• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. terdapat unsur-unsur, yang meliputi : tari, drama dan musik. Dalam suatu pertunjukan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. terdapat unsur-unsur, yang meliputi : tari, drama dan musik. Dalam suatu pertunjukan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Reog1

Kesenian reog berasal dari Jawa Timur di kota Ponorogo. Oleh karena itulah kesenian ini dinamakan Reog Ponorogo

merupakan seni pertunjukan masyarakat Jawa yang di dalamnya terdapat unsur-unsur, yang meliputi : tari, drama dan musik. Dalam suatu pertunjukan kesenian reog disajikan dalam bentuk sendratari, yaitu suatu tarian dramatik yang tidak berdialog dan diharapkan gerakan-gerakan tarian tersebut sudah cukup untuk mewakili isi dan tema dari tarian tersebut (Supartha, 1982:38).

2

. Masuknya kesenian reog di Sumatera Utara

pada tahun 1965 yang di bawa oleh Mbah Miseni. Mbah Miseni adalah seorang seniman dari Jawa Timur yang pertama sekali membawa masuk kesenian reog ke Sumatera Utara tepatnya di kabupaten Deli Serdang. Awal beliau datang ke Sumatera hanya untuk mencari pekerjaan dan beliau datang berdasarkan usahanya sendiri bukan sebagai kuli kontrak yang di datangkan ke Sumatera Utara. Walaupun beliau berada di luar daerah asalnya namun beliau tetap melestarikan kesenian tradisionalnya dengan cara memperkenalkan kepada masyarakat, sampai saat ini kesenian reog dapat tumbuh dan berkembang ditengah kesenian lain yang ada di Sumatera Utara.

1

Penyebutan pertama akan di cetak miring, selanjutnya tidak.

2

Penyebutan pertama menggunakan Reog Ponorogo, untuk penyebutan berikutnya hanya dengan kata Reog saja.

(2)

Etnis terbesar di Sumatera Utara yang banyak membawa beberapa kesenian dari daerah asalnya adalah etnis Jawa. Kedatangan orang-orang Jawa ke Sumatera juga diikuti dengan beberapa kesenian yang sampai saat ini masih tetap mereka pertunjukkan. Misalnya wayang kulit, wayang orang, ketoprak dan reog serta kuda kepang. Kesenian tersebut tetap eksis di beberapa daerah yang di huni oleh komunitas orang Jawa seperti di Tembung, Tanjung Morawa, Stabat dan Marelan, walaupun kesenian tersebut hanya sebagai hiburan belaka.

Sampai saat ini masih banyak orang-orang Jawa yang memelihara dan mempertunjukkan keseniannya di beberapa daerah yang mayoritas masyarakatnya tentu saja orang Jawa. Masyarakat Jawa yang berada di Sumatera Utara, banyak membina kesenian Jawa dalam kelompok-kelompok (perkumpulan) kesenian yang tersebar di daerah-daerah yang mayoritas masyarakatnya orang Jawa, salah satunya adalah Sanggar Langen Budoyo di Tembung.

Berbicara mengenai reog, tentu tidak dapat dipisahkan dengan komunitas yang mendukungnya. Sanggar Langen Budoyo adalah salah satu kelompok kesenian reog yang sampai sekarang tetap mempertahankan reog sebagai media ekspresi kesenian mereka. Sanggar yang dibangun untuk memelihara kesenian rakyat Jawa sebagai warisan keturunan dari orang-orang tua mereka yang datang ke Sumatera. Mereka terdiri dari orang-orang Jawa yang lahir di Sumatera dengan sebutan

Pujakesuma (Putera Jawa Kelahiran Sumatera). Sampai sekarang mereka masih

mempertahankan dan mempertunjukkannya di hari-hari tertentu pada pesta perkawinan, khitanan/sunat, tahun baru Islam (Muharram) dan memperingati hari kemerdekan Republik Indonesia.

