• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deteksi dan Prediksi Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Pemodelan Matematis Susceptible, Infected, Recovered

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Deteksi dan Prediksi Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Pemodelan Matematis Susceptible, Infected, Recovered"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Berdarah Dengue (DBD) dengan Pemodelan

Matematis Susceptible, Infected, Recovered (SIR)

(Studi Kasus : Kabupaten Semarang)

1)Constantina Ajeng Widi, 2)Yessica Nataliani, 3)Hendry

Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50771, Indonesia Email: 1) const.widie@gmail.com, 2) yessica_24@yahoo.com,

3)hendry.honk@gmail.com

Abstract

Dengue hemorrhagic fever is a disease that is endemic with high mortality rate in a district of Semarang and the city government do not have the tools to determine the endemic area. To decrease it, monitoring of Dengue fever is needed and known as surveillance. Surveillance is a process to collect, process, analyze, interpret and distribute the disease data that is conducted systematically and continuously. Mathematics model Susceptible, Infected, Recovered (SIR) is used to compute the spread of subpopulation’s susceptibility, infection, and recovery. It’s later used to predict an area that is either disease free or endemic.

Keywords : Surveilans , Dengue Fever, SIR

1. Pendahuluan

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) bersifat endemis, sering menyerang masyarakat dalam bentuk wabah dan disertai dengan angka kematian yang cukup tinggi, khususnya pada mereka yang berusia dibawah 15 tahun dimana angka kesakitan dan kematian tersebut digunakan sebagai indikator dalam menilai hasil pembangunan kesehatan dan sebagai akibatnya angka kesakitan dan kematian nasional selalu tinggi. Penyakit DBD sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang cukup serius untuk diwaspadai, karena sering menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian pada banyak orang terutama anak-anak [1]. Pada tahun 2005, kasus DBD di Jawa Tengah berjumlah 7.144 kasus, yang tersebar di semua kabupaten/kota yang ada di Jawa Tengah, termasuk di kabupaten Semarang dengan angka kematian cukup besar yaitu 3,29 %. Selama tiga tahun terakhir di Kabupaten Semarang terjadi peningkatan jumlah kasus DBD dan pada tahun 2008 mengalami penurunan kasus [2]. Oleh karena itu dilakukan kegiatan surveilans penyakit DBD. Di Indonesia proses pengumpulan, pengolahan, analisis, interpretasi, dan distribusi

(2)

data penyakit yang dilakukan secara sistematis dan terus menerus merupakan bagian dalam surveilans epidemiologi. Sistem surveilans epidemiologi diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit [3]. Pengembangan sistem surveilans epidemiologi umumnya bertujuan untuk memantau kecenderungan perubahan dalam intervensi, deteksi dan prediksi Kejadian Luar Biasa, evaluasi program pencegahan dan proyeksi pelayanan kesehatan. Namun demikian sistem surveilans belum dapat berfungsi secara optimal karena beberapa hal, pertama data tidak dianalisis secara benar, kedua feedback ke sumber data masih sangat kurang, dan ketiga distribusi data dan informasi epidemiologi secara lokal, nasional serta internasional masih belum banyak dilakukan [4].Selama ini penerapan prediksi kejadian penyakit di suatu wilayah, dilakukan berdasarkan stratifikasi endemisitas, pola maksimal minimal, dan siklus tiga sampai lima tahun sesuai dari data surveilans epidemiologi. Cara prediksi ini terdapat kelemahan karena berubahnya data menjelang musim penularan DBD dan belum adanya data faktor risiko terkini, sehingga prediksi sering tidak tepat. Data surveilans epidemiologi yang dihasilkan, sebagian masih diolah secara manual dan semi otomatis dengan penyajian masih terbatas dalam bentuk tabel dan grafik, sedangkan penyajian dalam bentuk peta belum dilakukan [5]. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, diperlukan solusi dalam bentuk surveilans dengan pemodelan matematis Susceptible, Infected, Recovered (SIR). Model ini dibangun berdasarkan prinsip matematis yang bekerja berdasarkan perubahan dari populasi yang rentan ke populasi yang terinfeksi dan populasi yang terinfeksi ke populasi yang sembuh. Penelitian ini akan diterapkan surveilans menggunakan pemodelan SIR untuk pemantauan dan prediksi penyakit yang bersifat endemik di Kabupaten Semarang menggunakan data kasus yang terjadi pada tahun 2005-2008 dan pemetaan untuk memvisualisasikan daerah-daerah endemik di Kabupaten Semarang. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan 1) Menghasilkan model SIR untuk pemodelan persebaran penyakit DBD berdasarkan data surveilans selama empat tahun dengan asumsi-asumsi yang dibuat, 2) Mengetahui daerah-daerah persebaran penyakit DBD di Kabupaten Semarang berdasarkan data surveilans selama empat tahun terakhir, 3) Mengetahui titik kesetimbangan bebas penyakit dan titik kesetimbangan endemik dari masing-masing kecamatan sebagai prediksi daerah endemis di Kabupaten Semarang, dan 4) Memvisualisasikan pemetaan daerah endemis DBD dengan pemodelan SIR di Kabupaten Semarang. Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini yaitu dapat mengetahui laju penyebaran penyakit DBD dan memprediksi penyebaran penyakit DBD di setiap kecamatan di Kabupaten Semarang berdasarkan data empat tahun terakhir, sehingga pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang maupun Puskesmas dapat melakukan pencegahan sedini mungkin.

