• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding Mandailing Natal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prosiding Mandailing Natal"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENELITIAN KEPROSPEKAN DAN OPTIMALISASI BAHAN GALIAN UNTUK

WILAYAH PERTAMBANGAN DI KABUPATEN MANDAILING NATAL,

PROVINSI SUMATERA UTARA

Mangara P. Pohan, Ridwan Arief, Yuman Pertamana Kelompok Penyelidikan Konservasi dan Unsur Tanah Jarang

SARI

Bahan galian yang terdapat di suatu daerah tidak dapat begitu saja ditambang, tetapi harus dikaji terlebih dahulu baik secara teknis maupun non teknis agar kegiatan pertambangan tersebut tidak menimbulkan permasalahan, baik terhadap kegiatan pertambangan itu sendiri maupun terhadap sosial dan lingkungan. Selain itu kegiatan pertambangan juga memerlukan penerapan kaidah konservasi agar diperoleh manfaat bahan galian yang terencana, optimal dan terhindar dari penyia-nyiaan.

Penelitian Keprospekan dan Optimalisasi Bahan Galian untuk Wilayah Pertambangan di daerah Kabupaten Mandailing Natal bertujuan untuk mengevaluasi prospek tidaknya bahan galian di suatu daerah untuk dijadikan Wilayah Pertambangan dan evaluasi bahan galian lain serta mineral ikutannya.

Penelitian untuk bahan galian batubara, emas aluvial, besi, dan batuan peridotit ditinjau dari potensi, infrastruktur dan keadaan geologi, tidak dimungkinkan untuk dijadikan suatu daerah Wilayah Pertambangan. Untuk bahan galian mangan di daerah S. Binuang dan S. Bulubadak, Desa Ranto Sore berdasarkan potensi yang diketahui, mangan hanya dapat dijadikan penambangan rakyat.

Potensi bahan galian lain kaolin hasil dari pelapukan mineral aluminium silikat terjadi akibat ubahan hidrotermal di daerah Bukir Godang dan kaolin pada lapisan batubara di daerah penelitian tidak prospek untuk diusahakan.

Kandungan Cu pada beberapa tailing hasil pengolahan tambang rakyat sebesar 14616 ppm dari Tambang Pionggu, 9420 ppm dari Tambang Dingin dan 7684 ppm dari Tambang Ubi cukup tinggi, diperlukan kajian dan penelitian khusus untuk mengolah kembali Cu agar tidak terbuang sia-sia.

Daerah Subun-subun, A. Rotap, Prospek Nalanjae, Prospek Nalanjulu, Tambang Habo, Tambang Pionggu, Sunda Parit dan Tambang Ubi, berdasarkan (Sk.126/Menhut-Ii/2004) termasuk Kawasan Hutan Lindung. Sedangkan dari hasil penyelidikan dan penelitian terdahulu serta hasil analisis conto, daerah-daerah tersebut prospek untuk ditindak lanjuti. Dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 24 Tahun 2010, pasal 5 ayat 1 dan melihat lokasi, kesampaian daerah, lingkungan dan infrastruktur, daerah tersebut kemungkinan berpotensi untuk dijadikan sebagai Wilayah Pertambangan.

PENDAHULUAN

Kegiatan pertambangan merupakan suatu tahapan kegiatan yang diawali dengan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,penambangan, pengangkutan / penjualan dan diakhiri dengan rehabilitasi lahan pasca tambang. Namun demikian, deposit bahan tambang yang terdapat pada suatu daerah tidak dapat begitu saja ditambang, tetapi harus dikaji terlebih dahulu apakah deposit tersebut layak untuk ditambang. Hal ini bertujuan untuk menghindari timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan yang tidak diharapkan maupun terjadinya konflik kepentingan penggunaan lahan yang sering berlarut-larut dalam pemecahannya. Selain itu kegiatan pertambangan juga memerlukan penerapan

kaidah konservasi agar diperoleh manfaat bahan galian yang terencana, optimal dan mencegah pemborosan dan untuk mewujudkan dan tercapainya pemanfaatan bahan galian secara bijaksana dengan sasaran untuk mensejahterakan masyarakat serta melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan.

Untuk mengkaji hal tersebut di atas Kelompok Program Penelitian Konservasi, Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi berdasarkan tugas pokok dan fungsinya dengan biaya Anggaran DIPA 2010 melakukan penelitian di daerah Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara dengan tujuan mengetahui keprospekan suatu bahan galian untuk dijadikan wilayah pertambangan.

(2)

1. Morfologi

Morfologi daerah ini secara umum terdiri dari tiga satuan :

a. Satuan morfologi pedataran

Terletak disebelah barat daerah penelitian (daerah pantai) disusun oleh endapan gambut, dan aluvial.

b. Satuan morfologi perbukitan rendah

Terletak diantara satuan morfologi pedataran dengan satuan morfologi perbukitan terjal, dicirikan oleh perbukitan rendah dan bergelombang dengan kemiringan berkisar antara 15 – 30 %, disusun oleh batuan gunungapi berupa tufa, breksi lava dan sedimen Kuarter.

Daerah ini umumnya telah ditanami oleh kelapa sawit.

c. Satuan morfologi perbukitan terjal

Menduduki bagian timur daerah penelitian merupakan hutan primer yang cukup rapat dengan ketinggian berkisar antara 200 m hingga 502 m diatas permukaan laut, terdiri dari batuan gunungapi dan batuan terobosan yang relatif keras dan kompak. Kemiringan lereng berkisar 60-80%.

2. Geologi Umum

Secara umum stratigrafi Kabupaten Mandailing Natal dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut (N.M.S. Rock, dkk, 1983). a. Permo – Karbon

Formasi Kuantan merupakan batuan yang tertua di daerah ini, formasi ini bagian dari Grup Tapanuli, tersebar di tepi bagian timur daerah penelitian. Terdiri dari batusabak, kuarsit, wake, filit, metabatugamping dan metagunungapi sekis basa.

b. Perem Atas – Trias

Formasi Silungkang bagian dari Grup Peusang, terdiri dari batugamping, metabatugamping basa, metatufa dan batupasir gunungapi klastika. Batuan ini terdistribusi di bagian timur daerah penelitian.

c. Jura Atas - Kapur

Serpentinit Peridotit dan Grup Woyla terdiri dari Formasi Belokgadang dan Formasi Muarasoma dibentuk oleh argilit, selangseling tipis arenit dan argilit, metabatugamping, batusabak, metagunungapi, metatufa, metakonglomerat dan mungkin metawake dan rijang radiolarit diperkirakan sebagai hasil endapan laut. Batuan ini tersebar di bagian tengah daerah penelitian.

