• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

6 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Ilmu pengetahuan alam merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa Inggris yaitu natural science, artinya ilmu pengetahuan alam (IPA). Berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam. Science artinya ilmu pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) atau science itu pengertiannya dapat disebutkan sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini.

Nash dalam Samatowa (2011:3) menyatakan bahwa IPA itu adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Nash juga menjelaskan bahwa cara IPA mengamati dunia ini bersifat analisis, lengkap, cermat serta menghubungkannya antara suatu fenomena dengan fenomena yang lain, sehingga keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang objek yang diamatinya.

Menurut James Conant dalam Samatowa (2011:1) sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai suatu deretan konsep serta skema konseptual yang berhubungan satu sama lain dan yang tumbuh sebagai hasil eksperimentasi dan observasi, serta berguna untuk mengamati dan dieksperimentasikan lebih lanjut. Kemudian A.N. Whitehead dalam Samatowa (2011:1) menyatakan bahwa sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibentuk karena pertemuan dua orde pengalaman. Orde pertama didasarkan pada hasil observasi terhadap gejala/fakta (orde observasi) dan kedua didasarkan pada konsep-konsep manusia mengenai alam (orde konsepsional).

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan alam merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari hasil eksperimen dan observasi mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini. Hasil dari eksperimen dan observasi yang dilakukan dapat diterapkan dan diaplikasikan dalam kehidupan.

(2)

2.1.2 Pembelajaran Kooperatif

2.1.2.1 Definisi Pembelajaran Kooperatif

Menurut Isjoni (2010: 8). Secara sederhana kata “kooperatif” artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim.

Menurut Rusman (2011: 202), pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Pada pembelajaran siswa beriteraksi aktif dan positif dalam kelompok.

Pembelajaran kooperatif adalah suatu aktivitas pembelajaran yang menggunakan pola belajar siswa berkelompok untuk menjalin kerjasama dan saling ketergantungan dalam struktur tugas, tujuan, dan hadiah (Ibrahim, 2000: 3). Siswa yang bekerja dalam pembelajaran kooperatif didorong untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Pelaksanaan prosedur pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif.

Dari beberapa pengertian tentang pembelajaran kooperatif yang telah disampaikan diatas bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang berkelompok, dalam kelompokan siswa berasal dari kemampuan akademik, jenis kelamin, suku, dan latar belakang sosial yang berbeda. Dalam menyelesaikan tugas, siswa dalam kelompok saling bekerjasama dan membantu untuk memahami materi pelajaran. Sehingga setiap siswa memiliki tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompok.

2.1.2.2 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Apabila diperhatikan secara seksama, maka pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri dibandingkan dengan pembelajaran lain. Pembelajaran yang menggunakan model kooperatif dapat memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

(3)

a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.

b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

c. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda.

d. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu (Ibrahim, 2000: 6-7).

Menurut Lie (2004: 31) mengemukakan adanya lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif meliputi.

a. Saling ketergantungan positif (positive interdependence).

Siswa akan merasa bahwa dirinya terintergrasi dalam kelompok, sehingga pencapaian tujuan terjadi jika semua anggota kelompok mencapai tujuan. Siswa memiliki tugas dan peran yang saling mendukung, saling berhubungan, dan saling melengkapi dengan siswa lain dalam kelompok.

b. Tatap Muka (face to face interaction).

Belajar kooperatif membutuhkan siswa untuk bertatap muka satu dengan yang lainnya dan berinteraksi secara langsung. Siswa harus saling berhadapan dan saling membantu dalam pencapaian tujuan belajar dan memberikan sumbangan pikiran dalam pemecahan masalah, siswa juga harus mengembangkan keterampilan komunikasi secara efektif.

c. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability).

Setiap anggota kelompok bertanggung jawab mempelajari materi dan bertanggung jawab terhadap hasil belajar kelompok. Hal inilah yang menuntut tanggung jawab perseorangan untuk melaksanakan tugas dengan baik.

d. Komunikasi antar anggota

Keterampilan sosial sangat penting dalam belajar kooperatif dan harus diajarkan pada siswa. Siswa harus dimotivasi untuk menggunakan keterampilan berinteraksi dalam kelompok yang benar sebagai bagian dari proses belajar. Keterampilan sosial yang perlu dan sengaja diajarkan seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan

(4)

mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi.

e. Evaluasi proses kelompok (group processing).

Evaluasi dilakukan untuk mengevaluasi kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya bisa bekerjasama dengan lebih baik.

