• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Karakteristik Responden Dan Faktor Lingkungan Fisik Rumah Terhadap Kejadian Malaria Di Desa Kampung Padang Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Karakteristik Responden Dan Faktor Lingkungan Fisik Rumah Terhadap Kejadian Malaria Di Desa Kampung Padang Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI DESA

KAMPUNG PADANG KECAMATAN PANYABUNGAN KABUPATEN MANDAILING NATAL

TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

ROFIQOH NIM.101000107

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ABSTRAK

Desa Kampung padang merupakan salah satu desa di Kecamatan Panyabungan yang Endemis Malaria dengan AMI (Annual Malaria Incidence)

sebesar 29,21‰ dan API (Annual Parasite Incidence) sebesar 63,41‰. Kejadian

malaria disebabkan adanya kontak manusia dengan nyamuk malaria dan didukung oleh kondisi perumahan dan lingkungan yang kurang baik.

Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan karakteristik responden dan faktor lingkungan fisik rumah terhadap kejadian malaria di Desa Kampung Padang Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal.

Jenis Penelitian survei yang bersifat Analitik dengan desain penelitian case control. Jumlah sampel sebanyak 85 kepala keluarga yang terdiri dari 35 kasus dan 50 kontrol. Data penelitian dianalisis dengan metoda analisis non parametrik dengan uji Chi Square.

Hasil penelitian yang diperoleh yaitu terdapat hubungan antara pendidikan (p = 0,009, OR = 0,304: 95% CI = 0,124-0,750), pekerjaan (p = 0,001), sosial budaya, pemakaian kawat kasa pada ventilasi (p = 0,001), langit-langit/ plafon rumah (p = 0,001, OR = 0,135: 95% CI = 0,051-0,358), kerapatan dinding (p = 0,001, OR = 0,160: 95% CI = 0,059-0,439), pencahayaan (p = 0,007, OR = 3,656: 95% CI = 1,394-9,592) dan kelembaban (p = 0,001, OR = 5,608: 95% CI = 2,152-14,611) terhadap kejadian malaria.

Disarankan kepada Instansi Kesehatan Diperlukan adanya tambahan penyuluhan kesehatan bagi masyarakat khususnya tentang malaria. Hal ini dapat dilakukan melalui sosialisasi pada saat PKK, Posyandu, atau pada saat ke Puskesmas dan Perlu meningkatkan kegiatan PJB (Pemantauan Jentik Berkala) ditiap rumah atau di tempat-tempat umum seperti sekolah, masjid, pasar, terminal, serta mengangkat juru pemantau jentik dan bagi masyarakat hendaknya memperhatikan kebersihan lingkungan.

(5)

ABSTRACT

Kampung Padang village is one of the villages in the Panyabungan district are endemic Malaria with AMI (Annual Malaria Incidence) of 29.21 and API (Annual Parasite Incidence) of 63.41 . Incidence of malaria caused by human contact with malaria mosquitoes and supported by the housing and unfavorable environmental conditions.

The purpose of this study to know the relationship of the characteristics of respondents and the physical environmental factors on the incidence of malaria in the Kampung Padang village Panyabungan of District Mandailing Natal of Subdistrict.

This research was conducted with non parametric methods of analysis with Case Control design. The total sample of 85 heads of families consisting of 35 cases and 50 controls. Data were analyzed with non-parametric analysis methods of analysis with Chi Square test.

The results obtained that there is a relationship of the education (p = 0,009, OR = 0,304: 95% CI = 0,124-0,750), employment (p = 0,001),, social cultural, wire gauze on ventilation (p = 0.001), lagit-sky home (p = 0,001, OR = 0,135: 95% CI = 0,051-0,358), wall density (p = 0,001, OR = 0,160: 95% CI = 0,059-0,439), humidity (p = 0,001, OR = 5,608: 95% CI = 2,152-14,611) and lighting (p = 0,007, OR = 3,656: 95% CI = 1,394-9,592)on the incidence of malaria.

It is suggested to health department to educate the community particulary malaria disease. This can be done through socialization with PKK, IHC, or community health center and should increase the activity PJB (Larva Monitoring Periodic) in each home or in public places such as schools, mosques, markets, terminals, and raised his interpreter monitors larva and for the people should pay attention to the cleanliness of the environment.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Rofiqoh Hasibuan

Tempat/Tanggal Lahir : Panyabungan / 13 Agustus 1991

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Anak ke : 6

Alamat Rumah : Jl. Merdeka Desa Sigalapang Jae Kec. Panyabungan Kab. Mandailing Natal

Riwayat Pendidikan :

1. TK Kemala Bhayangkari Panyabungan : 1996-1997

2. SD Negeri No.142571 Panyabungan : 1997-2003

3. MTs Negeri Panyabungan : 2003-2006

4. MAN 2 Model Padang Sidimpuan : 2006-2009

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan hidayahNya dan sholawat tercurah atas Rasulullah atas motivasi hidup dan kehidupannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Karakteristik Responden dan Faktor Lingkungan Fisik Rumah Terhadap Kejadian Malaria Di Desa Kampung Padang Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013”. Skripsi ini merupakan hasil proses belajar penulis yang dilewatkan di Fakultas Kesehatan Masyarakat dan dibuat sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyandang gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) dan berusaha mempersembahkannya pada dunia kesehatan dan pihak-pihak yang membutuhkannya.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A.(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(8)

4. Dr. Kintoko Rochadi, M.KM selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan arahan dan masukan kepada penulis selama masa pendidikan.

5. Ir. Indra Chahaya M.Si dan Bapak Dr. dr. Wirsal Hasan, MPH selaku Dosen Pembimbing skripsi I dan II atas keluangan waktu dan pikiran dalam membimbing, memberi saran dan memotivasi penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

6. Dra. Nurmaini, Ph.D dan Ibu Prof. Dr. Dra. Irnawati, MS selaku Dosen Penguji Skripsi atas masukan yang konstruktif demi perbaikan skripsi ini. 7. Seluruh dosen dan staf/pegawai yang banyak membantu penulis dalam

proses perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. dr. Syarifuddin selaku Kepala Kantor Pusat Penanggulangan Malaria Kabupaten Mandailing Natal beserta staf/ pegawai yang telah membantu penulis selama penulisan skripsi ini.

9. Ahmad Basri Ray selaku Kepala Desa Kampung Padang Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal yang telah membantu penulis selama penulisan skripsi ini.

(9)

Ruaidah Hasibuan, Amd), adik (M.Syarifuddin, Masithoh Khairani, dan Mutiah Rahmadani) serta keponakan tersayang (Humayra Farhah, M. Dhafi Farhan, M.Fawwaz. Falihah Zahra, Sherin As Syura, Abdullah al Faruqi dan Najwa) yang telah memberi kasih sayang, motivasi, didikan, dan doa yang sangat luar biasa untuk kelancaran penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman-teman seperjuangan stambuk 2010 (Nurul Hidayah, SKM, Aminah Arfah, SKM, Muthia, Ima, Tia, Sikho, Kiki dan Ayu) serta yang lainnya

yang tak bisa disebutkan penulis satu persatu di FKM USU atas do’a,

bantuan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.

12. Rekan-rekan peminatan Kesehatan Lingkungan yang tak bisa disebutkan

penulis satu persatu di FKM USU atas do’a, bantuan dan semangat yang

telah diberikan kepada penulis.

13. Teman-teman seperjuangan selama Pengalaman Belajar Lapangan (Riri, Nina, Arsika, Kak Emalia, Dan Pak Barita) atas do’a, bantuan dan

semangat yang telah diberikan kepada penulis.

14. Teman-teman seperjuangan selama Latihan Kerja Peminatan (Devi Destika, Imerlyn, Wichan dan Berliana) atas do’a, bantuan dan semangat

yang telah diberikan kepada penulis.

15. Kakanda (Yulinda Lubis, SKM, Rizki Sarjani, SKM dan Dian Akhfiana Fitri, SKM) serta yang lainnya yang tak bisa disebutkan penulis satu

persatu atas do’a, bantuan dan semangat yang telah diberikan kepada

(10)

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta masih diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki.

