BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses belajar di sekolah adalah proses yang sifatnya kompleks dan
menyeluruh. Banyak orang beranggapan bahwa untuk mendapatkan prestasi
belajar yang tinggi, seseorang harus memiliki kecerdasan intelektual (IQ)
yang tinggi pula. Hal ini menjadikan orang tua berlomba-lomba
untukmeningkatkan kemampuan intelektual anaknya tanpa mempedulikan
kemampuan lain yang dimilikinya. Kenyataan demikian juga yang
terjadisekolah-sekolah konvensional yang lebih menekankan pada
kemampuan akademis siswanya. Guru kurang memperhatikan potensi lain
yang dimiliki siswa.
Guru hanya mengetahui bahwa anak yang selalu mendapatkan nilai
yang baik dikelas dialah anak yang cerdas.Orang tua maupun guru meyakini
kecerdasan inilah yang akan membawa kesuksesan bagi anak dikemudian
hari.Pada kenyataannya banyak orang yang memiliki kemampuan akademis
tinggi di sekolah pada akhirnya kehidupannya hanya biasa-biasa saja,
sedangkan orang yang secara akademis biasa-biasa saja justru banyak dari
mereka menjadi orang-orang yang sukses. Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan akademis bukan satu-satunya faktor dalam keberhasilan
seseorang.Goleman (2005 : 44), mengatakan bahwa kecerdasan intelektual
sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain.Kemampuan bekerjasama dan
bersosialisasi sangat menunjang karier seseorang.
Kecerdasan adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah, atau
menciptakan produk yang berharga dalam satu atau beberapa lingkungan
budaya dan masyarakat (Gardner, 2003:22).Kecerdasan yang dimilikimanusia
akan membantu manusia untuk menemukan jalan keluar atau solusi
permasalahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Kecerdasan dapat
pula membantu seseorang untuk bisa menciptakan sesuatu baik berupa jasa
maupun benda yang bisa membantu memudahkan manusia untuk menghadapi
persoalan dalam kehidupan nyata.
Gardner (2003: 22) menemukan 8 bentuk kecerdasan yang
menggambarkan keanekaragaman bentuk kecerdasan manusia yang
selanjutnya dikenal dengan Multiple Intelligence (kecerdasan
majemuk).Kecerdasan tersebut meliputi kecerdasan linguistik, kecerdasan
matematik-logika, kecerdasan spasial, kecerdasan musikal, kecerdasan
interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan kinestetik dan kecerdasan
natural.
Kecerdasan interpersonal merupakan salah satu bagian dari Multiple
Intelligences.Kecerdasan ini berkaitan dengan kehidupan sosial seperti:
berteman, bergaul atau bersosialisasi dengan orang lain, dan bekerja atau
bermain secara berkelompok.Kecerdasan interpersonal bisa dikatakan juga
sebagai kecerdasan sosial (Safaria, 2005:23).Kecerdasan sosial meliputi
membangun relasi dan mempertahankan relasi sosialnya sehingga kedua
belah pihak berada dalam situasi menguntungkan. Anak-anak yang memiliki
kecerdasan interpersonal tinggi cenderung mudah memahami perasaan orang
lain, mampu mengembangkan hubungan yang harmonis sehingga anak
tersebut akan disenangi dan banyak teman. Mereka sering menjadi pemimpin
diantara teman-temannya dan pandai mengkomunikasikan keinginannya pada
orang lain.
Kecerdasan interpersonal penting karena pada dasarnya manusia tidak
bisa hidup sendiri. Banyak kegiatan dalam hidup anak terkait dengan orang
lain. Anak-anak yang gagal mengembangkan kecerdasan interpersonal akan
mengalami banyak hambatan dalam dunia sosialnya.Anak-anak yang sulit
untuk mengembangkan hubungan yang suportif dengan teman sebayanya,
digambarkan sebagai anak yang agresif, cenderung tidak peka, tidak peduli,
egois ataupun sangat mementingkan egoismenya sendiri, banyak teman
sebayanya yang tidak menyukai kehadirannya. Kasus-kasus yang ekstrim
mungkin bahkan menunjukkan tingkah laku anti sosial seperti ketidakjujuran,
pencurian, penghinaan, pemerkosaan, pembunuhan, dan bentuk kejahatan
lain.Reaksi ini menunjukkan bahwa orang tersebut gagal mengembangkan
kecerdasan interpersonalnya atau dengan kata lain memiliki kecerdasan
interpersonal yang rendah.
Pada umumnya, anak-anak yang memperlihatkan tingkat kecerdasan
interpersonal yang rendah dikarenakan tidak adanya atau sedikit usaha yang
2008:198).Anak-anak yang sulit melakukan sosialisasi dimasa awal usianya
cenderung akan menetap hingga dewasa (Safaria, 2005:12). Jika tidak ada
penanganan yang optimal, maka kesulitan dalam bersosialisasi ini akan
banyak mempengaruhi diri anak, sehingga akan menghambat anak untuk
mencapai kesuksesan di masa depan. Hal ini dikarenakan dalam situasi
apapun anak akan dituntut untuk berhubungan dengan orang lain,
membangun kerjasama serta mampu mempertahankan hubungan tersebut
dengan baik. Saat mereka dewasa, mereka tetap membutuhkan keterampilan
bersosialisasi ini untuk menunjang karir mereka ditempat mereka bekerja.
Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan kecerdasan
interpersonal di SD yaitu banyak orang tua maupun guru yang menganggap
kecerdasan interpersonal kurang penting.Orang tua umumnya beranggapan
bahwa anak yang pandai secara akademik khususnya yang berhubungan
dengan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, maka anak akan
mampu menemukan kecerdasan atau kemampuan yang lain termasuk
kecerdasan interpersonal (Lwin, 2008: 200). Kenyataan ini membuat orang
tua dan guru lebihfokus pada pengembangan kemampuan akademik dan
kurang mengeksplor kemampuan interpersonal maupun kemampuan yang
lain.
Kecerdasan interpersonal erat kaitannya dengan IPS. Pada dasarnya IPS
merupakan kajian tentang manusia dan sekelilingnya (Djojo Suradisastra,
1992: 4). Kehidupan manusia tidak lepas dari hubungan dengan sesamanya
merupakan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain secara
harmonis. Dari hubungan dengan sesamanya maupun dengan lingkungannya
manusia harus mampu mengatasi rintangan-rintangan yang mungkin akan
timbul. Pengajaran IPS memberikan keterampilan-keterampilan yang
dibutuhkan manusia untuk mengatasi rintangan maupun gejala-gejala sosial
yang akan timbul.
Berdasarkan wawancara dengan guru kelas IV di SD Negeri Kenaran 2,
pembelajaran masih ditekankan pada kemampuan akademis dan bersifat
monoton.Pada pembelajaran IPS kelas IV semester I Tahun Ajaran
2012/2013. Guru kesulitan dalam menyampaikan materi IPS, dimana dengan
jam pelajaran IPS yang hanya sedikit harus menyampaikan materi yang
begitu banyak. Pada akhirnya guru guru harus ngebut untuk menyampaikan
materi IPS dengan menggunakan metode pembelajaran seadanya. Proses
pembelajaran menjadi terkesan monoton dimana setiap hari siswa hanya
mendengarkan apa yang disampaikan guru, mencatat, membaca, dan
menyelesaikan tugas individu tanpa ada kegiatan yang mengaitkan siswa pada
peningkatan kecerdasan interpersonal.Kegiatan pembelajaran seperti ini tidak
akan menumbuhkan kerja sama maupun interaksi sosial yang positif antar
siswa.