d. Tersier

Zaman ini merupakan periode gunungapi aktif dan banyak terbentuk cekungan sedimen, diantaranya Cekungan Sumatera Tengah, Cekungan Sumatera Utara (Cekungan Aceh Baratdaya) dan Cekungan Sumatera Barat. Penyebaran batuan ini sangat luas, ditemukan di bagian tengah, bagian timur dan tepi pantai barat, terdiri dari : Gunugg Api Langsat, Formasi Barus, Formasi Gunungapi, Kuarsa Porfir dan Gunungapi Tak Terbedakan. e. Kuarter

Aluvium tersebar terutama di daerah pantai dan sedikit di daerah timur, dibentuk oleh pasir, kerikil dan lanau. .

f. Batuan terobosan

Aktifitas batuan terobosan terdiri dari granit, granodiorit dan diorit terbentuk selama Permo -Trias ( Intrusi Muarasipongi) dan Tersier ( Aneka Terobosan dan Intrusi Timbahan). Batuan intrusi ini sangat berperan dalam pembentukan mineral di daerah Kabupaten Mandailing Natal.

g. Struktur

Kabupaten Mandailing Natal, khusunya Pulau Sumatera merupakan bagian tepi dari kerak Benua Sunda yang terdiri dari endapan busur magmatik kalk-alkaline volkanik berumur Tersier sampai Resen. Akibat tumbukan miring dari kerak samudera menghasilkan Sistem Patahan Sumatera (SFS/Sumatra Fold System) yang masih aktif sampai sekarang, termasuk jenis major sesar geser kanan dan busur magmatik berkembang pada bagian tengah dan barat yang berumur Tersier-Kuarter dan bagian timur merupakan cekungan belakang busur (back arc basin) dengan sedimen tebal berumur Tersier sampai Kuarter. Sedangkan pada bagian barat berkembang sekuen pra-Tersier yang terpecah-pecah dengan arah baratlaut-tenggara masih dalam major Sistim Patahan Sumatera. Banyak dari patahan terjadi akibat adanya pergerakan dan reaktif kembali dari SFS, dalam hal ini ditafsirkan sebagai tumbukan dalam berhubungan dengan struktur dari tepi benua (deep-seated sub-duction related continental margin structures).

3. Pembentukan Bahan Galian

(3)

Busur ini membujur dari Utara Pulau Sumatera menerus ke Pulau Jawa sampai kepulauan disebelah timur Nusa Tenggara dan mengandung potensi kira – kira 20% kandungan emas dan 14% tembaga dari seluruh potensi yang ada di Indonesia (Carlile J.C dan Mitchell A.G.D., 1994) Busur ini terbentuk oleh akibat adanya tumbukan Lempeng Samudra India dengan Lempeng Eurasia yang mengakibatkan terjadinya berbagai peristiwa geologi/tektonik, seperti pertumbuhan busur kepulauan, kegiatan magmatik atau gunungapi dan pembentukan cekungan. Kejadian tersebut menghasilkan batuan sedimen, batuan gunungapi berkomposisi andesitan sampai basalan bersifat kalk – alkali dan batuan terobosan berkomposisi asam serta Patahan Sumatera yang masih aktif sampai sekarang dan termasuk jenis major sesar geser kanan.

Pembentukan bahan galian logam, bahan galian industri dan batubara di daerah Kabupaten Mandailing Natal erat hubungannya dengan proses geologi dan tektonik tersebut.

4. Potensi Bahan Galian a. Batubara

Pada penelitian ini pengamatan endapan bahan galian batubara dilakukan pada 3 lokasi, yaitu di daerah : Desa Ranto Panjang, Desa Pulo Padang dan Daerah Lubuk Kapundung.

 Desa Ranto Panjang

Batubara umumnya berbentuk lensa-lensa tipis tidak menerus, 2 seam, lapisan batubara mempunyai arah dan kemiringan 210°/30° - 35°, dengan ketebalan masing-masing 10 – 30 cm, hitam kecoklatan, rapuh, pecah menyudut diapit oleh lempung karbonan, ditutupi diatasnya oleh batu lempung, batupasir dan lempung putih keabuan di bawahnya. Singkapan batubara ini terletak di pinggir jalan yang menghubungi Desa Ranto Panjang dengan Desa Goting, berjarak ± 4 – 5 km dari Desa Goting dan ± 1,5 km dari Desa Ranto Panjang.

 Desa Pulo Padang

Daerah ini merupakan bekas lokasi penambangan batubara, sewaktu dilakukan penelitian tidak terlihat kegiatan penambangan dan saat ini di sebagian daerah ini telah menjadi tambang emas aluvial yang diusahakan oleh rakyat.

Batubara, tebal < 1 m, hitam kecoklatan, kilap lilin, menyerpih, rapuh, pirit mengisi

rekahan dan banyak parting dengan ketebalan 5 cm-10 cm.

Untuk mencapai daerah ini sangat mudah, singkapan batubara dapat ditemukan ± 200 m kearah timur dari jalan yang menghubungi Desa Pulo Padang dengan Desa Sinunukan, umumnya wilayah ini telah ditanami karet dan sawit rakyat.

 Lubuk Kapundung

Di daerah dapat dijumpai 8 lapisan batubara dengan ketebalan < 1 m, tidak semua lapisan terlihat menerus sebagian besar membentuk lensa-lensa (Foto 1). Batubara umumnya berwarna coklat kehitaman, mudah pecah dan berlapis, parting, kadang diapit oleh lempung karbonan. Batuan pengapit batubara terdiri dari batupasir dan batulempung.

b. Mineral Logam  Emas aluvial

Endapan emas aluvial di daerah Kabupaten Mandailing Natal tersebar luas di beberapa daerah dan keberadaannya telah diketahui semenjak tahun 1980, pada tahun 1992 mulai diusahakan oleh penduduk setempat dengan melakukan penggalian-penggalian.

J.F.W. Bowles dan B. Beddoe – Stephens (1980) pada penelitian mengenai butiran emas di daerah Sumatera, memperkirakan bahwa endapan emas letakan dengan kandungan perak rendah dari daerah Natal dan Batang Gadis berasal dari kontak metamorfis tipe skarn akibat intrusi batuan bersifat asam pada batusabak dan batugamping dari rangkaian utama pegunungan Sumatera. Tingginya kandungan tembaga secara relatif pada butiran-butiran emas dan hadirnya kandungan perak - timbal sebagai inklusi memberikan arahan untuk mendukung teori ini. Butiran emas umumnya pipih dan bentuknya sangat tidak teratur akibat distorsi/pemutar balikan dan bentuk asalnya seperti serpihan di dalam batuan sekis (Bowles dan Beckinsale, 1979).

Endapan emas aluvial yang terendapkan di Lembah Batang Natal membentuk daerah sedimen Neogen auriferous yang sangat luas, kondisi ini sangat konduktif untuk memindahkan pecahan-pecahan kumpulan kerikil yang halus dan membentuk kembali endapan yang baru.

