• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) BERBASIS EKONOMI KREATIF DI KOTA SEMARANG - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) BERBASIS EKONOMI KREATIF DI KOTA SEMARANG - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL

DAN MENENGAH (UMKM)

BERBASIS EKONOMI KREATIF

DI KOTA SEMARANG

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Diponegoro

Disusun oleh :

DANI DANUAR TRI U. NIM. C2B009071

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS DIPONEGORO

(2)

PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama Penyusun : Dani Danuar Tri Utama

Nomor Induk Mahasiswa : C2B009071

Fakultas/Jurusan : Ekonomika dan Bisnis/ Ilmu Ekonomi dan Studi

Pembangunan

Judul Skripsi : PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL

DAN MENENGAH (UMKM) BERBASIS

EKONOMI KREATIF DI KOTA

SEMARANG

Dosen Pembimbing : Darwanto, SE., MSi

Semarang, 18 September 2013

Dosen Pembimbing,

(3)

PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN

Nama Mahasiswa : Dani Danuar Tri Utama

Nomor Induk Mahasiswa : C2B009071

Fakultas/Jurusan : Ekonomika dan Bisnis/ IESP

Judul Skripsi : PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) BERBASIS

EKONOMI KREATIF DI KOTA

SEMARANG

Telah dinyatakan lulus ujian pada tanggal 25 September 2013 Tim Penguji :

1. Darwanto, SE., M.Si (…...)

2. Dr. Dwisetia Poerwono, M.Sc (...)

3. Arif Pujiyono, SE., M.Si (...)

Mengetahui,

(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Dani Danuar Tri Utama, menyatakan bahwa skripsi dengan judul: Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Berbasis Ekonomi Kreatif di Kota Semarang, adalah tulisan saya sendiri. Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain, yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri, dan/atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin, tiru atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan penulis aslinya.

Apabila saya melakukan tindakan yang bertentangan dengan hal tersebut di atas, baik disengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri. Bila kemudian terbukti bahwa saya melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan universitas batal saya terima.

Semarang, 18 September 2013 Yang Membuat Pernyataan,

(5)

ABSTRACT

This study aims to explore a variety of information related to SMEs based in Semarang creative economy in order to formulate solutions to its development. Creative SMEs are considered capable of developing human resources in armed with knowledge, creativity, innovation and able to develop jobs. However, creative SMEs in Semarang city is still not able to provide specific predicate for this city.

This study uses qualitative research methodology. This is because the methodology of qualitative research is a scientific study that aims to understand natural phenomena by promoting the interaction between researchers in-depth communication with the phenomenon under study. Primary data obtained from informants study consisting of 32 creative SMEs, government, academia and SMEs observers. Secondary data obtained from various data publications such as the Department of Cooperatives and SMEs, Industry and Trade, as well as the Central Statistics Agency (BPS).

The results showed that creative SMEs in Semarang can not serve as the backbone of the economy in the city of Semarang. That is because of the more dominating industry in this city. Creative SMEs in Semarang City has limited ability and experience problems in their business development. This leads to creative SMEs have not been able to provide for the distinctive characteristics of Semarang. Problems faced by SMEs in the creative city of Semarang, among others, capital, raw materials and factors of production, labor, transaction costs, marketing, and IPR (Intellectual Property Rights). SME -based economy requires creative cooperation of various parties to achieve progress in the corporate world. Not only the government and SMEs themselves, but also the community needs to participate and develop.

(6)

ABSTRAKSI

Penelitian ini bertujuan untuk menggali berbagai informasi yang berkaitan dengan UMKM berbasis ekonomi kreatif di Kota Semarang dalam rangka merumuskan solusi untuk pengembangannya. UMKM kreatif dianggap mampu mengembangkan Sumber Daya Manusia dengan berbekal pada ilmu pengetahuan, kreatifitas, inovasi serta mampu mengembangkan lapangan pekerjaan. Namun, UMKM kreatif di Kota Semarang masih belum mampu memberikan predikat khusus bagi kota ini.

Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Hal ini dikarenakan metodologi penelitian kualitatif adalah suatu penelitian ilmiah yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti. Data primer diperoleh dari informan penelitian yang terdiri dari 32 orang pelaku UMKM kreatif, pihak pemerintah, dan pihak akademisi pengamat UMKM. Data sekunder diperoleh dari berbagai data publikasi seperti Dinas Koperasi dan UMKM, Disperindag, serta Badan Pusat Statistik (BPS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa UMKM kreatif di Kota Semarang belum dapat dijadikan sebagai penopang utama perekonomian di Kota Semarang. Hal tersebut dikarenakan industri besar lebih mendominasi di kota ini. UMKM kreatif di Kota Semarang memiliki kemampuan yang terbatas serta mengalami permasalahan dalam pengembangan usahanya. Hal ini menyebabkan UMKM kreatif belum mampu memberikan ciri khas tersendiri bagi Kota Semarang. Permasalahan yang dihadapi UMKM kreatif di Kota Semarang antara lain permodalan, bahan baku dan faktor produksi, tenaga kerja, biaya transaksi, pemasaran, dan HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual). UMKM berbasis ekonomi kreatif memerlukan kerja sama dari berbagai pihak untuk mencapai kemajuan di dunia usaha. Tidak hanya pemerintah dan pelaku UMKM itu sendiri, tetapi juga masyarakat perlu turut serta mengembangkannya.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala

limpahan karunia, rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan

Menengah Berbasis Ekonomi Kreatif di Kota Semarang” .

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan

Program Sarjana (S1) pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas

Diponegoro Semarang. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan,

bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa bimbingan,

bantuan dan dorongan tersebut sangat berarti dalam penulisan skripsi ini.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas penulis menyampaikan hormat dan terima

kasih kepada :

1. Allah SWT atas segala limpahan karunia, rahmat serta hidayah-Nya kepada

penulis.

2. Prof. Drs. H. M. Nasir M. Si., Akt., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ekonomika dan

Bisnis Universitas Diponegoro Semarang.

3. Fitrie Arianti, SE., M. Si, selaku dosen wali yang telah memberikan dukungan

sepenuhnya kepada penulis dan memberikan motivasi kepada penulis selama

belajar di Fakultas Ekonomika da Bisnis Universitas Diponegoro.

4. Darwanto, SE., M. Si, selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah memberikan

(8)

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis khususnya jurusan IESP

yang telah memberikan bekal ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat bagi

penulis.

6. Orang tua tercinta, Bapak (Darmadi S.) dan Ibu (Ipik Andayani) yang senantiasa

memberikan yang terbaik. Do’a yang tulus, kasih sayang dan cinta yang

melimpah, bimbingan, dorongan serta perhatian yang sangat mendalam.

7. Saudaraku tercinta (Dina Fitria Y., Dini Ayu N., dan Aldiyo Wahyu P.) yang

selalu memberikan dorongan dan motivasi.

8. Seluruh pegawai di lingkungan FEB Universitas Diponegoro, seluruh informan

UMKM kreatif di Kota Semarang di Semarang, BPS Propinsi Jawa Tengah dan

BPS Kota Semarang, serta Dinas Koperasi dan UMKM dan dinas terkait

lainnya.

9. Untuk Novia Chairunnisa, terimakasih telah memberikan dukungan, motivasi,

dan sarannya kepada saya.

10. Untuk sahabatku (Bocil, Eki, Yosef, Samsu) terimakasih buat motivasi dan

sarannya, sudah ada ketika aku lagi butuh kalian, Bangga punya sobat dan

saudara seperti kalian.

11. Buat Teman-teman jurusan IESP 2009 Tofa, Aji, Ifam, Yogi, Hadit, Cininta,

Dien, Danis, Pipit dan semua yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu,

terima kasih untuk semua kisah dan pengalaman bersama kalian semua.