(3)

Reog merupakan sebuah seni pertunjukan tari tradisional kerakyatan yang menampilkan sosok penari yang memakai topeng raksasa (dhadhak merak) yang berukuran: tinggi 240 cm, dan lebarnya 190 cm berwujud kepala seekor macan dengan seekor merak yang bertengger diatasnya lengkap dengan bulu-bulu ekornya yang disusun menjulang keatas, (jathilan) adalah para penari perempuan yang memerankan sosok prajurit berkuda, (warok) adalah penari laki-laki berbadan gempal berseragam hitam berhias kumis dan jambang yang lebat, (prabu klono

sewandono) adalah seorang penari yang mengenakan topeng berwarna merah,

berhidung mancung, kumis tipis, lengkap dengan mahkota seorang raja, (patih

bujangganong) adalah pendamping raja yang juga bertopeng merah dengan hidung

besar, mata melotot, mulut lebar dan rambut jabrig (Fauzannafi, 2005:13-14).

Dari beberapa buku tentang Pertunjukan Rakyat Jawa (Pigeaud: 1938; Ahimsa: 2000; Nursilah: 2001), menyatakan bahwa ciri yang paling menonjol dalam pertunjukan reog adalah menggunakan properti topeng dhadhak merak (topeng berukuran 50 kg yang memiliki dua kepala harimau dan merak), kuda-kudaan yang terbuat dari sayatan bambu atau disebut dengan kepang (tiruan binatang kuda yang terbuat dari anyaman bambu dan berbentuk pipih), dalam kesenian reog terdapat unsur mistik, pemakaian alat musik Jawa (gamelan), iringan gendhing reogan yang bentuknya lebih sederhana dari pada gendhing-gendhing tradisonal klasik Jawa yang lebih rumit dan diulang-ulang selama pertunjukan berlangsung.

Senen (1983: 13), menyatakan bahwa:

“Musik dan tari bisa dikatakan bersaudara, karena mempunyai ciri yang hampir sama, yaitu ritme (degupan tekanan), bentuk kolotomi (kumpulan nada-nada yang mengandung ritme, melodi dan struktur yang harmonis),

(4)

dinamika (sifat kontras seperti keras-lirih, patah-patah, mengalun) dan harmoni. Apabila melihat pertunjukan tari, maka tidak akan bisa mengesampingkan musik yang mengiringinya. Pertunjukan tari tanpa iringan musik barangkali akan terlihat hambar, hal ini menjadikan sangat jelas bahwa musik benar-benar sangat berperan dalam mengiringi sebuah pertunjukan tari. Di Jawa Timur reog merupakan bentuk kesenian rakyat yang dapat ditampilkan dalam dua versi, pertama ditampilkan pada saat festival reog se kabupaten. Kedua ditampilkan untuk keperluan adat, desa ataupun perorangan. Reog yang ditampilkan pada saat festival biasanya membawakan cerita yang menggambarkan tentang bagaimana perjalanan rombongan prajurit ponorogo yang akan melamar putri dari kediri, sedangkan reog yang ditampilkan untuk keperluan adat, desa ataupun perorangan cerita yang di bawakan sesuai dengan hajatan atau acara yang diadakan. Urutan tarian yang dibawakan dalam setiap pertunjukan adalah tari Warok (tarian yang menggambarkan tokoh pengawal kerajaan yang berkarakter kuat, perkasa, dan galak dan memiliki ilmu kesaktian yang mampu menjelma menjadi harimau, gerakan tari yang dilakukan berupa adu otot), tari Jathilan (tarian yang menggambarkan tokoh prajurit berkuda yang berkarakter lincah dan gerak tariannya lemah lembut seperti wanita) , tari Bujangganong (tarian yang menggambarkan tokoh seorang patih kerajaan yang berkarakter rendah hati, sabar, serta lincah dan gerakan tari yang dilakukan lebih bersifat akrobatik) , tari Klana Sewandana (tarian yang menggambarkan tokoh seorang raja yang berkarakter gagah serta berwibawa, gerakan tari yang dilakukan sesuai dengan karakternya), dan tari Barongan (tarian ini dilakukan oleh orang yang berbadan kuat dan kekar serta memiliki kekuatan ekstra untuk membawa topeng dhadhak merak yang beratnya 50 kg).