Berdasarkan uraian tentang ciri-ciri pembelajaran kooperatif dapat disimpulkan pembelajaran kooperatif yaitu siswa bekerjasama dan saling ketergangantungan positif dari siswa kemampuan, ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda untuk mencapai tujuan. Keberhasilan tergantung pada individu yang berorientasikan kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif anggota kelompok saling ketergantungan positif, tatap muka, tanggung jawab perseorangan, komunikasi antar anggota, evaluasi proses kelompok. Oleh karena itu guru dalam merancang rencana pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif harus memahami ciri-ciri yang membedakan pembelajaran kooperatif dengan yang lainnya.

2.1.2.3 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Rusman (2011: 209) menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran yang penting yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman dan pengembangan ketrampilan sosial. Pembelajaran ini memberikan keuntungan pada siswa dalam kelompok yang terdapat dari keanekaragaman ras, budaya, agama dan sosial yang melatih ketrampilan-ketrampilan kerjasama dan kolaborasi. Dalam tugas kelompok setiap anggota bekerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran.

Menurut Trianto (2009: 58) pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama Jadi tujuan pembelajaran kooperatif sebagai berikut:

(5)

a. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi akademik siswa. b. Mengembangkan toleransi dan penerimaan yang lebih luas terhadap

orang-orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, atau kemampuannya. c. Mengajarkan keterampilan kerjasama dan kolaborasi pada siswa.

d. Dengan pembelajaran kooperatif, diharapkan kelak akan muncul generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki solidaritas yang kuat.

Dari beberapa pengertian tentang tujuan pembelajaran kooperatif diatas bahwa tujuan yang dicapai dalam pembelajaran kooperatif yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu, dan pengembangan keterampilan sosial. Dalam pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang saling kerjasama, dalam kelompok terdiri dari perbedaan ras, budaya, kelas sosial, atau kemampuannya, dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Berdasarkan uraian tentang tujuan pembelajaran kooperatif diatas semua bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar akademik, menghargai orang lain, meningkatkan ketrampilan sosial untuk bekerjasama dan kolaborasi dengan orang lain. Dapat disimpulkan tujuan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar akademis, saling menghargai satu sama lain dan dapat bekerja sama serta berkolaborasi.

2.1.2.4 Sintaks Pembelajaran Kooperatif

Terdapat enam langkah utama atau tahapan didalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1

Sintaks Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah laku Guru

Fase-1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

(6)

Ibrahim (2010: 10)

Menurut Arends (2008: 6), terdapat enam fase atau langkah utama yang terlibat dalam pelajaran yang menggunakan model cooperative learning adalah: Fase 1: Mengklarifikasi tujuan dan membangkitkan motivasi belajar.

Fase 2 : Mempresentasikan informasi.

Fase 3: Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil. Fase 4 : Membentuk kerja tim dalam belajar.

Fase 5: Mempresentasikan hasil diskusi dan mengujikan yang dipelajari. Fase 6: Memberi pengakuan.

Berdasarkan uraian tentang langkah-langkah pembelajaran kooperatif dapat ditarik kesimpulan bahwa pelajaran dimulai menyampaikan tujuan pelajaran dan

Fase-2

Menyajikan informasi.

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. Fase-3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fase-4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar.

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Fase-5 Evaluasi.

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase-6 Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

(7)

motivasi untuk belajar. Selanjutnya siswa dikelompokan kedalam kelompok dan dikuti bimbingan guru kepada siswa untuk bekerjasama menyelesaikan tugas. Tahap terakhir meliputi presentasi hasil kerja kelompok atau evaluasi dan memberi penghargaan terhadap usaha kelompok.

2.1.3 STAD (Student Teams Achievement Division)

Pembelajaran kooperatif tipe STAD (student teams achievement division) merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Selain itu, dapat digunakan untuk memberikan pemahaman konsep materi yang sulit kepada siswa dimana materi tersebut telah dipersiapkan oleh guru melalui lembar kerja atau perangkat pembelajaran yang lain. Pembelajaran model kooperatif tipe STAD (student teams achievement division) dikembangkan oleh slavin dkk.

Menurut Cahyo (2012:289-293) sintak pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari lima komponen utama, yaitu penyajian kelas, belajar kelompok, kuis, skor pengembangan, dan penghargaan kelompok. Selain itu STAD juga terdiri dari siklus kegiatan pengajaran yang teratur. Berikut ini adalah uraian langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD :

a. Pengajaran

Tujuan utama dari pengajaran ini adalah guru menyajikan materi pelajaran sesuai dengan yang direncanakan. Penyajian tersebut mencakup pembukaan, pengembangan, dan latihan terbimbing dari keseluruhan pelajaran dengan penekanan dalam penyajian materi pelajaran.

Pembukaan meliputi :

1. Menyampaikan pada siswa apa yang hendak mereka pelajari dan mengapa hal itu penting. Timbulkan rasa ingin tahu siswa dengan demonstrasi yang menimbulkan teka-teki, masalah kehidupan nyata, atau cara lain.