(4)

daerah hulu berasal dari proses fluvio-colluvial, yang memberikan lembah ini kaya akan emas. Daerah Natal dan Sinunukan menerima penyebaran batu kerikil auriferous dari lembah ini, dan dapat membentuk 4 jenis endapan : endapan teras, kipas aluvial, endapan pantai dan endapan rombakan.

 Emas primer

Endapan emas primer di daerah Kabupaten Mandailing Natal umumnya terbentuk bersama dengan mineral logam dasar Cu, Pb, Z dan kadang Fe. Beberapa tipe endapan emas primer yang diketahui adalah : Tipe epitermal Au - Ag, skarn (Au, Cu ± Pb ± Zn), sediment hosted Au dan emas pada batuan metamorf.

Keberadaan endapan ini telah diselidiki oleh penyelidik terdahulu terutama oleh PT Sorikmas Mining dan menetapkan beberapa daerah prospek seperti di daerah : Singalancar, Pagargunung, Si Ayu, Mais, Tambang Hitam, Tambang Ubi, Subun-subun, Tarutung, Nalanjae, Nalanjulu dan A. Rotap.

Dengan adanya pembukaan jalan dan lahan sawit di daerah Desa Bangun Saroha tersingkap urat kuarsa yang diperkirakan mengandung emas dan di Gunung Godang tersingkap breksi hydrothermal, dengan urat-urat tipis dan pirit tersebar.

 Tembaga porfiri

Mineralisasi ini berhubungan dengan intrusi tersier berupa kuarsa latit porfir dan feldspar diorite porfiri.

Endapan tembaga dapat ditemukan diantaranya di daerah :

 Mandagang, hasil pemboran menunjukan kadar Cu, Au dan Mo rendah, hasil terbaik pada kedalaman 135 m rata-rata kadar Au 0,05 ppm, Cu 832 ppm dan Mo 94 ppm (B. Thomas dan R.E. Jones, 2000);

 Namilas, Siadop (Cu, Au dan Mo);  Sorik Merapi : Mais dan Namilas

Roburan;

 Sihayo, mineralisasi mengikuti zona silisifikasi berarah timurlaut – baratdaya;

 Rura Balancing dan Singalancar (Cu, Au dan Mo).

5. Pertambangan a. Batubara

Penambangan batubara pernah dilakukan di daerah Desa Pulo Padang dan tidak dilanjutkan lagi, tidak ada informasi yang diperoleh alasan terhentinya penambangan batubara di daerah ini. Bekas penggalian batubara dapat terlihat dibeberapa lokasi dengan bukaan yang tidak terlalu luas dan hasil penambangan berupa batubara masih terlihat menumpuk di jalan masuk ke lokasi bekas tambang. Saat dilakukan peninjauan, daerah bekas penambangan batubara ini dibeberapa tempat telah menjadi tambang emas aluvial yang diusahalkan oleh rakyat setempat.

b. Emas aluvial

Penambangan emas aluvial pernah dilakukan di daerah Desa Sinunukan 1 oleh PT SIOPA tahun 1992 dan oleh penduduk setempat di beberapa lokasi diantaranya lembah-lembah sungai dan teras aluvial.

Dengan berkembangnya perkebunan kelapa sawit di daerah ini, rakyat yang umumnya penduduk setempat melakukan penambangan pada lembah-lembah sempit yang terdapat diantara perkebunan kelapa sawit dengan menggunakan mesin semprot. Kegiatan pertambangan ini dilakukan secara terang-terangan, bagi hasil diatur dengan aturan sebagai berikut : dari hasil emas yang diperoleh 13% untuk pemilik tanah, sisanya dibagi dua antara pemilik mesin semprot dengan pekerja yang biasanya berjumlah 5 – 6 orang.

Penambangan juga dilakukan pada perkebunan karet dan lahan-lahan tidak produktif dengan meninggalkan lobang-lobang yang membentuk kolam tanpa direklamasi dan di aliran Sungai Batang Natal. Selain di daerah Sinunukan penambangan juga dilakukan diantaranya di Desa Jambur Baru berlokasi ± 30 meter dari jalan raya yang menghubungi Kota Panyambungan dengan Kota Natal. Penambangan dilakukan pada lahan sawit dan sawah yang terletak di kaki bukit. Penggalian dilakukan dengan mengupas tanah penutup, kemudian endapan aluvial yang mempunyai ketebalan ± 5 m dengan material kerikil-kerakal dan boulder berukuran 30 cm-40cm digali menggunakan alat sederhana atau alat semprot, kemudian hisap untuk dilakukan pencucian.

c. Emas primer

(5)

mengetahui prospek tidaknya daerah tersebut menjadi Wilayah Pertambangan, pengamatan dilakukan pada Tambang Ubi, Pionggu, Parit Sunda, Tambang Dingin dan beberapa daerah dimana ditemukan urat kuarsa yang diduga membawa mineralisasi.

Pada keempat daerah ini Tambang Ubi, Pionggu, Parit Sunda dan Tambang Dingin penambangan telah dilakukan oleh rakyat setempat dan telah berlangsung lama, dengan cara membuat lobang atau terowongan untuk memperoleh batuan yang mengandung emas. Umumnya mereka mencari batuan atau urat yang diperkirakan kandungan emasnya tinggi dengan menggunakan alat sederhana palu dan pahat pada lobang-lobang sempit.

Pengolahan dilakukan tidak jauh dari daerah penambangan dengan menggunakan glundungan dan sebagai penggerak digunakan generator.

Daerah ini sebagian merupakan Hutan Lindung dan tipe mineralisasi di daerah ini adalah tipe skarn yang dimungkinkan untuk dilakukan penambangan bawah tanah. Pengolahan yang dilakukan oleh para penambang hanya bertujuan untuk memperoleh bahan galian emas, mineral lainnya seperti tembaga terbuang bersama tailing. Hasil pengolahan berupa lumpur tailing ditampung dan dimasukan kedalam karung dan ditumpuk didekat pengolahan.

METODOLOGI

1. Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dari berbagai sumber meliputi: sumberdaya dan cadangan, keterdapatan bahan galian, bahan galian yang telah dan belum diusahakan, kemungkinan terdapatnya bahan galian lain dan mineral ikutan, Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan oleh pusat maupun daerah otonom, dan dampak pertambangan terhadap lingkungan.