Medan, 08 Februari 2014 Penulis

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ...iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemiologi Malaria... 7

2.1.1 Pengertian Malaria ... 7

2.1.2 Etiologi ... 8

2.1.3 Siklus Hidup Plasmodium... 9

2.1.4 Patogenesis Malaria ... 11

2.1.5 Patologi Malaria ... 14

2.1.6 Penularan Malaria ... 16

2.2 Hubungan Host, Agent, Environment ... 16

2.3 Manifestasi Klinik... 27

2.4 Diagnosis... 30

2.5 Prognosis ... 30

2.6 Parameter Pengukuran Epidemiologi Malaria ... 31

2.7 Stratifikasi Daerah Malaria ... 33

2.8 Pengendalian dan pencegahan malaria... 34

2.8.1 Pengendalian Malaria... 34

2.8.2 Pencegahan malaria... 38

2.9 Faktor-faktor yang berhubungan dengan malaria ... 38

2.10 Perumahan ... 45

2.10.1 Rumah Sehat ... 45

2.10.2 Persyaratan Rumah Sehat... 46

2.11 Kerangka Konsep ... 50

(12)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian... 53

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 53

3.2.1 Lokasi Penelitian... 53

3.2.2 Waktu Penelitian ... 53

3.3 Populasi dan Sampel ... 54

3.3.1 Populasi Penelitian ... 54

3.3.2 Sampel Penelitian... 54

3.4 Teknik Pengambilan Sampel... 55

3.5 Jenis data ... 57

3.5.1 Data Primer ... 57

3.5.2 Data Sekunder ... 57

3.6 Defenisi Operasional Variabel ... 58

3.7 Teknik Pengumpulan Data... 60

3.8 Pengolahan dan analisa data ... 60

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 61

4.1.1 Letak Geografi Lokasi Penelitian... 61

4.1.3 Data Demografi ... 61

4.2 Karakteristik Responden Kasus dan Kontrol ... 63

4.3 Analisis Univariat... 63

4.3.1 Distribusi Karakteristik Responden ... 63

4.3.2 Distribusi Faktor Lingkungan Fisik Rumah Responden ... 66

4.4 Analisis Bivariat... 68

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Hubungan Karakterisitik Resonden Terhadap Kejadian Malaria ... 75

5.1.1 Hubungan Jenis Kelamin Responden Terhadap Kejadian Malaria ... 75

5.1.2 Hubungan Umur Responden Terhadap Kejadian Malaria ... 76

5.1.3 Hubungan Pendidikan Responden Terhadap Kejadian Malaria ... 76

5.1.4 Hubungan Pekerjaan Responden Terhadap Kejadian Malaria... 77

5.1.5 Hubungan Sosial Budaya Responden Terhadap Kejadian Malaria . 78 5.2 Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Rumah Terhadap Kejadian Malaria ... 83

5.2.1 Hubungan Kawat kasa di Rumah Responden Terhadap Kejadian Malaria ... 83

5.2.2 Hubungan Pencahayaan di Rumah Responden Terhadap Kejadian Malaria ... 84

5.2.3 Hubungan Kelembaban di Rumah Responden Terhadap Kejadian Malaria ... 84

(13)

5.2.5 Hubungan Kerapatan Dinding di Rumah Responden Terhadap

Kejadian Malaria ... 86

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 88

6.2 Saran... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 91

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Desa Kampung Padang Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2013 ... 61 Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Desa Kampung Padang Berdasarkan Umur

Tahun 2013 ... 62 Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Desa Kampung Padang Berdasarkan Tingkat

Pendidikan Tahun 2013 ... 62 Tabel 4.4. Distribusi Penduduk Desa Kampung Padang Berdasarkan Tingkat

Pekerjaan Tahun 2013 ... 63 Tabel 4.5 Distribusi Karakteristik Responden Kasus dan Kontrol di Desa

Kampung Padang Kec. Panyabungan Kab. Madina Tahun 2013... 63 Tabel 4.6 Distribusi Karakteristik Responden di Desa Kampung Padang

Kec. Panyabungan Kab. Madina Tahun 2013 ... 64 Tabel 4.7 Distribusi Faktor Lingkungan Fisik Rumah Responden

Berdasarkan Kawat Kasa Pada ventilasi, Pencahayaan, Kelembaban, Langit-langit/Plafon rumah, dan Kerapatan di Desa Kampung Padang Kec. Panyabungan Kab. Madina Tahun 2013... 66 Tabel 4.8 Hubungan Karakteristik Responden dengan Kejadian Malaria di

Desa Kampung Padang Kec. Panyabungan Kab. Mandailing Natal Tahun 2013 ... 69 Tabel 4.9 Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian

Malaria di Desa Kampung Padang Kec. Panyabungan Kab.

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Lembar Observasi Penelitian ... 94

Lampiran II Master Data Penelitian ... 97

Lampiran III Print Out data SPSS ... 106

Lampiran IV Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian... 128

Lampiran V Lembar Bimbingan Skripsi ... 135

Lampiran VI Surat Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Unuversitas Sumatera Utara ... 137

Lampiran VII Surat keterangan selesai penelitian dari kantor Pusat Penanggulangan Malaria Kab. Mandailing Natal ... 138

(16)

ABSTRAK

Desa Kampung padang merupakan salah satu desa di Kecamatan Panyabungan yang Endemis Malaria dengan AMI (Annual Malaria Incidence)

sebesar 29,21‰ dan API (Annual Parasite Incidence) sebesar 63,41‰. Kejadian

malaria disebabkan adanya kontak manusia dengan nyamuk malaria dan didukung oleh kondisi perumahan dan lingkungan yang kurang baik.

Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan karakteristik responden dan faktor lingkungan fisik rumah terhadap kejadian malaria di Desa Kampung Padang Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal.

Jenis Penelitian survei yang bersifat Analitik dengan desain penelitian case control. Jumlah sampel sebanyak 85 kepala keluarga yang terdiri dari 35 kasus dan 50 kontrol. Data penelitian dianalisis dengan metoda analisis non parametrik dengan uji Chi Square.

Hasil penelitian yang diperoleh yaitu terdapat hubungan antara pendidikan (p = 0,009, OR = 0,304: 95% CI = 0,124-0,750), pekerjaan (p = 0,001), sosial budaya, pemakaian kawat kasa pada ventilasi (p = 0,001), langit-langit/ plafon rumah (p = 0,001, OR = 0,135: 95% CI = 0,051-0,358), kerapatan dinding (p = 0,001, OR = 0,160: 95% CI = 0,059-0,439), pencahayaan (p = 0,007, OR = 3,656: 95% CI = 1,394-9,592) dan kelembaban (p = 0,001, OR = 5,608: 95% CI = 2,152-14,611) terhadap kejadian malaria.

Disarankan kepada Instansi Kesehatan Diperlukan adanya tambahan penyuluhan kesehatan bagi masyarakat khususnya tentang malaria. Hal ini dapat dilakukan melalui sosialisasi pada saat PKK, Posyandu, atau pada saat ke Puskesmas dan Perlu meningkatkan kegiatan PJB (Pemantauan Jentik Berkala) ditiap rumah atau di tempat-tempat umum seperti sekolah, masjid, pasar, terminal, serta mengangkat juru pemantau jentik dan bagi masyarakat hendaknya memperhatikan kebersihan lingkungan.

(17)

ABSTRACT

Kampung Padang village is one of the villages in the Panyabungan district are endemic Malaria with AMI (Annual Malaria Incidence) of 29.21 and API (Annual Parasite Incidence) of 63.41 . Incidence of malaria caused by human contact with malaria mosquitoes and supported by the housing and unfavorable environmental conditions.

The purpose of this study to know the relationship of the characteristics of respondents and the physical environmental factors on the incidence of malaria in the Kampung Padang village Panyabungan of District Mandailing Natal of Subdistrict.

This research was conducted with non parametric methods of analysis with Case Control design. The total sample of 85 heads of families consisting of 35 cases and 50 controls. Data were analyzed with non-parametric analysis methods of analysis with Chi Square test.

The results obtained that there is a relationship of the education (p = 0,009, OR = 0,304: 95% CI = 0,124-0,750), employment (p = 0,001),, social cultural, wire gauze on ventilation (p = 0.001), lagit-sky home (p = 0,001, OR = 0,135: 95% CI = 0,051-0,358), wall density (p = 0,001, OR = 0,160: 95% CI = 0,059-0,439), humidity (p = 0,001, OR = 5,608: 95% CI = 2,152-14,611) and lighting (p = 0,007, OR = 3,656: 95% CI = 1,394-9,592)on the incidence of malaria.