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah

(9)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan dan menghargai setiap kritik dan saran yang

membangun dari berbagai pihak demi penulisan yang lebih baik di masa

mendatang. Akhir kata, mudah-mudahan skripsi ini dapat memberikan manfaat

bagi semua pihak yang berkepentingan

Semarang, 18 September 2013 Penulis,

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ………. ii

HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN ……… iii

PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ……….. iv

ABSTRACT……… v

ABSTRAK……… vi

KATA PENGANTAR ………. vii

DAFTAR ISI ……… x

DAFTAR TABEL ……… xii

DAFTAR GAMBAR……… xiii

DAFTAR LAMPIRAN ……… xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah……… 1

1.2 Rumusan Masalah………. 7

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ………. 8

1.4 Sistematika Penulisan……… 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ………. 11

2.1.1 Definisi UMKM ……….. 11

2.1.2 Karakteristik UMKM Di Indonesia………. 15

2.1.3 Peranan dan Kontribusi UMKM di Indonesia………. 15

2.1.3.1 Peranan UMKM di Bidang Ekonomi ……….. 16

2.1.3.2 Peranan UMKM di Bidang Sosial ………….. 16

2.1.4 Ekonomi Kreatif ……….. 17

2.1.5 Teori Ekonomi Biaya Transaksi……….. 20

2.2 Penelitian Terdahulu ………. 23

2.3 Kerangka Pemikiran ………. 31

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Pendekatan Masalah ………... 32

(11)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI

4.1 Deskripsi Objek Penelitian ……….. 41

4.2 Analisis Data………. 45

4.2.1 Profil Informan ………. 45

4.2.2 Permasalahan UMKM Kreatif Kota Semarang …… 49

4.2.2.1 Permasalahan Modal……… 52

4.2.2.2 Bahan Baku dan Faktor Produksi………… 56

4.2.2.3 Media Pemasaran Terbatas dan Tidak Kon- tinyu ……… 59

4.2.2.4 Biaya Transaksi ……….. 62

4.2.2.5 Tenaga Kerja ……….. 67

4.2.2.6 HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual)…. 69 4.3 Solusi Untuk Kemajuan UMKM Berbasis Ekonimi Kreatif Kota Semarang ………. 71

4.4 Pembahasan…...……… 74

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan……… 84

5.2 Keterbatasan Penelitian………. 85

5.5 Saran……….. 86

DAFTAR PUSTAKA……… 87

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 : Data Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah-

(UMKM) 2012……….. 2

Tabel 2.1 : Penelitian Terdahulu ………. 29

Tabel 3.1 : Informan Penelitian………... 34

Tabel 4.1 : Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi per-Tahun Kota Sema-

rang : 2005-2011……… 43

Tabel 4.2 : Jumlah Unit UMKM dan Tenaga Kerja Kota Semarang : 2005-

2013 ………. 44

Tabel 4.3 : Pengelompokkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Sema-

rang 2012 ……….. 45

Tabel 4.4 : Profil Informan……….. 47

Tabel 4.5 : Rata-rata Pengeluaran Biaya Transaksi UMKM Kreatif Sema-

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 4.1 : Distribusi Persentase PDRB Atas Harga Konstan Se-

marang Tahun 2011…... ….……… 42

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia telah mengalami krisis ekonomi yang menyebabkan jatuhnya

perekonomian nasional. Banyak usaha-usaha skala besar pada berbagai sektor

termasuk industri, perdagangan, dan jasa yang mengalami stagnasi bahkan sampai

terhenti aktifitasnya pada tahun 1998. Namun, Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah (UMKM) dapat bertahan dan menjadi pemulih perekonomian di

tengah keterpurukan akibat krisis moneter pada berbagai sektor ekonomi.

Kegiatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah

satu bidang usaha yang dapat berkembang dan konsisten dalam perekonomian

nasional. UMKM menjadi wadah yang baik bagi penciptaan lapangan pekerjaan

yang produktif. UMKM merupakan usaha yang bersifat padat karya, tidak

membutuhkan persyaratan tertentu seperti tingkat pendidikan, keahlian

(keterampilan) pekerja, dan penggunaan modal usaha relatif sedikit serta

teknologi yang digunakan cenderung sederhana. UMKM masih memegang

peranan penting dalam perbaikan perekonomian Indonesia, baik ditinjau dari segi

jumlah usaha, segi penciptaan lapangan kerja, maupun dari segi pertumbuhan

(16)

Tabel 1.1

Data Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) 2012

No. Indikator Satuan - Usaha Menengah (UM)

B. Usaha besar (UB)

A. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) - Usaha Mikro (Umi) - Usaha Kecil (UK) - Usaha Menengah (UM) B. Usaha besar (UB) - Usaha Menengah (UM)

B. Usaha besar (UB) Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM, 2012

Data Dinas Koperasi dan UMKM tahun 2012 menunjukkan total nilai

Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai Rp. 8.241,8 triliun seperti

terlihat pada tabel 1.1. UMKM memberikan kontribusi sebesar Rp. 4.869,5 triliun

atau 59,08% dari total PDB Indonesia. Jumlah populasi UMKM Indonesia pada

tahun 2012 mencapai 56,53 juta unit usaha atau 99,99% terhadap total unit usaha

di Indonesia, sementara jumlah tenaga kerjanya mencapai 107,65 juta orang atau

97,16% terhadap seluruh tenaga kerja Indonesia. Data tersebut menunjukkan

(17)

menyediakan lapangan pekerjaan dan menghasilkan output yang berguna bagi

masyarakat.

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mempunyai peranan strategis

dalam pembangunan ekonomi nasional. UMKM berperan dalam pertumbuhan

ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Selain itu, UMKM juga berperan dalam

pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Keberadaan sektor Usaha Mikro, Kecil,

dan Menengah bukan hanya dianggap sebagai tempat penampungan sementara

bagi para pekerja yang belum masuk ke sektor formal, tetapi juga sebagai motor

pertumbuhan aktivitas ekonomi. Hal ini dikarenakan jumlah penyerapan tenaga

kerjanya yang demikian besar. Mengingat pengalaman yang telah dihadapi oleh

Indonesia selama krisis ekonomi, kiranya tidak berlebihan apabila pengembangan

sektor swasta difokuskan pada UMKM.

Kementerian Koperasi dan UMKM (2012) menyebutkan usaha Mikro,

Kecil, dan Menengah (UMKM) yang berkembang saat ini terbagi menjadi

beberapa kategori yaitu pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, listrik, gas,

air bersih, perdagangan, hotel, restoran, jasa-jasa swasta, dan industri pengolahan

yang salah satunya mencakup industri kreatif. Sektor industri kreatif diyakini

mampu bertahan ketika berbagai sektor lain dilanda krisis keuangan global.

Pemerintah mulai melirik industri kreatif sebagai alternatif roda penggerak

ekonomi yang akan terus berputar. Industri kreatif meliputi 14 subsektor, yaitu

periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, desain, busana, video, film,

(18)

percetakan, layanan komputer dan peranti lunak, televisi dan radio, serta riset dan

pengembangannya.

Departemen Perdagangan (2008) menyebutkan industri kreatif adalah

bagian tak terpisahkan dari ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif dapat dikatakan

sebagai sistem transaksi penawaran dan permintaan yang bersumber pada kegiatan

ekonomi yang digerakkan oleh sektor industri yang disebut industri kreatif.

Pemerintah menyadari bahwa ekonomi kreatif yang berfokus pada penciptaan

barang dan jasa dengan mengandalkan keahlian, bakat, dan kreativitas sebagai

kekayaan intelektual adalah harapan bagi ekonomi Indonesia untuk bangkit,

bersaing, dan meraih keunggulan dalam ekonomi global. Pengembangan ekonomi

kreatif Indonesia merupakan wujud optimisme serta luapan aspirasi untuk

mendukung mewujudkan visi Indonesia yaitu menjadi negara yang maju.

Pemerintah Indonesia pun mulai melihat bahwa berbagai subsektor dalam industri

kreatif berpotensi untuk dikembangkan karena bangsa Indonesia mempunyai

sumber daya insani kreatif dan warisan budaya yang kaya. Selain itu, industri

kreatif juga dapat memberikan kontribusi di beberapa aspek kehidupan.

Industri kreatif perlu dikembangkan di Indonesia karena memiliki peranan

penting dalam pengembangan ekonomi negara dan daerah (Departemen

Perdagangan, 2008). Pertama, sektor industri kreatif memberikan kontribusi

ekonomi yang signifikan seperti peningkatan lapangan pekerjaan, peningkatan

ekspor, dan sumbangannya terhadap PDB. Kedua, menciptakan Iklim bisnis

positif yang berdampak pada sektor lain. Ketiga, membangun citra dan identitas

(19)

nilai lokal. Keempat, berbasis kepada Sumber Daya yang terbarukan seperti ilmu

pengetahuan dan peningkatan kreatifitas. Kelima, menciptakan inovasi dan

kreativitas yang merupakan keunggulan kompetitif suatu bangsa. Terakhir, dapat

memberikan dampak sosial yang positif seperti peningkatan kualitas hidup dan

toleransi sosial.