2. Guru dapat menyuruh siswa bekerja dalam kelompok untuk menemukan konsep atau merangsang keinginan mereka pada pelajaran tersebut.

3. Ulangi secara singkat keterampilan atau informasi yang merupakan syarat mutlak.

(8)

Sedangkan sisi pengembangan meliputi :

1. Kembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok.

2. Pembelajaran kooperatif menekankan, bahwa belajar adalah memahami bukan hafalan.

3. Mengontrol pemahaman siswa sesering mungkin dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan.

4. Memberi penjelasan mengapa jawaban pertanyaan tersebut benar atau salah. 5. Beralih pada konsep yang lain jika siswa telah memahami pokok masalahnya. Latihan terbimbing juga meliputi :

1. Meminta semua siswa mengerjakan soal atas pertanyaan yang diberikan. 2. Memanggil siswa secara acak untuk menjawab atau menyelesaikan soal. Hal

ini bertujuan supaya semua siswa selalu mempersiapkan diri sebaik mungkin. 3. Setelah siswa mengerjakan satu atau dua soal langsung diberikan umpan balik. b. Belajar Kelompok

Selama belajar kelompok, tugas anggota kelompok adalah menguasai materi yang diberikan guru dan membantu teman satu kelompok untuk menguasai materi tersebut. Siswa diberi lembar kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih keterampilan yang sedang diajarkan untuk mengevaluasi diri mereka dan teman satu kelompok. Pada saat pertama kali guru menggunakan pembelajaran kooperatif, guru juga perlu memberikan bantuan dengan cara menjelaskan perintah, mereview konsep atau menjawab pertanyaan.

c. Kuis

Kuis ini bertujuan untuk menunjukkan apa saja yang telah diperoleh siswa selama belajar dalam kelompok. Hasil kuis digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan disumbangkan dalam nilai perkembangan kelompok.

d. Penghargaan Kelompok

Langkah pertama yang harus dilakukan pada kegiatan ini adalah menghitung nilai kelompok dan nilai perkembangan individu dan memberi sertifikat atau

(9)

penghargaan kelompok yang lain. Pemberian penghargaan kelompok berdasarkan pada rata-rata nilai perkembangan individu dalam kelompoknya.

Dalam STAD, siswa diminta untuk embentuk kelompok-kelompok heterogen yang masing-masing terdiri dari 4-5 anggota. Setelah pengelompokan dilakukan, ada sintak empat tahap yang harus dilakukan, yakni pengajaran, tim studi, tes dan rekognisi. Huda (2013:202)

Tahap 1 :Pengajaran

Pada tahap pengajaran, guru menyajikan materi pelajaran, biasanya dengan format ceramah-diskusi. Pada tahap ini, siswa seharusnya diajarkan tentang apa yang akan mereka pelajari dan mengapa pelajaran tersebut penting.

Tahap 2: Tim studi

Pada tahap ini, para anggota kelompok bekerja secara kooperatif untuk menyelesaikan lembar kerja dan lembar jawaban yang telah disediakan oleh guru.

Tahap 3: Tes

Pada tahap ujian, setiap siswa secara individual menyelesaikan kuis. Guru men-score kuis tersebut dan mencatat pemerolehan hasilnya saat itu serta hasil kuis pada pertemuan sebelumnya. Hasil dari tes individu akan diakumulasikan untuk skor tim mereka.

Tahap 4: Rekognisi

Setiap tim menerima penghargaan atau reward bergantung pada nilai skor rata-rata tim. Misalnya, tim-tim yang memperoleh poin peningkatan dari 15 hingga 19 poin akan menerima sertifikat TIM BAIK, tim yang memperoleh rata-rata peningkatan 20 hingga 24 akan menerima sertifikat TIM HEBAT, sementara tim yang memperoleh poin 25 hingga 30 akan menerima sertifikat sebagai TIM SUPER. langkah-langkah yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah STAD yaitu, siswa dikelompokkan secara beragam berdasarkan kemampuan, gender, ras dan etnis. Siswa dalam kelompok berdiskusi dan mempelajari materi yang disajikan guru. Kemudian siswa mengikuti kuis, skor

(10)

perolehan kuis tersebut sebagai skor kelompok. Kelompok yang berhasil mengumpulkan skor terbanyak akan menerima penghargaan.

Dalam setiap model pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga guru perlu mempertimbangan model pembelajaran yang cocok pada saat kegiatan pembelajaran. Adapun kelebihan dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division) menurut Ibrahim dalam cahyo (2012:289) adalah sebagai berikut :

a. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain.

b. Siswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan.

c. Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif. d. Setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain.