It is suggested to health department to educate the community particulary malaria disease. This can be done through socialization with PKK, IHC, or community health center and should increase the activity PJB (Larva Monitoring Periodic) in each home or in public places such as schools, mosques, markets, terminals, and raised his interpreter monitors larva and for the people should pay attention to the cleanliness of the environment.

(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi menular yang masih banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis atau subtropis yang terletak antara 40° Lintang Selatan dan 60° Lintang Utara. Penyakit malaria hingga kini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia dan endemik di 92 negara dengan 41% penduduk dunia berada dalam keadaan risiko. Kelompok potensial terjadinya penyebaran malaria di Sepuluh Negara yaitu: India, Afghanistan, Sri Lanka, Thailand, Afrika, Kamboja, Cina, Filipina, Amerika Selatan dan Indonesia (Soedarto, 2009).

Berdasarkan data WHO (2004), di dunia setiap tahunnya ditemukan 300-500 juta kasus baru dengan kematian lebih kurang 2 juta orang per tahun, separuhnya terdapat pada anak-anak di bawah usia 5 tahun. WHO (2008), di dunia terdapat 243 juta kasus malaria dengan 863.000 kematian dan 85% kematian terjadi pada anak-anak di bawah 5 tahun. Transmisi malaria yang tinggi dijumpai di daerah pinggiran hutan di Amerika Selatan (Brasil), Asia Tenggara (Thailand dan Indonesia) dan di seluruh Sub-Sahara Afrika. Menurut WHO (2008), malaria menyebabkan 2.414 kematian setiap hari di dunia, dengan lebih dari 90% kematian terjadi di Sub-Sahara Afrika. Annual Parasite Incidence (API) malaria tertinggi dilaporkan dari Timor

Leste (42,5‰), Myanmar (10,2‰) dan Indonesia (3,8‰) sedangkan API terendah

(19)

Di Indonesia penyakit malaria tersebar diseluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda-beda dan dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian sampai 1800 meter di atas permukaan laut. Malaria merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia, oleh karena itu penyakit ini endemik di sebagian besar wilayah Indonesia, terutama di luar Jawa dan Bali. Menurut WHO (2008), API

Indonesia selama tahun 2008 sebesar 3,82‰ atau mengalami peningkatan jika

dibandingkan tahun 2007 sebesar 3,10‰. Daerah dengan kasus malaria tinggi

dilaporkan dari kawasan Timur Indonesia antara lain Propinsi Papua, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Sulawesi Tenggara. Di kawasan lain angka malaria dilaporkan masih cukup tinggi antara lain di Propinsi Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Bengkulu dan Riau. Angka kasus malaria di

Jawa-Bali atau yang dikenal dengan API selama tahun 2008 sebesar 0,16‰. Di luar Jawa -Bali, angka klinis malaria per 1.000 penduduk yang dikenal dengan Annual Malaria Incidence(AMI) selama tahun 2008 sebesar 18,82‰.

Di Provinsi luar Jawa dan Bali pada tahun 2008, AMI tertinggi adalah di

Papua Barat yaitu sebesar 167,47 per 1.000 penduduk, diikuti oleh NTT (104,10‰),

Papua (84,74‰), dan Maluku Utara (51,42‰). Sedangkan untuk wilayah Jawa dan Bali, API tertinggi adalah Propinsi Jawa Timur sebesar 0,71 per 1.000 penduduk, diikuti Jawa Barat 0,58 per 1.000 penduduk.

(20)

dibeberapa kecamatan, dengan kasus tertinggi di Kecamatan Kota Dasar di Kecamatan Hamparan Perak 432 kasus dan selanjutnya diikuti Kecamatan Pantai Labu sebanyak 348 kasus, melihat daerahnya secara geografis terletak di daerah pinggiran pantai (Profil kesehatan Kab. Deli Serdang, 2006).

Lingkungan fisik, lingkungan biologis dan sosial budaya masyarakat merupakan faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit malaria, demikian pula dengan kondisi lingkungan kecamatan Panyabungan kabupaten Mandailing Natal, merupakan daerah yang sangat potensial untuk tempat perindukan nyamukAnopheles sp. dilihat dari letak geografisnya yang terletak pada 0° 10’- 1° 50’ LU dan

ketinggian dari permukaan laut antara 400-750 m. Beberapa daerah di Kabupaten Mandailing Natal ini terdapat parit/saluran irigasi, sungai, persawahan, dan rawa-rawa serta kolam ikan merupakan habitat yang paling disenangi Nyamuk Anopheles sp.

(21)

membersihkan lingkungan sekitar rumahnya sehingga mempermudah perkembangbiakan nyamukAnopheles sp.

Program pengendalian Anopheles sp. yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan diteruskan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Mandailing Natal dengan strategi penurunan kasus malaria Anopheles sp. dengan berbagai upaya diantaranya yaitu membuat 6 Program Pokok Penanggulangan Malaria seperti diagnosa dan pengobatan, peran serta masyarakat dan lintas sektor, pengendalian lingkungan dan pemberantasan vektor, surveilans dan sistem informasi malaria, penelitian dan kajian ilmiah dan penanggulangan malaria melalui perbaikan gizi (Kantor Pusat Penanggulangan Malaria Kab. Mandailing Natal, 2012). Namun angka kejadian malaria masih saja ditemukan tinggi. Adapun angka kesakitan malaria di Kabupaten Mandailing Natal di ukur dengan angka Annual Malaria Index (AMI) danAnnual Parasite Incidence(API).

Berdasarkan data klinis malaria di Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2012 termasuk daerah dengan tingkat endemisitas malaria tinggi (High Insidens Area) yang diukur dengan indikator API yaitu Jumlah penderita Positif Malaria dalam 1 tahun > 50 kasus per 1.000 penduduk sebesar 122,50‰. Sedangkan di

Kecamatan Panyabungan pada tahun 2012 termasuk daerah dengan tingkat endemisitas malaria tinggi (High insidens Area) yang diukur dengan indikator API yaitu Jumlah penderita Positif Malaria dalam 1 tahun > 50 kasus per 1.000 penduduk

sebesar 63,41‰ dan dengan indikator AMI dengan tingkat endemisitas sedang (Medium Insidens Area) sebesar 29,21‰. Sedangkan di Desa Kampung Padang

(22)

kunjungan pasien ke klinik malaria panyabungan dan pada umumnya masyarakat masih banyak mencari pengobatan tradisional.

1.2 Perumusan Masalah

Tingginya kasus Malaria di Desa Kampung Padang Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal sebagai salah satu Desa yang berada di Kecamatan Panyabungan yang berpotensial terhadap terjadinya malaria bila dibandingkan dengan desa di kecamatan lain karena banyak persawahan serta kondisi fisik perumahan penduduk yang masih bisa dikatakan buruk dan kebiasaan masyarakatnya. Hal inilah yang menjadi kontribusi bagi peneliti untuk melakukan penelitian di Desa Kampung Padang Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara sehingga dapat dibuat suatu perumusan masalah yaitu belum diketahuinya hubungan karakteristik responden dan faktor lingkungan fisik rumah terhadap kejadian Malaria di Desa Kampung Padang Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan karakteristik responden dan faktor lingkungan fisik rumah terhadap kejadian malaria di Desa Kampung Padang Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara.

1.3.2 Tujuan Khusus

(23)

2. Untuk Mengetahui faktor lingkungan fisik rumah penduduk seperti kawat kasa pada ventilasi, pencahayaan, kelembaban, langit-langit/plafon rumah, dan kerapatan dinding.

3. Untuk mengetahui hubungan karakteristik responden dan faktor lingkungan fisik rumah terhadap kejadian Malaria di Desa Kampung Padang Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Berguna bagi Kantor Pusat Penanggulangan Malaria Kabupaten Mandailing Natal dalam melaksanakan Program Penurunan Kasus Malaria.

2. Hasil penelitian berguna bagi masyarakat yang tinggal di wilayah Kabupaten Mandailing Natal Kecamatan Panyabungan untuk mengetahui lebih jelas tentang perkembangbiakan spesies nyamukAnopheles sp.

3. Sebagai bahan masukan kepada pemerintah Kabupaten Mandailing Natal melalui Dinas Kesehatan Kabupaten dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan malaria secara efektif dan efisien.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemiologi Malaria

Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intra selular dari genus plasmodium. Malaria pada manusia dapat disebabkan P.malariae, P.vivax, P.falciparum dan P. Ovale. Penularan malaria dilakukan oleh nyamuk betina dari genus Anopheles sp. Sekitar 400 spesies nyamuk Anopheles telah ditemukan 67 spesies yang dapat menularkan malaria dan 30 diantaranya ditemukan di indonesia. Selain oleh gigitan nyamuk, malaria dapat ditularkan secara langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar darah serta ibu hamil kepada bayinya (Harijanto, 2000).

