. Penggunaan metode persamaan prediksi telah banyak digunakan karena sangat praktis. Metode in-vivo adalah metode yang sangat penting karena kecernaan sesungguhnya hanya dapat diperoleh dengan metode ini, sedangkan tiga metode sebelumnya hanya sebagai indikator dari potensi kecernaan nutrisi.

Potensi bahan pakan dalam menyediakan nutrisi bagi ternak unggas di tentukan oleh kandungan nutrisi bahan pakan tersebut. Akan tetapi, tidak seluruh kandungan nutrisi yang terdapat dalam bahan pakan tersebut dapat dimanfaatkan oleh ternak unggas. Hal ini, sebagian, disebabkan karena ternak unggas tidak memiliki enzim yang lengkap dalam saluran

(4)

pencernaannya. Cellulosa, misalnya, hampir tidak tercerna oleh ternak unggas akibat dari tidak adanya enzim cellulase pada ternak unggas.

Kecernaan didefenisikan sebagai bagian zat makanan yang tidak dikeluarkan dalam ekskreta. Ada beberapa metode yang sering digunakan dalam mengukur kercernaan pakan atau bahan pakan pada ternak unggas yakni metode in-vivo dan in-vitro. Metode in-vivo adalah metode yang digunakan dengan melibatkan langsung ternak dan tanpa ada manipulasi dalam proses pencernaan. Ada perbedaan mendasar dalam mengukur daya cerna bahan pakan atau pakan pada unggas dengan pada ternak lain. Perbedaan itu diakibatkan karena menyatunya faeces unggas dan urine. Karena itu produk yang dibuang dalam faeces unggas sesungguhnya bukan produk sisa dari pencernaan tetapi juga telah tercampur dengan sisa dari proses metabolisme.

1. Metode in-vivo

Secara umum rumus daya cerna adalah nutrisi yang dikonsumsi – dikurangi dengan nutrisi yang dibuang di faeces dan dibagi dengan nutrisi yang dikonsumsi:

% daya cerna nutrisi =

Nutrisi dikonsumsi – nutrisi di

faeces X 100%

Nutrisi yang dikonsumsi

Pengukuran kecernaan pada ternak unggas untuk sebagian besar nutrisi hampir sama kecuali untuk kecernaan protein. Hal ini karena protein yang terdapat dalam faeces sebagian berasal dari caeca sehingga pengukuran daya cerna protein mengalami modifikasi untuk mendapatkan daya cerna yang lebih akurat. Modifikasi itu berupa penghilangan caeca (caecectomy) dan pemisahan salauran kencing dan saluran pencernaan (colostomy). Ini dilakukan agar supaya kandungan protein di faeces tidak terkontaminasi dengan urine dan protein mikroba dari caeca. Persoalan dari metode ini adalah membutuhkan ternak yang telah dioperasi sehingga dari segi teknis agak sulit dan dari segi kesejahteraan hewan tidak bersahabat.

Untuk mengurangi kesulitan tersebut diatas, metode lain yang diterapkan adalah dengan mengukur kecernaan protein diusus halus. Ini berarti bahwa pakan yang berada diusus halus belum banyak terkontaminasi dengan mikroba caeca dan urine karena pertemuan antara saluran kencing dan saluran pencernaan terjadi di colon. Pendekatan ini jeuh lebih akurat karena tempat

(5)

penyerapan nutrisi terjadi di usus halus. Karena itu pengukuran kecernaan nutrisi diusus halus menjadi sangat relevan dengan kondisi ril dalam proses penyerapan pakan.

Pengukuran daya cerna nutrisi secara in-vivo biasanya dilakukan dengan cara total koleksi faeces atau penggunaan marker. Pada metode total koleksi, pengukuran kecernaan dilakukan 5 hari berturut – turut pengumpulan faeces. Seluruh faeces ditampung dan ditimbang dan konsumsi pakan juga diukur. Pada metode penggunaan marker, faeces tidak seluruhnya ditimbang, sub-sample faeces digunakan untuk mengukur kecernaan. Adapun rumus daya cerna dengan menggunakan marker adalah :

Daya cerna semu bahan kering (%) =

100 -100 X

% Marker (bahan kering

pakan) X 100%

% Marker dalam bahan kering faeces

Marker yang sering digunakan dalam pengukuran daya cerna pakan sangat beragam, akan tetapi dapat dibedakan dalam dua kategori yakni internal marker dan eksternal marker. Internal marker adalah marker yang terdapat dalam bahan pakan sedangkan eksternal marker adalah marker yang ditambahkan dalam bahan pakan. Ada beberapa syarat dalam penggunaan suatu bahan sebagai marker, antara lain adalah: tidak beracun, dapat tercampur merata dan tidak tercerna. Beberapa marker yang sering digunakan dalam pengukuran daya cerna adalah celiet (abu yang tidak terlarut dalam asam) dan chromium oksida.

2. Metode invitro

Metode ini dilakukan dengan melakukan uji kecernaan dilaboratorium tanpa melibatkan ternak. Kondisi saluran pencernaan ditiru sehingga didapatkan kondisi kecernaan yang mirip. Akan tetapi kondisi yang dapat ditiru adalah kondisi kimia - enzimatik dari saluran pencernaan, kondisi biologis dan iklim mikronya tidak mungkin dapat ditiru. Pada ternak unggas uji kecernaan secara invitro dengan menggunakan beberapa enzim pencernaan untuk meniru kondisi pencernaan di proventrikulus dan di usus halus. Hasil yang diperoleh dalam uji kecernaan ini sering memiliki hubungan dengan kecernaan metode invivo. Keunggulan dari metode ini adalah dapat dilaksanakan dengan cara yang lebih cepat tetapi nilai kecernaan yang diperoleh adalah nilai kecernaan yang tidak sama persis dengan metode invivo.