2. Pengumpulan Data Primer a. Pengambilan conto

Pengambilan conto dilakukan pada beberapa lokasi dengan jumlah conto 51 conto terdiri dari conto :

 Batuan berupa urat kuarsa dan batuan termineralisasi diperoleh dari singkapan yang ditemukan dan dari lobang/lokasi penambangan yang dilakukan oleh rakyat;  Batu besi tipe hematit dan magnetit;

 Lempung, berupa lempung karbonan dan lempung hasil pelapukan breksi hidrothermal;

Tailing hasil pengolahan emas primer dari tambang rakyat;

 Konsentrat dulang dari tambang emas aluvial;

 Batubara dan lempung karbonan b. Pengamatan geologi;

c. Mengukur luas, ketebalan dan posisi bahan galian;

d. Lingkungan (diantaranya topografi, hutan lindung, jarak terhadap sungai atau pemukiman penduduk);

e. Tataguna lahan;

f. Aksesibilitas suatu bahan galian; g. Pasar;

HASIL PENYELIDIKAN

Daerah Kabupaten Mandailing Natal merupakan daerah perbukitan (sekitar 70 %), dikenal sebagai daerah perkebunan karet, sawit, kemiri, kopi, kemenyan dan persawahan ( Tanaman Bahan Makanan dan Tanaman Perkebunan Rakyat). Daerah pantai barat kabupaten ini terutama diperuntukan sebagai lahan sawit, sehingga konsentrasi tanaman kelapa sawit terdapat di Kecamatan Batahan, Kecamatan Natal, Kecamatan Sinunukan dan Kecamatan Muara Batang Gadis, karena keempat kecamatan ini cocok dijadikan klaster kelapa sawit (BPS Kabupaten Mandailing Natal, 2007). Untuk keperluan lahan sawit tersebut dibeberapa daerah telah dikerjakan pembuatan jalan dan pembukaan lahan. Untuk klaster tanaman karet dikembangkan di Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Batang Natal, dan Kecamatan Muara Batang Gadis, akan tetapi tanaman karet ini juga ditanam oleh penduduk di kecamatan lainnya. Klaster tanaman coklat dikembangkan di Kecamatan Lingga Banyu, Kecamatan Batang Natal, dan Kecamatan Natal. Sedangkan klaster kulit manis dikembangkan di Kecamatan Kotanopan, Kecamatan Batang Natal, dan Kecamatan Tambangan. Sementara itu klaster kopi dikembangkan di Kecamatan Kotanopan, Kecamatan Muara Sipongi dan Kecamatan Ulu Pungkut.

(6)

kuantitas bahan galian, keberadaan bahan galian tersebut pada lahan-lahan seperti Kawasan Hutan Lindung, Kawasan Pariwisata dan kawasan lainnya, pangsa pasar atau nilai ekonomis bahan galian tersebut saat itu dan infrastruktur.

Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas dan dari hasil penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Batubara

Formasi pembawa batubara diperkirakan Formasi Barus, formasi ini terdiri dari batupasir abu-abu kecoklatan, halus sampai kasar, kom-pak, tebal 5 - 50 cm, kadang-kadang masif; batulanau abu-abu terang yang sangat dominan pada satuan formasi ini, batulempung abu-abu gelap, kadang berkarbon.

Hasil analisis conto batubara di daerah Desa Ranto Panjang memberikan hasil sebagai berikut :

 lapisan batubara teratas dengan ketebalan 20 cm dengan nomor conto MN 20/BB mempunyai nilai kalori 7217 cal/gr, total sulfur 0,72% dan moisture 3,95%;

 lapisan lempung karbonan terletak diantara lapisan batubara dengan nomor conto MN 21/BB ketebalan 60 cm mempunyai nilai kalor 4045 cal/gr, total sulfur 1,03% dan moisture 3,13%;

 lapisan batubara bawah dengan ketebalan 30 cm dengan nomor conto MN 23/BB memiliki nilai kalor 6940 cal/gr, total sulfur 1,81% dan moisture 3,11%.

Secara geologi batuan yang mengandung batubara terdapat pada satuan batuan sedimen yang sempit, diapit oleh perbukitan batuan metagunungapi dan dataran aluvial pantai. Diperkirakan daerah ini telah banyak mengalami gangguan tektonik, terutama pada satuan batuan pembawa lapisan batubara, oleh karena itu lapisan batubara umumnya tidak menerus dan kadang berbentuk lensa-lensa sehingga sulit sekali untuk memperkirakan jumlah sumber daya batubara yang ada.

Penyebaran batubara di daerah ini masuk ke dalam wilayah klaster kelapa sawit, untuk keperluan ini telah dikerjakan pembuatan jalan dan pembukaan hutan.

Endapan batubara di Desa Ranto Panjang dan Desa Pulo Padang mempunyai infrastruktur cukup baik, jalan tanah dapat dilalui oleh roda empat dan roda dua, tersedia jaringan listrik, sebagian wilayah merupakan perkebunan kelapa sawit dan kebun karet penduduk serta tidak terlalu jauh dari pemukiman penduduk. Penambangan pernah dilakukan oleh perusahaan akan dan sudah lama berhenti, penawaran untuk pengambil alihan telah dilakukan akan tetapi sampai saat ini tidak ada kegiatan yang dilakukan. Batubara yang telah ditambang tertumpuk dijalan masuk daerah pertambangan dan saat penelitian dilakukan daerah ini telah menjadi daerah penambangan emas aluvial.

Endapan batubara di daerah Lubuk Kapundung dapat dicapai dengan kendaraan roda 4 dari Kota Natal sampai muara Batang Parlapungan dengan jarak ± 45 km dan dilanjutkan dengan perahu motor selama 4 – 5 jam sampai Desa Lubuk Kapundung kemudian untuk mencapai singkapan batubara dapat dilakukan dengan berjalan kaki atau naik roda 2 selama 1 jam melalui jalan setapak. Lokasi batubara merupakan wilayah yang telah diperuntukan lahan sawit.

Melihat kualitas dan kuantitas, pandangan secara geologi dan lokasi keterdapatannya, batubara di daerah ini kurang prospek untuk dijadikan suatu wilayah pertambangan terutama apabila dijadikan pertambangan sekala besar dan apabila batubara di daerah ini akan dimanfaatkan memerlukan penelitian lebih lanjut secara keekonomian.

2. Emas primer

Hasil penyelidikan yang dilakukan PT Sorikmas Mining dapat ditemukan beberapa prospek endapan tipe epithermal dan tipe skarn, diantaranya di daerah (Gambar 1) :

a. Kecamatan Muarasipongi : Prospek Subun-subun (conto urat kuarsa pada batuan granit diperoleh kadar Au >60g/t, tipe endapan diperkirakan tipe Skarn), Prospek A. Rotap, Prospek Nalanjae dan Prospek Nalanjulu (tipe epithermal, Ridwan Arief, 2007 ). Pengambilan conto batuan dilakukan di daerah Tambang Dingin, Tambang Habo, Tambang Pionggu, Parit Sunda dan Tambang Ubi.

(7)

 Tambang Dingin, conto MN 30/R berasal dari lobang yang telah ditinggalkan penambang menunjukan nilai kandungan Au 13 pbb, Cu 63 ppm dan Pb, Zn, Ag, Au, As, Sb rendah. Conto MN 42/R diperoleh dari hasil penambangan, kandungan Au 344125 ppb, Cu 12940 ppm, As 3000 ppm dan unsur lainnya rendah. Endapan diperkirakan tipe ephitermal dan skarn;

 Tambang Habo, conto MN 31/R kandungan Au 1518 ppb, Cu 1842 ppm unsur lainnya rendah. Tipe endapan skarn (Ridwan Arief, 2007).

