BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kinerja
2.1.1 Definisi Kinerja
Secara etimologi, kinerja berasal dari kata performance. Performance berasal
dari kata to perform yang mempunyai beberapa masukan (entries), yakni (1)
melakukan, (2) memenuhi atau menjalankan suatu, (3) melaksanakan suatu tanggung
jawab, (4) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang. Dari masukan tersebut
dapat diartikan, kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakan
pekerjaan tersebut sesuai dengan tanggung jawabnya sehingga dapat mencapai hasil
sesuai dengan yang diharapkan.
Murphy dan Cleveland (1995:113) mengatakan bahwa kinerja adalah kualitas
perilaku yang berorientasi pada tugas atau pekerjaan. Ndraha (1997:112) mengatakan
bahwa kinerja adalah manifestasi dari hubungan kerakyatan antara masyarakat
dengan pemerintah. Widodo (2006:78) mengatakan bahwa kinerja adalah melakukan
suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan
hasil seperti yang diharapkan.
Selanjutnya Gibson (1990:40) mengatakan bahwa kinerja seseorang
ditentukan oleh kemampuan dan motivasinya untuk melaksanakan pekerjaan.
Dikatakan juga bahwa pelaksanaan pekerjaan itu ditentukan oleh interaksi antara
kemampuan dan motivasi. Keban (1995:1) kinerja adalah merupakan tingkat
ditentukan oleh faktor lingkungan dan perilaku manajemen. Hasil penelitian Timpe
menunjukkan bahwa lingkungan kerja yang menyenangkan begitu penting untuk
mendorong tingkat kinerja karyawan yang paling efektif dan produktif dalam
interaksi sosial organisasi akan senantiasa terjadi adanya harapan bawahan terhadap
atasan dan sebaliknya.
Mangkunegara (2005:9) mengatakan bahwa kinerja adalah merupakan hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan
fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dwiyanto
(1995:24), mengatakan bahwa kemampuan untuk menghasilkan berupa jasa dan
materi disebut kinerja, dimana kemampuan tersebut dapat dipengaruhi oleh motivasi,
pendidikan, dan pengalaman kerja, sehingga dapat dikatakan kinerja sama dengan
hasil kerja yang dihasilkan dari kemampuan untuk menghasilkan jasa dan materi.
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja.
1. Faktor Kemampuan (Ability).
Kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugasdalam suatu pekerjaan tida
sama satu dengan yang lainnya. Setiap manusia mempunyai kemampuan
berpikir. Kemampuan (ability) merupakan kecakapan seseorang (kecerdasan dan
keterampilan) dalam memecahkan persoalan. Gibson (1990:11) berpendapat
bahwa, “kemampuan adalah sifat bawaan lahir atau dipelajari yang
memungkinkan seseorang menyelesaikan pekerjaannya”. Berdasarkan pengertian
ini maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan atau ability seseorang tidak lain
suatu pekerjaan. Potensi tersebut selain merupakan bawaan lahir seseorang, juga
dapat dipelajari dan oleh sebab itu memungkinkan untuk lebih
dikembangkan/ditingkatkan.
Menurut model partner lawyer Donelly, Gibson dan Ivancevich yang dikutip oleh
Rivai dan Basri (2005:16) berpendapat bahwa kinerja individu pada dasarnya
dipengaruhi oleh faktor-faktor: (a) harapan mengenai imbalan; (b) dorongan; (c)
kemampuan, kebutuhan dansifat; (d) persepsi terhadap tugas; (imbalan intenal
dan eksternal); (f) persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja.
Sedangkan menurut Simanjuntak (2005:10) kinerja setiap orang dipengaruhi oleh
banyak faktor yang dapat digolongkan pada tiga kelompok, yaitu (1) kompetensi
individu, (2) dukungan organisasi, (3) dukungan manajemen. Kinerja sebagai
fungsi interaksi antara kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation
(M), dan kesempatan atau opportunity (O). Kinerja = f(A x M x O). Artinya:
Kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan, Robbin
dikutip dari Simanjuntak (2005:10). Dengan demikian, kinerja ditentukan oleh
faktor-faktor kemampuan, motivasi dan kesempatan. Kesempatan kinerja adalah
tingkat-tingkat kinerja yang tinggi yang sebagian merupakan fungsi dari tiadanya
rintangan-rintangan yang mengendalakan karyawan itu. Meskipun seorang
individu mungkin bersedia dan mampu, bisa saja ada rintangan yang menjadi
penghambat.