2. Kajian Pustaka

Penelitian yang pernah dilakukan membahas model SIR penyakit tidak fatal. Penelitian ini membahas tentang pembentukan model epidemis SIR yang digunakan untuk memodelkan penyebaran suatu penyakit yang tidak fatal atau tidak

(3)

menimbulkan kematian dalam suatu populasi tertutup berdasarkan asumsi-asumsi tertentu. Epidemik atau wabah adalah timbulnya suatu penyakit yang menimpa sekelompok masyarakat atau suatu wilayah dengan angka kejadian yang melebihi angka normal dari kejadian penyakit tersebut. Selanjutnya, dari model tersebut dapat diperoleh dua titik kesetimbangan. Dari titik kesetimbangan dapat diperoleh suatu interpetasi dalam kehidupan nyata, khususnya yang berkaitan dengan eksistensi atau keberadaan penyakit dalam populasi, yaitu titik kesetimbangan bebas penyakit dan titik kesetimbangan endemik. Pada titik kesetimbangan bebas penyakit terjadi jika proporsi subpopulasi rentan adalah satu dan laju terserang kurang dari laju kesembuhan ditambah dengan laju kelahiran/kematian [6]. Penelitian yang dilakukan ini menggunakan pemodelan matematika Endemis SIR. Endemis adalah suatu keadaan dimana suatu penyakit atau agen infeksi tertentu secara terus menerus ditemukan disuatu wilayah tertentu, bisa juga dikatakan sebagai suatu penyakit yang umum ditemukan disuatu wilayah. Model SIR digunakan untuk menghitung laju persebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dan mendeteksi atau menentukan daerah endemis DBD serta memprediksi atau memprakirakan daerah endemis DBD di Kabupaten Semarang pada waktu yang akan datang berdasarkan asumsi-asumsi tertentu, antara lain populasi tidak tertutup, adanya laju kematian dan laju kelahiran. Dari model Endemis SIR dan asumsi-asumsi di atas, diperoleh laju dari masing-masing subpopulasi dalam waktu empat tahun yang digunakan untuk pemodelan laju penyebaran penyakit dan dua titik kesetimbangan yang digunakan untuk prediksi penyebaran penyakit DBD dalam waktu yang lama.

Daerah Endemis, menurut buku dari Dinas Kesehatan Republik Indonesia, suatu daerah dikatakan endemis DBD jika selama tiga tahun berturut-turut terjadi kasus DBD, walaupun kasus yang terjadi hanya satu atau dua kasus saja [7]. Surveilans penyakit DBD adalah pengamatan penyakit DBD di Puskesmas meliputi kegiatan pencatatan, pengolahan dan penyajian data penderita DBD untuk pemantauan mingguan, laporan mingguan wabah, laporan bulanan program P2DBD, penentuan desa/kelurahan rawan, mengetahui distribusi kasus DBD/kasus tersangka DBD per RW/dusun, menentukan musim penularan dan mengetahui kecenderungan penyakit [8]. Data surveilans yang menjadi acuan dalam pembuatan pemodelan sistem yaitu data populasi penduduk, data kasus DBD, dan data Angka Bebas Jentik (ABJ) selama rentang tahun 2005-2008. Data tersebut didapatkan dari Badan Pusat Statistik dan Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang. Data surveilans digunakan dalam pemodelan endemis SIR yang dimasukkan ke dalam basisdata, kemudian data yang telah disimpan tersebut diolah menggunakan model endemis SIR. Susceptible, Infected, Recovered (SIR), pada tahun 1927 Kermack dan McKendrick memperkenalkan sebuah model penyebaran penyakit yang dinamakan model SIR. Dikatakan model SIR, sebab populasi pada model tersebut dibagi menjadi tiga kelas, yaitu kelas S(t), I(t), dan R(t). S(t), I(t), dan R(t) berturut-turut menyatakan banyaknya individu yang rentan, terinfeksi, dan sembuh pada waktu t [9]. Model SIR pada awalnya dikembangkan untuk mengetahui laju penyebaran dan kepunahan suatu wabah penyakit dalam populasi tertutup dan bersifat epidemis [6]. Suatu populasi (N) diasumsikan memiliki jumlah tetap dalam satu periode waktu wabah. Pada waktu t dalam satu populasi terdiri dari Susceptible atau S(t) adalah