 Tambang Pionggu, jumlah conto yang diambil di daerah ini 6 conto, hasil analisis 2 conto menunjukan kandungan Au dan Cu tinggi yaitu conto : MN 34/R kandungan Au 6550 ppb, Cu 12866 ppm, MN 35/R kandungan Au 47237 ppb, Cu 11909 ppm. Tipe endapan skarn (Consolidated Report, JIKA, 1985);

 Parit Sunda, hasil analisis 5 conto menunjukan kadar Au dan Cu pada conto; MN 46/R untuk Au 23415 ppb dan Cu 10662 ppm, MN 47/R untuk Au 23771 ppb dan Cu 6058 ppm, MN 48/R untuk Au 16711 ppb dan Cu 226 ppm, MN 50/R untuk Au 6298 ppb dan Cu 7062 ppm dan MN 51/R untuk Au 9325 dan Cu 7985 ppm. Tipe endapan skarn (Ridwan Arief, 2007);

 Tambang Ubi, hasil analisi 1 conto menunjukan kadar Au 7140 ppb dan Cu 6526 ppm. Tipe endapan diperkirakan skarn, merupakan satu zona dengan Tambang Pionggu dan Parit Sunda.

Daerah Subun-subun, A. Rotap, Prospek Nalanjae, Prospek Nalanjulu, Tambang Habo, Tambang Pionggu, Sunda Parit dan Tambang Ubi, berdasarkan (Sk.126/Menhut-Ii/2004) termasuk Kawasan Hutan Lindung. Sedangkan dari hasil penyelidikan dan penelitian terdahulu serta hasil analisis conto, daerah-daerah tersebut prospek untuk ditindak lanjuti. Dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 24 Tahun 2010, pasal 5 ayat 1 dan melihat lokasi, kesampaian daerah, lingkungan dan infrastruktur, daerah tersebut berpotensi untuk dijadikan sebagai Wilayah Pertambangan. Saat ini Tambang Habo, Tambang Pionggu, Sunda Parit dan Tambang Ubi masuk kedalam

Wilayah Kontrak Karya PT Sorikmas Mining dan penambangan telah dilakukan oleh penduduk setempat untuk bahan galian emas.

b. Kecamatan Kotanopan

Penyelidikan terdahulu terutama yang dilakukan oleh PT Sorikmas Mining ditemukan beberapa daerah prospek dengan tipe endapan :

 Skarn, blok II Muarasipongi dengan hasil analisis BLEG : Au 2.7 ppb – 194 ppb, sedimen sungai : Au 0.05 ppm - 0.465 ppm, Cu 254 ppm, Mo 19 ppm. Hasil analisis contoh batu hanyutan Au 0.23 ppm, Cu 2420 ppm, As 249 ppm;

 Manto/Urat : Pagargunung (Pb dan Zn); hasil pemboran JICA ditemukan 1 juta ton dengan kadar 4.6% Zn, 1.2% Pb, 0.45% Cu dan 68g/t Ag;

 Porpiri Cu, Au dan Mo;: Namilas, Siandop, Mais dan Mandagang;

 Tipe Epitermal Au, porpiri Cu, Mo : A. Nabonta dan A. Antunu, hasil analisis : BLEG Au 11.7 ppb, Ag 351 ppb, Sedimen sungai Au 0.06 ppm, Zn 499 ppm, batuan maksimum 1.08g/t Au. Hasil analisis 10 contoh BLEG dari A. Nabontar Au 0.0004 ppb - 0.04 ppb, Ag 0.002 ppb - 0.037 ppb, Cu 0.3 ppm - 10.8 ppm, dan sedimen sungai Au <0.1ppm - 0.17 ppm, Ag <1 ppm, Cu 18 ppm – 186 ppm, Pb < 4 ppm – 16 ppm, Zn 63 ppm – 112 ppm ;

 Mesothermal/urat : Kotanopan Anomali; hasil analisis BLEG : Au 4.35 ppb, Cu 1.06 ppm, Ag 70.5 ppb ; Sedimen sungai : Au 23 ppm, Ag 0.3 ppm, Bi 0.78 ppm, Zn 118 ppm ; batu hanyutan maksimum Au 0.77 g/t dan Zn 0.18%.

Dari 8 daerah prospek di Kecamatan Kotanopan, 6 daerah prospek masuk dalam Wilayah Hutan Lindung, dilihat dari tipe endapan 2 daerah prospek yang dapat ditindak lanjuti menjadi Wilayah Pertambangan, yaitu Blok II Muarasipongi, Kotanopan Anomali, A. Nabonta dan A. Antunu, untuk Pagar Gunung perlu dikaji dampak sosial dan lingkungan yang akan ditimbulkan apabila dilakukan penambangan dikarenakan daerah ini dekat dengan pemukiman.

(8)

lanjuti karena masuk ke dalam Taman Nasional Batang Gadis adalah :

 Singalancar, Kecamatan Natal; hasil analisis conto batuan kadar Au 0,2 g/t dan Cu 0,61% ;

 Rura Balangcing, Kecamatan Batang Natal, hasil penelitian ditemukan urat dengan lebar 1 – 25 cm dengan mineral pirit, kalkopirit, magnetit dan epidot (Ridwan Arief, 2007).

 Sihayo 1, Kecamatan Muara Batang Gadis, hasil analisis contoh tanah Au 0.01 ppm -4.09 ppm, As -1 ppm – 975 ppm, Sb -1 ppm – 124 ppm; contoh channel maksimum Au 0.46 ppm, contoh batuan maksimum Au 26 g/t;

 Dolok Prospek, Kecamatan Panyambungan, hasil analisis sebagian besar contoh batuan dan channel berkadar Au < 1g/t dengan kadar maksimum Channel 1.77 g/t Au dan batuan 6.8 g/t Au pada sistem epitermal, dan maksimum 1.66 g/t Au pada sistem sediment hosted. Hasil analisis contoh channel unsur lainnya : Ag 1 g/t - 15.4 g/t; Cu 6 g/t - 538 g/t; Pb < 4g/t - 1040 g/t; Zn 15 g/t - 898 g/t; As 7 g/t - 2770 g/t; Sb2 g/t - 57 g/t.

Hasil analisis urat yang ditemukan pada bukan jalan pada conto MN 1/R, MN 2/R, MN 7A/R dan MN 7B/R tidak menunjukan nilai yang berarti untuk emas (rata-rata kadar Au < 0,1 ppb) dan untuk unsur lainnya dan

Hasil analisis conto batuan breksi dengan pirit tersebar MN 11/R dan MN 12/R dari Bukit Godang menunjukan kadar emas sebesar < 13 ppb dan kadar unsur lainnya juga tidak memberikan nilai yang signifikan.