Sedangkan Kekurangan dari Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division) adalah sebagai berikut :

a. Kerja kelompok hanya melibatkan mereka yang mampu memimpin dan mengarahkan.

b. Jika jumlah siswa terlalu banyak maka guru kurang maksimal untuk membimbing kegiatan kelompok.

Berdasarkan kelebihan dan kekurangan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang dikemukakan di atas bahwa kelebihan model pembelajaran ini memupuk kerja sama di antara para siswa dalam kelompok sehingga dapat menimbulkan ketergantungan positif satu sama lain dari siswa yang pandai sampai siswa yang kurang pandai sehingga dapat saling belajar mengisi satu sama lain. Selain itu belajar secara berkelompok dengan teman sebaya dapat mempermudah siswa dalam belajar. Adapun kekurangan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu adanya pelibatan siswa yang pandai yang mendominasi kegiatan pembelajaran sehingga sebaiknya guru dapat memberikan kesempatan kepada siswa secara merata. Dalam kegiatan pembelajaran pengaturan tempat duduk secara teratur harus dikelola secara baik oleh guru sehingga tidak menimbulkan kegaduhan.

(11)

2.1.4 Media Pembelajaran

Media pembelajaran adalah sebuah alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Menurut Gagne dalam Sanaky (2009:3) media pembelajaran adalah berbagai jenis komponen atau sumber belajar dalam lingkungan pembelajar yang dapat merangsang pembelajar untuk belajar. Menurut Y.Miarso dalam Sanaky (2009:4) media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemajuan pembelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri pembelajarnya.

Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan sarana pendidikan yang digunakan sebagai perantara dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Media pembelajaran berfungsi untuk merangsang pembelajaran dengan: a. Menghadirkan obyek sebenarnya dan obyek yang langkah,

b. Membuat duplikasi dari obyek yang sebenarnya, c. Membuat konsep abstrak ke konsep konkret, d. Memberi kesamaan persepsi,

e. Mengatasi hambatan waktu, tempat, jumlah dan jarak, f. Menyajikan ulang informasi secara konsisten, dan

g. Memberi suasana belajar yang tidak tertekan, santai dan menarik sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran.

Selain fungsi di atas Livie dan Lentz dalam Sanaky (2009:6) mengemukakan empat fungsi media pembelajaran yaitu:

a. Fungsi atensi berarti media merupakan inti, menarik dan mengarahkan perhatian pembelajar untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran.

b. Fungsi afeksi maksudnya, media dapat terlihat dari tingkat kenikmatan pembelajar ketika belajar menggunakan media. Media akan dapat menggugah emosi dan dan sikap pembelajar.

(12)

c. Fungsi kognitif bermakna media dapat memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami informasi atau pesan yang terkandung dalam media. d. Fungsi kompensatoris artinya media memberikan konteks untuk membantu

pembelajar mengorganisasikan informasi dan mengingatkannya kembali. Dari fungsi media pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi media pembelajaran untuk memberi suasana belajar yang santai, menarik dan bermakna, selain itu media pembelajaran sebagai objek yang digunakan guru untuk menyampaikan konsep yang abstrak menjadi konkret. Media pembelajaran juga membantu siswa untuk dapat memahami pelajaran yang sedang dipelajarinya sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai.

2.1.5 Media Tiga Dimensi

Media tiga dimensi yang sering digunakan dalam pembelajaran adalah model dan boneka. Model adalah benda tiruan tiga dimensional dari beberapa obyek nyata yang terlalu besar, terlalu jauh, terlalu kecil, terlalu mahal, terlalu jarang, atau terlalu ruwet untuk dibawa ke dalam kelas dan dipelajari pembelajar dalam wujud aslinya. Boneka merupakan jenis model yang dipergunakan untuk memperlihatkan permainan Sanaky (2009:113).

Menurut nana sujana (2011:101) media tiga dimensi adalah alat peraga yang memiliki panjang, tinggi dan lebar. Apabila dijelaskan maka media tiga dimensi yaitu media yang tampilannya dapat diamati dari arah pandang mana saja dan memiliki dimensi panjang, tinggi dan lebar. Media tiga dimensi juga dapat diartikan sebagai media yang yang penyajiannya visual tiga dimensi tanpa proyeksi.

Berdasarkan definisi media tiga dimensi di atas dapat disimpulkan bahwa media tiga dimensi adalah media yang penyajiannya visual tanpa proyeksi yang memiliki panjang, tinggi dan lebar. Media ini dapat berupa tiruan maupun benda sebenarnya.