(4)

subpopulasi dimana anggotanya terdiri dari orang-orang yang rentan terkena penyakit,

Infected atau I(t) adalah subpopulasi dimana anggotanya terdiri dari orang orang

yang sudah terjangkit penyakit, dan Recovered atau R(t) adalah orang-orang yang telah sembuh dari penyakit tersebut, dengan proporsi S(t) + I(t) + R(t) = N [10]. Model endemis SIR dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Model Endemis SIR [11]

Model endemis SIR untuk laju persebaran dapat dilihat pada Persamaan 1 [12].

) * ( ) * * ( S d N I S bN dt dS    ) * ( ) * ( ) * ( ) * * ( I c I d I k N I S dt dI     ) * ( ) * (k I d R dt dR  

Jika masing-masing dibagi dengan N, maka didapat:

) * ( ) * * ( s i d s b dt ds    ) * ( ) * ( ) * ( ) * * ( s i k i d i c i dt di     (1) ) * ( ) * (k i d r dt dr   dimana:

 : laju infeksi (transmission rate) =

1000 penduduk jumlah * 0.3 * 365 penderita

b : angka kelahiran (birth rate) = jumlah jumlah pendudukkelahiran *1000365

d : angka kematian (death rate non DBD) = jumlah jumlah kematian pendudukpenduduk*1000365 c : jumlah kematian karena DBD (death rate DBD) =

365 1000 * penduduk jumlah DBD kematian jumlah

(5)

k : angka kesembuhan DBD (recovery rate) = 7 1 N: jumlah penduduk s : N S , i : N I , r : N R

Sedangkan model endemis SIR untuk prediksi dapat dilihat pada Persamaan 2.

Ro =

) (k b

(2)

Titik kesetimbangan (se, ie), dibagi menjadi dua yaitu: [11]

1. Jika Ro  1, maka daerah tersebut dikatakan bebas penyakit (disease free)

dan (se, ie) = (1,0)

2. Jika Ro > 1, maka daerah tersebut dikatakan endemis dan (se, ie) =

        ) 1 (1 , 1 Ro b k b Ro

3. Metode dan Perancangan Sistem

Simulasi membawa peran penting dalam analisis dari pola spasial, sehingga metode yang digunakan untuk pengembangan sistem ialah model Analisis Simulasi (Simulation Analysis). R u m u sa n M a s a l a h P e n g e m b a n g a n M o d e l P e n g u m p u l a n D a t a d a n A n a l is is V e r ifi ka si M o d e l d a n V a li d a si E k s p e r i m e n M o d e l d a n O p ti m a si I m p le m e n ta s i d a n H a s il

Gambar 2 Model Analisis Simulasi [13]

Model analisis simulasi merupakan teknik pemodelan deskriptif, penggambaran sistem menggunakan model dimana tidak memerlukan formasi permasalahan/rumusan

(6)

masalah secara eksplisit dan langkah-langkah solusi yang merupakan bagian dari model optimisasi. Urutan dari model analisis simulasi digambarkan pada Gambar 2. Langkah-langkah yang dilakukan dalam model analisis simulasi yaitu :