Kota Semarang yang merupakan ibukota provinsi Jawa Tengah memiliki

warisan budaya lokal yang berpotensi bagus untuk dikembangkan. Namun, pihak

akademisi UMKM mengaku Kota Semarang sendiri masih belum memiliki ciri

khas lokal yang terbentuk melalui produk-produk UMKM kreatif mereka. Hal ini

mengakibatkan Kota Semarang mengalami ketertinggalan dengan kota lain di

Jawa Tengah seperti Solo, Pekalongan, maupun Jepara dalam koridor apresiasi

terhadap kearifan budaya lokal. Daerah-daerah tersebut telah mengakomodir dan

menunjang sisi unik produk lokalnya, sehingga masyarakat umum mengenal

produk yang berfrase dengan asal daerah mereka, seperti Batik Solo, Batik

Pekalongan, dan Ukiran Jepara.

Pemerintah dinas Koperasi dan UMKM menyebutkan UMKM yang

bergerak di bidang ekonomi kreatif atau biasa disebut industri kreatif di Kota

Semarang cukup banyak. Kota Semarang telah memiliki beberapa dokumen dan

profil industri menurut cabang industri yang ada, sayangnya hingga saat ini Kota

Semarang belum mengelompokkan industri berdasarkan pada kelompok sektor

industri kreatif sehingga jumlahnya belum dapat terdefinisikan secara jelas.

(20)

meningkatkan kualitas hidup masyarakat, pembentukan citra, alat komunikasi,

menumbuhkan inovasi dan kreativitas, dan penguatan identitas suatu daerah.

Permasalahan UMKM berbasis ekonomi kreatif pada umumnya terletak

pada sumber daya manusia, modal, dan penguasaan teknologi modern. Gambaran

kondisi iklim usaha UMKM berbasis ekonomi kreatif di Kota Semarang pada saat

ini, dilihat dari peluang pemberdayaan dari waktu ke waktu, dari tempat ke

tempat, dan dari sektor ke sektor belum mengindikasikan besarnya harapan pada

kelompok usaha tersebut untuk mendukung tumbuhnya sistem perekonomian

yang berkeadilan. Hal ini juga mengakibatkan UMKM kreatif belum mampu

memberikan suatu corak khusus bagi Kota Semarang yang dikenal oleh

masyarakat umum baik di dalam maupun luar daerah.

Dengan adanya permasalahan tersebut, maka pengembangan UMKM

berbasis ekonomi kreatif perlu mendapatkan perhatian yang besar baik dari

pemerintah atau dinas terkait maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih

kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah ke depan

perlu diupayakan lebih kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya UMKM.

Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam memberdayakan UMKM

berbasis ekonomi kreatif karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,

UMKM kreatif memiliki peranan yang penting dalam pengembangan ekonomi

negara dan daerah.

UMKM berbasis ekonomi kreatif di Kota Semarang dipilih dalam penelitian

ini karena dianggap mampu mengembangkan Sumber Daya Manusia dengan

(21)

mengembangkan lapangan pekerjaan. Pengembangan kreatifitas merupakan

keunggulan kompetitif suatu bangsa serta dapat memberikan dampak sosial yang

positif. UMKM kreatif juga diharapkan mampu mengangkat perekonomian Kota

Semarang dan memberikan image positif tentang ciri khas budaya lokal di kota

ini. Oleh karena itu, penulis mengambil judul “Pengembangan Usaha Mikro,

Kecil, dan Menengah Berbasis Ekonomi Kreatif di Kota Semarang”

1.2. Rumusan Masalah

Industri kreatif adalah bagian tak terpisahkan dari ekonomi kreatif. Ekonomi

kreatif dapat dikatakan sebagai sistem transaksi penawaran dan permintaan yang

bersumber pada kegiatan ekonomi yang digerakkan oleh sektor industri yang

disebut industri kreatif. Pemerintah menyadari bahwa ekonomi kreatif yang

berfokus pada penciptaan barang dan jasa dengan mengandalkan keahlian, bakat,

dan kreativitas sebagai kekayaan intelektual adalah harapan bagi ekonomi

Indonesia untuk bangkit, bersaing, dan meraih keunggulan dalam ekonomi global.

Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia merupakan wujud optimisme serta

luapan aspirasi untuk mendukung mewujudkan visi Indonesia yaitu menjadi

Negara yang maju. Pemerintah Indonesia pun mulai melihat bahwa berbagai

subsektor dalam industri kreatif berpotensi untuk dikembangkan karena bangsa

Indonesia mempunyai sumber daya insani kreatif dan warisan budaya yang kaya.

Selain itu, industri kreatif juga dapat memberikan kontribusi di beberapa aspek

kehidupan.

(22)

sendiri belum memiliki ciri khas lokal daerah yang dikenal oleh masyarakat

umum berdasarkan pada produk UMKM kreatif mereka. Hal ini mengakibatkan

Kota Semarang mengalami ketertinggalan dari segi ciri khas produk lokalnya

dengan kota lain di Jawa Tengah seperti Solo, Pekalongan, dan Jepara.

Masyarakat umum telah mengenal produk yang berfrase dengan asal daerah

mereka, seperti Batik Solo, Batik Pekalongan, dan Ukiran Jepara. Keberadaan

UMKM berbasis ekonomi kreatif di Kota Semarang sendiri tentunya tidak

terlepas dari kendala-kendala yang dihadapi oleh para pelaku UMKM tersebut.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi pertanyaan

penelitian ini adalah:

1. Bagaimana gambaran umum UMKM berbasis ekonomi kreatif di Kota

Semarang?

2. Apa saja kendala yang dihadapi oleh para pelaku UMKM berbasis ekonomi

kreatif di Kota Semarang?

3. Bagaimana solusi untuk meminimalisir kendala yang dihadapi oleh para

pelaku UMKM kreatif di Kota Semarang?

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui gambaran umum UMKM berbasis ekonomi kreatif di Kota

semarang.

2. Mengetahui serta mengidentifikasi permasalahan apa saja yang dihadapi

(23)

3. Merumuskan solusi untuk meminimalisir permasalahan UMKM berbasis

ekonomi kreatif di Kota Semarang

1.3.2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah :

1. Bagi UMKM berbasis ekonomi kreatif sendiri, diharapkan mampu

mengatasi permasalahan yang dihadapinya sehingga mampu

mengembangkan usaha mereka.

2. Bagi Pemerintah, diharapkan dapat berperan serta dalam mendukung

pemberdayaan UMKM berbasis ekonomi kreatif di Kota semarang untuk ke

depannya.

3. Bagi peneliti lain dan akademik, sebagai tambahan informasi dan disiplin

ilmu, menambah khazanah ilmu pengetahuan, serta dapat menjadi bahan

referensi untuk penelitian selanjutnya di bidang yang sama.

1.4.Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab.

Bab pertama adalah pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang mengenai

permasalahan UMKM kreatif di Kota Semarang, dilanjutkan dengan perumusan

masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua adalah Tinjauan Pustaka. Bab ini berisi tentang teori-teori yang

digunakan dalam penelitian mengenai UMKM kreatif di Kota Semarang,

dilanjutkan penelitian terdahulu yang melandasi penelitian ini, dan kerangka

(24)

Bab ketiga adalah Metode Penelitian. Bab ini menjabarkan mengenai metode

penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif, unit analisis penelitian, data

penelitian dan teknik analisis data. Selain itu, tentang bagaimana menguji validitas

data dalam penelitian kualitatif.

Bab keempat adalah Hasil dan Pembahasan. Bab ini menguraikan tentang

gambaran umum UMKM kreatif di Kota Semarang, analisis data dan pembahasan

mengenai permasalahan dan solusi bagi kemajuan UMKM kreatif di kota

Semarang

Bab kelima adalah Penutup. Sebagai bab terakhir, bab ini menguraikan secara

singkat kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian, keterbatasan penelitian,

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Definisi UMKM

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki definisi yang

berbeda pada setiap literatur menurut beberapa instansi atau lembaga bahkan

undang-undang. Sesuai dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2008 tentang

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, UMKM didefinisikan sebagai berikut:

1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau

badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan

anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai,

atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha

Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,

yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan

(26)

dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau

hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Berdasarkan kekayaan dan hasil penjualan, menurut Undang-Undang

Nomor 20 tahun 2008 pasal 6, kriteria usaha mikro yaitu:

1. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh

juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga

ratus juta rupiah).

Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut:

1. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta

rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus

juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua

milyar lima ratus juta rupiah).