Selain wawancara, peneliti juga melakukan observasi terhadap siswa
kelas IV SD Negeri Kenaran 2.Peneliti menemukan beberapa tingkah laku
siswa yang menyimpang yang menunjukkan kurangnya kecerdasan
siswaterlihat hiperaktif, bermain sendiri ketika pelajaran maupun sibuk
mengganggu temannya yang sedang berkonsentrasi dengan cara
menyembunyikan kotak pensil maupun buku temannya sehingga berujung
pada pertengkaran. Beberapa siswa senang berkata kotor terhadap
teman-temannya, ada pula siswa yang pasif hanya duduk diam, ketika disuruh maju
tidak mau dan selalu menjadi bahan olokan teman-temannya.Saat guru
memberikan pertanyaan hanya siswa itu-itu saja yang menjawab. Tingkah
laku seperti ini akanberkembang pada pribadi siswa yang mau menang
sendiri, tidak mau bermain dengan teman yang lain selain teman akrabnya,
tidak mau bekerja sama dengan yang lain, pendiam, kurang percaya diri, dan
bahkan ada yang menarik diri dari pergaulan.Situasi diatas berbeda dengan
situasi yang seharusnya terjadi pada saat pembelajaran berlangsung. Idealnya
siswa berkonsentrasi mendengarkan penjelasan guru, melakukan tanya jawab,
duduk dengan rapi, dan aktif berpartisipasi dalam pembelajaran.
Tingkatan kelas di sekolah dasar dapat dibagi dua menjadi kelas rendah
dan kelas atas.Kelas rendah terdiri dari kelas satu, dua, dan tiga, sedangkan
kelas-kelas tinggi sekolah dasar yang terdiri dari kelas empat, lima, dan
enam.Siswa kelas IV sebagai kelas tinggi memiliki perkembangan sosial yang
sangat cepat. Anak berubah dari self centered, egoistis, senang bertengkar,
menjadi anak yang kooperatif dan pandai menyesuaikan diri dengan
kelompok.Adapun ciri-ciri perkembangan sosial dan emosional pada anak
yang duduk di kelas tinggi sekolah dasar yaitu: (1) mudah dibangkitkan;(2)
tindakan orang dewasa; (4) ingin mengetahui segala sesuatu; (5) merindukan
pengakuan dari kelompok; (6) bangga dengan kesuksesan yang diraihnya; (7)
menyukai kegiatan kelompok.
Guru hendaknya dapat menciptakan pembelajaran yang efektif dan
efisien. Pemilihan metode pembelajaran harus disesuaikan dengan hasil
belajar yang akan dicapai, bervariasi, tepat guna, serta tidak lepas dari peran
aktif siswa dengan mengubah paradigma pembelajaran. Metode pembelajaran
seyogyanya disesuaikan dengan dunia anak, mampu memacu keberanian dan
emosi anak untuk berani berbicara dan melakukan suatu interaksi antar
individu maupun dengan kelompok.Pembelajaran hendaknya memberi
kesempatan pada anak untuk terlibat secara aktif dalam
pembelajaran.Pembelajaran perlu di desain melibatkan aktivitas kelompok
sesuai dengan karakteristik anak SD kelas tinggi.
Terkait dengan permasalahan tersebut, perlu dilakukan perubahan
dalam metode pembelajaran.Dalam penelitian ini, peneliti memilih
menggunakan metode diskusi kelompok.Alasan penggunaan metode diskusi
kelompok dalam penelitian ini adalah metode diskusi sesuai dengan
karakteristik siswa kelas IV SD yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan
suka berkelompok.Metode diskusi juga memiliki keunggulan yaitu: dapat
memperluas wawasan peserta didik, dapat merangsang kreativitas peserta
didik dalam memunculkan ide dalam memecahkan suatu masalah, dapat
mengembangkan sikap menghargai pendapat orang lain, dan dapat
metode diskusi dalam perkembangannyaakan menunjukkan kemampuan anak
dalam berhubungan dengan orang lain, mampu menjalin komunikasi yang
efektif dengan orang lain, mampu berempati secara baik, mampu
mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain, menyukai
bekerja secara kelompok.Perkembangan ini mengarah pada pembentukan
kecerdasan interpersonal yang tinggi.
Penulis mengetahui keunggulan dari metode diskusi kelompok dan
melihat kenyataan bahwa pengembangan kecerdasan interpersonal di sekolah
dasar masih sangat minim.Maka dalam penyusunan penelitian ini penulis
tertarik untuk meneliti penggunaan metode diskusi kelompok untuk
meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa kelas IV SD Negeri Kenaran 2
Prambanan.
B. Identifikasi Masalah
Bertolak dari latar belakang permasalahan yang ada, maka dapat
dirumuskan identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Beberapa siswa memiliki sifat pemalu, pendiam, dan mau menang sendiri,
yang menunjukkan kecerdasan interpersonal siswa rendah.
2. Penekanan kecerdasan hanya pada aspek akademik.
3. Metode pembelajaran yang digunakan kurang bervariasi.
4. Kurangnya kesempatan bagi siswa untuk bekerja sama dan mengutarakan
pendapat yang menjadikan kecerdasan interpersonal siswa tidak
5. Proses pembelajaran belum melibatkan keaktifan siswa, dimana siswa hanya
duduk, mendengarkan dan mencatat apa yang disampaikan guru.
C. Pembatasan Masalah
Dikarenakan luasnya masalah yang sudah penulis identifikasikan, maka
penelitian ini dibatasi pada kurangnya kesempatan bagi siswa untuk bekerja
sama dan mengutarakan pendapat yang menjadikan kecerdasan interpersonal
siswa tidak berkembang.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
disusun rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana penggunaan metode
diskusi kelompokmeningkatkan kecerdasan interpersonal dalam pembelajaran
IPS siswa kelas IV SD Negeri Kenaran 2 Prambanan?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal
dalam pelajaran IPS siswa kelas IV SD Negeri Kenaran 2 Prambanan dengan
menggunakan metode diskusi kelompok.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:
a. Bagi guru SD
Penelitian inibermanfaatsebagai masukan guru dalam pemilihan
metode pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan seluruh
kemampuan anak.
Hasil penelitianakan dapat meningkatkan kecerdasan
interpersonalnya karena siswa dapat berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran.
c. Bagi orang tua
Diharapkan agar tidak lagi menekankan kecerdasan dari aspek
akademis saja, tetapi aspek nonakademis juga sangat penting.
d. Bagi peneliti
Memberikan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman langsung
dalam peningkatan kecerdasan interpersonal.
G. Definisi Operasional
1. Kecerdasan interpersonal merupakan kemampuan untuk menjalin
hubungan yang harmonis dengan orang lain. Hubungan yang harmonis
akan tercipta jika manusia mampu mengatasi rintangan-rintangan yang
timbul dalam hubungannya dengan orang lain.