1. Rumusan Masalah. Pada tahap rumusan masalah dilakukan dengan membuat pertanyaan untuk mendapatkan jawaban dari variabel-variabel yang bersangkutan dan mengukur performa sistem yang akan digunakan. Adapun pertanyaan untuk pemodelan SIR adalah a.Bagaimana membuat model SIR untuk pemodelan persebaran penyakit DBD berdasarkan data surveilans selama empat tahun dengan asumsi-asumsi yang dibuat; b.Bagaimana menentukan titik kesetimbangan dari masing-masing kecamatan di Kabupaten Semarang selama empat tahun terakhir; c. Bagaimana menentukan daerah-daerah persebaran penyakit DBD di Kabupaten Semarang berdasarkan data surveilans selama empat tahun terakhir. 2. Pengumpulan Data dan Analisis diisi dengan pencarian informasi dan kebutuhan data untuk mengetahui jelas masalah yang telah dirumuskan. Proses pengumpulan data dari Dinas Kesehatan dan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Semarang yang terdiri dari data kependudukan, data kasus DBD, data ABJ, data profil kecamatan, data Kecamatan dalam Angka, dan data Kabupaten dalam Angka. Selanjutnya data tersebut dianalisis sesuai kebutuhan sistem dan mendefinisikannya sebelum dilakukan pemodelan penyebaran penyakit DBD dengan model endemis SIR. Pemodelan ini akan menghasilkan data laju penyebaran penyakit DBD, data prediksi daerah penyebaran penyakit DBD yang digambarkan juga dalam bentuk grafik dan peta daerah endemis DBD. 3. Pengembangan Model, menyangkut pengerjaan dan pengujian model dari sistem

nyata termasuk memilih bahasa pemrograman komputer, model dari coding, dan debugging. Inti dari tahap ini adalah prerancangan sistem dengan Data

Flow Diagram (DFD) dan relasi antar tabel dapat dilihat mulai pada Gambar

3.

Gambar 3 DFD Level 0

Data Flow Diagram (DFD) adalah bagian yang mewakili arus data dalam

suatu sistem [14]. Diagram DFD yang digunakan terdiri dari DFD level 0, DFD

level satu, dan DFD level dua. Proses pertama yang harus dilakukan adalah

pengguna memasukkan data id kecamatan kemudian sistem akan memproses data-data yang dibutuhkan sistem, dan dilakukan pemodelan endemis SIR sehingga menghasilkan grafik laju penyebaran penyakit DBD dan grafik titik

(7)

setimbang serta peta daerah persebaran penyakit DBD. DFD level 0 digambarkan pada Gambar 3.

Gambar 4 DFD Level Satu

DFD level satu ditunjukkan pada Gambar 4. Dimulai dari pengguna yang input semua data yaitu kecamatan, populasi, penderita DBD, ABJ ke dalam basisdata. Kemudian pengguna memasukkan id kecamatan, dari data id kecamatan tersebut diambil data-data yang dibutuhkan sistem dari basisdata, seperti data jumlah penduduk, penderita DBD, kematian DBD, kelahiran penduduk, dan kematian penduduk, kemudian dilakukan perhitungan S(t), I(t), dan R(t) dengan cara menghitung jumlah orang yang rentan terkena DBD atau disebut juga

suscep-tible (S), jumlah orang yang terinfeksi DBD atau infected (I), dan recovered

(R) yaitu jumlah orang yang sembuh setelah terkena DBD. Selanjutnya dilakukan pemodelan dengan model endemis SIR dari data S(t), I(t), dan R(t) sehingga menghasilkan grafik laju penyebaran penyakit DBD, grafik titik setimbang, serta peta daerah endemis DBD.

Gambar 5 menunjukkan gambaran proses perhitungan prediksi dan menentukan daerah-daerah endemis DBD di Kabupaten Semarang. Perhitungan prediksi dilakukan dengan mengolah data dari basisdata menggunakan pemodelan SIR sehingga menghasilkan basic reproductive ratio suatu infeksi (Ro). Ro adalah jumlah infeksi-infeksi berikutnya yang diperoleh dari rata-rata laju infeksi (â) terhadap angka kelahiran penduduk (b). Jika Ro £=1 berarti dalam populasi tersebut bebas penyakit DBD. Jika terdapat lebih dari satu infeksi berikutnya yang dihasilkan dari satu infeksi utama maka Ro>1 yang menunjukkan bahwa terjadi endemis, yaitu penyakit akan selalu ada dalam populasi tersebut [12]. Selanjutnya nilai Ro tersebut divisualisasikan dalam sebuah peta Kabupaten Semarang.