3. Tailing

Beberapa conto tailing yang diperoleh dari 3 lokasi tambang memperlihatkan kandungan emas pada tailing masih cukup tinggi, contoh tailing dari Tambang Pionggu masih mengandung 11013 ppb Au, Tambang Dingin 10666 ppb Au dan Tambang Ubi 9515 ppb Au. Hal ini dapat disebabkan pengolahan yang dilakukan tidak dilakukan dengan baik, dapat ditimbulkan oleh kurang lamanya pengolahan atau penggunaan air raksa yang tidak berkualitas.

Selain kandungan emas yang cukup tinggi, kandungan Cu yang terbuang bersama tailing pun cukup tinggi sebesar 14616 ppm dari conto no MN 32/TA (Tambang Pionggu), 9420 ppm

dari conto no MN 39/TA (Tambang Dingin) dan 7684 ppm dari conto no MN 45/TA (Tambang Ubi). Dengan tipe endapan dengan kandungan Au dan Cu tinggi dan dengan cara pengolahan yang tidak dilakukan dengan baik akan banyak Au dan Cu terbuang. Dengan kecenderungan meningkatnya harga emas dan tembaga setiap tahun : harga emas saat ini US$ 1.277,60 per ounce atau ± Rp. 372.444/gram (Nurul Qomariah, 2010) dan harga tembaga tahun 1980 $US 2.230/ton, tahun 1990 $US 2.710/ton, tahun 2008 $US 7.040/ton (USGS, 2009), apabila emas dan tembaga tidak diolah kembali dan terbuang bersama tailing merupakan penyia-nyiaan bahan galian.

4. Emas aluvial

Daerah Kabupaten Mandailing Natal telah dikenal sebagai daerah penambangan emas aluvial terutama di daerah Kecamatan Sinunukan dan Kecamatan Natal, penambangan telah dilakukan oleh perusahaan maupun oleh rakyat setempat.

Tahun 1996 s/d 1999 PT. Timah Investasi Mineral melakukan kegiatan eksplorasi di daerah Kecamatan Batahan, Kecamatan Natal dan Kecamatan Sinunukan, hasil eksplorasi menunjukan potensi emas aluvial di daerah Kecamatan Natal tidak ekonomis untuk ditambang dalam skala perusahaan.

Sebelum daerah ini dijadikan perkebunan kelapa sawit, rakyat umumya menambang emas aluvial pada teras aluvial dan pada aliran S. Sinunukan dan anak sungainya dengan peralatan sederhana. Semenjak daerah ini dijadikan kluster kelapa sawit penambangan hanya dilakukan oleh rakyat pada lembah-lembah sempit diantara tanaman kelapa sawit. Penambangan juga dilakukan pada aliran S. Batang Natal dengan menggunakan dulang dan mesin hisap yang umumnya dilakukan dekat bantaran sungai. Di Desa Jambur Baru rakyat melakukan penambangan pada daerah pedataran antara aliran S. Batang Natal dan bukit dengan menggunakan mesin semprot dan hisap yang kemudian material aluvial dicuci dengan sakan.

Analisis beberapa conto konsentrat dulang memperlihatkan butiran emas dengan ukuran VFC, FC, MC dan CC, konversi yang biasa digunakan untuk 1 butir VFC (< 0,02 miligram), 1 butir FC (0,02 miligran), 1 butir MC (0,1 miligram) dan 1 butir CC (0,235 miligram).

(9)

a. Conto konsentrat MN 25/PC hasil pendulangan dari lokasi tambang rakyat di daerah Desa Wonosari menunjukan 29 butir emas dengan ukuran : 14 VFC (0,14 miligram), 8 FC (0.16 miligram), 3 MC (0,3 miligram), 4 CC (0,94 miligram), jumlah berat total . Jumlah material aluvial yang didulang 3,5 liter, kekayaan emas per m³ adalah 1000 lt/4 lt/ x 1,54 miligram = 385 miligram/m³.

b. Conto konsentrat MN 27/PC hasil pendulangan 2 liter material aluvial dari tambang rakyat di Desa Jambur Baru menunjukan 6 butir emas dengan ukuran : 2 VFC (0,02 miligram), 1 FC (0,02 miligram) dan 3 VCC (0.705 miligran). Jumlah material aluvial didulang 2 liter, kekayaan emas per m³ adalah 1000 lt/2 lt x 0.745 miligram = 372.5 miligram/ m³.

c. Conto konsentrat MN 29/PC hasil pendulangan 2,5 liter material aluvial dari tambang rakyat di Desa Sinunukan II Blok B menunjukan 16 butir emas dengan ukuran : 2 FC (0,04 miligram), 6 MC (0,6 miligram), 5 CC (1.175 miligram) dan 3 VCC (0.705 miligram). Jumlah material didulang 2,5 liter, kekayaan emas per m³ adalah 1000 lt/2,5 lt x 2.52 miligram = 1008 miligram/ m³.

Kandungan emas di tiga daerah tersebut sangat baik, menyebabkan penambangan di daerah ini semakin marak sehingga banyak bukaan tambang di diantar perkebunan kelapa sawit. Khususnya di daerah Desa Jambur Baru walaupun penambangan harus menggali material aluvial dengan boulder yang cukup besar dengan bukaan sempit dan dalam, dengan hasil kandungan emas yang cukup besar diperkirakan di daerah bantaran atau pedataran (sawah dan kebun) antara S. Batang Natal dan bukit-bukit disekitarnya rakyat akan membuka tambang-tambang baru dan ini harus diantisipasi oleh pemerintah daerah.

Daerah Kecamatan Batahan, Kecamatan Natal dan Kecamatan Sinunukan telah ditentukan oleh Pemerintah Derah sebagai klaster kelapa sawit dimana sebagian besar merupakan kebun plasma kelapa sawit dengan pola kemitraan dengan perusahaan. Umumnya sebagian besar pohon sawit telah dapat dipanen

dan merupakan penunjang ekonomi penduduk setempat.

Dengan keadaan yang demikian, akan sulit daerah ini menjadi wilayah pertambangan, akan tetapi diperkirakan dengan harga emas yang cukup baik saat ini US$ 1.277,60 per ounce atau ± Rp. 372.444/gram (Nurul Qomariah, 2010) dan pemasaran hasil panambangan mudah dilakukan, diperkirakan kegiatan penambangan oleh rakyat akan semakin marak baik yang dilakukan pada lembah-lembah sempit diantara perkebunan kelapa sawit milik penduduk atau perusahaan dengan bukaan < 100 m² maupun di daerah pedataran disepanjang S. Batang Natal.