2.1.1 Pengertian Malaria

Penyakit malaria adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit malaria, yang merupakan suatu protozoa darah termasuk :

Filum : Apicomplexa Sub ordo : Haemosporidiidae

Klas : Sporozoa Familia : Plasmodiidae

Sub klas : Cocidiidae Genus : Plasmodium

Ordo : Eucoccidiidae

(25)

vinckeia yang hanya menginfeksi kelelawar dan binatang pengerat lainnya (Depkes RI, 1999).

Definisi penyakit malaria menurut World Health Organization (WHO) adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit malaria (plasmodium) bentuk aseksual yang masuk ke dalam tubuh manusia yang ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles sp.) betina. Definisi penyakit malaria lainnya adalah suatu jenis penyakit menular yang disebabkan oleh agent tertentu yang infektif dengan perantara suatu vektor dan dapat disebarkan dari suatu sumber infeksi kepada host. Penyakit malaria termasuk salah satu penyakit menular yang dapat menyerang semua orang, bahkan mengakibatkan kematian terutama yang disebabkan oleh parasit Plasmodium falciparum (Depkes RI, 2003).

2.1.2 Etiologi

Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles sp. ataupun ditularkan langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya (Widoyono, 2011).

(26)

menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh (Widoyono, 2011).

2.1.3 Siklus Hidup Plasmodium

Dalam siklus hidup nyamuk terdapat tingkatan-tingkatan dimana antara tingkatan yang satu berbeda dengan tingkatan yang lainnya, yaitu berdasarkan tempat hidupnya/lingkunganya dikenal dua tingkatan kehidupan nyamuk antara lain: tingkatan dalam air berupa telur lalu menjadi jentik dan dari jentik menjadi kepompong, tingkatan di luar tempat berair yaitu di udara sebagai nyamuk dewasa (jantan dan betina). Daur hidup keempat spesies plasmodium pada manusia sama. Proses tersebut terdiri atas fase seksual eksogen (sporogoni) dalam badan nyamuk Anopheles dan fase aseksual (skizogoni) dalam badan hospes vertebrata. Reproduksi seksual hasilnya disebut sporozoite sedangkan reproduksinya aseksual disebut merozoite. Pada penyakit malaria manusia sebagai host intermediate sedangkan nyamuk sebagai host defenitifnya.

a. Parasit Dalam Hospes Vertebrata (Hospes Perantara)

Bila nyamuk Anopheles betina mengandung parasit malaria dalam kelenjar liurnya menusuk hospes, sporozoit yang berada dalam air liurnya masuk melalui prosbosis ditusukkan kedalam kulit.Sporozoitsegera masuk kedalam peredaran darah dan setelah ½-1 jam masuk dalam sel hati. Banyak yang dihancurkan oleh fagosit, tetapi sebagian masuk dalam sel hati (hepatosit) menjadi tropozoit hati dan berkembangbiak. Proses ini disebutskizogoni praeritrosit/eksoeritrositer primer.

(27)

tetapi beberapa difagositosis. Pada P. vivax dan P. ovale sebagian sporozoit yang menjadi hipnozoit setelah beberapa waku (beberapa bulan sampai lima tahun) menjadi aktif kembali dan mulai dengan skizogoni eksoeritrosit sekunder.

Merozoit yang dilepaskan oleh skizon jaringan mulai menyerang eritrosit. Pada saat merozoit masuk, selaput permukaan dijepit sehingga lepas. Seluruh proses ini berlangsung selama kurang lebih 30 detik. Setelah dua atau tiga generasi (3-15 hari) merozoit dibentuk, sebagian merozoit tumbuh menjadi stadium seksual. Proses ini disebut gametogoni (gametositogenesis). Stadium tumbuh tetapi inti tidak membelah. Gametosit mempunyai bentuk yang berbeda pada berbagai spesies: pada P. falciparum bentuknya seperti sabit/pisang bila sudah matang, pada spesies lain bentuknya bulat.

b. Parasit Dalam Hospes Invertebrata (Hospes Definitif)

(28)

8-24 mikron dan disebut ookinet. Ookinet kemudian menembus dinding lambung melalui sel epitel ke permukaan luar lambung dan menjadi bentuk bulat, disebut ookista. Kemudian ookista pecah, ribuan sporozoit dilepaskan dan bergerak dalam rongga badan nyamuk untuk mencapai kelenjar liur. Nyamuk sekarang menjadi infektif. Bila nyamuk mengisap darah setelah menusuk kulit manusia, sporozoit masuk ke dalam luka tusuk dan mencapai aliran darah. Sporogoni yang dimulai dari pematangan gametosit sampai menjadi sporozoit yang infektif berlangsung 8-35 hari tergantung suhu lingkungan dan spesies parasit.

2.1.4 Patogenesis Malaria

Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemia tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit (Harijanto, 2000).

(29)

Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan struktur dan biomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport membran sel,Sitoadherensi, Sekuestrasi dan Resetting(Harijanto, 2000).

Sitoadherensimerupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P. falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk roset (Harijanto, 2006).

Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit, sehingga berbentuk seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya Resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi (Harijanto, 2006).

Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:

1. Penghancuran eritrosit

(30)

2. Mediator endotoksin-makrofag

Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF) yang merupakan suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dansitokin dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan sindrom penyakit pernapasan pada orang dewasa (Pribadi, 2000).

3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka

Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung parasit terhadap endothelium kapiler alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endothelium dan membentuk gumpalan yang mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan Anoksia dan edema jaringan (Pribadi, 2000).

(31)

penyakit atau agent penyakit. Berikut adalah teori simpul dari terjadinya penyakit malaria.

Teori Simpul Malaria

Simpul 1 Simpul 2 Simpul 3 Simpul 4

Sumber. Achmadi, 2003 2.1.5 Patologi Malaria

Terdapat tiga stadium parasit yang berpotensi invasif, sporozoit, merozoit, dan ookinete. Sporozoit malaria dilepaskan kedalam darah manusia melalui gigitan nyamuk terinfeksi, biasanya kurang dari 1.000 sporozoit. Sporozoit beredar dalam sirkulasi dalam waktu yang sangat singkat. Sebagian mencapai hati, sebagian lain disaring keluar.

Dalam beberapa menit kemudian sporozoit yang mencapai hati akan melekat dan menyerang sel hati melalui pengikatan reseptor hepatosit untuk protein trombospodin dan serum properdin. Sebagian sporozoit dihancurkan oleh fagosit, tetapi sebagian besar masuk sel parenkim hati dan memperbanyak diri secara aseksual (proses skizogoni eksoeritrositer), dapat menjadi sebanyak 30.000 merozoit. Dalam 40-48 jam merozoit dapat ditemukan dalam sel hati (fase

Sehat/Sakit Masyarakat

Terkena Resiko Penderita

Malaria

Anopheles sp.

(32)

praeritrositik/eksoeritrositer). Tiga hari kemudian bentuk intrahepatik ini dapat atau tidak berdifrensiasi kedalam bentuk skizon atau hipnozoit tergantung pada spesies plasmodium, hal ini akan menyebabkan relaps atau tidaknya infeksi malaria.

Setelah 6-16 hari terinfeksi, sel hati yang mengandung skizon jaringan pecah dan merozoit yang masuk sirkulasi darah mengalami proses skizogoni eritrositer (fase intraeritrositer). Pada infeksi P.falciparum dan P.malariae, skizon jaringan pecah semua dalam waktu hampir bersamaan dan tidak menetap dalam hati. Sedangkan P.vivax dan P.ovale mempunyai 2 bentuk eksoeritrositer. Tipe primer berkembang dan pecah dalam 6-9 hari, dan tipe sekunder, hipnozoit akan dorman dalam hati selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau mencapai 5 tahun sebelum mengembangkan diri dan menghasilkan relaps infeksi eritrositik/parasetemia rekuren.

(33)

2.1.6 Penularan Malaria

Penyakit malaria disebabkan oleh parasit yang disebut plasmodium sp yang hidup dalam tubuh manusia dan dalam tubuh nyamuk. Parasit/plasmodium hidup dalam tubuh manusia.