2. Metode diskusi kelompok merupakan salah satu metode yang melibatkan
interaksi dan partisipasi aktif siswa. Di dalam diskusi siswa akan berlatih
mengutarakan pendapatnya, berbicara di depan umum, menghargai
pendapat orang lain, dan menahan egoismenya. Interaksi-interaksi ini
yang nantinya akan menjadi bekal siswa dalam kehidupan
bermasyarakat.
3. IPS merupakan mata pelajaran yang mengkaji tentang manusia dan
dibutuhkan manusia untuk hidup dengan sesamanya maupun
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Kecerdasan Interpersonal
a. Pengertian Kecerdasan Interpersonal
Gardner (Agus Efendi, 2005: 81), kecerdasan adalah suatu
kemampuan untuk memecahkan dan kemampuan untuk menghasilkan
produk yang memiliki nilai budaya. Berdasarkan konsep ini Gardner
menemukan bahwa kecerdasan manusia tidak tunggal tapi ganda
bahkan tak terbatas. Gardner menemukan 8 kecerdasan yang dimiliki
manusia, yang disebutnya dengan kecerdasan majemuk (multiple
intelligence). Kedelapan kecerdasan tersebut adalah kecerdasan
linguistik, kecerdasan logis-matematis, kecerdasan spasial, kecerdasan
musikal, kecerdasan kinestetik, kecerdasan naturalis, kecerdasan
intrapersonal, dan kecerdasan interpersonal.
Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk memahami
dan bekerjasama dengan orang lain (Amstrong, 2002: 4). Kecerdasan
ini menuntut kemampuan untuk menyerap dan tanggap terhadap
suasana hati, perangai, niat, dan hasrat orang lain. Kecerdasan
interpersonal akan menunjukkan kemampuan anak dalam berhubungan
dengan orang lain. Kecerdasan interpersonal yang tinggi membuat
orang bisa bekerjasama dengan orang lain dan melakukan sinergi untuk
memiliki kecerdasan interpersonal tinggi akan mampu menjalin
komunikasi yang efektif dengan orang lain, mampu berempati secara
baik, mampu mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang
lain, menyukai bekerja secara kelompok. Kecerdasan interpersonal bisa
dikatakan juga sebagai kecerdasan sosial, diartikan sebagai kemampuan
dan keterampilan seseorang dalam menciptakan relasi, membangun
relasi dan mempertahankan relasi sosialnya sehingga kedua belah pihak
berada dalam situasi menguntungkan (Safaria, 2005: 23). Kata sosial
maupun interpersonal hanya penyebutannya saja yang berbeda, tetapi
keduanya menjelaskan maksud dan inti yang sama. Lwin (2008: 197)
menjelaskan kecerdasan interpersonal sebagai kemampuan untuk
memahami dan memperkirakan perasaan, temperamen, suasana hati,
maksud dan keinginan orang lain kemudian menanggapinya secara
layak.
Dari beberapa pengertian di atas, maka kecerdasan interpersonal
adalah kemampuan untuk memahami maksud dan perasaan orang lain
sehingga tercipta hubungan yang harmonis dengan orang lain.
Kecerdasan interpersonal penting dalam kehidupan manusia karena
pada dasarnya manusia tidak bisa menyendiri. Banyak kegiatan dalam
hidup manusia terkait dengan orang lain, begitu juga seorang anak yang
membutuhkan dukungan orang-orang disekitarnya. Keterampilan sosial
b. Karakteristik Kecerdasan Interpersonal
Karakteristik orang yang memiliki kecerdasan interpersonal
menurut Muhammad Yaumi (2012: 147) adalah:
1) Belajar dengan sangat baik ketika berada dalam situasi yang membangun interaksi antara satu dengan yang lainnya.
2) Semakin banyak berhubungan dengan orang lain, semakin merasa bahagia.
3) Sangat produktif dan berkembang dengan pesat ketika belajar secara kooperatif dan kolaboratif.
4) Ketika menggunakan interaksi jejaring sosial, sangat senang dilakukan dengan chatting atau teleconference.
5) Merasa senang berpartisipasi dalam organisasi-organisasi sosial keagamaan dan polotik.
6) Sangat senang mengikuti acara talk show di tv dan radio.
7) Ketika bermain atau berolahraga, sangat pandai bermain secara tim (double atau kelompok) daripada bermain sendirian (single).
8) Selalu merasa bosan dan tidak bergairah ketika bekerja sendiri. 9) Selalu melibatkan diri dalam club-club dan berbagai aktivitas
ekstrakurikuler.
10) Sangat peduli dan penuh perhatian pada masalah-masalah dan isu-isu sosial.
Secara umum, kecerdasan interpersonal dapat diamati dari
perilaku seseorang. Orang yang memiliki kecerdasan interpersonal yang
kuat cenderung mampu berdaptasi dengan lingkungan, senang
bersama-sama dengan orang lain, dan mampu menghargai orang lain serta
memiliki banyak teman.
Safaria (2005: 25), juga menyebutkan karakteristik anak yang
memiliki kecerdasan interpersonal tinggi, yaitu :
1) Mampu mengembangkan dan menciptakan relasi sosial baru secara efektif.
2) Mampu berempati dengan orang lain atau memahami orang lain secara total.
4) Mampu menyadari komunikasi verbal maupun nonverbal yang dimunculkan orang lain, atau dengan kata lain sensitif terhadap perubahan situasi sosial dan tuntutan-tuntutannya.
5) Mampu memecahkan masalah yang terjadi dalam relasi sosialnya dengan pendekatan win-win solution, serta yang paling penting adalah mencegah munculnya masalah dalam relasi sosialnya. 6) Memiliki kemampuan komunikasi yang mencakup keterampilan
mendengarkan efektif, berbicara efektif dan menulis secara efektif.
Dari beberapa pendapat diatas dapat diuraikan bahwa anak yang
memiliki kecerdasan interpersonal tinggi mempunyai karakteristik
sebagai berikut:
1) Dapat membangun dan mengembangkan hubungan yang harmonis
dengan orang lain. Anak dapat menempatkan dirinya dalam situasi
apapun dengan baik dalam hubungannya dengan orang lain
sehingga membuat orang lain merasa nyaman berada didekatnya.
2) Mampu berempati dengan orang lain, maksudnya adalah anak
mampu memahami dan mengerti perasaan orang lain. Anak akan
ikut merasakan ketika orang lain merasa sedih ataupun senang.
3) Mampu menjaga dan mempertahankan persahabatan dengan
rekan/teman, dan menjauhi permusuhan. Anak dengan kecerdasan
interpersonal tinggi akan memiliki banyak teman, karena ia dapat
menjaga hubungan pertemanannya dengan baik.
4) Memahami norma-norma sosial yang berlaku sehingga anak
mampu beradaptasi dan berperilaku santun dengan lingkungannya,
baik lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
5) Mampu mencari solusi yang baik atas permasalahan yang terjadi.
7) Menyukai kegiatan-kegiatan yang melibatkan aktivitas kelompok.