Beberapa benda yang digolongkan ke dalam media tiga dimensi menurut Sanaky (2009:113) antara lain : kelompok pertama, kelompok benda asli, model,

(13)

atau tiruan sederhana, mock-up, dan barang contoh atau specimen. Kelompok kedua adalah diorama dan pameran.

a. Benda asli

Sebelum menggunakan macam-macam alat audio-visual, benda asli merupakan alat yang paling efektif untuk mengikutsertakan berbagai indera dalam belajar. Hal ini disebabkan benda asli memiliki sifat keasliannya, mempunyai ukuran besar dan kecil, berat, warna dan adakalanya disertai dengan gerak dan bunyi, sehingga memiliki daya tarik sendiri bagi pembelajar.

b. Benda model

Benda model dapat diartikan sebagai sesuatu yang dibuat dengan ukuran tiga dimensi, sehingga menyerupai benda aslinya untuk menjelaskan hal-hal yang mungkin diperoleh dari benda sebenarnya. Benda asli kemudian dibuat modelnya dalam bentuk besar seperti aslinya atau sangat kecil.

Dalam pembelajaran, tidak selalu atau harus menggunakan benda-benda asli artinya benda-benda tersebut dapat digantikan dengan benda-benda tiruan, berfungsi untuk menggantikan benda sebenarnya. Penggunaan benda-benda tiruan perlu dilakukan pengajar, dengan pertimbangan :

a) Mungkin benda tersebut sulit didapatkan, b) Benda tersebut terlalu jauh tempatnya,

c) Benda tersebut terlalu kecil atau terlalu besar, dan

d) Mungkin benda tersebut merupakan benda yang dilindungi oleh Cagar Budaya.

Model sangat membantu untuk mewujudkan realitas yang tidak saja dilihat, tetapi juga diraba. Model atau benda tiruan terbagi menjadi tiga jenis, yaitu : a) Solid model, model ini terutama hanya menunjukkan bagian luar,

b) Cross section model, model ini hanya menampakkan struktur bagian dalam saja, dan

c) Working model, bahwa model ini hanya mendemonstrasikan fungsi atau proses-proses saja.

(14)

Menggunakan benda model atau benda tiruan dalam kelas, hendaknya disesuaikan dengan program mengajar, yaitu tujuan, materi, metode dan kondisi pembelajar.

c. Alat turuan sederhana/ mock-up

Alat tiruan sederhana atau mock-up yang dimaksud adalah tiruan dari benda sebenarnya di mana sengaja dipilih bagian-bagian yang memang penting dan yang diperlukan saja untuk dibuat sesederhana mungkin supaya mudah dipelajari. Selain itu, umumnya bagian-bagian pada mock-up dapat digerakkan dan bukan mati. Gerakan itu, selain menjelaskan sangat efektif untuk belajar, sebab gerakan itu sendiri merupakan daya tarik dan juga menunjukkan relaitas sesuai dengan obyek aslinya.

d. Diorama

Diorama adalah sebuah pemandangan tiga dimensi mini yang bertujuan untuk menggambarkan pemandangan sebenarnya. Diorama biasanya terdiri atas bentuk-bentuk sosok atau obyek-obyek ditempatkan di pentas yang berlatar belakang lukisan yang disesuaikan dengan penyajinya. Ukuran diorama tidak terbatas, tergantung dari tempat yang tersedia atau banyaknya orang yang akan melihatnya. Kalau hendak mengikutsertakan diorama tersebut dalam pameran ukurannya tentu harus dibuat besar. Untuk tempat diorama dapat dibuat di mana saja, di atas lantai atau di atas meja, dapat juga dibuat dari kardus atau sebuah kotak kayu atau tripleks yang sisi depannya dan atasnya ditinggalkan atau terbuka. Untuk kepentingan artistiknya, diorama sebaiknya jangan terlalu dipadatkan dengan segala macam benda, karena itu akan tidak menolong maksud diorama itu sendiri, melainkan dapat membingungkan orang-orang yang melihat diorama tersebut. Untuk tujuan pembelajaran, buatlah diorama yang tidak terlalu ramai tetapi jelas sasarannya atau tujuannya, dengan memiliki daya tarik.

Menurut Nana Sudjana dkk, model dapat dikelompokkan kedalam enam kategori yaitu model padat (solid model), model penampang (cutaway model), model susun (builed-up model), model kerja (working model), mock-up, dan diorama.