Menurut epidemiologi penularan malaria secara alamiah terjadi akibat adanya interaksi antara tiga faktor yaitu host, agent, dan environment. Manusia adalah host vertebrata dari Human plasmodium, nyamuk sebagai Host invertebrate, sementara Plasmodium sebagai parasit malaria sebagai agent penyebab penyakit yang sesungguhnya, sedangkan faktor lingkungan dapat dikaitkan dalam beberapa aspek, seperti aspek fisik, biologi dan sosial ekonomi (Harijanto, 2006).

2.2 Hubungan Host, Agent, dan Environment

Proses terjadinya penyakit disebabkan adanya intereaksi antara “agen” atau

faktor penyebab penyakit, manusia sebagai “pejamu” atau host, dan faktor

lingkungan yang mendukung. Ketiga faktor tersebut dikenal sebagai Trias Penyebab Penyakit.

I. Host

a. Manusia (Host Intermediate)

(34)

Ada dua macam kekebalan yaitu : a. Kekebalan Alami (Natural Imunity)

Kekebalan yang timbul tanpa memerlukan infeksi terlebih dahulu. b. Kekebalan didapat (Acqired Immunity) yang terdiri dari :

1) Kekebalan aktif (Active Immunity)

Kekebalan akibat dari infeksi sebelumnya atau akibat dari vaksinasi. 2) Kekebalan pasif (Pasif Immunity)

Kekebalan yang didapat melalui pemindahan antibodi atau zat-zat yang berfungsi aktif dari ibu kepada janin atau melalui pemberian serum dari seseorang yang kekal penyakit. Terbukti ada kekebalan bawaan pada bayi baru lahir dari seorang ibu yang kebal terhadap malaria di daerah yang tinggi endemisitas malarianya.

Keadaan manusia dapat menjadi pengandung gametosit yang dapat meneruskan daur hidup nyamuk. Manusia ada yang rentan yaitu yang dapat ditular malaria, tapi ada juga yang kebal dan tidak mudah ditular malaria.

Faktor manusia yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit malaria yaitu : a. Umur

(35)

b. Jenis Kelamin

Infeksi parasit plasmodium dapat menyerang semua masyarakat dari segala golongan termasuk golongan yang paling rentan seperti wanita hamil. Hasil penelitian Gomes (2001) menyatakan bahwa ibu hamil yang anemia kemungkinan 8,56 kali menderita malaria falsiparum dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak anemia.

c. Pekerjaan

Pekerjaan yang tidak menetap atau mobilitas yang tinggi berisiko lebih besar terhadap penyakit malaria, seperti tugas-tugas dinas di daerah endemis untuk jangka waktu yang lama sampai bertahun-tahun misalnya petugas medis, petugas militer, misionaris, pekerja tambang, dan lain-lain. Pekerjaan sebagai buruh perkebunan yang datang dari daerah yang non endemis ke daerah yang endemiss belum mempunyai kekebalan terhadap penyakit di daerah yang baru tersebut sehingga berisiko besar untuk menderita malaria. Begitu pula pekerja-pekerja yang didatangkan dari daerah lain akan berisiko menderita malaria.

Menurut penelitian Dasri (2005) dengan desain penelitian case control penderita malaria kemungkinan 4 kali bekerja di luar rumah malam hari dibandingkan dengan tidak penderita malaria.

d. Ras

(36)

golongan darah Duffy (termasuk kebanyakan negro Afrika) mempunyai resistensi alamiah terhadap Plasmodium vivax.

e. Riwayat malaria

Kekebalan residual adalah kekebalan terhadap reinfeksi yang timbul akibat infeksi terdahulu dengan strain homolog spesies parasit malaria. Kekebalan ini menetap hanya untuk beberapa waktu.

f. Cara Hidup

Cara hidup sangat berpengaruh terhadap penularan malaria, seperti tidur tidak memakai kelambu, tidak menggunakan repelen nyamuk pada saat melakukan aktivitas di luar rumah dan pada saat sore hari, dan penggunaan insektisida yang tidak teratur di dalam rumah.

Menurut penelitian Dasri (2005) dengan desain penelitian case control menyatakan bahwa penderita malaria kemungkinan 3,2 kali tidak memakai repelen dibandingkan dengan tidak penderita malaria.

g. Imunitas

(37)

h. Status gizi

Seorang penderita malaria yang mengalami gizi buruk akan mempengaruhi kerja farmakokinetik obat anti malaria seperti diare dan muntah menurunkan absorpsi obat. Selain itu, disfungsi hati menyebabkan metabolism obat menurun. Anak yang bergizi baik dapat mengatasi malaria berat dengan lebih cepat dibandingkan anak bergizi buruk.

i. Sosial Budaya

Kebiasaan untuk berada diluar rumah sampai larut malam, dimana vektornya lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan memperbesar jumlah gigitan nyamuk. Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah dan pengguna zat penolak nyamuk yang intensitasnya berbeda sesuai dengan perbedaan status sosial masyarakat akan mempengaruhi angka kesakitan malaria.

b. NyamukAnopheles sp.(Host Defenitive)

(38)

habitat mulai dari rawa-rawa, pegunungan, sawah, pantai dan lain-lain (Achmadi, 2008).

Nyamuk Anopheles sp.hidup di iklim tropis dan subtropics, namun bisa juga hidup di daerah yang beriklim sedang. Anopheles sp. juga ditemukan pada daerah dengan ketinggian lebih dari 2000-2500m. Nyamuk Anopheles betina membutuhkan minimal 1 kali memangsa darah agar telurnya dapat berkembang biak. Anopheles sp. mulai menggigit sejak matahari terbenam (jam 18.00) hingga subuh dan puncaknya pukul 19.00-21.00. Menurut Prabowo (2004), jarak terbangAnopheles sp.tidak lebih dari 0,5–3 km dari tempat perindukannya. Waktu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan (sejak telur menjadi dewasa) bervariasi antara 2-5 minggu tergantung pada spesies, makanan yang tersedia dan suhu udara.

Menurut Achmadi (2008), secara umum nyamuk yang telah diidentifikasi sebagai penular malaria mempunyai kebiasaan makan dan istirahat yang bervariasi yaitu:

a. Zoofilik : nyamuk yang menyukai darah binatang. b. Anthropilik : nymuk yang menyukai darah manusia.

c. Zooanthropolik : nyamuk yang menyukai darah binatang dan manusia. d. Endofilik : nyamuk yang suka tinggal didalam rumah/bangunan. e. Eksofilik : nyamuk yang suka tinggal di luar rumah.

f. Endofagik : nyamuk yang suka menggigit didalam rumah/bangunan. f. Eksofagik : nyamuk yang suka menggigit diluar rumah.

(39)

Jawa dan Sumatra adalah An. sundaicus, An. maculates, An. aconitus, An. balabacencis.

II. Agent

Penyebab penyakit malaria adalah genus plasmodia, family plasmodiidae dan ordo Coccidiidae. Jenis parasit (plasmodium) sampai saat ini dikenal empat macam (species) parasit malaria yaitu:

a. Plasmodium vivax

Plasmodium vivax akan memberikan intensitas serangan dalam bentuk demam setiap 3 hari sekali sehingga sering dikenal dengan istilah malaria tertian (malaria benigna). Jenis malaria ini tersebar di seluruh kepulauan di Indonesia dan pada umumnya di daerah endemis mempunyai frekuensi tertinggi diantara spesies yang lain.