2. Faktor Motivasi (Motivation).
Motivasi berasal dari bahasa latin, Movere yang berarti dorongan atau daya
bawahan. Motivasi ini mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah
kerja bawahan agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua
kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan organisasi. Pada
dasarnya organisasi bukan saja mengharapkan karyawan yang mampu, cakap dan
terampil tetapi yang terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeingingan untuk
mencapai hasil kerja yang optimal. Menurut pendapat Hasibuan (2006:143)
“Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja
seseorang agar mereka mau bekerjasama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan
segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan”.
Hasibuan (2006: 145) mengemukakan bahwa “motivasi adalah keinginan yang
terdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan
tindakan-tindakan”.
2.2. Kompetensi
2.2.1 Definisi Kompetensi.
Penelitian tentang kompetensi telah banyak dilakukan, dan definisi dari
kompetensi juga beragam. Spencer dan Spencer (1993) mendefinisikan kompetensi
sebagai karakteristik dasar manusia yang diperoleh dari pengalaman nyata ditemukan
mempengaruhi, atau dapat dipergunakan untuk memperkirakan (tingkat) performansi
di tempat kerja atau kemampuan mengatasi persoalan pada suatu situasi tertentu,
Zwell (2000) mengatakan bahwa kompetensi adalah perwujudan sifat dan
kompetensi adalah karakteristik yang mendasari seseorang untuk menujukkan kinerja
yang unggul di dalam suatu pekerjaan atau situasi.
Kak et al (2001) mendefinisikan kompetensi berkenaan dengan karakteristik
yang berhubungan dengan kinerja pekerjaan yang didefinisikan dalam konteks
pengetahuan, sifat, keahlian, dan kemampuan. Secara umum Spencer dan Spencer
(1993) sudah merangkum definisi kompetensi yang lain.
Spencer (1993) menjelaskan bahwa kompetensi terdiri dari lima karakteristik,
yaitu sebagai berikut:
1. Motivasi (motives) adalah suatu hal yang berasal dari pemikiran
seseorang secara konsisten tentang sesuatu yang diinginkan sehingga
mendasarinya untuk bertindak.
2. Sikap (traits) adalah karakteristik bawaan yang mendasari respon
seseorang secara konsisten terhadap suatu situasi atau informasi.
3. Konsep pribadi (self concept) adalah sikap, nilai-nilai, atau pandangan
yang dimiliki seseorang.
4. Pengetahuan (knowledge) adalah informasi yang dimiliki seseorang
berkaitan dengan bidang tertentu.
5. Keterampilan (skill) adalah kemampuan seseorang menyelesaikan suatu
pekerjaan fisik ataupun mental.
Menurut Spencer & Spencer, motif (motives) meliputi (1) orientasi pada
pencapaian tugas (achievement orientation), (2) dampak dan pengaruh (impact and
meyakinkan, mempengaruhi, atau membuat terkesan orang lain, agar mereka
mendukung agenda tertentu atau mereka menjadi terpengaruh.
Sikap (traits), meliputi (1) inisiatif (initiative), (2) bekerjasama dengan tim
(teamwork and cooperation), (3) membangun kebersamaan (developing others).
developing others, berupa kemauan untuk mengembangkan orang lain. Esensi dari
kompetensi ini terletak pada kemauan serius untuk mengembangkan orang lain dan
dampaknya ketimbang sebuah peran formal. Bisa dengan mengirim orang ke program
training secara rutin untuk memenuhi kebutuhan pekerjaan dan perusahaan. Cara lain
adalah dengan bekerja untuk mengembangkan para kolega, klien, bahkan atasan.
Teamwork and cooperation berarti kemauan sungguh-sungguh untuk bekerja secara
kooperatif dengan pihak lain, menjadi bagian sebuah tim, bekerja bersama sehingga
menjadi lebih kompetitif.
Konsep pribadi (self concept), meliputi (1) Percaya diri (Self confidence), (2)
Kontrol diri (Self control). Self control adalah kemampuan untuk menjaga emosi dan
meredam aksi negatif ketika sedang marah, tatkala berhadapan dengan oposisi atau
tindakan kasar dari orang lain, atau saat bekerja dalam kondisi stres. Self control lebih
sering ditemukan pada jabatan manajerial level bawah dan posisi kontributor
individual dengan tingkat stres tinggi. Self control jarang disebut-sebut untuk level
manajer ke atas. Self confidence adalah keyakinan terhadap kemampuan diri
menyelesaikan sebuah tugas. Self confidence adalah sebuah komponen dari
kebanyakan model dari orang-orang berkinerja superior.