(8)

Gambar 5 DFD Level Dua untuk Proses Prediksi

Pemodelan SIR juga menghasilkan titik kesetimbangan yang digambarkan dalam grafik. Jika diperoleh titik kesetimbangan (1,0), maka tidak ada penyebaran penyakit dalam waktu yang lama atau tidak ada individu yang masuk ke subpopulasi infected atau dapat disebut titik ini adalah titik kesetimbangan bebas penyakit (free disease). Jika diperoleh titik kesetimbangan (se,ie), maka pada waktu mendatang, penyakit akan selalu ada dalam populasi tersebut dan selalu ada individu yang masuk ke subpopulasi infected. Kondisi seperti ini dapat disebut sebagai titik kesetimbangan endemis [6]. Relasi Antar Tabel untuk perancangan sistem menggunakan pemodelan endemis SIR tampak pada Gambar 6. kecamatan populasi id lahir nam a per gi ketinggian kem atian penderita luas t ahun mati datang jml_pend I d_kec mempunyai 1 N id_kec

Gambar 6 Relasi Antar Tabel

Flowchart Program pada pemodelan ini digambarkan pada Gambar 7. Dimulai

dari pengguna yang memasukkan data S, I, R, N, k, jumlah penduduk, jumlah penduduk lahir, jumlah kematian penduduk ke dalam basisdata. Dalam sistem ini terdapat tiga menu utama yang dapat dipilih pengguna, yaitu menu laju persebaran penyakit, menu prediksi, dan menu keluar.

(9)

mulai

Input data S, I, R, N, k, penduduk lahir dan mati

grafik laju persebaran grafik titik setimbang Lihat peta Rumus : ß , c, d, b, dS/dt, dI/dt, dR/dt Grafik dS/dt, dI/dt, dR/dt Rumus : b, Ro, se, ie Ro > 1 Grafik Titik setimbang (se,ie) = (1,0) Grafik Titik setimbang (se,ie) (se,ie) = (se,ie) (se,ie) = (1,0) Rumus : b, Ro Peta endemis DBD selesai T T F F T F T F

Gambar 7 Flowchart Program Pemodelan Endemis SIR

Apabila pengguna memilih menu grafik laju persebaran suatu kecamatan, maka sistem akan menghitung laju persebaran DBD kecamatan tersebut dengan model SIR dan akan dihasilkan grafik laju persebaran DBD dalam rentang tahun 2005 - 2008. Apabila pengguna memilih menu grafik titik setimbang suatu kecamatan, maka sistem akan menghitung titik kesetimbangan kecamatan tersebut dengan model SIR dan akan dihasilkan grafik titik kesetimbangan yang merupakan prediksi jumlah individu rentan, dan jumlah individu terinfeksi DBD di tahun mendatang. Jika pengguna memilih menu peta, maka sistem akan menampilkan peta daerah endemis DBD kabupaten Semarang yang telah dihitung menggunakan model SIR dalam rentang tahun 2005 -2008.

4. Verifikasi Model dan Validasi, akan dibangun model yang sesuai dan representatif dengan sistem nyata. Sebuah model dikatakan valid jika hasil keluaran memiliki nilai yang mendekati pengukuran sistem nyata. Tujuan pengujian dari sebuah model adalah melakukan uji validasi yang harus menghasilkan prediksi masa depan dengan baik. Pendekatan validasi dapat dilihat pada Gambar 8, setelah model dikembangkan, kemudian dilakukan observasi pada sistem nyata untuk beberapa waktu, mengumpulkan data untuk variabel-variabel dan pengukuran performa. Variabel-variabel yang digunakan sebagai validasi adalah variabel yang hasil pengukuran performanya dari model mendekati sistem nyata. Sebuah keputusan pada validasi model diambil berdasarkan pengukuran yang dihasilkan

(10)

oleh model dengan kenyataan memiliki kesamaan pada hasil akhirnya.

Pem ode la n SIR

Var ia be l-var ia be l

Mo del en de mis S IR

Siste m Nyat a Siste m N yata

SAM AKAH ?

Gambar 8 Pendekatan untuk Validasi Model

5. Model Eksperimen dan Optimisasi yang dilakukan adalah ketepatan seperti seberapa luas sampel yang dibutuhkan untuk mengestimasi performa sistem. Lalu, desain dari eksperimen yang efektif dengan jawaban dari rumusan masalah yang telah dituliskan.