8) Memiliki kemampuan komunikasi yang baik dengan orang lain.
c. Strategi Pengembangan Kecerdasan Interpersonal
Kecerdasan interpersonal pada diri seseorang bisa berubah dan
dapat ditingkatkan. Anita Lie (2003: 4) menyatakan bahwa kecerdasan
manusia bisa berkembang sejalan dengan interaksi manusia dengan
alamnya. Manusia mempunyai kemampuan untuk belajar dan
meningkatkan potensi kecerdasan yang dimilikinya.
Hal-hal berikut ini yang dapat dilakukan untuk mengembangkan
kecerdasan interpersonal anak menurut Anita Lie (2003: 123) yaitu:
1. Ungkapkan perasaan kasih dan sayang secara eksplisit.
Anak membutuhkan kasih sayang baik dari keluarga, teman
maupun orang-orang di sekitarnya. Rasa cinta dan kasih sayang
yang selalu diperolehnya akan membuat anak tumbuh menjadi
pribadi dengan kecerdasan interpersonal yang mantap.
2. Berikan penghargaan atas setiap pemberian atau ungkapan kasih
sayang anak
Anak-anak tidak segan untuk mengungkapkan kasih
sayangnya kepada orang disekitarnya terutama orang tua. Pelukan,
ciuman, gurauan, tingkah laku manja adalah cerminan kebutuhan
pengungkapan rasa kasih sayang anak. Respon yang positif
dihargai, diperhatikan dan dicintai. Hal ini akan berpengaruh pada
pengenalan diri anak dan peningkatan kecerdasan interpersonal.
3. Ajari anak untuk mengenali perasaan orang lain melalui
sinyal-sinyal non verbal
Mengenali ekspresi dan gerakan tubuh orang lain sangat
penting bagi anak. Anak akan belajar mengesampingkan
keinginan-keinginannya dengan melihat kebutuhan orang lain.
4. Beri kesempatan anak untuk berhadapan dengan orang lain
Kemampuan berinteraksi dengan orang lain harus
ditanamkan sejak dini dan secara bertahap. Orang tua maupun guru
perlu membimbing dan menuntunnya antara lain dengan cara
memberikan kesempatan untuk bertanya, berbicara, maupun
melakukan interaksi dengan orang banyak.
5. Pahami kebutuhan anak akan persahabatan dengan teman sebaya
dan dukung kegiatan-kegiatan positif bersama teman.
Anak membutuhkan persahabatan dengan teman sebayanya.
Hal-hal yang mungkin tidak dapat dilakukan dengan orang tuanya,
anak dapat melakukan dengan temannya. Bersama
teman-temannya anak dapat memenuhi kebutuhan untuk bermain,
didukung, dipercaya dan diterima sebagai individu.
Sejalan dengan hal-hal di atas, Anderson dalam Safaria (2005: 24)
menyatakan bahwa kecerdasan interpersonal mempunyai tiga dimensi
Ketiga dimensi ini merupakan satu kesatuan utuh dan ketiganya saling
mengisi satu sama lain.
1) Social Sensitivity atau sensivitas sosial, adalah kemampuan anak
untuk mampu merasakan dan mengamati reaksi-reaksi atau
perubahan orang lain yang ditunjukkannya baik secara verbal
maupun non verbal. Sosial sensitivity ini meliputi sikap empati dan
sikap prososial. Empati merupakan kemampuan untuk mengetahui
bagaimana perasaan orang lain. Sedangkan sikap prososial adalah
sebuah tindakan moral yang harus dilakukan secara kultural seperti
berbagi, membantu seseorang yang membutuhkan, bekerjasama
dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.
2) Social Insight, merupakan kemampuan dalam memahami dan
mencari pemecahan masalah yang efektif dalam suatu interaksi
sosial. Social insight meliputi pemahaman situasi dan etika sosial,
keterampilan pemecahan masalah dan kesadaran diri yang
merupakan pondasi dasar dari social insight.
3) Social Communication atau penguasaan keterampilan komunikasi
sosial merupakan kemampuan individu untuk menggunakan proses
komunikasi dalam menjalin dan membangun hubungan
interpersonal yang sehat. Inti dari social communication adalah
Terkait dengan ketiga dimensi kecerdasan interpersonal di atas,
berikut ini keterampilan-keterampilan dalam mengembangkan
kecerdasan interpersonal:
1) Mengembangkan sikap empati
2) Mengembangkan sikap prososial
3) Mengembangkan kesadaran diri anak
4) Mengajarkan pemahaman situasi sosial dan etika sosial
5) Mengajarkan pemecahan masalah efektif pada anak
6) Mengajarkan berkomunikasi dengan santun pada anak
7) Mengajarkan cara mendengarkan efektif
Untuk mengembangkan keterampilan kecerdasan interpersonal di
atas, orang tua dan lingkungan berperan penting sebagai model yang
akan ditiru oleh anak. Keterampilan-keterampilan kecerdasan
interpersonal menurut Safaria (2005: 26) di atas akan dibahas satu
persatu di bawah ini:
1) Mengembangkan Sikap Empati Pada Anak
Kemampuan memahami perasaan orang lain (empati)
diungkapkan anak ketika mereka melihat orang lain terluka atau
sedih. Metode disiplin dan pola asuh orang tua memberikan
pengaruh penting dalam pembentukan kemampuan berempati anak.
2) Mengembangkan Sikap Prososial Pada Anak
Safaria (2005: 117), perilaku prososial adalah tindakan moral
seseorang yang membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan
mengungkapkan simpati. Perilaku ini menuntut anak untuk
mengontrol diri sendiri dalam menahan diri dari egoismenya.
Perkembangan perilaku prososial dipengaruhi terutama oleh
lingkungan keluaga karena orang tua menjadi model bagi anak
dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk mengembangkan perilaku prososial dalam kegiatan
sehari-hari, hal yang dapat dilakukan adalah :
a) Memberi contoh nyata tentang pentingnya perilaku prososial
dengan melakukan kegiatan membantu, berbagi, dan memberi
kepada orang lain
b) Bertindak dengan adil dalam memberi perhatian dan kasih
sayang pada semua anak anda.
c) Mengajak anak dalam kegiatan-kegiatan amal sosial seperti
mengunjungi panti asuhan, kerja bakti atau menyumbangkan
uang untuk pengemis jalanan.
d) Jelaskan pada anak anda dengan bahasa yang mudah dipahami
anak tentang keuntungan dari berperilaku prososial.
e) Bertindak tegas jika melihat anak berperilaku mementingkan
dirinya sendiri, tidak mau bekerjasama dengan orang lain atau
tidak mau membantu orang lain ketika sebenarnya anak
f) Memuji anak ketika dia berhasil menunjukkan tindakan
membantu temannya, mau berbagi dengan saudaranya dan mau
bertindak kooperatif dengan sebayanya.
g) Membimbing anak untuk mampu memilih teman-teman yang
baik.
3) Mengembangkan Kesadaran Diri Anak
Weisinger (2006: 10), kesadaran diri merupakan kemampuan
seseorang dalam menginsafi totalitas keberadaannya sejauh
mungkin. Anak mampu memproses kepekaan, perasaan, penilaian
dan maksud dalam diri anak sehingga dapat menanggapi, bersikap,
berkomunikasi dan bertindak dalam situasi yang berbeda.