Sedangkan kriteria usaha menengah adalah sebagai berikut:

1. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh

milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua

milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp

(27)

Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan batasan definisi UKM berdasarkan

kuantitas tenaga kerja, yaitu untuk industri rumah tangga memiliki jumlah tenaga

kerja 1 sampai 4 orang, usaha kecil memiliki jumlah tenaga kerja 5 sampai dengan

19 orang, sedangkan usaha menengah memiliki tenaga kerja 20 sampai dengan 99

orang (Susanti, 2009)

Nurhayati (2011) menyebutkan definisi UMKM memiliki beragam variasi

yang sesuai menurut karakteristik masing-masing negara yaitu:

1. World Bank : UKM adalah usaha dengan jumlah tenaga kerja ± 30 orang,

pendapatan per tahun US$ 3 juta dan jumlah aset tidak melebihi US$ 3

juta.

2. Di Amerika : UKM adalah industri yang tidak dominan di sektornya dan

mempunyai pekerja kurang dari 500 orang.

3. Di Eropa : UKM adalah usaha dengan jumlah tenaga kerja 10-40 orang

dan pendapatan per tahun 1-2 juta Euro, atau jika kurang dari 10 orang,

dikategorikan usaha rumah tangga.

4. Di Jepang : UKM adalah industri yang bergerak di bidang manufakturing

dan retail/ service dengan jumlah tenaga kerja 54-300 orang dan modal ¥

50 juta – 300 juta.

5. Di Korea Selatan : UKM adalah usaha dengan jumlah tenaga kerja ≤ 300

orang dan aset ≤ US$ 60 juta.

6. Di beberapa Asia Tenggara : UKM adalah usaha dengan jumlah tenaga

(28)

Bank Indonesia (2011) mengemukakan terdapat beberapa negara yang

mendefinisikan UMKM berdasarkan jumlah tenaga kerja, diantaranya yaitu:

1. El Salvador (kurang dari empat orang untuk usaha mikro, antara lima

hingga 49 orang untuk usaha kecil, dan antara 50 – 99 orang untuk usaha

menengah)

2. Ekuador (kurang dari 10 orang untuk usaha mikro)

3. Kolombia (kurang dari 10 orang untuk usaha mikro, antara 10 – 50 orang

untuk usaha kecil, dan antara 51 – 200 orang untuk usaha menengah)

4. Maroko (kurang dari 200 orang)

5. Brazil (kurang dari 100 orang)

6. Algeria (institusi non formal memiliki jumlah karyawan kurang dari 10

orang)

Beberapa negara memiliki standar yang berbeda dan ada pula yang

menggunakan kombinasi dari berbagai tolok ukur dalam mendefinisikan UMKM

berkaitan dengan dasar hukum. Afrika Selatan contohnya, menggunakan

kombinasi antara jumlah karyawan, pendapatan usaha, dan total aset sebagai

ukuran dalam kategorisasi usaha. Peru mendasarkan klasifikasi UMKM

berdasarkan jumlah karyawan dan tingkat penjualan per tahun. Costa Rica

menggunakan sistem poin berdasarkan tenaga kerja, penjualan tahunan, dan total

aset sebagai dasar klasifikasi usaha. Bolivia mendefinisikan UMKM berdasarkan

tenaga kerja, penjualan per tahun, dan besaran asset. Sedangkan Republik

Dominika menggunakan karyawan dan tingkat penjualan per tahun sebagai tolok

(29)

namun terdapat konsensus umum yang mendefinisikan UMKM berdasarkan

jumlah karyawan.

Selain itu, ada pula beberapa negara yang menggunakan standar ganda

dalam mendefinisikan UMKM dengan mempertimbangkan sektor usaha. Afrika

Selatan membedakan definisi UMKM untuk sektor pertambangan, listrik,

manufaktur, dan konstruksi. Sedangkan Argentina menetapkan bahwa sektor

industri, ritel, jasa, dan pertanian memiliki batasan tingkat penjualan berbeda

dalam klasifikasi usaha. Malaysia membedakan definisi UMKM untuk bidang

manufaktur dan jasa, masing-masing berdasarkan jumlah karyawan dan jumlah

penjualan tahunan (Bank Indonesia, 2011:).

2.1.2. Karakteristik UMKM di Indonesia

Sulistyastuti (2004) menyebutkan ada empat alasan yang menjelaskan posisi

strategis UMKM di Indonesia. Pertama, UMKM tidak memerlukan modal yang

besar sebagaimana perusahaan besar sehingga pembentukan usaha ini tidak sesulit

usaha besar. Kedua, tenaga kerja yang diperlukan tidak menuntut pendidikan

formal tertentu. Ketiga, sebagian besar berlokasi di pedesaan dan tidak

memerlukan infrastruktur sebagaimana perusahaan besar. Keempat, UMKM

terbukti memiliki ketahanan yang kuat ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi.

2.1.3. Peranan dan Kontribusi UMKM di Indonesia

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia memiliki

peranan penting dalam perekonomian nasional, terutama dalam kontribusinya

(30)

di bidang ekonomi, sosial dan politik, maka saat ini perkembangan UMKM diberi

perhatian cukup besar di berbagai belahan dunia.

2.1.3.1. Peranan UMKM di Bidang Ekonomi

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mempunyai peranan yang

strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Selain berperan dalam

pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, UMKM juga berperan dalam

pendistribusian hasil-hasil pembangunan. UMKM diharapkan mampu

memanfaatkan sumber daya nasional, termasuk pemanfaatan tenaga kerja yang

sesuai dengan kepentingan rakyat dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang

maksimum. Rahmana (2009) menambahkan UMKM telah menunjukkan

peranannya dalam penciptaan kesempatan kerja dan sebagai salah satu sumber

penting bagi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Usaha kecil juga

memberikan kontribusi yang tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia di

sektor-sektor industri, perdagangan dan transportasi. Sektor ini mempunyai

peranan cukup penting dalam penghasilan devisa negara melalui usaha pakaian

jadi (garment), barang-barang kerajinan termasuk meubel dan pelayanan bagi

turis.

2.1.3.2. Peranan UMKM di Bidang Sosial

Sulistyastuti (2004) berpendapat bahwa UMKM mampu memberikan

manfaat sosial yaitu mereduksi ketimpangan pendapatan, terutama di

negara-negara berkembang. Peranan usaha kecil tidak hanya menyediakan barang-barang

dan jasa bagi konsumen yang berdaya beli rendah, tetapi juga bagi konsumen

(31)

menyediakan bahan baku atau jasa bagi usaha menengah dan besar, termasuk

pemerintah lokal. Tujuan sosial dari UMKM adalah untuk mencapai tingkat

kesejahteraan minimum, yaitu menjamin kebutuhan dasar rakyat.

2.1.4. Ekonomi Kreatif

Era ekonomi kreatif merupakan pergeseran dari era ekonomi pertanian, era

industrialisasi, dan era informasi. Departemen perdagangan (2008)

mendefinisikan ekonomi kreatif sebagai wujud dari upaya mencari pembangunan

yang berkelanjutan melalui kreativitas, yang mana pembangunan berkelanjutan

adalah suatu iklim perekonomian yang berdaya saing dan memiliki cadangan

sumber daya yang terbarukan. Peran besar yang ditawarkan ekonomi kreatif

adalah pemanfaatan cadangan sumber daya yang bukan hanya terbarukan, bahkan

tak terbatas, yaitu ide, gagasan, bakat atau talenta, dan kreativitas.

Ekonomi kreatif terdiri dari kelompok luas profesional, terutama mereka

yang berada di dalam industri kreatif yang memberikan sumbangan terhadap garis

depan inovasi. Mereka seringkali mempunyai kemampuan berpikir menyebar dan

mendapatkan pola yang menghasilkan gagasan baru. Claire (2009) menulis

tentang bagaimana menumbuhkan ekonomi kreatif di Tacoma, USA dengan

menggunakan sebuah eksperimen yang diberi nama “Tacoma Experiment”.

Dalam eksperimen ini direkrut 30 orang dengan latar belakang profesi dari

berbagai bidang, diantaranya adalah dari bidang bisnis, pemerintahan, pendidikan,

pekerja seni, dan bidang non-profit untuk bekerja selama setahun. Proses proyek

(32)

Inti dari penelitian tersebut adalah sharing atau saling bertukar ide dan

informasi antar individu dapat meningkatkan nilai kreativitas seseoarang. Nilai

kreatifitas seseorang diyakini akan meningkat dengan adanya komunikasi

tersebut. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian tersebut yang ingin menunjukkan

bagaimana sebuah kota dapat menyatukan orang-orang dari berbagai bidang

profesi, pebisnis, pemerintah, serta sektor-sektor non profit dalam menciptakan

ekonomi kreatif yang lebih kuat. Penelitian tersebut cukup memberikan gambaran

mengenai pengembangan ekonomi kreatif.