(5)

Dalam setiap pertunjukannya selalu diiringi dengan alunan musik klasik Jawa dan menggunakan seperangkat gamelan Jawa3

Pertunjukan reog di kabupaten Deli Serdang sudah sangat berbeda dari bentuk aslinya yang ada di Jawa Timur, dapat dilihat dari tema cerita yang dibawakan selalu disesuaikan dengan kondisi kehidupan masyarakat serta acara yang diadakan, misalnya pada acara perkawinan cerita yang dibawakan menggambarkan tentang kisah percintaan. Terkadang tema bukan menjadi hal yang penting pada pertunjukan yang mereka bawakan bahkan mungkin banyak anggota masyarakat yang tidak mengetahui jalan ceritanya karena hal yang terpenting bagi mereka adalah kegembiraan dan keterlibatan para penonton dalam setiap pertunjukan. Urutan tarian yang ditampilkan menjadi: tari Bujangganong, tari Jathilan, dan tari Barongan

(dhadhak merak) karena hal ini dianggap dapat mempersingkat jalannya pertunjukan.

Pigeaud (1938: 229), menyatakan bahwa:

. Satu group terdiri dari 30 orang, yaitu 12 orang pemusik, 2 orang pembarong, 2 orang warok, 6 orang jathilan, 1 orang

prabu, 2 orang patih, dan 4 orang lagi berperan sebagai orang-orang yang

berteriak-teriak dari belakang panggung untuk menambah marak suasana.

“Tari jathilan adalah semacam tari pertunjukan kuda, karena para penarinya menggunakan properti kuda-kudaan yang terbuat dari bilah-bilah bambu yang ditipiskan dan dianyam (kepang). Ada juga yang menyebutnya pertunjukan kuda kepang, karena bahan untuk membuat kuda-kudaan dari bahan kepang. Ada yang menyebutnya ebeg, ebleg, embleg atau embeg yang biasanya sebutan ini digunakan di daerah Jawa Tengah bagian barat. Makin ke timur sampai ke Surakarta dan Ponorogo, pertunjukan ini disebut reog, akhirnya di daerah Kediri dan di Jawa Timur, namanya adalah jaranan atau jaran kepang”.

3

(6)

Lagu yang digunakan untuk mengiringi pertunjukan adalah gending reogan dan lagu-lagu campursari, musik pengiringnya tidak menggunakan seperangkat gamelan Jawa melainkan hanya menggunakan kendang, ketipung, kenong, angklung, slompret dan gong Gerakan tarian yang dibawakan lebih atraktif dan menghibur4. Keterampilan dan keahlian yang dilakukan pembarong berupa berguling-guling ditanah serta menaikkan penganten ataupun penonton diatas topeng dhadhak merak yang dikenakannya. Dalam setiap pertunjukan satu group terdiri dari 20 orang pemain, yaitu 10 orang pemusik, 2 orang bujangganong, 2 orang pembarong, 2 orang

jathilan, 2 orang sesepuh yang akan melakukan ritual dan 2 orang pemain lagi

berperan sebagai penyemarak yang berteriak-teriak dibelakang panggung5

Biasanya sebelum pertunjukan di mulai ada beberapa ritual yang dilakukan oleh para sesepuh, yaitu meminta kepada para roh lelehur agar acara dapat berjalan dengan lancar tanpa ada hambatan sedikitpun. Para sesepuh membakar sesajen berupa kemenyan di depan semua peralatan yang akan digunakan seperti topeng

bujangganong dan dhadhak merak. Selain dibakar sesajen yang berupa rokok dan

kembang tujuh rupa diselipkan di telinga kepala harimau yang bersatu dengan

dhadhak merak. Setelah itu, kembang tujuh rupa ditaburkan disekitar tempat

pertunjukan berlangsung. Jika ritual itu tidak dilakukan maka topeng yang akan digunakan para pembarong akan terasa sangat berat dan topeng dhadhak merak tersebut tidak mau digerakkan oleh pembarong. Hal lain yang akan terjadi adalah

.