(15)

a. Model Padat (Solid Model)

Suatu model padat biasanya memperlihatkan bagian permukaan luar daripada objek. Contohnya: sejarah persenjataan: misalnya senapan, meriam, kapak, batu, lembing, tombak,dan pedang.

b. Model Penampang (Cutaway Model)

Model penampang memperlihatkan bagaimana sebuah objek itu tampak, apabila bagian permukaannya diangkat untuk mengetahui susunan bagian dalamnya. Kadang-kadang model ini dinamakan model X-Ray atau model Crossection yaitu model penampang memotong. Contoh: anatomi manusia dan hewan, seprti: gigi, mata, kepala, otak, torso, tulang belulang, jantung, paru-paru, dan bagian ginjal.

c. Model Susun (Builed-up Model)

Model susun terdiri dari beberapa bagian objek yang lengkap, atau sedikitnya suatu bagian penting dari objek itu. Contoh: anatomi manusia dan binatang, seperti: mata, telinga, jantung, tengkorak, otak.

d. Model Kerja (Working Model)

Model kerja adalah tiruan dari suatu objek yang memperlihatkan bagian luar dari objek asli, dan mempunyai beberapa bagian dari benda yang sesungguhnya. Contoh: peralatan musik, seperti: biola,seruling, terompet, piano, harpa, trambulin.

e. Mock-up

Mock-up adalah suatu penyederhanaan susunan bagian pokok dari suatu proses atau sistem yang lebih rumit. Susunana nyata dari bagian-bagian pokok itu diubah sehingga aspek-aspek utama dari suatu proses mudah dimengerti oleh siswa. Contoh: penggunaan traffic lamp tiruan.

f. Diorama

Diorama adalah sebah pandangan tiga dimensi mini bertujuan untuk menggambarkan pemandangan sebenarnya. Diorama biasanya terdiri atas bentuk-bentuk sosok atau objek-objek ditempatkan di pentas yang berlatar

(16)

belakang lukisan yang disesuaikan dengan penyajian. Contoh: interior pada gua.

Dari beberapa jenis media tiga dimensi yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa jenis media tiga dimensi dapat berupa benda asli, model atau tiruan sederhana berupa model padat, model penampang, model susun, model kerja, mock-up, dan diorama. Dari jenis-jenis media tiga dimensi tersebut guru dapat memilih jenis media yang cocok digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Media tiga dimensi yang digunakan adalah benda asli dan benda tiruan.

Dalam penggunaannya media tiga dimensi memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelemahan dan kelebihan tersebut sebagai bahan pertimbangan guru dalam memilih model yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Moedjiono (1992) mengatakan bahwa media sederhana tiga dimensi memiliki kelebihan-kelebihan, yaitu :

a. Memberikan pengalaman secara langsung,

b. Penyajian secara kongkrit dan menghindari verbalisme,

c. Dapat menunjukkan obyek secara utuh baik konstruksi maupun cara kerjanya, d. Dapat memperlihatkan struktur organisasi secara jelas, dan dapat

menunjukkan alur suatu proses secara jelas. Sedangkan kelemahan media tiga dimensi, yaitu :

a. Tidak bisa menjangkau sasaran dalam jumlah yang besar, b. Penyimpanannya memerlukan ruang yang besar dan c. Perawatannya rumit.

Berdasarkan kelebihan dan kekurangan media tiga dimensi yang telah dipaparkan bahwa kelebihan media tiga dimensi dapat memberikan pengalaman langsung pada siswa sehingga cara berpikir siswa yang kongkrit sangat terbantu dengan media ini. Selain itu media ini juga dapat mengurangi verbalisme guru yang akan menyebabkan siswa merasa bosan. Walaupun memiliki kelebihan yang sangat bermanfaat tetapi juga memiliki kekurangan dalam hal perawatannya yang rumit, penyimpanannya yang memerlukan ruang khusus dan biasanya tidak bisa terjangkau untuk jumlah siswa yang terlalu banyak. Kelebihan dan kekurangan

(17)

media tiga dimensi ini memberikan pertimbangan kepada guru untuk dapat memilih media yang sesuai untuk pembelajaran.

2.1.6 Hasil Belajar

Hasil belajar menurut Gagne dan Briggs dalam Suprihatiningrum (2013:37) adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan siswa (learner’s performance).

Menurut Reigeluth dalam Suprihatiningrum (2013:37) hasil belajar adalah suatu kinerja (performance) yang diindikasikan sebagai suatu kapabilitas (kemampuan) yang telah diperoleh. Hasil belajar selalu dinyatakan dalam bentuk tujuan (khusus) perilaku (unjuk kerja).

Menurut Nana sudjana (2011: 22), hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajar. Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang baru setelah melalui proses belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar.

Menurut Nawawi dalam Susanto (2013:5) hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes sejumlah materi pelajaran tertentu.

Dari beberapa pengertian hasil belajar di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki anak setelah melalui kegiatan belajar. Kegiatan belajar itu sendiri merupakan suatu proses seseorang memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Menurut Slameto (2003: 54) faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua yaitu: faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang berasal dari individu, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. a. Faktor-faktor intern

(18)

Faktor intern adalah faktor yang berasal dari diri siswa. Faktor intern ini terbagi menjadi tiga faktor yaitu : faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan.