(6)

2.4. Metode dugaan berdasarkan persamaan.

Metode ini dikembangkan setelah mendapatkan data base dari nilai kecrenaan invivo. Dengan nilai tersebut, persamaan dapat dibuat dalam memprediksi nilai kecernaan bahan pakan. Beberapa contoh persamaan dalam memprediksi kecernaan dengan metode ini telah direview dalam NRC (1994). Untuk memprediksi energi metabolis netto :

MEn = 46,7 X kandungan bahan kering – 46,7 X kandungan abu – 69,54 X protein kasar + 42,94 X ether ekstrak – 81,95 X serat kasar.

Untuk energi metabolis netto tepung ubi kayu:

MEn = 39,14 X kandungan bahan kering – 39,14 X kadar abu – 82,78 X kandungan serat kasar.

Inti Sari

Pengujian biologis merupakan pengujian yang paling akhir dan penentuan. Hal ini karena evaluasi biologis langsung bersentuhan dengan ternak. Karena hasil yang diperoleh adalah hasil yang sesuai dengan keinginan dan realitas aslinya. Sedangkan evaluasi dengan menggunakan persamaan lebih diarahkan pada kemudahan, dimana evaluasi ini hanya mengandalkan rumus yang telah dibuat oleh peneliti sebelumnya. Evaluasi ini dilakukan karena lebih simpel, mudah dan tidak membutuhkan biaya.

Evaluasi

1. Apa yang dimaksud dengan evaluasi biologis ?

2. Variabel apa yang biasa dilakukan dalam Evaluasi biologis? 3. Mengapa evaluasi ini penting dilakukan ?

4. Apa keunggulan dari evaluasi dengan menggunakan persamaan ?

Daftar Pustaka

Bates, L. 2003. Microscopy: Fast QA to characteristics raw materials. Feed International, October 2003:28-29.

(7)

Djatmiko, B dan A. Pandjiwidjaja. 1984. Tehnologi Minyak dan Lemak I. JurusanTehnologi Industri Fateta IPB, Bogor

Fairfield D.C. 2003. Purchasing and Receiving Operation- Step1 in Feed Quality and Mill Profits. Feed and Feeding Digest. May 15 Vol. 54(2).

GIPSA. 2001. Grain Sampling Procedures. USDA, GIPSA Technical Service Division. Kansas City. Goldblatt, L.A. 1969. Introduction of Aflatoxin. In : L.A. Goldblatt (ed.). AflatoxinScientitic

(8)

Hall, C.W. 1980. Drying and Storage of Agricultural Crops. The AVI Publishing Co, Inc. Westport, Connecticut

Herrman, T. 2001a. Sampling: Procedure for Feed. MF2036. Kansas State University Research and Extension, Manhattan.

Herrman, T. 2001b. Evaluating Feed Component and Finished Feeds. MF2037. Kansas State University Research and Extension, Manhattan.

Herrman, T. 2002. Statistical Process Control: Technique for Feed Manufacturing. MF2507. Kansas State University Research and Extension, Manhattan.

Khajarern, J., D. Sinchermsiri, A. Hanbunchong, and U. Kanto. 1987. Manual of Feed Microscopy and Quality Control. America Soybean Association, National Renderer Association US Feed Grains Council. Bangkok.

Patterson, H.B.W. 1989. Handling and Storage of Oilseed, Oils Fats and Meal. Elsevier Applied Science, London and New York

Pitt, J.I and A.D. Hocking. 1991. Significance of Fungi in Stored Products. In : Fungi and Mycotoxin in Stored Products. ACIAR Proceedings.

Sutikno, A.I., T. Haryati dan D. Suherman. 1993. Kontaminasi aflatoksin pada ransum itik. Ilmu dan Peternakan. 6 (1) : 37 – 41

Syamsu, J. A. 2000a. Pengaruh waktu penyimpanan dan jenis kemasan terhadap kualitas dedak padi. Bul.Nutrisi dan Makanan Ternak, Vol.1 (2) : 75-84

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, pemilik industri ini juga mengatakan kalau tidak mudah merubah sikap para pekerja untuk menerapkan penataan tempat kerja yang baik, karena dari diri

Efektivitas penyelenggaraan unit produksi disekolah dikategorikan efektif dilihat dari 2 hal sesuai dengan pernyataan yang dikutip oleh Sutopo (2012) yaitu yang

Teacher Education Vol. Menurut Berry Brazelton, strategi mengedisiplinkan harus mencakup beberapa hal. Pertama, kelakuan buruk anak harus dihentikan. Kedua, mungkin anak

Fisioterapi akan membantu pasien stroke mengembalikan fungsi fisik mereka dalam berbagai aspek, mengajarkan perawatan yang benar kepada pasien dan anggota keluarganya, dan

Menjelaskan gambaran umum tentang lokasi penelitian, serta menganalisa proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik untuk menentukan unsur berencana dalam

Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan salah satu upaya mengimplementasi Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan menjadi kegiatan pembelajaran

Pengunjung pusat perbelanjaan diminta pendapatnya mengenai kualitas pelayanan parkir yang berupa kemudahan parkir, kinerja petugas parkir, geometrik ruang parkir, keamanan,

Hasil dari berbagai analisa yang telah dijabarkan dalam bab-bab sebelumnya adalah merancang sebuah bangunan arsitektur Museum Seni rupa di Kota Malang yang sesuai