4

Wawancara dengan bBapak Suparno selaku pimpinan sanggar pada tanggal 08 Maret 2008.

5

(7)

para penari akan dimasuki oleh roh nenek moyang yang akan membuat penari mengalami cidera6

Instrumen musik yang digunakan sebagai pengiring pada pertunjukan reog ini adalah: 1 buah kendang (membranofon), 1 buah ketipung (membranofon), 2 buah

kenong (idiofon), 1 buah salompret (aerofon), 2 buah angklung (idiofon), dan 1 buah gong besar (idiofon). Peralatan lain yang di perlukan sebagai pendukung pertunjukan

adalah: eblek / jaranan, topeng Bujangganong, dan Dhadak merak .

7

Menurut Sedyawati (1993:9) pada dasarnya bentuk-bentuk pertunjukan seperti penyamaran, topeng, barongan, dan sebagainya masih tergolong dalam satu pertunjukan, yaitu pertunjukan topeng. Unsur pembeda yang menjadi dasar klasifikasinya adalah dalam hal ukuran dan perwujudan visualnya. Sedyawati juga menggolongan topeng berdasarkan ukurannya yang terdiri dari : (1) topeng kecil, meliputi tari topeng pajengan di Bali, tari topeng Cirebon, tari topeng Jawa, dan lain sebagainya; (2) topeng besar, meliputi tari huda-huda Simalungun dan Karo, tari

Hudo’ di Kalimantan Timur; (3) barong, meliputi reog ponorogo, barong di Bali,

burung enggang pada tari huda-huda, dan sebagainya (Sedyawati 1993:2-3).

.

Pertunjukan reog pada upacara perkawinan biasanya disajikan sebagai arak-arakan, yang diarak adalah pengantin pria beserta keluarga menuju rumah pengantin wanita. Dalam perjalanan mengarak pengantin pria dinaikkan di atas dhadhak merak dan reog juga ditampilkan sebagai hiburan bagi para tamu undangan. Pada acara

6

Cidera yang akan dialami para pemain adalah topeng yang mereka kenakan dalam pertunjukan tidak akan bisa dilepaskan dan para pemain juga akan melukai dirinya sendiri. Hal ini terjadi diluar

kesadaran para pemain karena tubuh mereka dimasukki oleh roh-roh nenek moyang.

7

Wawancara dengan Bapak Ngatiman selaku pelatih dan sesepuh di sanggar langen budoyo pada tanggal 15 April 2008

(8)

khitanan (sunatan) dilakukan dengan cara mengarak manten sunatnya berkeliling kampung. Para pemain reog mengarak keliling kampung dengan berjalan kaki sedangkan manten sunat diarak didepan reog dengan menaikki kendaraan seperti becak mesin. Pada saat peringatan hari besar nasional pertunjukan reog ponorogo berfungsi sebagai upacara penyambutan para tamu istimewa, seperti para pejabat pemerintahan.

Menurut Bapak Suparno keberadaan kesenian reog ini hanya terdapat di dua daerah yang berbeda, yaitu di desa Kampung Kolam Tembung dan di Kampung Transmigrasi Stabat. Pertunjukan yang mereka mainkan memiliki persamaan terkadang di antara kedua group ini sering terjadi peminjaman alat maupun pemain untuk kebutuhan pertunjukan, hal ini terjadi karena hubungan persaudaraan mereka yang sangat erat dan saling mendukung satu sama lain.