Togar (2008) menambahkan situasi bisnis yang persaingannya paling kejam

tergambarkan kepada kita dalam ekonomi kreatif. Apabila ingin terus tumbuh dan

berkembang, kelas kreatif di tidak pernah berpuas diri dan selalu mencari jalan

untuk berinovasi. Kepandaian dalam membaca peluang, kecepatan menghadirkan

produk dalam merebut peluang, kecermatan dalam memperhitungkan tingkat

risiko berikut dengan rencana cadangan, kemampuan berkolaborasi dengan pihak

lain, dan siasat yang jitu dalam menghadapi persaingan merupakan kunci sukses

dalam industri ini. Oleh karena itu, ekonomi kreatif dapat dikatakan sebagai

sistem transaksi penawaran dan permintaan yang bersumber pada kegiatan

ekonomi yang digerakkan oleh sektor industri yang disebut Industri Kreatif.

Industri kreatif merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ekonomi

kreatif. Istilah industri kreatif sendiri memiliki definisi yang beragam. Definisi

industri kreatif yang saat ini banyak digunakan oleh pihak yang berkecimpung

dalam industri kreatif adalah definisi berdasarkan UK DCMS Task Force dalam

(33)

“Creative Industries as those industries which have their origin in individual

creativity, skill and talent, and which have a potential for wealth and job creation through the generation and exploitation of intellectual property and content”.

Departemen Perdagangan (2008) mendefinisikan industri kreatif sebagai

industri yang berasal dari pemanfaatan kreatifitas, ketrampilan serta bakat

individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui

penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta industri tersebut.

Klasifikasi industri kreatif yang ditetapkan oleh tiap negara berbeda-beda. Tidak

ada benar dan salah dalam pengklasifikasian industri kreatif. Hal tersebut

tergantung dari tujuan analitik dan potensi suatu negara. Industri kreatif terbagi

menjadi 14 sektor antara lain periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan,

desain, busana, video, film, dan fotografi, permainan interaktif, musik, seni

pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan peranti lunak,

televisi dan radio, serta riset dan pengembangannya.

Kathrin Muller, Christian Rammer, dan Johannes Truby (2008)

mengemukakan tiga peran industri kreatif terhadap inovasi ekonomi dalam

penelitiannya di Eropa. Yang pertama, industri kreatif adalah sumber utama dari

ide-ide inovatif potensial yang berkontribusi terhadap pembangunan/inovasi

produk barang dan jasa. Kedua, industri kreatif menawarkan jasa yang dapat

digunakan sebagai input dari aktivitas inovatif perusahaan dan organisasi baik

yang berada di dalam lingkungan industri kreatif maupun yang berada diluar

(34)

kreatif digambarkan sebagai kegiatan ekonomi yang berkeyakinan penuh pada

kreativitas individu.

Industri kreatif perlu dikembangkan di Indonesia karena memiliki beberapa

alasan. Pertama, dapat memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan seperti

peningkatan lapangan pekerjaan, peningkatan ekspor, dan sumbangannya terhadap

PDB. Kedua, menciptakan iklim bisnis positif yang berdampak pada sektor lain.

Ketiga, membangun citra dan identitas bangsa seperti turisme, ikon Nasional,

membangun budaya, warisan budaya, dan nilai lokal. Keempat, berbasis kepada

sumber daya yang terbarukan seperti ilmu pengetahuan dan peningkatan

kreatifitas. Kelima, menciptakan inovasi dan kreativitas yang merupakan

keunggulan kompetitif suatu bangsa. Terakhir, dapat memberikan dampak sosial

yang positif seperti peningkatan kualitas hidup dan toleransi sosial.

2.1.5. Teori Ekonomi Biaya Transaksi

Dalam teori ekonomi, salah satu penyebab kegagalan pasar adalah adanya

biaya transaksi yang tinggi. Biaya transaksi memiliki beragam definisi yang

berbeda seperti yang telah dikemukakan oleh para ahli diantaranya:

1. Ropke (2000) biaya transaksi terdiri atas biaya mencari pemasok dari

inputnya, biaya informasi mengenai kualitas dan harga, biaya tawar

menawar, biaya monitor kontrak dengan pemasok input, biaya legal

apabila kontrak dilanggar, kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat

investasi pada aset yang sangat khusus atau spesifik.

2. Mburu (2002) menyebutkan biaya transaksi adalah biaya untuk pencarian

informasi, biaya negosiasi, biaya pengawasan, pemaksaan (enforcement)

(35)

3. Rusdarti (2003) menyebutkan biaya transaksi terdiri dari biaya

pemasaran/operasional, biaya penjualan, biaya partisipasi, biaya

koordinasi.

4. Yustika (2006) mengemukakan biaya transaksi adalah biaya untuk

melakukan negosiasi, mengukur, dan memaksakan pertukaran (exchange).

5. Furubotn dan Richter (dalam Yustika, 2006), biaya transaksi adalah

ongkos untuk menggunakan pasar dan biaya melakukan hak untuk

memberikan pesanan di dalam perusahaan. Mereka membagi biaya

transaksi menjadi 3 yaitu Market Transaction Cost, Managerial

Transaction Cost, dan Political Transaction Cost.

Market Transaction Cost

Market transaction cost adalah Seluruh biaya yang dikeluarkan agar

barang/jasa bisa sampai ke pasar. Diantaranya yaitu:

1. Biaya persiapan kontrak (biaya pencarian informasi seperti iklan,

mendatangi customer)

2. Biaya pembuatan kontrak (biaya bargaining, negosiasi dan pembuatan

keputusan)

3. Biaya monitoring dan penegakan kontrak (biaya supervisi dan

penegakan kesepakatan)

4. Biaya informasi (mencari atau menyediakan informasi)

5. Biaya iklan, Mendatangi calon customer, Mengikuti pameran/pasar

(36)

7. Biaya pengujian kualitas

8. Biaya mencari pegawai yang berkualitas

Managerial Transaction Cost

Managerial transaction cost adalah biaya terkait dengan upaya menciptakan

keteraturan, antara lain:

1. Biaya membuat, mempertahankan atau mengubah rancangan/struktur

organisasi, meliputi biaya personal management, mempertahankan

kemungkinan pengambilalihan pihak lain, public relation, dan lobby.

2. Biaya menjalankan organisasi, meliputi: biaya informasi (biaya pembuatan

keputusan, pengawasan pelaksanaan perintah sesuai keputusan, mengukur

kinerja pegawai, biaya agen, manajemen informasi) dan juga biaya

pemindahan barang intra perusahaan.

Political Transaction Cost

Political transaction cost adalah biaya terkait pembuatan tata

aturan/kelembagaan (public goods) sehingga transaksi pasar dan manajerial bisa

berlangsung dengan baik, meliputi:

1. Biaya pembuatan (setting up) pemeliharaan pengubahan organisasi politik

formal dan informal, seperti biaya penetapan kerangka hukum, struktur

administrasi pemerintahan, militer, sistem pendidikan, pengadilan dll.

2. Biaya menjalankan bentuk pemerintahan, peraturan pemerintah atau

masyarakat yang bertata negara, seperti biaya legislasi, pertahanan,

administrasi hukum, pendidikan, termasuk didalamnya semua biaya

(37)

tata pemerintahan dapat berjalan. Biaya upaya pelibatan masyarakat dalam

proses politik termasuk ke dalam transaksi politik.

Biaya transaksi digunakan untuk mengukur efisien atau tidaknya desain

kelembagaan. Semakin tinggi biaya transaksi maka desain kelembagaan semakin

tidak efisien, semakin rendah biaya transaksi maka desain kelembagaan semakin

efisien. Hambatan dalam penentuan biaya transaksi yaitu secara teoritis masih

belum terungkap secara tepat definisi biaya transaksi, kesulitan merumuskan

variabel biaya transaksi karena bersifat spesifik, dan kesulitan dalam menentukan

alat pengukuran yang akurat untuk analisisnya.

2.2. Penelitian Terdahulu

Sri Susilo dan Sutarta (2004) mengemukakan permasalahan yang dihadapi

industri kecil antarkelompok industri mempunyai persamaan dan perbedaan.