5. Besi

Bahan galian besi ditemukan di 2 lokasi yaitu : S. Manisak dan Desa Batu Madingding. a. S. Manisak, singkapan besi terdapat di aliran

sungai dan dipinggir sungai membentuk dinding sungai dengan bentuk boulder-boulder dengan ukuran > 1 meter, jarak dari kampung terdekat ± 5 km melewati jalan tanah bukaan untuk perkebunan kelapa sawit dan dari jalan tanah ke singkapan berjarak ± 250 m menyusuri sungai. Contoh yang diperoleh memperlihatkan besi (hematit) merupakan tudung (penutup) dari batuan diorit dengan ketebalan 2 cm – 5 cm. Hasil analisis conto MN 4/F kandungan besi total 27,47% dan conto MN 6/R kandungan besi total 34,23%.

Potensi besi di daerah ini dipandang dari kualitas, lokasi dan infrastruktur tidak layak untuk dijadikan wilayah pertambangan.. b. Desa Batu Madingding, singkapan besi

(10)

dilanjutkan dengan jalan kaki ± 1 km sampai Desa Batu Madingding. Untuk dijadikan wilayah pertambangan harus dilakukan kajian mengenai potensi, dampak lingkungan dan sosial bagi penduduk setempat dikarenakan letak endapan bijih dekat pemukiman dan sumber air bagi masyarakat.

6. Kromit

Bijih kromit di daerah Kabupaten Natal terbentuk bersamaan dengan batuan serpentinit peridotit dan termasuk Group Woyla. Pada peta geologi regional batuan ini tersingkap di tiga tempat, sebagian besar terletak di sebelah utara jalan yang menghubungi Kota Penyambungan dengan Kota Natal dan sebagian kecil tersingkap dipinggir jalan dan terpotong jalan di Desa Bangkelan, Kecamatan Batang Natal. Luas ketiga singkapan batuan ini ± 392 Ha, 306 Ha, 96 Ha dan terletak pada Hutan Produksi Terbatas. Untuk diusahankan dilihat dari lokasi, kesampaian daerah maupun sumber daya manusia, batuan serpentinit peridotit ini tidak mempunyai hambatan. Akan tetapi hasil analisis contoh memberikan nilai Cr 949 ppm, umumnya Cr dapat dieksploitasi apabila kadar Cr 33% -55% (J. Sopaheluwakan, 1985) dan sumber lain memberikan angka kadar Cr 30% untuk dapat diusahakan secara ekonomis. Serpentinit peridotit didaerah ini juga telah diteliti untuk MgO, penelitian dilakukan oleh Dinas Pertambangan Provinsi Sumatera Utara tahun 2000, dari 3 contoh yang dianalisis kandungan MgO 3,86 % - 3,86 % dan 5,86 %, sangat rendah sebagai persyaratan dalam pembuatan pupuk alternatif dimana MgO harus > 30 %.

Melihat lokasi dan infrastruktur batuan serpentinit peridotit ini sangat memungkinkan untuk diusahakan menjadi wilayah pertambangan, akan tetapi dari analisis kualitasnya batuan ini tidak layak untuk diusahakan.

.

7. Mangan

Endapan mangan dapat ditemukan dalam bentuk urat dan pada sedimen di daerah S. Binuang dan S. Bulubadak, Desa Ranto Sore, secara geologi endapan mangan termasuk dalam Formasi Belok Gadang (Sumartono, 1984). Hasil analisis conto urat kadar rata-rata Mn 39,12%; Fe 0,94%; Si 4,90%, Ba 1,09%, P

0,01% dan kadar rata-rata pada sedimen Mn 17,43%; Fe 0,28%; Si 16,17% dan Ba 0,04%. Kadar mangan di daerah ini cukup baik terutama pada urat, akan tetapi hasil penelitian terdahulu dan peninjauan yang dilakukan potensi mangan tidak ekonomis untuk ditambang dengan sekala besar. Untuk dijadikan wilayah pertambangan rakyat daerah ini sangat memungkinkan dilihat dari lokasi, infrastruktur, sumber energi (ketersediaan tenaga listrik) dan sumber daya manusianya.

KESIMPULAN

1. Kesimpulan

a. Sektor pertanian dan perkebunan berperan signifikan dalam perekonomian Kabupaten Mandailing Natal, sehingga beberapa daerah dijadikan daerah-daerah klaster untuk tanaman tertentu seperti :

 Daerah pantai barat Kabupaten Mandailing Natal terutama di daerah Kecamatan Batahan, Kecamatan Natal, Kecamatan Sinunukan dan Kecamatan Muara Batang Gadis diperuntukan sebagai lahan sawit;

 Karet dikembangkan di Kecamatan Panyabungan, Batang Natal, dan Muara Batang Gadis;

 Tanaman coklat dikembangkan di Kecamatan Lingga Banyu, Batang Natal, dan Natal;

 Kulit manis dikembangkan di Kecamatan Kota Nopan, Batang Natal, dan Tambangan;

 Kopi dikembangkan di Kecamatan Kota Nopan, Muara Sipongi, dan Ulu Pungkut;

(11)

c. Endapan bahan galian logam terutama emas primer umumnya terbentuk pada Formasi Belokgadang dan Kelompok Woyla pada tipe endapan skarn, porpiri ephitermal dan manto.

d. Potensi bahan galian emas, tembaga, seng dan timah hitam berdasarkan Sk.126/Menhut-Ii/2004 sebagian besar masuk dalam Kawasan Hutan Lindung dan Taman Nasional Batang Gadis.

e. Daerah Subun-subun, A. Rotap, Prospek Nalanjae, Prospek Nalanjulu, Tambang Habo, Tambang Pionggu, Sunda Parit dan Tambang Ubi, berdasarkan (Sk.126/Menhut-Ii/2004) termasuk Kawasan Hutan Lindung. Sedangkan dari hasil penyelidikan dan penelitian terdahulu serta hasil analisis conto, daerah-daerah tersebut prospek untuk ditindak lanjuti. Dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 24 Tahun 2010, pasal 5 ayat 1 dan melihat lokasi, kesampaian daerah, lingkungan dan infrastruktur, daerah tersebut kemungkinan berpotensi untuk dijadikan sebagai Wilayah Pertambangan.

f. Prospek Singalancar, Kecamatan Natal, Rura Balangcing, Kecamatan Batang Natal, Sihayo 1, Kecamatan Muara Batang Gadis dan Dolok Prospek, Kecamatan Panyambungan, berdasarkan Sk.126/Menhut-Ii/2004 masuk dalam Taman Nasional Batang Gadis, sehingga tidak dapat diusahakan;

g. Kandungan emas di daerah Gunung Godang dan daerah S. Manisak < 13 ppb sehingga tidak direkomendasikan untuk ditindak lanjutkan;

h. Kandungan emas dan tembaga pada tailing hasil pengolahan tambang rakyat masih cukup tinggi, contoh tailing dari Tambang Pionggu mengandung 11013 ppb Au dan Cu 14616 ppm, Tambang Dingin 10666 ppb Au dan Cu 9420 ppm dan Tambang Ubi 9515 ppb Au dan 7684 ppm;

i. Dengan dijadikannya Daerah Kecamatan Batahan, Kecamatan Natal dan Kecamatan Sinunukan sebagai kluster kelapa sawit dimana sebagian besar pohon sawit telah

dapat dipanen dan merupakan penunjang ekonomi penduduk setempat akan sulit daerah ini menjadi wilayah pertambangan emas aluvial;

j. Bahan galian besi di S. Manisak tidak disarankan untuk ditambang dan endapan besi di daerah Desa Batu Madingsing (Fe total 55,40%) dapat dicapai dengan mudah terletak ± 2 km dari jalan raya yang menghubungi Kota Panyambungan dengan Kota Natal melalui jalan sempit sampai Desa Tornainjak dilanjutkan dengan jalan kaki ± 1 km sampai Desa Batu Madingding.