Beberapa cara untuk meningkatkan kesadaran diri menurut
Weisinger (2006: 11) adalah (1) menyelidiki cara membuat
penilaian, (2) menyelaraskan diri dengan indra, (3) mengenali
perasaan, (4) mempelajari segala intens, dan (5) memperhatikan
tindakan.
a) Menyelidiki cara membuat penilaian
Penilaian berupa kumpulan kesan, penafsiran, evaluasi dan
harapan yang dimiliki seseorang terhadap diri sendrir, orang
lain maupun lingkungan. Penilaian ini akan membantu belajar
bagaimana pemikiran seseorang dapat mempengaruhi perasaan,
b) Menyelaraskan diri dengan indra.
Pancaindra merupakan sumber data tentang dunia. Melalui
pancaindera kita dapat melihat, mendengar, mencium dan
merasakan apa yang ada disekitar kita, walaupun tidak selalu
sesuai kebenarannya apa yang kita tangkap melalui pancaindra
dengan kejadian yang sebenarnya. Kemampuan menyelaraskan
pancaindera sangat penting agar kita dapat memeriksa,
mengklarifikasi, dan mengubah penilaian jika diperlukan.
c) Mengenali perasaan
Perasaan berhubungan dengan respon emosional yang spontan
terhadap penafsiran dan harapan seseorang. Perasaan negatif
biasanya lebih menyakitkan hati, dan membuat kita merasa
lebih buruk jika kita tidak berusaha menyadarinya. Perasaan
seperti itu harus kita pahami agar kita dapat mengubah dan
mengontrolnya.
d) Mempelajari segala intensi
Intensi merujuk pada hasrat jangka panjang dan jangka pendek
dalam hidup seseorang. Hal-hal yang ingin kita lakukan hari
ini, minggu depan, akhir tahun atau bahkan sepanjang hidup
kita. Kita harus mengetahui apa yang menjadi intensi kita
e) Memperhatikan tindakan
Tindakan bersifat fisik dan dapat diamati. Kita harus
berhati-hati dalam mengambil tindakan. Kita dapat memilih untuk
melakukannya atau tidak melakukannya dengan memikirkan
dampak yang akan terjadi dari pilihan tersebut.
4) Mengajarkan Pemahaman Situasi Sosial dan Etika Sosial Pada Anak
Etiket menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 381)
adalah adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu
diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik. Aturan
ini mencakup banyak hal seperti bagaimana etiket dalam bertamu,
berteman, makan, minum, bermain, meminjam, meminta tolong,
berbicara, mendengarkan, berpakaian dan sebagainya. Semua itu
harus dipahami anak dengan baik agar anak mampu menyesuaikan
perilakunya dalam setiap situasi sosial.
5) Mengajarkan Pemecahan Masalah Efektif Pada Anak
Setiap anak membutuhkan keterampilan untuk memecahkan
masalah secara efektif agar dapat menyelesaikan konflik-konflik
yang terjadi. Anak yang memiliki kecerdasan interpersonal yang
tinggi memiliki keterampilan memecahkan konflik antar pribadi
yang efektif dibandingkan dengan anak yang kecerdasan
6) Mengajarkan Berkomunikasi Dengan Santun Pada Anak
Ada empat keterampilan komunikasi dasar yang perlu dilatih
pada anak yaitu memberikan umpan balik, mengungkapkan
perasaan, mendukung dan menanggapi orang lain, yang terakhir
adalah menerima diri dan orang lain. Jika anak mampu menguasai
keempatnya, anak akan berhasil mengembangkan kecerdasan
interpersonal yang matang sehingga anak mampu membangun dan
mampertahankan hubungan yang bermakna dengan orang lain.
a) Berlatih memberikan umpan balik
Umpan balik yang baik adalah umpan balik yang
diarahkan pada perilaku, bukan pribadinya. Keterampilan ini
harus dikuasai anak agar pemberian umpan balik tidak malah
menimbulkan salah persepsi yang berakibat pada konflik antar
pribadi.
b) Berlatih mengungkapkan perasaan
Ada dua cara dalam mengungkapkan perasaan yaitu:
pengungkapan secara verbal dan pengungkapan secara
non-verbal. Pengungkapan secara verbal dilakukan melalui
media kata-kata dengan mendeskripsikannya, sedangkan
pengungkapan secara non-verbal menggunakan sorot mata
c) Berlatih Mendukung dan Menanggapi
Kecocokan dalam memberikan tanggapan adalah hal
yang penting. Jika salah dalam menanggapi perasaan orang
lain, maka hubungan akan menjadi terhambat. Orang akan
merasa tidak dimengerti dan dihargai. Jika tanggapan yang
diberikan anak sesuai dengan yang dirasakan orang lain, maka
orang lain akan semakin percaya kepada anak.
d) Berlatih Menerima Diri dan Orang lain
Sebelum anak mampu menerima orang lain, dia
harus mampu menerima dirinya sendiri apa adanya. Seringkali
penerimaan diri yang matang akan mendorong anak menerima
orang lain secara utuh.
7) Mengajarkan Cara Mendengarkan Efektif Pada Anak
Keterampilan mendengarkan akan menunjang proses
komunikasi anak dengan orang lain, sebab orang akan merasa
dihargai dan diperhatikan ketika mereka merasa didengarkan.
Sebuah hubungan komunikasi tidak akan berlangsung baik jika
salah satu pihak tidak mengacuhkan apa yang diungkapkannya.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa masing-masing
keterampilan memiliki fungsi penting dalam pengembangan kecerdasan
interpersonal anak. Dalam pelaksanaannya keterampilan-keterampilan
berkembang dengan baik, diharapkan orang tua, guru maupun masyarakat
saling bekerjasama dan memberikan bimbingan yang maksimal.
2. Diskusi Kelompok
a. Pengertian Diskusi Kelompok
Tukiran Taniredja (2011: 23), mendefinisikan diskusi sebagai
suatu proses penglihatan dua atau lebih individu yang berinteraksi
secara verbal dan saling berhadapan muka mengenai tujuan atau sasaran
yang sudah ditentukan melalui cara tukar menukar informasi,
mempertahankan pendapat, atau pemecahan masalah. Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2005: 269), memaparkan diskusi sebagai pertemuan
ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai masalah. Haryanto (2003: 39)
menjelaskan metode diskusi sebagai cara penyampaian bahan pelajaran
dimana guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengadakan
perbincangan ilmiah, mengemukakan pendapat, menyusun kesimpulan
atau menemukan berbagai alternatif pemecahan masalah. Tiap orang
diharapkan memberikan sumbangan dalam diskusi sehingga seluruh
kelompok kembali dengan paham yang dibina bersama (Nana Sudjana,
2002: 79).
Dari beberapa pengertian diatas dapat didefinisikan bahwa diskusi
kelompok adalah suatu cara penyampaian bahan pelajaran dimana
terdapat dua atau lebih individu dapat berinteraksi secara verbal dan
saling berhadapan muka untuk memecahkan suatu masalah sehingga
Moedjiono dan Dimyati (1991: 54) menjelaskan ada tiga macam
diskusi kelompok yaitu kelompok dadakan (buzz group), kelompok
sindikat (syndicate group) dan sumbang pendapat (brainstorming).