Di desa Kampung Kolam Tembung terdapat sebuah group kesenian reog yang dapat melakukan pertunjukan reog. Group kesenian reog tersebut bernama ”Sanggar Langen Budoyo”. Penulis memilih group kesenian ini sebagai bahan penelitian karena merupakan group yang paling sering mengadakan pertunjukan reog di berbagai tempat dan acara, seperti upacara perkawinan masyarakat Jawa yang terdapat di kabupaten Deli Serdang. Oleh karena itu, penulis menganggap group ini cukup mampu dan berpengalaman dalam melakukan pertunjukan reog. Selain itu, sanggar ini juga telah memiliki banyak anggota mulai dari orang tua sampai anak-anak yang ingin melestarikan dan mempertahankan budayanya. Sampai saat ini kesenian tradisional Jawa selain reog ponorogo yang terdapat dalam sanggar ini adalah : Ludruk, Wayangan, Kuda Lumping, dan Ketoprak.

(9)

Pertunjukan yang di tampilkan oleh group ini sangat menarik perhatian masyarakat pendukungnya karena dalam setiap pertunjukannya mereka membawakan dengan sangat atraktif juga mengibur banyak penonton sehingga dimana pun mereka melakukan pertunjukan biasanya selalu ramai dikunjungi oleh penonton baik anak-anak, remaja, sampai orang dewasa8

Berdasarkan keterangan di atas, penulis merasa banyak hal penting yang dapat dideskripsikan secara lengkap kedalam sebuah tulisan. Seperti upacara adat perkawinannya, bentuk pertunjukan, tema cerita, urutan tarian, gerakan tarian, tokoh dan karakternya, properti yang digunakan,musik pengiring, kostum dan riasan yang dikenakan.

.

Oleh karenanya penulis tertarik membahas lebih dalam lagi tentang kesenian tradisional khas ponorogo di kabupaten Deli Serdang dan penulis akan menjabarkan lebih lengkap lagi tentang pertunjukan reog dalam konteks upacara perkawinan masyarakat Jawa ke dalam tulisan dengan judul : “Studi Deskriptif Pertunjukan

Reog Ponorogo Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Jawa Di Desa Kampung Kolam Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang”.

6 Awal perjumpaan penulis dengan group kesenian ini adalah pada saat mereka mengisi acara pada sebuah acara Imlek bersama di Lubuk Pakam. Acara ini menampilkan berbagai etnis yang ada di Sumatera Utara, baik etnis asli maupun etnis pendatang. Pada kesempatan yang sama penulis berperan sebagai pengisi acara yang mewakili etnis Batak Toba. Setelah pertunjukan selesai penulis melakukan wawancara kepada beberapa pemain dan sesepuhnya. Dari penjelasan mereka inilah penulis merasa tertarik dan tertantang untuk mengetahui lebih banyak lagi tentang kesenian ini, setelah selesai wawancara penulis meminta alamat sanggar group kesenian ini. Seminngu kemudian penulis langsung mendatangi sanggar tersebut dan melakukan penelitian sebagai bahan dasar untuk penulisan skripsi.

(10)

1.2 Pokok Bahasan Dan Batasan Masalah

Setelah penulis mengetahui dan mempelajari kesenian reog ponorogo ini ternyata banyak sekali yang bisa di jadikan bahan penelitian seperti: karakter reog, kostum, pertunjukan tari yang meliputi pola lantai dan gerak tari, durasi pertunjukan, dan musik pengiring. Oleh karena itu, saya lebih memfokuskan bahasan kepada beberapa aspek saja dan saya merasa perlu untuk membatasi masalah sebagaii berikut :

1. Bagaimana bentuk pertunjukan reog ponorogo pada upacara perkawinan masyarakat Jawa di Desa Kampung Kolam Tembung.

2. Apa sajakah yang menjadi pendukung pertunjukan reog ponorogo.

1.3 Tujuan Dan Manfaat 1.3.1 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mendeskripsikan bentuk pertunjukan reog ponorogo pada upacara perkawinan masyarakat Jawa di Desa Kampung Kolam Tembung.

b. Untuk menjelaskan komponen-komponen pendukung pertunjukan reog ponorogo.

1.3.2 Manfaat

Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk melestarikan dengan cara memperkenalkan kesenian ini pada masyarakat pecinta kebudayaan.