k. Walupun dilihat dari lokasi, infrastruktur ketersediaan energi dan sumber daya manusia keterdapatan batuan serpentinit peridotit dengan kandungan khrom pada batuan serpentinit sebesar 949 ppm dan MgO < 5,86 %, tidak layak dijadikan Wilayah Pertambangan;

l. Endapan bahan galian mangan di daerah Desa Ranto Sore cukup baik (Mn 39,12%) terutama pada urat, akan tetapi hasil penelitian terdahulu dan peninjauan yang dilakukan potensi mangan tidak ekonomis untuk ditambang dengan sekala besar;

m. Keterdapatan endapan bahan galian lain berupa kaolin hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral aluminium silikat terjadi akibat ubahan hidrotermal di daerah Bukit Godang dan endapan kaolin yang terdapat diantara lapisan batubara tidak prospek untuk diusahakan.

2. Saran

a. Batubara di daerah Kabupaten Mandailing Natal apabila akan dimanfaatkan memerlukan penelitian lebih lanjut secara keekonomian;

b. Dengan kandungan emas dan tembaga yang cukup tinggi pada tailing, perlu penelitian untuk dapat mengekstrak emas dan Cu dari tailing, agar bahan galian tersebut tidak terbuang sia-sia;

(12)

mengenai potensi, dampak lingkungan dan sosial bagi penduduk setempat dikarenakan letak endapan bijih dekat pemukiman dan sumber air bagi masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

B. Thomas dan R.E. Jones, 2000, Laporan Geologi Kontrak Karya PT. Sorikmas Mining, PT. Sorikmas Mining;

Carlile J.C. and Mitchell A.G.G., 1994, Magmatic arcs and associated gold and copper mineralization in Indonesia, Journal of Geochemical Exploration, Volume 50 – NOS 1 – 3, March 1994, Elsevier;

Consolidated Report, 1985, Report on The Cooperative Mineral Exploration of Nothern Sumatra, Japan International Cooperation Agency, Metal Mining Agency of Japan; Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi

Sumatera Utara, 2004, Potensi Pertambangan dan Energi Sumatera Utara, Medan, Sumatera Utara;

J. F. W. Bowles, dan B. Beddoe – Stephens, 1980, Geochemistry of Gold Grains from Sumatra in Relation to Their Provenence, Applies Mineralogy Unit Report No. 255, Geochemistry and Petrology Division, Intitute of Geological Sciences, London; J. Sopaheluwakan, 1985, Komoditi Strategis,

Khromit – Geologi Teknologi dan Potensinya di Indonesia, Tulisan Ilmiah, Riset, Jilid 6, No. 1, tahun 1985, Lembaga Geologi dan Pertambangan Nasional – LIPI; K. E. Porter and D. L. Edelstein, 2009, Copper

Statistic, U.S. Geological Survey, Last Modification, October 27, 2009, USGS; Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :

Sk.126/Menhut-Ii/2004

Tentang Perubahan Fungsi Dan Penunjukan Hutan Lindung, Hutan Produksi Terbatas Dan Hutan Produksi Tetap Di Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara Seluas ±108.000 (Seratus Delapan Ribu) Hektar Sebagai Kawasan Pelestarian Alam Dengan Fungsi Taman Nasional Dengan Nama Taman Nasional Batang Gadi;

Mandailing Natal dalam Angka 2007, BPS Kabupaten Mandailing Natal;

N.M.S. Rock, D.T. Aldiss, dkk, 1983, Geologi Lembar Lubuksikaping, Sumatra, Sekala 1 : 250.000, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Geologi, Diektorat Jenderal

Pertambangan Umum, Departemen Pertambangan Dan Energi;

Nurul Qomariah, 2010, Detik Finace, Harga Emas Lagi-lagi Catat Rekor, www.detikfinance.com;

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 24 Tahun 2010, Tentang, Penggunaan Kawasan Hutan;

Petrology of Ore Deposits, Lecture 12 Economic Deposts – GY 303, www.d.umn.edu;

Ridwan Arief, 2007, Mandailing Natal Gold Prospect, North Sumatra, Nusa Palapa Mineral Exploration Team, 2007, tidak

diterbitkan;

Sorikmas Mining, 2000, PT, Laporan Geologi Kontrak Karya Kab. Mandailing-Natal, Sumatera Utara, Laporan Triwulan I/2000Wilayah Kontrak Karya Sumatera Utara KW 96APK042;

Sumartono, 1984, An Investigation of The Belok Gadang Manganese Deposits, Natal – North Sumatra, Indonesia, M. Phil Thesis, Department of Geology, Chelsea College (University of London);

(13)

Foto 2. Singkapan bijih besi di Desa

Batu

Madingding

Gambar

Gambar 1. Daerah prospek di daerah Kabupaten Mandailing Natal

Referensi

Dokumen terkait

GALI MASYARAKAT DI SEKITAR PENAMBANGAN EMAS TRADISIONAL DESA SABA PADANG KECAMATAN HUTA BARGOT KABUPATEN MANDAILING NATAL TAHUN 2015.. Skripsi ini merupakan salah

Untuk mengetahui Kadar merkuri (Hg) pada air sumur gali masyarakat akibat penambangan emas tradisional di Desa Saba Padang Kecamatan Huta Bargot Kabupaten

Tabel 4.28 Distribusi Imunisasi Anak Balita Berdasarkan Kejadian ISPA Anak Balita dalam 1 Bulan Terakhir Di Desa Padang Bulan Kecamatan Kotanopan Tahun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi berdasarkan berat badan menurut umur anak balita keluarga perokok di Desa Padang Bulan Kecamatan Kotanopan yaitu

“Analisis Kandungan Merkuri (Hg) Pada Air Sawah Masyarakat Dilokasi Penambangan Emas Tradisional Desa Saba Padang Kecamatan Huta Bargot.. Kabupaten Mandailing Natal

KandunganMerkuri (Hg) Pada AirLimbah, Air Irigasi Dan sawah masyarakat di Desa Saba Padang Kecamatan Bargot Kaupaten Mandailing Natal Tahun 2016.. Jarak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan dan harga produk terhadap kepuasan konsumen pada Rumah Makan Aek Matondang Desa Pintu Padang