Pengetahuan (knowledge), meliputi (1) senantiasa mencari informasi
Technical/professional/managerial expertise termasuk pengetahuan terkait pada pekerjaan (bisa teknikal, profesional, atau manajerial), dan juga motivasi untuk
memperluas, memanfaatkan, dan mendistribusikan pengetahuan tersebut.
Keterampilan (skill), meliputi (1) berpikir analisis (analytical thinking), (2)
berpikir konseptual (conceptual thinking). Analytical thinking adalah kemampuan
memahami situasi dengan merincinya menjadi bagian-bagian kecil, atau melihat
implikasi sebuah situasi secara rinci. Pada intinya, kompetensi ini memungkinkan
seseorang berpikir secara analitis atau sistematis terhadap sesuatu yang kompleks.
Conceptual thinking adalah memahami sebuah situasi atau masalah dengan menempatkan setiap bagian menjadi satu kesatuan untuk mendapatkan gambar yang
lebih besar. Termasuk kemampuan mengidentifikasi pola atau hubungan antar situasi
yang tidak secara jelas terkait; mengidentifikasi isu mendasar atau kunci dalam situasi
yang kompleks. Conceptual thinking bersifat kreatif, konsepsional, atau induktif.
Sebuah model yang disebut the iceberg model dapat membantu menjelaskan
keberadaan kelima karakteristik kompetensi tersebut yang terlihat pada Gambar 2.1.
2.2.2 Kompetensi Umum dan Kompetensi Bidang.
Kompetensi umum adalah kompetensi yang berkaitan erat dengan
kemampuan untuk mengelola proses pekerjaan, hubungan antar manusia serta
membangun interaksi dengan orang lain. Contoh soft competency adalah: leadership,
communication, interpersonal relation, dan lain-lain.
Kompetensi bidang atau hard competency adalah jenis kompetensi yang
berkaitan dengan kemampuan fungsional atau teknis suatu pekerjaan. Dengan kata
lain, kompetensi ini berkaitan dengan seluk beluk teknis yang berkaitan dengan
pekerjaan yang ditekuni. Contoh hard competency adalah : electrical engineering,
marketing research, financial analysis, manpower planning, welding dan lain-lain. Dalam penelitian ini kompetensi yang dimaksud adalah kompetensi bidang (hard
competency).
2.2.3. Model Pengukuran Kompetensi.
Pengukuran kompetensi dilakukan untuk melihat level individu yang terlibat
dalam pekerjaan. Level kompetensi adalah pengelompokan tingkat kemampuan
dalam menyelesaikan suatu tugas/pekerjaan berdasarkan pada derajat kesulitan atau
kompleksitas tugas/pekerjaan. Dalam mengukur tingkat kompetensi tenaga kerja
dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang menggambarkan skala
tingkat kompetensi.
Komponen humanware adalah teknologi yang melekat pada manusia meliputi
transformasi seperti pengetahuan (knowledge), keterampilan, kebijakan, kreatifitas
dan pengalaman.
Evaluasi derajat kecanggihan pada komponen humanware dapat dipakai untuk
mengukur tingkatan kompetensi individu. Derajat kecanggihan komponen
humanware terdiri dari tujuh level yang dapat dijelaskan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Derajat Kecanggihan Humanware UNESCAP (1989)
No Klasifikasi Karakteristik
1 Kemampuan Mengoperasikan (operating ability)
Pekerjaan baku, keputusan rutin, usaha fisik rendah hingga tinggi, usaha mental sangat rendah, tingkat pendidikan menengah kebawah, pelatihan dasar dan menengah, kategori pekerjaan uskilled dan skilled 2 Kemampuan memasang
(setting-up abbility)
Pekerjaan baku, keputusan rutin, usaha fisik rendah hingga menengah, usaha mental sangat rendah, tingkat pendidikan menengah dan kebawah, pelatihan jangka pendek, katergori pekerjaan skilled dan teknisi.
3 Kemampuan Mereprasi (repairing ability)
Pekerjaan sebagian tidak baku, keputusan rutin sebagian, usaha fisik rendah hingga menengah, usaha mental sedang, tingkat pendidikan kejuruan/lanjutan keatas, pelatihan jangka pendek dan menengah, kategori pekerjaan teknisi, ilmuan dan insinyur.
4 Kemampuan Mereproduksi (reproducing ability)
Pekerjaan umumnya tidak baku, keputusan hampir tidak rutin, usaha fisik rendah hingga menengah, usaha mental menengah sampai tinggi, pendidikan tinggi (tertiary education), pelatihan jangka menengah kategori pekerjaan teknisi, ilmuan dan insinyur.