Persamaan yang menonjol adalah kenaikan harga faktor produksi yang memaksa

mereka menaikkan harga jual produk. Masalah yang lain adalah menurunnya

tingkat produksi dan employment. Perbedaan masalah yang dihadapi tergantung

dari jenis dan karaketristik industri kecil. Ada yang menyatakan masalah pokok

yang dihadapi adalah kemampuan bersaing di pasar, pemasaran produk, dan

ketersediaan tenaga kerja terampil. Dalam hal dinamika usaha, persamaan di

antara mereka terutama dalam diversifikasi produk. Perbedaan dinamika usaha

terjadi dalam hal diversifikasi usaha. Pengusaha industri kecil melakukan

diversifikasi usaha yang berbeda dengan usaha sebelumnya, namun juga ada yang

(38)

Asep Kamaruddin (2004) mengemukakan kontribusi UKM dalam kegiatan

ekspor masih relatif rendah dibandingkan dengan usaha besar. Faktor-faktor yang

menjadi hambatan bagi UKM dalam kegiatan ekspor yang pertama yaitu

Aksesibilitas terhadap sumberdaya produktif seperti pembiayaan dan pemasaran,

jaringan bisnis, serta teknologi. Kedua, spesifikasi produk seperti desain,

kemasan, warna, dan bentuk. Ketiga, kapasitas produksi seperti ketersediaan

modal, ketersedian mesin/peralatan dan penguasaan teknologi, ketersediaan bahan

baku, serta ketersediaan tenaga kerja terampil. Keempat, kelengkapan dokumen

seperti sertifikasi produk, letter of credit, dan NPWP. Terakhir, biaya kegiatan

ekspor yang berupa pungutan tidak resmi, biaya perizinan dan transportasi, serta

risiko/jaminan produk sesuai pesanan.

Almasdi Syahza (2003) mengemukakan lambatnya perkembangan UKM di

daerah hulu Propinsi Riau disebabkan oleh beberapa masalah yang dihadapi

pengusaha daerah. Permasalahan tersebut antara lain, lemahnya struktur

permodalan dan akses terhadap sumber permodalan, ketersediaan bahan baku dan

kontinuitasnya serta kesulitan dalam pemasaran, terbatasnya kemampuan dalam

penguasaan teknologi, lemahnya organisasi manajemen usaha, serta kurangnya

kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia. Dalam hal pemasaran, kesulitan yang

dihadapi misalnya informasi mengenai perubahan dan peluang pasar yang ada,

dana pemasaran/promosi, pengetahuan mengenai bisnis dan strategi pemasaran.

Dalam hal komunikasi juga menghadapi masalah, terutama kemampuan

berkomunikasi dengan pihak lain, begitu juga akses mereka ke fasilitas-fasilitas

(39)

Jannes Situmorang (2008) mengemukakan bahwa iklim usaha yang tidak

kondusif dapat mempengaruhi produktifitas UMKM. Hal ini dapat dilihat dari

berbagai aspek kegiatan usaha UMKM seperti rendahnya kualitas SDM UMKM

dari aspek pendidikan dan pengetahuan tentang inovasi di bidang produksi,

kesulitan UMKM untuk mengembangkan sektor permodalan mereka sehingga

kecil sekali peluang untuk meningkatkan investasi mereka, rendahnya kualitas

teknologi UMKM dalam memperbaiki kualitas produk mereka, serta kelemahan

akses terhadap pasar sebagai akibat dari kurangnya kemampuan dalam

menangkap informasi pasar.

Mohammad Adam J. (2009) menyebutkan bahwa faktor terpenting dalam

pencapaian kesuksesan industri kreatif bidang fashion adalah konsolidasi dan

penguatan fungsi dari para pemangku tanggung jawab, dalam hal ini Triple Helix

Plus. Triple Helix plus disini meliputi modifikasi ketetapan pemerintah,

Departemen Perdagangan Republik Indonesia, dan Queensland Creative Industry

sebagai studi kasus untuk studi benchmark ini. Pemimpin dan subsektor yang ada

dalam industri kreatif bidang fashion harus senantiasa bekerja sama secara kohesif

dalam melaksanakan, memonitor, dan melanjutkan rencana aksi yang telah

dirancang. Hal penting lainnya adalah untuk selalu fokus terhadap tugas

peningkatan keunggulan input dari industri kreatif bidang fashion, menjaga

rata-rata tingkat pertumbuhan dan pendapatan pada level yang kompetitif dengan

pesaing nasional. Pencapaian tersebut merupakan elemen kunci dalam menjadi

(40)

Jaka Sriyana (2010) mencatat bahwa usaha kecil dan menengah (UKM)

mempunyai peranan penting dalam perekonomian lokal daerah. Hal ini

ditunjukkan dengan kemampuan UKM dalam menggerakkan aktivitas ekonomi

regional dan penyediaan lapangan kerja di Kabupaten Bantul. Namun, UKM

masih menghadapi berbagai masalah mendasar, yaitu masalah kualitas produk,

pemasaran dan sustainability usaha. Diperlukan berbagai kebijakan terobosan

untuk memotong mata rantai masalah yang dihadapi UKM, khususnya untuk

mengatasi beberapa hal yang menjadi hambatan dalam bidang pengembangan

produk dan pemasaran. Adapun regulasi dari pemerintah yang diperlukan untuk

memberikan peluang berkembangnya UKM meliputi perbaikan sarana dan

prasarana, akses perbankan dan perbaikan iklim ekonomi yang lebih baik untuk

mendukung dan meningkatkan daya saing mereka serta untuk meningkatkan

pangsa pasar.

Y. Sri Susilo (2010) mengemukakan implementasi CAFTA telah

dijalankan sejak Januari 2010 dan implementasi MEA akan terealisasi pada

tahun 2015. UMKM di Indonesia akan menghadapi tantangan dan sekaligus

memperoleh peluang dengan adanya implementasi CAFTA dan MEA. UMKM

harus meningkatkan daya saing perusahaan maupun daya saing produknya

agar tetap mampu bertahan dan dapat memanfaatkan peluang. Kunci

utamanya terdapat pada UMKM sendiri, khususnya pengusaha/pemilik UMKM

dengan dukungan para pekerjanya. Pengusaha/pemilik UMKM dengan jiwa

kewirausahaan dan jiwa inovasi yang dimiliki, harus mampu menjadi motor

(41)

daya saing perusahaan, maka akan mendorong terciptanya daya saing produk.

Hal lain yang harus menjadi prioritas UMKM adalah meningkatkan

kerjasama antar unit UMKM atau antar sentra UMKM dan juga

meningkatkan jaringan kerjasama dengan stakeholders.

Edy Suandi Hamid dan Y. Sri Susilo (2011) menggali berbagai informasi

yang berkaitan dengan UMKM dalam rangka memberi rekomendasi pengambilan

kebijakan pengembangannya di Provinsi DIY. Permasalahan yang diperoleh

diantaranya yaitu kesulitan dalam memperluas pangsa pasar, terbatasnya

ketersediaan sumber dana untuk pengembangan usaha, kurangnya kemampuan

SDM dalam melakukan inovasi serta keterbatasan teknologi, kelemahan dalam

membeli bahan baku serta peralatan produksi, kondisi ekonomi dan infrastruktur

yang buruk.

Rekomendasi kebijakan dan strategi yang dilakukan dalam rangka

pengembangan UMKM meliputi berbagai pelatihan dalam pengembangan produk

yang lebih variatif dan berorientasi kualitas dengan berbasis sumber daya lokal,

dukungan pemerintah dalam pengembangan proses produksi dengan revitalisasi

mesin dan peralatan yang lebih modern, pengembangan produk yang berdaya

saing tinggi dengan muatan ciri khas lokal, kebijakan kredit oleh perbankan

dengan bunga yang ringan dan proses sederhana, peningkatan kualitas

infrastruktur baik fisik maupun non fisik untuk menurunkan biaya distribusi, serta

dukungan kebijakan pengembangan promosi ke pasar ekspor maupun domestik

(42)

Dias Satria dan Ayu Prameswari (2011) mengemukakan pengembangan

industri distro dan industri kreatif lainnya di kota Malang sampai saat ini belum

dapat dimaksimalkan untuk peningkatan perekonomian lokal. Permasalahan yang

diperoleh diantaranya yaitu proses produksi yang kurang efisien karena bahan

baku berasal dari luar kota seperti Bandung, tidak adanya dukungan dari

pemerintah dan lembaga lain, kurangnya promosi ke luar daerah yang

menyebabkan perkembangan distro clothing menjadi terhambat, rendahnya daya

beli masyarakat yang menyebabkan penjualan produk tidak maksimal, adanya

produk-produk bajakan yang dijual oleh distro-distro kecil yang dijual tidak sesuai

standar harga.