Eritrosit yang dihinggapi parasit P. vivax mengalami perubahan yaitu menjadi besar, berwarna pucat dan tampak titik-titik halus berwarna merah yang bentuk dan besarnya sama (titik Schuffner). Masa tunas intrinsik berlangsung 12-17 hari. b. Plasmodium malariae

(40)

c. Plasmodium ovale

Plasmodium ovale mempunyai waktu demam yang lebih pendek dan biasanya bisa sembuh spontan. Masa tunas intrinsik sama seperti Plasmodium vivax, yaitu 12-17 hari. Plasmodium ovale dapat ditemukan di daerah tropik Afrika bagian barat, di daerah Pasifik Barat dan beberapa lain di dunia. Di Indonesia parasit ini terdapat di Pulau Owi sebelah selatan Biak Irian Jaya dan di Pulau Timor. Perubahan eritrosit yang terjadi yaitu eritrosit tampak oval dengan tepi bergerigi. Titik Schuffner menjadi lebih banyak.

d. Plasmodium falciparum

Parasit ini ditemukan di daerah tropik terutama di Afrika dan Asia Tenggara sehingga disebut dengan penyebab malaria tropika (malaria maligna). Di Indonesia parasit ini tersebar di seluruh kepulauan. Spesies ini merupakan paling berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat. Pada malaria falciparum, eritrosit yang terinfeksi tidak membesar selama stadium perkembangan parasit. Namun, terjadi perubahan yang menyerupai bentuk pisang. III. Lingkungan (Environment)

Menurut Mukono (2000) yang dikutip oleh Ririh (2011) menyebutkan bahwa bahwa lingkungan adalah sebagai faktor ekstrinsik yang terdiri dari lingkungan fisik, biologis dan sosial yang dapat menyebakan penyakit termasuk penyakit malaria. 1. Lingkungan Fisik

a. Suhu

(41)

gametosit ke dalam tubuh nyamuk sampai terjadinya stadium sporogami dalam nyamuk yaitu terbentuknya sporozoit yang kemudian masuk kedalam kelenjar liur. Makin tinggi suhu maka makin pendek masa inkubasi Ekstrinsik. Pengaruh suhu berbeda dari setiap species pada suhu 26,7oC. Masa inkubasi Ekstrinsik untuk setiap species sebagai berikut:

1. Parasit falciparum : 10–12 hari 2. Parasit vivax : 8–11 hari

3. Parasit malariae : 14 hari 4. Parasit ovale : 15 hari

Masa inkubasi Intrinsik adalah waktu mulai masuknya Sprozoit darah sampai timbulnya gejala klinis/demam atau sampai pecahnya sizon darah dalam tubuh penderita. Masa inkubasi Intrinsik berbeda tiap species :

1. Plasmodium falciparum : 10–14 hari (12) 2. Plasmodium vivax : 12–17 hari (13) 3. Plasmodium malariae : 18–40 hari (28)

4. Plasmodium ovale : 16–18 hari (7) b. Curah Hujan

(42)

c. Kelembaban

Perkembangan Plasmodium dan penularan infeksi terjadi ketika kelembaban paling rendah 60%. Kelembaban yang relatif tinggi akan memperpanjang hidup nyamuk dan juga akan memperpanjang penularan infeksi ke orang lain.

d. Angin

Kecepatan angin akan mempengaruhi jarak terbang nyamuk. Nyamuk Anopheles biasanya tidak ditemukan dalam jumlah besar lebih dari 2-3 km dari tempat perindukannya. Normalnya, nyamuk betina menyebar lebih jauh dari nyamuk jantan dan pengaruh angin bisa membawa nyamuk sejauh 30 km dari tempat perindukan

e. Sinar Matahari

Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. An. sundaicus lebih suka tempat teduh, sebaliknya An. hyrcanus lebih menyukai tempat terbuka.An. barbirostrisdapat hidup baik di tempat yang teduh maupun di tempat yang terang.

f. Arus Air

An. barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau mengalir sedikit. An. minimusmenyukai tempat perindukan yang aliran airnya cukup deras dan An. sundaicusdi tempat yang airnya tergenang.

2. Lingkungan Biologi

(43)

serangan mahkluk hidup lain. Beberapa jenis tanaman air merupakan indikator bagi jenis-jenis nyamuk tertentu.

Tanaman air bukan saja menggambarkan sifat fisik, tetapi juga menggambarkan susunan kimia dan suhu air misalnya pada lagun banyak ditemui lumut perut ayam (Heteromorpha) dan lumut sutera (Enteromorpha) kemungkinan di lagun tersebut ada larvaAn. Sundaicus.

Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah (Plocheilus panchax Panchax sp), Gambusi sp, Oreochromis niloticus (nila merah), Oreochromis mossambica (mujair), akan mempengaruhi populasi nyamuk disuatu daerah. Selain itu adanya ternak besar seperti sapi dan kerbau dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila kandang hewan tersebut diletakkan diluar rumah, tetapi tidak jauh dari rumah atau cattle barrier.

3. Lingkungan Sosial Budaya

Faktor ini terkadang besar sekali pengaruhnya dibandingkan dengan faktor lingkungan yang lain. Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut malam, dimana vektornya lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan memperbesar jumlah gigitan nyamuk. Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah dan penggunaan zat penolak nyamuk/repellen yang intensitasnya berbeda sesuai dengan perbedaan status sosial masyarakat akan mempengaruhi angka kesakitan malaria.

(44)

2.3 Manifestasi Klinis

Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium sp mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (Glycosyl Phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodic, anemia dan splenomegali (Mansyor, 2001).

Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut: 1. Masa inkubasi

Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit (terpendek untuk P. falciparum dan terpanjang untuk P. malariae), beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya transfusi darah yang mengandung stadium aseksual) (Harijanto, 2000).

2. Keluhan-keluhan prodromal

(45)

3. Gejala-gejala umum

Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (Malaria proxym) secara berurutan:

a. Periode dingin

Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperature (Mansyor, 2001).

b. Periode panas

Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40oC atau lebih, penderita membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah- muntah dan dapat terjadi syok. Periode ini berlangsung lebih lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat (Harijanto, 2006).

c. Periode berkeringat

Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, penderita merasa capek dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa (Harijanto, 2006).

(46)

hari dari serangan akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan hiperemis (Harijanto, 2006).

Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P. falciparum. Pada infeksi P. falciparum dapat menimbulkan malaria berat dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut (Harijanto, 2000):

1. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11.

2. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung parasit >10.000/µl.

3. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa atau <12 ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta kelainan kreatinin >3mg%.

4. Edema paru.

5. Hipoglikemia: gula darah <40 mg%.

6. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg disertai keringat dingin atau perbedaan temperature kulit-mukosa >1oC.

7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.

8. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada hipertermis. 9. Asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L).

(47)

11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler jaringan otak.

2.4 Diagnosis

Diagnosis pasti infeksi malaria dilakukan dengan menemukan parasit dalam darah yang diperiksa dengan mikroskop dan metode lain tanpa mikroskop seperti RDT (Rapid antigen Detection Test) serta metode berdasarkan deteksi asam nukleat dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu: hibridisasi DNA atau RNA berlabel yang sensitivitas dapat ditingkatkan dengan PCR (Polymerase Chain Reaction). Pemeriksaan darah juga menujukan gambaran:

a. Hemoglobin, menurun ( Hb, normal: Pria 13,5-18,0 g/dl; Wanita 11,5-16,5 g/dl)

b. Leukosit, normal atau menurun (leukusit normal 4.000-11.000/cm) c. Trombosit, menurun. (Trombosit normal: 150.000-450.000/cm) d. Aspartat amino transferase, meningkat (normal: 8-40 IU/l) e. Alanin amino transferase, meningkat (normal: 3-60 IU/l) f. Bilirubin, meningkat (normal total: < 17 μ mol, direct <5 μ mo/l) 2.5 Prognosis

1. Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis serta pengobatan (Depkes RI, 2006).

(48)

3. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik daripada gangguan 2 atau lebih fungsi organ (Depkes RI, 2006).

a. Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%.

b. Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%. c. Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:

- Kepadatan parasit <100.000/µ L, maka mortalitas <1%. - Kepadatan parasit >100.000/µ L, maka mortalitas >1%. - Kepadatan parasit >500.000/µ L, maka mortalitas >5%. 2.6 Parameter Pengukuran Epidemiologi Malaria

Untuk mengetahui kejadian dan pola suatu penyakit atau masalah kesehatan yang terjadi dalam masyarakat, kita harus mempunyai alat atau metode pengukuran yang dapat digunakan untuk mengetahui jumlah dan distribusi penyakit tersebut. Dalam studi epidemiologi yang paling utama diperlukan adalah alat pengukuran frekuensi penyakit. Pengukuran frekuensi penyakit tersebut dititikberatkan pada angka kesakitan dan angka kematian yang terjadi dalam masyarakat. Frekuensi penyakit dalam epidemiologi biasanya dalam perbandingan antara populasi. Alat yang biasa digunakan adalah rate dan ratio. Adapun ukuran-ukuran yang dipakai khususnya dalam penyakit malaria adalah sebagai berikut :

a. Annual Parasit Incidence(API)

(49)

API = Jumlah penderita SD positif dalam satu tahun x 1.0000 Jumlah penduduk tahun tersebut

b. Annual Malaria Incidence(AMI)

Adalah angka kesakitan (malaria klinis) per 1.000 penduduk dalam satu tahun yang dinyatakan dalam permil (1.000).