1) Kelompok Dadakan (Buzz Group)
Kelompok dadakan adalah suatu jenis diskusi kelompok kecil
yang beranggotakan 3-4 orang, yang bertemu secara bersama-sama
membicarakan suatu topik yang sebelumnya telah dibicarakan
secara klasikal.
Diskusi ini efektif karena tidak memerlukan waktu yang
lama seperti diskusi pada umumnya. Diskusi ini dapat dilaksanakan
di tengah-tengah jam atau akhir pelajaran dengan maksud
menajamkan kerangka isi pelajaran, memperjelas isi pelajaran atau
menjawab pertanyaan-pertanyaannya.
Diskusi ini berjalan dengan lancar jika pengelompokan siswa
dilakukan berdasarkan kemampuan yang dimiliki siswa. Hal ini
dapat mendorong individu yang malu-malu atau sungkan untuk
memberikan pendapat, menciptakan suasana yang menyenangkan,
menghemat waktu, serta membagi tugas kepemimpinan dan
kegiatan belajar yang lebih bervariasi.
2) Kelompok Sindikat (Syndicate Group)
Kelompok sindikat merupakan salah satu jenis diskusi
kelompok kecil (3-6 orang), dimana setiap kelompok mengerjakan
pekerjaannya di depan kelas dalam suatu diskusi pleno atau diskusi
kelas.
Guru dalam kelompok sindikat berperan sebagai orang yang
menjelaskan garis besar permasalahan kepada seluruh siswa. Guru
menggambarkan aspek-aspek permasalahan, kemudian tiap-tiap
sindikat (kelompok) diberi tugas untuk mempelajari aspek tertentu.
3) Sumbang Pendapat (Brainstorming)
Pada sumbang pendapat terjadi kegiatan pencurahan gagasan
secara spontan yang berhubungan dengan bidang minat atau
kebutuhan kelompok untuk mencapai keputusan. Sumbang
pendapat ini biasanya dilakukan dalam waktu 5-15 menit, dimana
gagasan-gagasan yang dikemukakan oleh siswa dikumpulkan oleh
guru dan dicatat di papan tulis.
b. Tujuan Pemakaian Metode Diskusi
Tujuan pemakaian metode diskusi menurut Moedjiono & Dimyati
(1991: 51) adalah sebagai berikut:
1) Mengembangkan keterampilan bertanya, berkomunikasi, menafsirkan dan menyimpulkan pada diri siswa.
2) Mengembangkan sikap positif terhadap sekolah, para guru, dan bidang studi yang dipelajari.
3) Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan konsep diri yang lebih positif.
4) Mengkaitkan keberhasilan siswa dalam mengemukakan pendapat. 5) Mengembangkan sikap terhadap isu-isu kontroversial.
Tujuan diskusi di atas menekankan pada pengembangan
keterampilan-keterampilan siswa sebagai subyek belajar sehingga siswa
Berbeda dengan pendapat Slameto (1991: 101) yang menguraikan
kenapa diskusi kelompok digunakan dan untuk lebih jelasnya adalah
sebagai berikut:
1) Pada waktu saling mengemukakan pendapat. 2) Untuk membuat problema itu menarik.
3) Untuk membantu peserta mengemukakan pendapatnya. 4) Untuk mengenal dan mengelola problema.
5) Untuk menciptakan suasana yang formil.
6) Untuk memperoleh pendapat siswa yang tidak suka berbicara.
Guru membantu dan memfasilitasi agar diskusi dapat berjalan
dengan baik, seperti tempat, suasana, maupun motivasi kepada anak
untuk berani mengemukakan pendapatnya. Pemilihan topik diskusi juga
harus diperhatikan sehingga dapat menarik siswa untuk mengeluarkan
pendapatnya.
Di sisi lain, Roestiyah (2008: 6) menjelaskan tujuan penggunaan
diskusi sebagai berikut.
1) Dengan diskusi siswa didorong menggunakan pengetahuan dan pengalamannya untuk memecahkan masalah, tanpa selalu bergantung pada pendapat orang lain.
2) Siswa mampu menyatakan pendapatnya secara lisan, karena hal itu perlu untuk melatih kehidupan yang demokatis.
3) Diskusi memberi kemungkinan pada siswa untuk belajar berpartisipasi dalam pembicaraan untuk memecahkan suatu masalah bersama.
Kegiatan diskusi memberikan manfaat dan tujuan yang positif
bagi siswa. Tercapai tidaknya tujuan dari diskusi tergantung pada guru
dan siswa itu sendiri sebagai pelaksana diskusi.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat diketahui bahwa tujuan
sikap demokratis, sikap positif, keterampilan komunikasi, dan
mengembangkan kreativitas anak.
c. Keunggulan Metode Diskusi
Berikut beberapa keunggulan metode diskusi menurut beberapa
ahli:
Slameto (1991: 101) memberikan pendapatnya mengenai
keunggulan metode diskusi sebagai berikut:
a) Memberi kemungkinan untuk saling mengemukakan pendapat. b) Merupakan pendekatan yang demokratis.
c) Mendorong rasa kesatuan. d) Memperluas pandangan. e) Menghayati kepemimpinan.
f) Membantu megembangkan kepemimpinan
Diskusi memberikan dampak yang positif bagi siswa. Siswa dapat
belajar mengemukakan pendapatnya, menghargai orang lain,
menambah wawasan, serta melatih jiwa kepemimpinannya melalui
diskusi.
Pendapat lain mengenai kelebihan metode diskusi diutarakan oleh
Suryosubroto (2002: 185) yaitu:
a) Metode diskusi melibatkan siswa secara langsung dalam proses belajar mengajar
b) Setiap siswa dapat menguji tingkat pengetahuan dan penguasaan bahan pelajarannya masing-masing
c) Metode diskusi dapat mengembangkan dan menumbuhkan cara berfikir dan sikap ilmiah
d) Dengan mengajukan dan mempertahankan pendapatnya dalam sebuah forum diskusi diharapkan siswa akan memperoleh kepercayaan diri
Diskusi dapat membentuk keterampilan-keterampilan yang
seyogyanya dimiliki siwa. Melalui diskusi diharapkan terjadi perubahan
sikap pada para siswa baik itu sikap sosial, kepercayaan diri maupun
cara berfikir.