Pemerintah perlu memberikan perhatian khusus pada pengembangan

industri distro clothing di kota Malang. Berbagai cara yang dilakukan adalah

memberikan insentif pada industri kreatif khususnya industri distro clothing,

pembinaan dalam rangka peningkatan kapabilitas pekerja kreatif yang dapat

dilakukan dengan kerjasama antara pemerintah, pelaku usaha distro clothing atau

usaha kreatif lainnya, dan stakeholders atau lembaga lain, serta pengklasifikasian

industri kreatif pada pos-pos pendapatan kota Malang yang akan memudahkan

pemantauan perkembangan industri kreatif di kota Malang. Selain itu, industri

distro clothing perlu meningkatkan kemitraan baik pada industri sejenis, pada

(43)

Tabel 2.1

Permasalahan yang dihadapi industri kecil

mempunyai persamaan dan perbedaan.

Persamaan yang menonjol adalah kenaikan harga faktor produksi yang memaksa mereka menaikkan harga jual produk. Masalah yang lain adalah menurunnya tingkat produksi dan

employment.

Hambatan bagi UKM dalam kegiatan ekspor yaitu:

1. Aksesibilitas terhadap sumberdaya produktif

2. Spesifikasi produk 3. Kapasitas produksi 4. Kelengkapan dokumen. 5. Biaya kegiatan ekspor

3. Almasdi

Permasalahan yang dihadapi antara lain: 1. Lemahnya struktur permodalan

2. Ketersediaan bahan baku serta kesulitan dalam pemasaran

3. Terbatasnya penguasaan teknologi

4. Lemahnya organisasi manajemen usaha, serta kurangnya kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia.

Iklim usaha yang tidak kondusif dalam kegiatan usaha UMKM seperti:

1. Rendahnya kualitas SDM UMKM

2. Kesulitan UMKM untuk mengembangkan permodalan

3. Rendahnya kualitas teknologi 4. Kelemahan akses terhadap pasar.

5. Mohammad

Faktor terpenting dalam pencapaian kesuksesan industri kreatif bidang fashion adalah konsolidasi dan penguatan fungsi dari para pemangku tanggung jawab seperti pemerintah, dinas terkait, dan Queensland

Creative Industry sebagai studi kasus untuk

(44)

6. Jaka

Masalah yang dihadapi UKM daerah yaitu: 1. Masalah kualitas produk

2. Pemasaran dan sustainability usaha.

Adapun regulasi dari pemerintah untuk pengembangan UKM meliputi:

1.Perbaikan sarana dan prasarana akses

perbankan.

2.Perbaikan iklim ekonomi yang lebih baik.

7. Y. Sri perusahaan maupun daya saing produknya agar tetap mampu bertahan dan dapat memanfaatkan peluang.

Kunci utamanya terdapat pada UMKM sendiri. Pengusaha/pemilik UMKM dengan jiwa kewirausahaan dan jiwa inovasi yang dimiliki, harus mampu menjadi motor penggerak untuk meningkatkan daya saing perusahaan.

Permasalahan yang diperoleh diantaranya yaitu:

1. Kesulitan dalam memperluas pangsa pasar 2. Terbatasnya ketersediaan sumber dana

3. Kurangnya kemampuan SDM serta

keterbatasan teknologi

4. Kondisi ekonomi dan infrastruktur yang

buruk.

Rekomendasi kebijakan dan strategi meliputi:

1. Berbagai pelatihan dalam pengembangan

produk

2. Pengembangan produk yang berdaya saing

tinggi dengan muatan ciri khas lokal 3. Kebijakan kredit bunga ringan, sederhana 4. Peningkatan kualitas infrastruktur

9. Dias Satria

Permasalahan industri kreatif distro di kota Malang yaitu:

1. Produksi dan bahan baku kurang efisien

2. Tidak adanya dukungan dari pemerintah

3. Kurangnya promosi ke luar daerah 4. Rendahnya daya beli masyarakat

5. Adanya produk-produk bajakan

Alternatif kebijakan meliputi:

1. Pemberian insentif pada industri kreatif 2. Pembinaan pekerja kreatif

3. Pengklasifikasian industri kreatif pada

(45)

2.3. Kerangka Pemikiran

Dalam menunjang proses penelitian agar tetap terarah pada fokus penelitian

maka disusun suatu kerangka dalam penelitian ini. Penelitian ini merupakan

penelitian kebijakan yang bertujuan untuk menggali berbagai informasi yang

berkaitan dengan UMKM berbasis ekonomi kreatif di Kota Semarang dalam

rangka memberikan rekomendasi untuk pengambilan kebijakan

pengembangannya.

Tahap awal penelitian dilakukan dengan mengumpulkan sumber data

sekunder seperti daftar pelaku UMKM berbasis ekonomi kreatif di Kota

Semarang, kemudian dilakukan survey lapangan untuk mengetahui gambaran

umum UMKM berbasis ekonomi kreatif di Kota Semarang. Survey lapangan

dilakukan dengan menggunakan metode wawancara mendalam kemudian

dilakukan analisis dengan menggunakan analisis data kualitatif Miles dan

Huberman, sehingga dapat diperoleh permasalahan-permasalahan apa saja yang

dihadapi oleh pelaku UMKM berbasis ekonomi kreatif di Kota Semarang.

Terakhir, dapat dirumuskan beberapa rekomendasi kebijakan pengembangan

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Pendekatan Masalah

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Hal ini dikarenakan metodologi penelitian kualitatif adalah suatu

penelitian ilmiah yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks

sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang

mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti. Alamiah disini

mempunyai arti bahwa penelitian kualitatif dilakukan dalam lingkungan yang

alami tanpa adanya intervensi atau perlakuan yang diberikan oleh peneliti. Sangat

tidak dibenarkan untuk memanipulasi atau mengubah latar penelitian (Moleong,

2005).

Denzin dan Lincoln (1994) menganggap metodologi kualitatif mampu

menggali pemahaman yang mendalam mengenai organisasi atau peristiwa khusus

daripada mendeskripsikan bagian permukaan dari sampel besar dari sebuah

populasi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan dalam rangka

memahami kondisi UMKM berbasis ekonomi kreatif di Kota Semarang secara

mendalam dengan latar alamiah tanpa adanya intervensi atau manipulasi baik dari

penulis sendiri maupun dari pihak lain.

Penulis menggunakan model fenomenologi dalam pendekatan kualitatif

dimana model ini berusaha memahami arti dari suatu peristiwa yang terjadi

(47)

terlibat tersebut memiliki pemahaman atau interpretasi masing-masing

(intersubjektif) terhadap setiap peristiwa yang akan menentukan tindakannya.

Creswell (1998) menambahkan bahwa dalam disiplin ilmu-ilmu sosial, model

fenomenologi lebih sesuai dengan pendekatan psikologi yang memfokuskan pada

arti pengalaman individual dari subjek yang diteliti. Hal ini sesuai dengan tujuan

penelitian yaitu untuk memahami secara lebih baik dan mendalam tentang kondisi

serta permasalahan yang dihadapi oleh pelaku UMKM berbasis ekonomi kreatif di

Kota Semarang.

3.2. Unit analisis 3.2.1. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

(UMKM) berbasis ekonomi kreatif di Kota Semarang. UMKM memiliki peranan

yang penting dalam perekonomian. UMKM yang berbasis ekonomi kreatif di

Kota Semarang dipilih karena dianggap mampu mengembangkan Sumber Daya

Manusia dengan berbekal pada ilmu pengetahuan, kreatifitas, serta inovasi dan

mampu mengembangkan lapangan pekerjaan. Pengembangan kreatifitas

merupakan keunggulan kompetitif suatu bangsa serta dapat memberikan dampak

sosial yang positif.

3.2.2. Informan Penelitian

Penulis menggunakan teknik purposive sampling dalam menentukan sampel

pada penelitian ini. Teknik ini mempunyai arti yaitu dengan memilih subjek

(48)

penelitian ini bukan dikatakan sebagai responden, melainkan lebih tepatnya

sebagai informan penelitian. Informan dalam penelitian ini yaitu pelaku UMKM

kreatif di Kota Semarang yang bergerak di bidang manufaktur dimana mereka

mengolah barang mentah menjadi barang jadi, dinas terkait (dinas Koperasi dan

UMKM Semarang), serta pihak akademisi pengamat UMKM. Informan diambil

berdasarkan strategi sampling bola salju (snowball sampling). Hal ini dikarenakan

fenomena yang diteliti dapat berkembang menjadi lebih dalam dan lebih luas dari

yang ditentukan sebelumnya sehingga disesuaikan dengan kebutuhan data yang

telah diperoleh. Strategi ini digunakan agar diperoleh data yang akurat dan

mendalam mengenai kondisi serta permasalahan UMKM.