1. Faktor jasmaniah, Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan seseorang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

2. Faktor psikologis, ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah: inteligensi, keaktifan, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan. Dari faktor-faktor tersebut sangat jelas mempengaruhi belajar, dan apabila belajar terganggu maka hasil belajar tidak akan baik.

3. Faktor kelelahan, kelelahan seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat praktis).

b. Faktor-faktor ekstern

Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar siswa. Faktor ini meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat yaitu dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Faktor keluarga, siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga.

2. Faktor sekolah, faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.

3. Faktor masyarakat, masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Pengaruh ini karena keberadaan siswa dalam masyarakat. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa ini meliputi: pertama kegiatan siswa dalam mayarakat, multi media, dan teman bergaul.

(19)

Dari penjelasan faktor inten dan ekstern yang mempengaruhi hasil belajar siswa maka dapat disimpulkan bahwa faktor intern yaitu faktor jasmaniah, psikologis, dan kelelahan, dan faktor ekstern yaitu faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat. Untuk meningkatkan hasil belajar maka siswa dituntut untuk memiliki kebiasaan belajar yang baik. Oleh karena itu guru juga harus menciptakan iklim pembelajaran yang tidak hanya melihat hasil belajar dikelas saja, karena faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa juga harus diperhatikan.

Sintak model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dengan menggunakan media tiga dimensi pada pembelajaran IPA adalah sebagai berikut:

a. Pendahuluan

1. Guru melakukan apersepsi untuk mendorong semangat siswa.

2. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dalam pembelajaran.

b. Kegiatan Inti Presentasi Kelas

1. Siswa menanggapi guru saat mengembangkan materi.

2. Siswa dibagikan lembar kerja siswa untuk didiskusikan bersama kelompok. Tim Studi

1. Siswa dibimbing di dalam kelompok untuk saling membantu menguasai materi.

2. Siswa mengumpulkan informasi melalui media tiga dimensi berupa benda asli dan benda tiruan.

3. Siswa dilatih untuk mengevaluasi diri dan teman dalam satu kelompok saat mengerjakan lembar kerja siswa.

4. Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok. Tes

(20)

2. Siswa diberi skor awal.

3. Siswa mengumpulkan poin untuk tim. Rekognisi Tim

1. Siswa bersama guru menghitung nilai kelompok. 2. Siswa bersama kelompok diberi penghargaan. c. Penutup

1. Siswa bersama guru menyimpulkan pembelajaran yang sudah dilakukan. 2. Siswa bersama guru melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran

yang sudah dilakukan.

Berdasarkan kajian teori tentang model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dan media tiga dimensi, meskipun ada beberapa kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division), namun strategi ini sangat baik untuk diterapkan dalam proses pembelajaran IPA, karena dapat mengembangkan kemampuan, sikap dan keterampilan siswa secara positif melalui kerja kelompok. Berdasarkan karakteristik dan kondisi sekolah, penulis berusaha memilih media yang sesuai. Media yang digunakan merupakan media tiga dimensi berupa benda asli dan benda tiruan yang pada dasarnya merupakan media yang sederhana, namun media ini cukup efektif untuk membuat pembelajaran lebih menarik. Penerapan model pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dengan menggunakan media tiga dimensi ini diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang ada di SD Virgo Maria 2 Bawen yaitu tentang rendahnya hasil belajar siswa.

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Tri Guntari, Heri (2012). Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Menggunakan Media Kongkrit pada Siswa Kelas II SD Negeri 12 Purwodadi Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan semester I Tahun Pelajaran 2011/2012. Hasil penelitian menunjukkan

(21)

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan menggunakan media kongkrit dapat meningkatkan hasil belajar IPA Kelas II SD Negeri 12 Purwodadi Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan. Hasil belajar pada siklus I diperoleh dari tes yang dilaksanakan pada akhir pertemuan siklus I dengan ketuntasan klasikal 71% atau 41 siswa yang tuntas, meningkat pada siklus 2 yaitu ketuntasan klasikal belajar siswa mencapai 90% atau 52 siswa tuntas. Siswa merasa tertarik dan mudah memahami materi pelajaran IPA dengan menggunakan media kongkrit dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD. Menemukan dan menjadi pengalaman menggunakan media kongkrit dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas II.