Moedjiono dan Dimyati (1991: 52) mengemukakan bahwa
kelebihan metode diskusi adalah:
a) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara langsung, baik sebagai partisipan, ketua kelompok, atau penyusun pertanyaan diskusi. Adanya partisipasi langsung ini memungkinkan terjadinya keterlibatan intelektual, social-emosional, dan mental para siswa dalam proses belajar.
b) Metode ini dapat digunakan secara mudah sebelum, selama, ataupun sesudah metode-metode yang lain.
c) Metode ini mampu meningkatkan kemungkinan berpikir kritis, partisipasi demokratis, mengembangkan sikap, motivasi, dan kemampuan berbicara yang dilakukan tanpa persiapan
d) Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menguji, mengubah, dan mengembangkan pandangan, nilai, dan keputusan yang diperlihatkan kesalahannya melalui pengamatan yang cermat dan pertimbangan kelompok
e) Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk memahami kebutuhan memberi dan menerima, sehingga siswa dapat mengerti dan mempersiapkan dirinya sebagai warga negara yang demokratis f) Metode ini menguntungkan siswa yang lemah dalam pemecahan
masalah. Hal ini dimungkinkan karena pemecahan masalah oleh kelompok biasanya lebih tepat daripada pemecahan perorangan.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas, dapat
disimpulkan bahwa kelebihan metode diskusi yaitu menimbulkan
kreativitas siswa dalam ide dan partisipasi yang demokratis serta
mendorong persatuan dan kerjasama untuk mencapai tujuan. Jika dilihat
dari hasil yang didapatkan, hal terpenting adalah membantu anak untuk
akan menjadi lebih berani dalam berfikir dan berani untuk mengelola
emosi untuk menerima pendapat orang lain dan memberikan pendapat.
d. Langkah-langkah Diskusi
Roestiyah (2008: 19) menyebutkan bahwa ada enam langkah agar
diskusi kelompok dapat lebih berhasil, yaitu:
a. Menjelaskan tugas kepada siswa
b. Menjelaskan apa tujuan kerja kelompok itu c. Membagi kelas menjadi beberapa kelompok
d. Setiap kelompok memilih seorang pencatat yang akan membuat laporan tentang kemajuan dan hasil kerja kelompok tersebut.
e. Guru berkeliling selama kerja kelompok itu berlangsung, bila perlu memberi saran
f. Guru membantu menyimpulkan kemajuan dan menerima hasil kerja kelompok.
Memperhatikan hal-hal di atas, guru turut berperan penting dalam
keberhasilan diskusi. Guru membimbing jalannya diskusi agar sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai, begitupun siswa harus bertanggung
jawab terhadap tugas yang diberikan dalam diskusi tersebut.
Tahap-tahap pemakaian metode diskusi menurut Moedjiono dan
Dimyati (1991: 59) adalah sebagai berikut:
1) Tahap sebelum pertemuan a) Pemilihan topik diskusi
b) Membuat rancangan garis besar diskusi yang akan dilaksanakan c) Menentukan jenis diskusi yang akan dilaksanakan
d) Mengorganisasikan para siswa dan formasi kelas dengan jenis diskusinya.
e) Menyiapkan kerangka diskusi secara terperinci. 2) Tahap selama pertemuan
a) Guru menjelaskan tentang tujuan diskusi, topik diskusi, dan kegiatan diskusi yang akan dilakukan
c) Pelaporan dan penyimpulan hasil diskusi oleh siswa bersama guru
d) Pencatatan hasil diskusi oleh siswa 3) Tahap setelah pertemuan
a) Membuat catatan tentang gagasan-gagasan yang belum ditanggapi dan kesulitan yang timbul selama diskusi. b) Mengevaluasi diskusi dari berbagai dimensi dan mengumpulkan
evaluasi dari para siswa serta lembaran komentar.
Tahap-tahap diskusi yang telah dilakukan diakhiri dengan evaluasi
dan kesimpulan. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan dari pelaksanaan diskusi. Kesalahan-kesalahan yang terjadi
selama diskusi berlangsung dapat diminimalisir dalam pelaksanaan diskusi
selanjutnya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
langkah-langkah dalam pelaksanaan metode diskusi kelompok adalah sebagai
berikut:
1) Persiapan
a) Guru dan siswa menentukan topik diskusi.
b) Guru membentuk siswa dalam beberapa kelompok
c) Guru menyampaikan aturan dalam diskusi.
2) Pelaksanaan
a) Guru menjelaskan tentang tujuan dan topik diskusi.
b) Guru menyampaikan permasalahan.
c) Siswa melakukan diskusi sesuai dengan topik yang
disediakan.
d) Secara bergantian setiap kelompok mempresentasikan hasil
e) Kelompok yang lain memberikan sanggahan, saran, atau
pertanyaan kepada kelompok penyaji.
3) Penutup
a) Siswa dengan bimbingan guru membuat kesimpulan dari hasil
diskusi.
b) Siswa dan guru mengevaluasi jalannya diskusi.
3. Pembelajaran IPS dan Anak Sekolah Dasar a. Pembelajaran IPS
1) Pengertian
Djojo Suradisastra (1992: 4), IPS merupakan kajian tentang
manusia dan sekelilingnya. Peranan pengajaran IPS begitu unik
karena harus mendidik dan mempersiapkan para murid agar dapat
hidup di dunianya dan memahami dunianya. Adanya pembelajaran
IPS di SD, siswa akan berusaha untuk diterima sebagai bagian dari
komunitas seluruh mastarakat sosial. Bukan hal mudah bagi
seseorang untuk bisa tumbuh dan berkembang dalam kehidupannya
tanpa bekal pengetahuan yang diperlukan.
2) Tujuan Pembelajaran IPS SD
Pada kurikulum sekolah dasar tahun 2006, mata pelajaran IPS
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
a) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
b) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa
ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan
dalam kehidupan sosial
c) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial
dan kemanusiaan
d) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan
berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal,
nasional, dan global.
3) Rasional Mempelajari IPS
Rasional mempelajari IPS menurut Hidayati, dkk (2008: 12)
adalah:
a) Mempertinggi rasa toleransi dan persaudaraan di lingkungan
sendiri dan antar manusia.
b) Mensistematisasikan bahan, informasi, dan kemampuan yang
telah dimiliki tentang manusia dan lingkungannya menjadi
lebih bermakna.
c) Lebih peka dan tanggap terhadap berbagai masalah sosial
secara rasional dan bertanggung jawab.
4) Hakikat IPS
Barr, dkk dalam Djojo Suradisastra (1992: 6) menunjukkan
bahwa ada tiga telaah dalam IPS yang mereka sebut sebagai tradisi
a) Tradisi pertama ialah pewarisan budaya (citizhenship
Transmission) yang berarti kemampuan bertindak sebagai
warga negara yang sesuai dengan nilai-nilai dasar yang telah
disepakati dan dianggap baik.
b) Tradisi kedua ialah tradisi ilmu sosial (social science tradition)
yang merujuk pada pengertian bahwa IPS sebenarnya dapat
diturunkan dari salah satu ilmu sosial.
c) Tradisi ketiga disebut inkuiri reflektif (reflective inquiry),
kewargaan tercermin dari kemampuan memecahkan masalah
dalam suasana lingkungan yang sarat nilai.
5) Ruang Lingkup
Ruang lingkup materi pelajaran IPS SD secara garis besar
meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
a) Manusia, tempat dan lingkungan
b) Waktu, keberlanjutan dan perubahan
c) Sistem sosial dan budaya
d) Perilaku ekonomi dan kesejahteraan
Materi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu materi
pelajaran IPS kelas IV semester 2.