5 Kemampuan
Mengadaptasi (adapting ability)
Pekerjaan tidak baku, keputusan tidak rutin, usaha fisik rendah, usaha mental tinggi, pendidikan tinggi keatas, pelatihan tinggi kategori pekerjaan teknisi, ilmuan dan insinyur
6 Kemampuan Mengembangkan
Pekerjaan tidak baku, keputusan tidak rutin, usaha fisik rendah, usaha mental sangat tinggi, tingkat pendidikan tinggi keatas, pelatihan tinggi, kategori
(improving ability) pekerjaan teknisi, ilmuwan dan insinyur
7 Kemampuan Inovasi
(inovating ability)
Pekerjaan tidak baku, keputusan tidak rutin, usaha fisik rendah, usaha mental tinggi sekali, tingkat pendidikan tinggi keatas, pelatihan sangat tinggi, kategori pekerjaan teknisi ilmuwan dan insinyur.
Pengukuran kompetensi dengan menggunakan model derajat kecanggihan
UNESCAP (1989) sangat cocok diterapkan di industri karena menyangkut
kemampuan teknis seseorang (hard competency) dalam menangani pekerjaan di
industri dan langsung berkaitan dengan proses produksi di industri.
2.3. Pengaruh Kompetensi terhadap Kinerja
Setiap orang yang bekerja diharapkan mencapai kinerja yang tinggi. Kinerja
sebagai hasil dari kegiatan unsur-unsur kemampuan yang dapat diukur dan
terstandarisasi. Keberhasilan suatu kinerja akan sangat tergantung dan ditentukan
oleh beberapa aspek dalam melaksanakan pekerjaan. Agar mencapai kinerja yang
optimal hendaknya pengaruh dari faktor-faktor kompetensi diupayakan semaksimal
mungkin sesuai dengan area pekerjaan yang dibebankan kepada karyawan.
Dengan demikian kompetensi sebagai karakteristik individual diperlukan
untuk mencapai kinerja efektif dalam pelaksanaan tugas pekerjaan. Kompetensi dapat
dihubungkan dengan kinerja dalam sebuah model alir sebab akibat yang menujukkan
bahwa tujuan, perangai, konsep diri, dan kompetensi pengetahuan dibangkitkan oleh
suatu keadaan, dapat memprakirakan perilaku-perilaku cakap, yang kemudian
berbagai kegiatan dalam organisasi, seperti manajemen kinerja, proses kerja dan
perencanaan karir karyawan.
Menurut Spencer and Spencer (1993:15), bahwa pada saat ini banyak
organisasi menjadi tertarik dalam manajemen untuk menilai kompetensi ”bagaimana”
kinerja dilakukan (at present, many organizations are becoming interested
inmanagement and appraisal of competence the ”how” of performance). Kompetensi dapat dihubungkan dengan kinerja dan mencakup niat, tindakan, dan hasil akhir,
seperti terlihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Hubungan Sebab Akibat Kompetensi
2.4. Analitic Hirearchy Process (AHP)
Metode Analitic Hirearchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L.
Saaty (2008). Metode AHP sering digunakan untuk masalah yang kompleks dan tidak
terstruktur sehingga mempermudah proses pengambilan keputusan dan penilaian.
Penelitian dengan AHP tidak membutuhkan jumlah sampel besar tapi cukup
tentang bidang yang jadi objek penelitian. Tahapan-tahapan pengambilan keputusan
dalam metode AHP pada dasarnya adalah sebagai berikut (Pardian, 2010):
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria-kriteria dan alternaif-alternatif pilihan yang ingin di
rangking.
3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing
tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan
berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan
menilai tingkat tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen
lainnya.
4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.
5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data (preferensi) perlu diulangi.
6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.
7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk
mensintesis pilihan dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada
8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan consistency ratio CR atau inconsistency < 0, 100 maka penilaian harus diulang kembali.
Kriteria skala tingkat kepentingan penilaian perbandingan berpasangan dapat dilihat
pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Kriteria Skala Tingkat Kepentingan Perbandingan Berpasangan
Intensitas
Kepentingan Definisi Keterangan
1 Sama pentingnya Dua aktivitas memberikan kontribusi yang sama terhadap sebuah tujuan. 3 Agak lebih
penting daripada
Suatu aktivitas terbukti lebih penting dibandingkan aktivitas lainnya, tetapi kelebihan tersebut kurang meyakinkan atau tidak signifikan.