6. Implementasi dari Hasil Simulasi. Tahap ini berisi tentang kepastian penerimaan dari hasil oleh pengguna dan pengembangan keputusan dari analisis yang dilakukan. Alasan dari ketidaksuksesan tujuan implementasi sering menyangkut dari: sebuah ketidakmampuan pengguna dalam penguasaan teknik menganalisis, kurangnya kesadaran personal atau organisasional memandang objek.

4. Hasil dan Pembahasan

Sebagai contoh, diambil Kecamatan Ambarawa dan Kecamatan Getasan untuk dimodelkan dengan pemodelan endemis SIR. Gambar 9 menunjukkan laju penyebaran SIR di Kecamatan Ambarawa. Laju suscept dari tahun 2005 ke tahun 2006 menurun, lalu terjadi peningkatan pada tahun 2006 sampai 2008.

Gambar 9 Laju Penyebaran SIR di Kecamatan Ambarawa

Sedangkan laju infect terjadi peningkatan pada tahun 2005 sampai tahun 2007, kemudian terjadi penurunan pada tahun 2008. Untuk laju recover, terjadi sedikit perubahan dari tahun ke tahun. Dari tahun 2005 sampai tahun 2008, Kecamatan

(11)

Ambarawa mempunyai Ro sebesar 15.47. Dari hasil pemodelan SIR, karena Ro>1, maka Kecamatan Ambarawa dinyatakan sebagai daerah endemis untuk waktu mendatang, dengan titik kesetimbangannya adalah (se,ie) = (0.0646, 0.1272). Hal ini menyatakan bahwa pada tahun mendatang jumlah penduduk yang rentan DBD adalah sejumlah 0.0646 x jumlah penduduk pada saat itu, sedangkan untuk jumlah penduduk yang terinfeksi DBD adalah 0.1272 x jumlah penduduk terinfeksi pada saat itu.

Gambar 10 Laju Penyebaran SIR Kecamatan Getasan

Gambar 10 menunjukkan laju penyebaran SIR di Kecamatan Getasan. Laju

suscept dari tahun 2005 ke tahun 2008 tinggi, karena infect rendah. Untuk laju recover, terjadi sedikit perubahan dari tahun ke tahun. Dari tahun 2005 sampai

tahun 2008, Kecamatan Getasan mempunyai Ro sebesar 0.17. Dari hasil pemodelan SIR, karena Ro<1, maka Kecamatan Getasan dinyatakan sebagai daerah endemis untuk waktu mendatang, dengan titik kesetimbangannya adalah (se,ie) = (1,0). Hal ini menyatakan bahwa pada tahun mendatang jumlah penduduk yang rentan DBD adalah sejumlah jumlah penduduk pada saat itu, sedangkan untuk jumlah penduduk yang terinfeksi DBD adalah nol.

(12)

Gambar 11 menunjukkan peta daerah endemis DBD kabupaten Semarang. Kecamatan Bancak, Getasan, Kaliwungu, Sumowono mempunyai nilai Ro<1, maka kecamatan tersebut tidak endemis DBD. Apabila Ro>1, maka kecamatan tersebut endemis DBD. Nilai Ro>1 dikelompokan dalam tiga interval, yaitu 1<Ro<10 merupakan kecamatan endemis DBD dengan Ro antara satu sampai sepuluh, yaitu kecamatan Bandungan, Bringin, Banyubiru, Jambu, Pringapus, Tuntang, Pabelan, Suruh, Susukan, Tengaran. Interval yang kedua yaitu 10<Ro<20, kecamatan Ambarawa, Bergas, Bawen, merupakan daerah endemis DBD dengan nilai Ro antara 10 sampai 20. Interval yang ketiga adalah kecamatan Ungaran Barat dan Ungaran Timur, daerah endemis DBD dengan nilai Ro antara 20 sampai 43. Menurut Departemen Kesehatan RI pada tahun 2005 sampai tahun 2008 penetapan daerah endemis dengan acuan tiga tahun berturut-turut menetapkan tiga kecamatan tidak endemis dari 19 kecamatan yang ada di Kabupaten Semarang. Hasil pemodelan SIR yang telah dihasilkan menyatakan bahwa ada lima kecamatan yang tidak endemis. Hal ini berarti pemodelan SIR memiliki tingkat akurasi 84.21%. Berdasarkan pengujian yang dilakukan tanggal 23 Juni 2011 yang mengundang perwakilan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, Dinas Kesehatan Kota Salatiga, Puskesmas Kabupaten Semarang, Puskesmas Kota Salatiga, dan Kecamatan di Kota Salatiga sebanyak 10 orang, didapatkan data bahwa 100% menyatakan bahwa pemodelan SIR dapat digunakan sebagai alternatif penentuan daerah endemis DBD.