AMI = Jumlah penderita malaria klinis dalam satu tahun x 1.000 Jumlah penduduk tahun tersebut

c. Case Fatality Rate(CFR)

Adalah ukuran angka kematian (kematian yang disebabkan oleh malaria

falciparum) dibandingkan dengan jumlah penderita penderita malaria jenis parasit P. falciparum pada periode waktu yang sama.

CFR = Jumlah penderita meninggal karena malaria falciparum pada periode waktu tertentu

x 1000 Jumlah penderita malaria falciparum pada periode waktu yang sama d. Annual Blood Examination Rate(ABER)

Adalah jumlah sediaan darah yang diperiksa terhadap semua penduduk dalam satu tahun yang dinyatakan dalam persen (%).

ABER = Jumlah SD yang diperiksa dalam satu tahun x 100% Jumlah penduduk tahun tersebut

e. Slide Positif Rate(SPR)

Adalah persentase dari sediaan darah yang positif dari seluruh sediaan darah yang diperiksa yang dinyatakan dalam persen (%).

(50)

f. Parasite Rate(PR)

Adalah sama dengan SPR tetapi Parasite Rate (PR) ini digunakan pada kegiatan survei malariometrik anak berumur 0-9 tahun.

PR = Jumlah sediaan darah positif x 100% Jumlah seluruh sediaan darah yang diperiksa g. Spleen Rate(SR)

Adalah adanya pembesaran limpa pada golongan umur tertentu terhadap jumlah penduduk yang diperiksa limpanya pada golongan umur yang sama dan tahun yang sama yang dinyatakan dalam persen (%).

SR= Jumlah anak 2-9 tahun yang mengalami pembesaran limpa x 100% Jumlah anak 2-9 tahun yang diperiksa limpanya

2.7 Stratifikasi Daerah Malaria

Dalam kegiatan pemberantasan malaria, maka dibuat stratifikasi daerah malaria berdasarkan (Ririh, 2011):

1. Stratifikasi Berdasarkan Insidens Malaria a. AMI (Annual Malaria Incidence)

AMI yaitu jumlah penderita malaria klinis di suatu wilayah pada setiap 1.000 penduduk di wilayah tersebut dalam satu tahun. AMI digunakan untuk daerah yang berada di luar Jawa-Bali. Pembagiannya yaitu :

(51)

b. API (Annual Parasite Incidence)

API yaitu jumlah penderita malaria berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium di suatu wilayah pada setiap 1.000 penduduk di wilayah tersebut dalam satu tahun. API digunakan untuk daerah yang berada di Jawa-Bali. Pembagiannya yaitu:

a.Low Parasite Incidence, yaitu API < 1 kasus per 1.000 penduduk b.Medium Parasite Incidence, yaitu API 1-5 kasus per 1.000 penduduk c.High Parasite Incidence, yaitu API > 5 kasus per 1.000 penduduk 2. Stratifikasi Berdasarkan Prevalens Malaria

Didapatkan dari hasil pemeriksaan sediaan darah (SD) positif dari kegiatan survei malariometrik, maka daerah malaria dapat dibagi menjadi :

a.Low Prevalence Area(LPA), yaitu PR < 2% b. Medium Prevalence Area(MPA), yaitu PR 2-4% c.High Prevalence Area(HPA), yaitu PR > 4%. 2.8 Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Malaria 2.8.1 Pengendalian Malaria

Penanggulangan malaria seharusnya ditujukan untuk memutuskan rantai penularan antara host, agent dan environment. Pemutusan rantai penularan ini harus ditujukan kepada sasaran yang tepat, yaitu:

1. Pemberantasan Vektor

(52)

parasit yang ada dalam tubuh, pertumbuhannya di dalam tubuh tidak selesai, sehingga penyebaran/transmisi penyakit dapat terputus (Depkes RI, 2003).

Demikian juga kegiatan anti jentik dan mengurangi atau menghilangkan tempat-tempat perindukan, sehingga perkembangan jumlah (Density) nyamuk dapat dikurangi dan akan berpengaruh terhadap terjadinya transmisi penyakit malaria (Depkes RI, 2003)

2. Pengendalian Vektor

Pengendalian vector malaria dilaksanakan berdasarkan pertimbangan, Rasioanal, Efektif, Efisiensi, Sustainable, dan Acceptable yang sering disingkat RESA yaitu:

1. Rational: Lokasi kegiatan pengendalian vektor yang diusulkan memang terjadi penularan (ada vektor) dan tingkat penularannya memenuhi criteria yang ditetapkan, antara lain: Wilayah pembebasan: desa dan ditemukan penderita indegenius dan wilayah pemberantasan PR > 3%.

2. Effective: Dipilih salah satu metode / jenis kegiatan pengendalian vektor atau kombinasi dua metode yang saling menunjang dan metode tersebut dianggap paling berhasil mencegah atau menurunkan penularan, hal ini perlu didukung oleh data epidemiologi dan Laporan masyarakat.

(53)

4. Acceptable: Kegiatan yang dilaksanakan dapat diterima dan didukung oleh masyarakat setempat (Depkes RI, 2005).

Adapun kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian vektor adalah sebagai berikut (Anies, 2006):

1. Penyemprotan rumah, penyemprotan dilakukan pada semua bangunan yang ada, pada malam hari digunakan sebagai tempat menginap atau kegiatan lain, masjid, gardu ronda, dan lain-lain.

2. Larviciding adalah kegiatan anti larva yang dilakukan dengan cara kimiawi, kegiatan ini di lakukan dilingkungan yang memiliki banyak tempat perindukan yang potensial (Breeding Pleaces). Yang dimaksud dengan tempat perindukan adalah genangan air disekitar pantai yang permanen, genangan air dimuara sungai yang tertutup pasir dan saluran dengan aliran air yang lambat.

3. Biological control adalah kegiatan anti larva dengan cara hayati (pengendalian dengan ikan pemakan jentik), dilakukan pada desa-desa di mana terdapat banyak tempat perindukan vektor potensial dengan ketersedian air sepanjang tahun, seperti mata air, anak sungai, saluran air persawahan, rawa-rawa daerah pantai dan air payau, dll.

(54)

5. Kelambunisasi adalah pengendalian nyamuk Anopheles sp. secara kimiawi yang digunakan di Indonesia. Kelambunisasi adalah pengunaan kelambu yang terlebih dahulu dicelup dengan insektisida permanent 100EC yang berisi bahan aktif permethrin.

3. Penemuan dan Pengobatan Penderita Malaria A. Mencari Penderita Malaria

Salah satu cara memutuskan penyebaran penyakit malaria adalah dengan menemukan penderita sedini mungkin baik dilakukan secara aktif oleh petugas yang mengunjungi rumah secara teratur (Active Case detection) maupun dilakukan secara pasif (Passive Case Detection), yaitu memeriksa semua pasien yang berkunjung ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK), yaitu Polindes, Pustu, Puskesmas dan Rumah Sakit baik swasta maupun pemerintah yang menunnjukkan gejala malaria dan dilakukan pengambilan darah untuk diperiksa di labaratorium.

B. Pengobatan Penderita Malaria

Bebarapa cara dan jenis pengobatan terhadap tersangka atau penderita yaitu : a. Pengobatan Malaria Klinis

Pengobatan diberikan berdasarkan gejala klinis dan bertujuan untuk menekan gejala klinis dan membunuh gamet untuk mencegah terjadinya penularan.

b. Pengobatan Radikal

(55)

c. Pengobatan Masal (Mass drug Administration= MDA)

Pemberian pengobatan malaria klinis kepada semua penduduk (>80%) didaerah KLB sebagai bagian dari upaya penanggulangan KLB malaria. d. Pengobatan kepada Penderita Demam (Mass Fever Treatment= MFT)

Dilakukan untuk mencegah KLB dan penaggulangan KLB, yaitu diulang setiap 2 minggu setelah pengobatan MBA sampai penyemprotan selesai. 2.8.2 Pencegahan Malaria

Pencegahan sederhana dapat dilakukan oleh masyarakat, antara lain :

1. Menghindari atau mengurangi gigitan nyamuk malaria, dengan cara tidur memakai kelambu, tidak berada diluar rumah pada malam hari, mengolesi badan dengan lotion anti nyamuk, memasang kawat kasa pada jendela. 2. Membersihkan tempat sarang nyamuk, dengan cara membersihkan

semak-semak disekitar rumah dan melipat kain-kain yang bergantungan, mengusahakan didalam rumah tidak gelap, mengalirkan genangan air serta menimbunnya.