2. Sebagai bahan dokumentasi pada jurusan Etnomusikologi Fakultas Sastra USU Medan.

(11)

1.4 Konsep Dan Teori 1.4.1 Konsep

Konsep adalah rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari pengertian konkret, gambaran mental dari objek atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Kamus Besar Bahasa Indonesia,1990:456).

Menurut R. Merton dalam Koentjaraningrat (1977:32), konsep merupakan defenisi dari apa yang perlu diamati. Konsep juga merupakan unsur pokok dari suatu penelitian (Koentjaraningrat,1977:36).

Dari hasil pengamatan , wawancara, dan literatur yang ada, maka dapat dikemukakan konsep-konsep sebagai berikut :

Kata deskriptif merupakan kata sifat dari deskripsi. Pengertian studi deskriptif dapat diartikan sebagai; menguraikan gambaran situasi atau kejadian-kejadian yang terdapat didalam studi objek ilmiah. Menurut Echols Shadily (1990:179), deskripsi mempunyai pengertian gambaran atau lukisan. Dalam hal ini penulis mencoba menguraikan / menggambarkan tentang kesenian reog ponorogo agar dapat dijadikan informasi bagi para pembaca yang membutuhkan.

Menurut Murgianto (1996:156), pertunjukan adalah sebuah komunikasi yang dilakukan satu orang atau lebih, pengirim pesan merasa bertanggung jawab pada seseorang atau lebih penerima pesan, dan kepada sebuah tradisi yang mereka pahami bersama melalui seperangkat tingkah laku yang khas. Dalam sebuah pertunjukan harus ada pemain, penonton, pesan yang dikirim, dan cara penyampaian yang khas. Sesuai dengan konsep di atas maka Reog Ponorogo dikategorikan sebagai seni

(12)

pertunjukan, karena dalam setiap pertunjukannya ada penyaji (pemain), penonton, pesan yang dikirim, dan dengan penyampaian yang khas.

Seni pertunjukan merupakan sesuatu yang berlaku dalam waktu dengan maksud bahwa peristiwa ini memiliki arti hanya pada saat pengungkapan seni itu berlangsung. Sementara hakikat seni pertunjukan adalah gerak, perubahan keadaan dengan substansi terletak pada imajinasi serta prosesnya sekaligus, dengan daya rangkum sebagai sarana, cengkeraman rasa sebagai tujuan seninya dan keterampilan tehnis sebagai bahan. Selain hal tersebut seni pertunjukan dibagi kedalam dua kategori yaitu: (1) Seni pertunjukan yang memiliki kegunaan sebagai tontonan, di mana ada pemisah yang jelas antara penyaji dan penonton, dan (2) Seni pertunjukan dengan kegunaan sebagai pengalaman bersama, di mana antara penyaji dan penonton saling berhubungan (Sediawaty,1981:58-60).

Istilah roeg berasal dari kata rog atau erog, yog atau hoyog, yod atau reyod, yeg atau riyeg, yod atau reyod yang kesemuanya berarti rusak, goyang goncang atau tidak

tenang (Hartono, 1980:38-40).

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999:836) reyog yang ditulis dengan kata reog (tanpa huruf y) mempunyai dua pengertian. Pertama, reog dalam bahasa Jawa berarti tarian tradisional di arena terbuka yang berfungsi sebagai hiburan rakyat, mengandung unsur magis, penari utama adalah orang berkepala singa dengan hiasan bulu merak, ditambah beberapa penari bertopeng dan berkuda, yang kesemuanya laki-laki. Kedua, reog dalam bahasa Sunda berarti tontonan tradisional sebagai hiburan rakyat yang mengandung unsur humor dan sindiran. Berkaitan dengan pengertian reog ponorogo tentunya menggunakan pengertian yang pertama,

(13)

namun perlu ditinjau lagi dalam perkembangannya sekarang di mana keterlibatan penari wanita lebih menonjol terutama untuk penari berkuda (jathilan) dan kebenaran tentang kandungan unsur magis di dalamnya karena tidak semua pementasan menggunakannya, tetapi hanya untuk fungsi-fungsi tertentu saja.