5 Lebih penting daripada
Terdapat bukti yang bagus dan kriteria logis yang menyatakan bahwa salah satu aktivitas memang lebih penting daripada aktivitas lainnya.
7 Jauh lebih penting daripada
Salah satu aktivitas lebih penting dibandingkan aktivitas lainnya dapat dibuktikan secara meyakinkan. 9 Mutlak lebih
penting daripada
Suatu aktivitas secara tegas memiliki kepentingan yang paling tinggi. 2,4,6,8 Nilai tengah
diantara dua pendapat yang berdampingan
Dibutuhkan kesepakatan untuk menentukan tingkat kepentingannya.
Langkah-langkah dalam menyusun AHP adalah:
1. Menyusun matriks banding berpasangan (pairwise comparison).
3. Perhitungan bobot parsial dan konsistensi matriks.
Perhitungan bobot parsial dan konsistensi matriks merupakan perhitungan
rasio konsistensi menggunakan rumus-rumus yang disajikan secara jelas sebagai
berikut:
a. Perhitungan Rasio Konsistensi.
Rasio Konsistensi = (Matriks Perhitungan Rata-rata Pembobotan) *
(Vektor Bobot tiap baris)
b. Perhitungan Konsistensi Vektor.
Konsistensi Vektor = (Rasio Konsistensi / Bobot Parsial tiap baris)
c. Rata-rata entri (λmaks).
maks
λ
= n iVektor Konsistens n 1 i∑
= ………. (2.1)d. Consistency Index (CI).
1
−
−
=
n
n
CI
λ
maks ………. (2.2) e. Consistency Ratio (CR) Index y Consistenc Random CI CR = ………. (2.3)dimana jawaban responden akan konsisten jika CR ≤ 0,1. 2.7. Jurnal Review
Adapun jurnal review yang disajikan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 2.3. Jurnal Review
Topic Author Problem Statement
Methodo logy Variable
Method
Analysis Result Publication
Perancangan Penilaian Kinerja Karyawan Berdasarkan Kompetensi Spencer dengan Metode Analytical Hierarchy Process (Studi Kasus di Sub Dinas Pengairan, Dinas Pekerjaan Umum, Kota Probolinggo). Eko Nurmianto, Nurhadi Siswanto.
Sistem penilaian kinerja karyawan berbasis kompetensi, khususnya kompetensi Spencer. Kompete nsi dan insentif. Rating Scale Analytical Hierarchy Process (AHP).
Dari penelitian tersebut sistem insentif yang tepat adalah sistem insentif pembagian laba, dimana insentif yang diterima berdasarkan pada peningkatan kinerja karyawan. Journal ITS Perancangan Sistem Penilaian Kinerja Karyawan Berbasis Kompetensi dan Prestasi Kerja di PT. Badak NGL Bontang”. Octarez Abi Ibrahim, Naning Aranti Wessiani, Patdono Suwignjo. Integrasi antara
penilaian hasil kerja dan model kompetensi dalam pengukuran kinerja dilakukan untuk memperoleh informasi pencapaian tujuan dan tingkat penyelesaian tugas dan tanggung jawab setiap fungsi dan posisi. Kompete nsi. Performan ce measurem ent, Job Performan ce. Dengan peningkatan objektivitas, sistem pengukuran kinerja akan memberikan hasil pengukuran yang lebih detail dan kuantitatif akan membantu dalam pengembangan sistem pemberian insentif serta rekomendasi training atau pengembangan lainnya.
Journal ITS
Tabel 2.3. (Lanjutan)
Topic Author Problem Statement Methodology
Variable Method Analysis Result Publicatio n Pengaruh Kompetensi dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan PT. Indo Stationery Ritel Utama Cabang Samarinda.
Mengetahui pengetahuan, kemampuan, sikap, dan situasi terhadap kinerja karyawan pada PT. Indo Stationery Ritel Utama Cabang Samarinda. Keahlian, sikap, pengetahuan, situasi. Metode Korelasi. Variabel keahlian dan sikap berpengaruh secara signifikan, sedangkan variable pengetahuan dan situasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan. Journal Universitas Mulawar-man. Hubungan Kompetensi dengan Kinerja Guru Ekonomi SMA. Heraman Pengaruh kompetensi guru terhadap kinerja. Kompetensi kinerja. Metode korelasi.
Hasil dari penelitan ini adalah kompetensi guru ekonomi memiliki korelasi signifikan dengan kinerja guru ekonomi dengan kategori sangat kuat. Empat kompetensi yang diimplementasikan, yaitu pedadogical, personal, social, dan Professional.