5. Simpulan

Berdasarkan hasil pembuatan sistem, dapat disimpulkan bahwa pemodelan endemis SIR dapat digunakan untuk memodelkan laju perubahan subpopulasi

susceptible, infected, dan recovered. Selain itu titik kesetimbangan yang didapatkan

dari pemodelan endemis SIR dapat digunakan untuk mengetahui prediksi di subpopulasi susceptible dan infected. Titik kesetimbangan juga dapat digunakan untuk mengetahui prediksi daerah-daerah yang endemis DBD. Hasil pemodelan SIR yang telah dihasilkan menyatakan bahwa di tahun mendatang ada lima kecamatan yang tidak endemis yaitu kecamatan Bancak, Bandungan, Getasan, Kaliwungu, Sumowono. Dan kecamatan yang endemis DBD yaitu kecamatan Ambarawa, Banyubiru, Bawen, Bergas, Bringin, Jambu, Pabelan, Pringapus, Suruh, Susukan, Tengaran, Tuntang, Ungaran Barat, Ungaran Timur. Hal ini berarti pemodelan SIR memiliki tingkat akurasi 84.21%, dan menunjukkan bahwa pemodelan SIR ini dapat digunakan sebagai alternatif penentuan daerah endemis DBD. Penelitian ini masih memiliki kekurangan yaitu tidak adanya faktor mobilitas penduduk, kepadatan penduduk, dan faktor geografis yang berpengaruh pada endemisitas suatu daerah. Untuk pengembangan penelitian selanjutnya, diharapkan faktor-faktor tersebut dapat dimasukkan ke dalam pemodelan sehingga didapatkan hasil yang lebih baik. 6. Daftar Pustaka

[1] Widiyanto, Teguh. 2007. Kajian Manajemen Lingkungan terhadap

(13)

Tesis, Program Studi Magister Kesehatan Lingkungan, Semarang: Universitas Diponegoro.

[2] Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. 2011. www.dinkesjatengprov.go.id. Diakses tanggal 10 Januari 2011.

[3] Sujudi, Achmad. 2003. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan, Jakarta: Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia.

[4] Achmadi, Umar Fahmi. 2005. Pemberantasan Penyakit Menular dan

Penyehatan Lingkungan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pemberantasan

Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. .

[5] Hariyana. 2007. Pengembangan Sistem Informasi Surveilans

Epidemiologi DBD untuk Kewaspadaan Dini dengan GIS di Wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara, Tesis, Program Studi Magister Ilmu

Kesehatan Masyarakat, Konsentrasi Sistem Informasi Manajemen Kesehatan. Semarang: Universitas Diponegoro.

[6] Tamrin, Husni, M. Zaki Riyanto, Akhid, Ardhi Ardhian. 2007. Model SIR

Penyakit Tidak Fatal, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

[7] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pencegahan dan

Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Direktorat

Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

[8] Meliza, Ria. 2010. Surveilans Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah

Gambar

Gambar 1 Model Endemis SIR [11]
Gambar 2 Model Analisis Simulasi [13]
Gambar 3 DFD Level 0
Gambar 4 DFD Level Satu
+5

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Berdasarkan analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan perbandingan rasio bahan: pelarut (b/v) dan konsentrasi pelarut memberikan pengaruh berbeda nyata ( α =0.05)

 Buat teman satu perjuangan, satu bimbingan, satu siding proposal, satu siding skripsi selalu bareng-bareng trus Rini dan Marissa perjuangan kita bersusah susah mendapatkan Ttd

6) Memahami konsep belajar gerak dalam cara bermain landasan psikologi guru penjas berdasarkan konsep yang benar dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya... 7) Memahami

sangat indah pada waktunya, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Penerimaan Atlet Silat Tentang Adegan Pencak Silat Indonesia Pada

Berdasarkan permasalahan dan pembahasan tentang karier dalam pendidikan jasmani dan olahraga serta relevansinya dengan ruang lingkup isi Kurikulum 2002 FIK/Prodi

[r]

[r]