Melalui keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa kata yang dipakai untuk kesenian ini adalah REOG (tanpa huruf y) karena sesuai dengan ejaan yang terdapat di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.

1.4.2 Teori

Teori merupakan alat yang terpenting dari suatu pengetahuan. Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat,1973:10).

Sebagai pedoman dalam menyelesaikan tulisan ini penulis menggunakan beberapa teori yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini.

Maka penulis menggunakan teori Edy Sedyawati (1981: 48-66) yang mengemukakan bahwa suatu analisis pertunjukan selalu dikaitkan dengan kondisi lingkungan dimana seni pertunjukan tersebut dilaksanakan atau didukung masyarakatnya. Pergeseran-pergeseran nilai yang terdapat didalam pertunjukan dan kemungkinan yang muncul dari interaksi setiap orang yaitu penyaji dan penyaji, penyaji dan penonton.

Untuk melihat apa-apa saja komponen pertunjukan maka penulis menggunakan teori Milton Siger (dalam MSPI, 1996:164-165) yang Menjelaskan bahwa pertunjukan selalu memiliki: (1) waktu pertunjukan yang terbatas, (2) awal

(14)

dan akhir, (3) acara kegiatan yang terorganisir, (4) sekelompok pemain, (5) sekelompok penonton, (6) tempat pertunjukan dan, (7) kesempatan untuk mempertunjukannya.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian yang penulis gunakan dalam tulisan ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu suatu penelitian yang berdasarkan atas tujuannya dalam menggambarkan dan menafsirkan data yang dijumpai di lapangan. Metode ini bertujuan untuk menggambarkan dengan jelas sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, kelompok tertentu, menentukan frekuensi atau penyebaran dari suatu gejala lain dalam suatu masyarakat (Koentjaraningrat,1990:29).

Penulis juga berpedoman pada disiplin etnomusikologi seperti yang disarankan Curt Sach dalam Nettll (1964:62) yaitu penelitian etnomusikologi dibagi dalam dua jenis pekerjaan yakni kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (deks work).

Kerja lapangan meliputi studi kepustakaan, observasi, wawancara dan perekaman lagu. Sedangkan kerja laboratorium meliputi pembahasan dan penganalisisan data yang telah diperoleh selama penelitian.

1.5.1 Kerja Lapangan 1.5.1.1 Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan sebagai landasan awal dalam penelitian, yaitu dengan mengumpulkan literature atau sumber bacaan untuk mendapat informasi dan pengetahuan dasar tentang objek penelitian. Sumber bacaan dan literature dapat berupa buku-buku, makalah, artikel, skipsi-skripsi. Dalam hal ini penulis mempelajari

(15)

buku-buku tentang kesenian reog ponorogo yang telah ditulis oleh peneliti-peneliti sebelumnya (M. Zamzam Fauzanafi 2005, Nursilah 2001). Studi kepustakaan juga penulis lakukan terhadap topik-topik lain yang berkaitan dengan penelitian skripsi ini, seperti pengetahuan tentang upacara adat perkawinan Jawa, sejarah, etnografi, dan lain sebagainya.

1.5.1.2 Observasi

Observasi dilakukan untuk mengamati secara langsung kejadian atau peristiwa yang erat kaitanya dengan pertunjukan reog yang dimainkan sanggar Langen Budoyo.Dalam hal ini penulis berusaha melihat secara langsung. Dengan demikian dalam mendeskripsikan pertunjukan Reog Ponorogo, penulis akan lebih cermat.

1.5.1.3 Wawancara

Wawancara yang dimaksud disini adalah suatu cara yang digunakan seseorang untuk tujuan tugas tertentu, mencoba mendapatkan keterangan secara lisan dari seorang responden dan bercakap-cakap serta bertatap muka dengan seseorang (Koentjaraningrat,1990:129).