Sulastri (2012). Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Pembelajaran Kooperatif STAD dan Penggunaan Alat Peraga Konkret Tentang Energi, Siswa Kelas IV SD Negeri 3 Kandangan Kabupaten Grobogan Tahun Pembelajaran 2011/2012. Kriteria keberhasilan dalam penelitian ini yaitu 80 % dari seluruh siswa kelas IV telah mencapai atau melebihi Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yaitu 65 (≥65). Hasil penelitian menunjukkan pada kondisi awal siswa yang nilainya memenuhi KKM terdapat 10 siswa (33,33%) dan yang belum memenuhi KKM terdapat 20 siswa (66,67%). Siklus I menerapkan metode belajar kelompok terjadi peningkatan cukup signifikan yaitu terdapat 21 siswa memenuhi KKM (70%) dan 9 siswa (30%) belum memenuhi KKM yang ditetapkan. Pada siklus II terdapat 26 siswa memenuhi KKM (86,67%) dan 4 siswa (13,33%) belum memenuhi KKM yang ditetapkan. Persentase ketuntasan belajar 80,73%, sudah tuntas karena sudah mencapai ketuntasan belajar ≥ 80%. Disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif STAD dan penggunaan alat peraga konkret pada pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV Semester II SD Negeri 3 Kandangan Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan. Penelitian yang pernah dilakukan dapat memberikan gambaran peneliti untuk melaksanakan penelitian yang berhubungan dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dengan menggunakan media tiga dimensi dalam mata pelajaran IPA. Dan dengan

(22)

penelitian tersebut terbukti menguatkan teori bahwa dalam kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division).

2.3 Kerangka berpikir

Setelah melihat hasil belajar siswa pada kondisi awal dalam pelajaran IPA, maka peneliti menyusun rancangan pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dengan menggunakan media tiga dimensi. Diharapkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dan dengan menggunakan media tiga dimensi siswa dapat lebih tertarik dan termotivasi dalam pembelajaran sehingga hasil belajar IPA siswa kelas V dapat maksimal. Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

(23)

Gambar 2.1 Kerangka berpikir

Pembelajaran masih menggunakan metode konvensional

Guru mendominasi pembelajaran sehingga siswa pasif

Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dengan menggunakan media tiga dimensi:

1. Pengajaran : a. Siswa menanggapi guru saat mengembangkan materi b. Siswa dibagikan lembar kerja siswa untuk didiskusikan

bersama kelompok.

2. Tim Studi : c. Siswa dibimbing di dalam kelompok untuk saling membantu menguasai materi.

d. Siswa mengumpulkan informasi melalui media tiga dimensi berupa benda asli dan benda tiruan.

e. Siswa dilatih untuk mengevaluasi diri dan teman dalam satu kelompok saat mengerjakan lembar kerja siswa,

f. Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok. 3. Tes : g. Siswa mengikuti kuis secara lisan

h. Siswa diberi skor awal

i. Siswa mengumpulkan poin untuk tim.

4. Rekognisi : j. Siswa bersama guru menghitung nilai kelompok Tim k. Siswa bersama kelompok diberi penghargaan.

Siswa lebih aktif dan bisa menyerap pembelajaran

dengan baik

Kegiatan pembelajaran lebih menarik dan

menyenangkan

Hasil belajar siswa tinggi di atas KKM ≥70 Hasil belajar siswa mata pelajaran IPA rendah, di bawah

KKM < 70

Siswa merasa bosan dan kurang memahami

materi yang disampaikan oleh guru

Diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dengan menggunakan media tiga dimensi

(24)

2.4 Hipotesis penelitian

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir di atas, maka hipotesis penelitian tindakan kelas dirumuskan sebagai berikut: model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dengan menggunakan media tiga dimensi dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD VIRGO MARIA 2 BAWEN Tahun 2013/2014.

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah- NYA, sehingga tugas akhir ini dengan judul “ PENGARUH PASIR KREAS SEBAGAI SUBSITUSI

1) Saldo kas yang ada di tangan harus dilindungi dari kemungkinan pencurian atau penggunaan kas yang tidak semestinya. 2) Dokumen dasar dan dokumen pendukung transaksi pengeluaran

pada mahasiswa yang kuliah sambil kerja terhadap prestasi akademik di. Universitas Sumatera

Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang disampaikan oleh bahasa tubuh atau gerakan, dalam proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru kepada peserta didik

Tujuan : Untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke non hemoragik yang meliputi pengkajian, intervensi, implementasi dan

format 2.11.1 disusun dengan.. BAB III RENCANA STRATEGIS LIMA TAHUN*) 3.1. Kegiatan Eksplorasi 3.2. Penambangan dan Produksi Mineral Batuan 3.3. Keselamatan Pertambangan

Bahan-bahan yang digunakan dalam kajian ini meliputi benih sayuran sebagai tanaman uji, pupuk organik cair asal limbah pasar (Hasil uji Balitbangda Kabupaten

Untuk mencapai keadaan bebas dari rasa nyeri, baik saat tindakan injeksi bahan anestesi lokal mau- pun melakukan tatalaksana tindakan perawatan rongga mulut yang memerlukan