Tabel 3.1

(49)

3.2.3. Setting Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Semarang. Penentuan lokasi dilakukan

dengan purposive sampling, dimana Kota Semarang adalah ibukota provinsi yang

merupakan salah satu magnet perekonomian Jawa Tengah dan memiliki cukup

banyak pelaku UMKM, termasuk yang bergerak di bidang industri kreatif.

Namun, UMKM kreatif di Kota Semarang belum mampu memberikan predikat

khusus bagi kota ini. Penelitian ini dilakukan di beberapa kecamatan di Kota

Semarang yaitu Semarang Timur, Semarang Barat, Semarang Selatan, Semarang

Utara, Semarang Tengah, Pedurungan, Tembalang, Banyumanik, Gajahmungkur,

dan Genuk.

3.3. Metode Pengumpulan Data

3.3.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Hanke dan Reitsch (1998) menyebutkan data primer diperoleh melalui

survey lapangan dengan menggunakan semua metode pengumpulan data orisinal.

Kuncoro (2009) mendefinisikan data primer sebagai data yang dikumpulkan dari

sumber-sumber asli. Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh

melalui hasil wawancara mendalam dengan pelaku UMKM kreatif di Kota

Semarang, dinas terkait, dan berbagai pihak yang telah dipilih menjadi informan.

Pengertian data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh lembaga

pengumpul data dan dipublikasikan ke masyarakat pengguna. Kuncoro (2009)

(50)

publikasi ilmiah yang berkaitan dengan UMKM serta dari instansi terkait seperti

dinas Koperasi dan UMKM, dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota

Semarang, serta Badan Pusat Statistik (BPS).

3.3.2. Teknik Pengumpulan Data

Data adalah sesuatu yang diperoleh melalui suatu metode pengumpulan

data yang akan diolah dan dianalisis dengan suatu metode tertentu (Herdiansyah,

2009). Teknik pengumpulan data yang akan digunakan adalah wawancara

mendalam dan dokumentasi. Moleong (2005) menyebutkan wawancara adalah

percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu

pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan

jawaban atas pertanyaan tersebut. Sebelum melakukan wawancara mendalam,

penulis terlebih dahulu menyusun daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada

informan agar terstruktur sedemikian rupa.

3.4. Teknik Analisis Data 3.4.1. Analisis Data

Herdiansyah (2009) mengungkapkan proses analisis data dalam penelitian

kualitatif sudah dimulai dan dilakukan sejak awal penelitian hingga penelitian

selesai. Hal ini berarti, setiap peneliti melakukan proses pengambilan data,

peneliti langsung melakukan analisis dari data tersebut seperti pemilahan tema

dan kategorisasinya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model analisis

data interaktif menurut Miles dan Huberman. Model analisis data ini memiliki 4

tahapan, yaitu tahap pertama pengumpulan data, tahap kedua reduksi data, tahap

(51)

1. Pengumpulan data

Proses pengumpulan data pada penelitian kualitatif telah dilakukan sebelum

penelitian, saat penelitian, dan pada akhir penelitian. Pada awal penelitian,

peneliti melakukan studi pre-eliminary untuk membuktikan bahwa femomena

yang akan diangkat dan diteliti benar-benar ada dan layak untuk diteliti. Pada

saat melakukan penelitian, observasi, catatan lapangan, bahkan ketika

berinteraksi dengan lingkungan sosial dan informan, merupakan proses

pengumpulan data yang hasilnya data yang akan diolah. Setelah data

mencukupi untuk proses analisis, kemudian dilakukan reduksi data.

2. Reduksi data

Inti dari reduksi data adalah proses penyeragaman dan penggabungan semua

bentuk data yang diperoleh menjadi satu bentuk tulisan yang akan dianalisis.

Hasil wawancara akan diubah menjadi bentuk verbatim wawancara

3. Display data

Display data adalah proses pengolahan semua data berbentuk tulisan menjadi

beberapa kategori sesuai dengan tema atau kelompok masing-masing dan

biasanya disajikan dalam bentuk tabel, diagram, matriks, ataupun grafik.

Terdapat tiga tahapan dalam display data, yaitu kategori tema, subkategori

tema, dan proses pengodean. Tahap kategori tema merupakan proses

pengelompokkan tema-tema yang telah disusun dalam tabel wawancara ke

dalam suatu matriks kategorisasi. Tema dalam penelitian ini antara lain:

(52)

c. Aspek tenaga kerja

d. Produksi dan perolehan bahan baku

e. Aspek pemasaran

f. Biaya transaksi

g. Aspek perijinan

h. HAKI

i. Permasalahan lain

j. Harapan UMKM

Tahapan selanjutnya adalah subkategori tema. Inti dari tahap ini adalah

membagi tema-tema tersebut ke dalam subtema yang merupakan bagian dari

tema yang lebih kecil dan sederhana. Tahapan terakhir yaitu proses

pengodean. Inti dari tahap ini adalah memasukkan atau mencantumkan

pernyataan-pernyataan informan sesuai dengan kategori tema dan subkategori

temanya ke dalam matriks kategori serta memberikan kode tertentu pada

setiap pernyataan-pernyataan informan tersebut.

4. Kesimpulan/verifikasi

Setelah ketiga tahapan selesai, tahapan akhir adalah penarikan

kesimpulan/verifikasi. Kesimpulan dalam model Miles dan Huberman berisi

semua uraian dari subkategori tema yang tercantum pada tabel kategorisasi

dan pengodean yang sudah terselesaikan disertai dengan quote verbatim

(53)

3.4.2. Uji Keabsahan Data

Salah satu syarat mutlak dalam penelitian adalah validitas dan reliabilitas

yang optimal. Tujuan dari validitas dan reliabilitas itu sendiri adalah untuk

mengoptimalkan rigor penelitian. Lincoln dan Guba (1985) menganggap rigor

merupakan tingkat atau derajat dimana hasil temuan dalam penelitian kualitatif

bersifat autentik dan memiliki interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan.

Validitas, reliabilitas, dan objektivitas dalam penelitian kualitatif dikenal dengan

istilah kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, dan konfirmabilitas.

Emzir (2010) menyebutkan kredibilitas mempunyai arti bahwa penetapan

hasil penelitian kualitatif adalah kredibel atau dapat dipercaya dari perspektif

partisipan dalam penelitian tersebut. Tujuan dari penelitian kualitatif adalah untuk

mendeskripsikan atau memahami fenomena yang menarik perhatian dari sudut

pandang partisipan. Strategi untuk meningkatkan kredibilitas data meliputi

perpanjangan waktu penelitian, ketekunan penelitian, triangulasi, diskusi teman

sejawat, analisis kasus negatif, dan member checking. Definisi triangulasi adalah

penggunaan dua atau lebih sumber untuk mendapatkan gambaran yang

menyeluruh tentang suatu fenomena yang akan diteliti (Herdiansyah, 2009).

Penulis akan menggunakan dua atau lebih sumber untuk meningkatkan rigor

penelitian dan mendapatkan hasil penelitian yang optimal.

Transferabilitas merujuk pada tingkat kemampuan hasil penelitian

kualitatif dapat digeneralisasikan atau ditransfer kepada konteks atau setting yang

Gambar

Tabel 1.1 Data Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) 2012
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Tabel 3.1  Informan Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat dengan judul “Perspektif Kritis Profesi Konsultan Pendamping Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) (Studi di Pusat Layanan Usaha Terpadu

Penelitian ini berusaha mencari informasi tentang strategi pemasaranmelalui peran internet terhadap pengembangan usaha mikro kecil menengah sehingga peneliti memilih

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Fitriana Ulfah, menyatakan bahwa skripsi dengan judul : ANALISIS PENGARUH IMPLEMENTASI MANAJEMEN KUALITAS TERHADAP KINERJA

Usaha Mikro Kecil dan menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha, yang bukan merupakan anak

Tabel 1.2 Penyerapan Tenaga Kerja Kota Surakarta Oleh Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah UMKM Data : Disperindag kota Surakarta Data dinas perindustrian dan perdagangan kota Surakarta

Dari 51 Usaha Mikro Kecil dan Menengah UMKM yang peneliti wawancarai dapat diketahui bahwa lebih banyak pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah UMKM yang tidak paham mengenai ketentuan

Untuk mengetahui strategi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah UMKM yang berbasis ekonomi kreatif dalam memberdayakan perekonomian masyarakat yang dilakukan oleh UMKM Ecropint Sekar Langit

Di antara ketentuan tersebut adalah Undang-Undang Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil juncto Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah sebagai upaya