Wawancara yang penulis lakukan yaitu: wawancara berfokus (focused interview) dan wawancara bebas (free interview). Wawancara berfokus, pertanyaan yang dilakukan berpusat pada aspek permasalahannya saja sedangkan wawancara bebas pertanyaan yang diajukan tidak berpusat pada suatu pokok permasalahan yang lainnya.

(16)

1.5.1.4 Perekaman

Penggunaan alat bantu sangat penting dalam melakukan penelitian. Alat bantu yang penulis gunakan pada saat melakukan wawancara adalah tape recorder Sony TP-VS450 dengan beberapa kaset Sony C-60, kamera digital untuk memotret gambar ataupun kejadian yang ada pada saat pertunjukan berlangsung. Selain itu, penulis juga menggunakan handycam untuk merekam jalannya pertunjukan.

1.5.1.5 Kerja Laboratorium

Semua data yang di peroleh dilapangan diolah dalam kerja laboratorium dengan pendekatan etnomusikologi. Dalam mengolah data, penulis melakukan proses menyeleksi data dengan membuang data yang tidak perlu dan menambahkan data yang kurang. Dalam tulisan ini, penulis melakukan pendekatan deskriptif guna pengolahan dan penganalisisan data.

1.6 Pemilihan Lokasi Penelitian dan Informan

Lokasi penelitian reog dalam tulisan ini adalah desa Kampung Kolam Kecamatan Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Alasan penulis memilih lokasi penelitian ini karena daerah ini merupakan daerah komunitas suku Jawa dan di daerah ini juga banyak ditemukan kesenian-kesenian tradisional Jawa seperti Reog Ponorogo, Jaran Kepang, Kuda Lumping, Wayangan, Ludruk dan masih banyak kesenian Jawa lainnya.

Sebelum melaksanakan penelitian, penulis terlebih dahulu mencari informan. Mencari informan adalah suatu hal penting karena informan dapat memberikan informasi yang sesuai untuk keperluan penelitian tersebut. Informan yang penulis cari terlebih dahulu adalah informan pangkal yaitu orang yang terlebih dahulu penulis

(17)

kenal sebelum melakukan penelitian yang mengetahui tentang kesenian reog ini. Informan pangkal yang membantu penulis dalam penelitian ini adalah Bapak Imam Safei (25 thn) dan Bapak Jumadi (27 thn).

Setelah mendapatkan informan pangkal, penulis menentukan informan kunci. Informan kunci adalah orang yang memberikan informasi kepada penulis mengenai bahan penelitian penilis, diantaranya Bapak Ngatiman (55 thn) dan Bapak Suparno (53 thn). Melalui informan kunci ini, penulis banyak memperoleh masukan mengenai permasalahan yang ada dalam tulisan ini dan beberapa informan lain juga seperti tokoh masyarakat yang telah di tuakan oleh masyarakat Jawa desa tersebut yang mengerti dan memahami betul tentang kesenian tradisional Jawa ini khususnya kesenian reog ponorogo.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah itu, peneliti melakukan observasi pendahuluan yang bertujuan untuk mengetahui objek penelitian yang tepat dalam penelitian ini, jika peneliti sudah

Evaluasi pembelajaran drama musikal sebagai stimulasi bagi kecerdasan kinestetik di TK Bianglala .....

Jika pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung air kelapa 20% berpengaruh terhadap perkembangan tunas embrio anggrek

Tujuan akhir dari penelitian pengembangan ini adalah menghasilkan produk berupa buku yang berisikan model pembelajaran renang gaya bebas (crawl) bagi siswa usia

[r]

Kegiatan tersebut dibuka secara resmi oleh Asisten Perekonomian Dan Pembangunan Sekretariat Daerah Kota Pasuruan serta di hadiri Kasi Bina Provinsi Dan Kabupaten Wilayah Jawa

Dalam hal ini data yang akan di overlay yaitu Data spasial yakni Peta Jaringan jalan Digital Kota Maumere, Citra spot 5 Kota Maumere, Peta Rawan Bencana Tsunami

cerita fiksipun salah satunya adalah naskah drama banyak pesan moral yang