3. Membunuh nyamuk dewasa (penyemprotan dengan insektisida) 4. Membunuh larva dengan menebarkan ikan pemakan larva 5. Membunuh larva dengan menyemprot larvasida.

2.9 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Malaria

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit malaria antara lain: 1. Faktor Lingkungan fisik

(56)

Rumah adalah struktur fisik, orang menggunakan untuk tempat berlindung yang dilengkapi beberapa fasilitas yang berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani baik untuk keluarga maupun individu.

Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia disamping pangan dan sandang agar rumah dapat berfungsi sebagai tempat tinggal yang baik diperlukan beberapa persyaratan. Rumah sehat harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain:

1) Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat terpenuhi kebutuhan fisik dasar dari penghuninya. Hal-hal yang perlu diperhatikan di sini ialah :

a) Rumah tersebut harus terjamin penerangannya yang dibedakan atas cahaya matahari dan lampu.

b) Rumah tersebut harus mempunyai ventilasi yang sempurna, sehingga aliran udara segar dapat terpelihara.

c) Rumah tersebut dibangun sedemikian rupa sehingga dapat dipertahankan suhu lingkungan.

2) Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat terpenuhi kebutuhan kejiwaan dasar dari penghuninya. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

(57)

b) Menyediakan sarana yang memungkinkan dalam pelaksanaan pekerjaan rumah tangga tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan.

3) Rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni dari penularan penyakit atau berhubungan dengan zat-zat yang membahayakan kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

a) Rumah yang di dalamnya tersedia air bersih yang cukup. b) Ada tempat pembuangan sampah dan tinja yang baik. c) Terlindung dari pengotoran terhadap makanan.

d) Tidak menjadi tempat bersarang binatang melata ataupun penyebab penyakit lainnya.

4) Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga melindungi penghuni dari kemungkinan terjadinya bahaya kecelakaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

a) Rumah yang kokoh.

b) Terhindar dari bahaya kebakaran. c) Alat-alat listrik yang terlindungi. d) Terlindung dari kecelakaan lalu lintas.

(58)

yang terbuat dari kayu, internit maupun anyaman bambu halus sebagai penghalang masuknya nyamuk ke dalam rumah dilihat dari ada tidaknya langit-langit pada semua atau sebagian ruangan rumah. Kualitas dinding yang tidak rapat jika dinding rumah terbuat dari anyaman bambu kasar ataupun kayu/papan yang terdapat lubang lebih dari 1,5 mm² akan mempermudah nyamuk masuk ke dalam rumah (Darmadi, 2002). b) Lingkungan rumah

Lingkungan fisik yang diperhatikan dalam kejadian malaria adalah jarak rumah dari tempat istirahat dan tempat perindukan yang disenangi nyamuk Anopheles sp. seperti adanya semak yang rimbun akan menghalangi sinar matahari menembus permukaan tanah, sehingga adanya semak-semak yang rimbun berakibat lingkungan menjadi teduh serta lembab dan keadaan ini merupakan tempat istirahat yang disenangi nyamuk Anopheles sp.. Parit atau selokan yang digunakan untuk pembuangan air merupakan tempat berkembang biak yang disenangi nyamuk, dan kandang ternak sebagai tempat istirahat nyamuk sehingga jumlah populasi nyamuk di sekitar rumah bertambah (Handayani, 2008).

1. Kondisi lingkungan yang sesuai dengan bionomik vektor malaria. a. Anopheles aconitus

(59)

dalam rumah dan kandang, tetapi tempat hinggap yang paling disukai ialah di luar rumah, pada tebing yang curam, gelap dan lembab. Juga terdapat diantara semak belukar didekat sarangnya. Jarak terbangnya dapat mencapai 1,5 km, tetapi mereka jarang terdapat jauh dari sarangnya. Terbangnya pada malam hari untuk menghisap darah.

b. Anopheles balabacensis

Anopheles balabacensis ditemukan sepanjang tahun baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Pada musim hujan tempat perkembangbiakan spesies tersebut adalah di aliran mata air yang tergenang, di genangan-genangan air hujan di tanah, dan di lubang- lubang batu. Sering didapatkan juga pada parit yang alirannya terhenti. Pada musim kemarau sumber air tanah berkurang sehingga terbentuk genangan-genangan air sepanjang sungai. Genangan-genangan-genangan air tersebut dimanfaatkan sebagai tempat perkembangbiakkan Anopheles balabacensis. Nyamuk dewasa lebih suka menghisap darah manusia dari pada darah binatang (Achmadi, 2008).

c. Anopheles maculatus

(60)

luar rumah paling banyak sekitar pukul 22.00. Spesies ini pada siang hari ditemukan istirahat di luar rumah pada tempat-tempat yang teduh antara lain di kandang sapi dan kerbau, di semak-semak, di lubang-lubang di tanah pada tebing dan lubang-lubang tempat pembuangan sampah. Selama penangkapan pada siang hari tidak pernah menemukan Anopheles maculatusistirahat di dalam rumah (Achmadi, 2008).

Jarak terbangnya kurang lebih 1 km tetapi mereka jarang terdapat jauh dari sarangnya dan lebih suka mengigit binatang dari pada manusia. d. Anopheles sundaicus

Tempat perindukan nyamuk Anopheles sundaicus umumnya di air payau yang banyak tumbuhan air atau lumut dan mendapat sinar matahari langsung seperti muara sungai yang tergenang, di lagun, dan di genangan-genangan air payau diantara hutan bakau dengan salinitas 1,2-2%. Nyamuk dewasa senang hinggap di dalam rumah (Achmadi, 2008).

2. Faktor Perilaku

(61)

prediposisi, pemungkin dan penguat yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi perilaku.

Strategi yang tepat agar masyarakat mudah dan cepat menerima pesan diperlukan alat bantu yang disebut peraga. Semakin banyak indra yang digunakan untuk menerima pesan semakin banyak dan jelas pula pengetahuan yang diperoleh ( Depkes RI, 1999).

Praktik atau perilaku keluarga terhadap upaya mengurangi gigitan nyamuk malaria adalah:

a. Kebiasaan menggunakan kelambu

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menggunakan kelambu secara teratur pada waktu malam hari dapat mengurangi kejadian malaria. Penduduk yang tidak menggunakan kelambu mempunyai resiko 6,44 kali terkena malaria.

b. Kebiasaan menghindari gigitan nyamuk

Untuk menghindari gigitan nyamuk digunakan obat semprot, obat poles atau obat nyamuk bakar sehingga memperkecil kontak dengan nyamuk (Depkes RI, 1992).

c. Kebiasaan berada di luar rumah pada malam hari

Gambar

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Desa Kampung Padang Berdasarkan JenisKelamin Tahun 2013
Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Desa Kampung Padang Berdasarkan UmurTahun 2013
Tabel 4.5 Distribusi Karakteristik Responden Kasus dan Kontrol di Desa
Tabel 4.6 Distribusi Karakteristik Responden di Desa Kampung PadangKecamatan Panyabungan Kab
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ditinjau dari analisis hubungan Kebiasaan responden berada diluar rumah terhadap kejadian malaria menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p = 0,006 ( p &lt;0,05) dengan

Karakteristik Penderita Malaria Dengan Parasit Positif Pada Anak di Klinik Malaria Rayon Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2009.. Skripsi Mahasiswa

Penelitian ini tentang keanekaragaman makrozoobentos dan hubungannya dengan penutupan padang lamun di perairan Natal Mandailing Natal Sumatera Utara, telah dilakukan pada

Faktor lingkungan dan prilaku yang berhubungan dengan kejadian malaria di Kecamatan Panyabungan adalah perilaku tidak menggunakan kelambu pada malam hari, tidak

Skripsi saya berjudul “pelaksanaa pembagian harta bersama akibat perceraian” (studi pada masyarakat kecamatan panyabungan kota, kabupaten mandailing natal)” disusun sebagai salah

Tabel 1 memperlihatkan hasil gigi berjejal pada sekolah dasar di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal berdasarkan Aesthetic Component (AC) dari Index Of Treatment

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal beserta seluruh stafnya yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian di Desa Gunungtua

Faktor lingkungan dan prilaku yang berhubungan dengan kejadian malaria di Kecamatan Panyabungan adalah perilaku tidak menggunakan kelambu pada malam hari, tidak