- Standar Kompetensi:
2. Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan
kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan
- Kompetensi Dasar:
2.3Mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi,
dan transportasi serta pengalaman menggunakannya.
b. Karakteristik Anak Kelas IV SD
Perkembangan dan pertumbuhan individu secara kodrati
berbeda-beda, sesuai dengan irama perkembangan dan pertumbuhan
masing-masing. Hal ini menyebabkan setiap individu memiliki
perbedaan-perbedaan. Karakteristik utama siswa sekolah dasar adalah
mereka menampilkan perbedaan-perbedaan individual dalam banyak
segi dan bidang, diantaranya perbedaan intelegensi, kemampuan
kognitif dan bahasa, kepribadian dan perkembangan fisik.
Mengingat karakteristik tersebut, hendaknya seorang guru
memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran yang berhubungan
dengan: prinsip motivasi, latar belakang, pemusatan perhatian,
keterpaduan, pemecahan masalah, menemukan, prinsip belajar sambil
bermain, belajar sambil bekerja, perbedaan individu dan prinsip
hubungan sosial.
Siswa kelas IV berada pada rentang umur 7-11 tahun. Pada usia
ini ditinjau dari perkembangan kognitifnya siswa berada pada tahapan
operasi konkret. Pada tahapan ini menurut teori Piaget (Anita Lie,
2003: 5), anak bisa berpikir dan berimajinasi dengan situasi-situasi
konkret. Pada masa ini, anak bisa mengungkapkan pendapatnya
sederhana. Anak juga dapat menyadari adanya peraturan, misalnya
dalam permainan atau dalam masyarakat.
Melihat dari karakteristik dan tahapan perkembangan siswa
kelas IV SD, metode diskusi kelompok sesuai untuk pembelajaran
kelas tinggi. Melalui diskusi kelompok siswa dituntut untuk
bekerjasama dengan anggota kelompoknya sehingga akan
mengesampingkan perbedaan individu dan melatih berhubungan
dengan orang lain serta mengeluarkan pendapat. Dalam diskusi siswa
juga dituntut untuk berpikir berdasarkan situasi yang ada.
B. Penelitian Yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:
1. “Penggunaan Metode Diskusi Kelompok Untuk Meningkatkan
Keterampilan Kerjasama Siswa Dalam Pembelajaran IPS Di Kelas VI SD Negeri Cimanggu II, oleh Lia Sriwahyuni”. Penelitian ini betujuan untuk
meningkatkan keterampilan kerjasama siswa kelas VI SD Negeri
Cimanggu melalui metode diskusi kelompok. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan metode diskusi kelompok dapat
meningkatkan keterampilan kerjasama siswa kelas VI SD Negeri
Cimanggu.
2. “Upaya Meningkatkan Kecerdasan Visual-Spasial Melalui Pemanfaatan
media Grafis Bagan/ Chart Pada Pembelajaran IPS Siswa Kelas IV SD
meningkatkan kecerdasan visual-spasial dengan pemanfaatan media grafis
bagan/chart pada pembelajaran IPS siswa kelas IV SD Negeri 3 Bumisari.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan kecerdasan
visual-spasial siswa pada pembelajaran IPS setelah dimanfaatkannya media
grafis bagan/chart.
Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa metode diskusi kelompok
dapat meningkatkan keterampilan kerjasama serta teori kecerdasan dapat
diterapkan pada anak usia sekolah dasar dalam pembelajaran. Dengan
pemberian perlakuan model pembelajaran tertentu akan dapat meningkatkan
kemampuan anak, walaupun disini kemampuan yang diinginkan berbeda.
C. Kerangka Pikir
Kecerdasan interpersonal merupakan kemampuan seseorang untuk
berhubungan dengan orang lain secara harmonis. Orang yang memiliki
kecerdasan interpersonal tinggi cenderung disukai oleh orang-orang
disekitarnya. Ia mudah bergaul, mampu berempati secara baik, mampu
memahami suasana hati orang lain, dan mampu menjalin komunikasi dengan
baik.
Diskusi kelompok sebagai salah satu metode pembelajaran memberikan
kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran. Melalui
diskusi kelompok, siswa dituntut untuk berani mengeluarkan pendapatnya,
menghargai pendapat orang lain, bekerjasama dengan anggota kelompoknya,
IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di SD yang
mengkaji tentang manusia dan sekelilingnya. Melalui mata pelajaran IPS,
peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang
demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.
Pelajaran IPS di SD harus memperhatikan kebutuhan anak yang berusia
6-12 tahun. Siswa kelas IV SD berada pada rentang usia 7-11 tahun. Anak
usia 7-11 tahun menurut Piaget dalam Anita Lie (2003: 4) berada dalam tahap
perkembangan operasional konkret. Mereka mempedulikan hal-hal yang
nyata dimasa sekarang (konkret) dan belum memahami tentang masa depan
(abstrak). Padahal bahan pembelajaran IPS penuh dengan pesan-pesan yang
bersifat abstrak yang harus diajarkan kepada siswa SD.
Sesuai dengan karakteristik siswa dan IPS SD, metode pembelajaran
yang kurang tepat akan menyebabkan siswa bersikap pasif dan menjadikan
IPS sebagai pelajaran hafalan yang membosankan. Guru selayaknya
meningkatkan kinerjanya dengan metode pembelajaran yang bervariasi
sehingga siswa dapat diikutsertakan dalam aktivitas akademik. IPS yang
mengkaji tentang bagaimana manusia berhubungan dan hidup dengan
sesamanya maupun lingkungan sekitar, didalamnya memuat
keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan manusia dalam bermasyarakat seperti
kemampuan dalam kecerdasan interpersonal yaitu berempati, menjalin
komunikasi yang efektif serta mengembangkan hubungan yang harmonis.
Diskusi kelompok sebagai salah satu metode pembelajaran mengajak siswa
dengan anggota kelompoknya. Interaksi-interaksi tersebut yang akan berperan
untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa.
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian di atas, dapat diajukan hipotesis tindakan yaitu
dengan penggunaaan metode diskusi kelompok dapat meningkatkan
kecerdasan interpersonal dalam mata pelajaran IPS siswa kelas IV SD Negeri
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian yang akan dilaksanakan ini adalah penelitian tindakan kelas
(classroom action research). Tujuan penelitian tindakan kelas adalah untuk
memperbaiki dan meningkatkan praktik pembelajaran di kelas secara
berkesinambungan (Zainal Aqib, 2009: 18). Melalui penelitian tindakan
kelas, guru senantiasa memperbaiki praktik pembelajaran di kelas
berdasarkan pengalaman-pengalaman langsung dan nyata dipandu dengan
perluasan wawasan ilmu pengetahuan dan penguasaan teoritik praktis
pembelajaran. Jenis penelitian tindakan kelas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kolaboratif, dimana dalam penelitian ini terdapat
kolaborasi atau partisipasi antara peneliti dan guru kelas.
B. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala yang akan menjadi objek penelitian
atau apa saja yang menjadi titik perhatian dari suatu penelitian (Suharsimi
Arikunto, 2006: 118). Variabel dalam penelitian ini adalah:
a. Penggunaan metode diskusi sebagai variabel bebas.
b. Kecerdasan interpersonal siswa kelas IV SD Negeri Kenaran 2 sebagai
variabel terikat.
C. Setting Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada semester 2 tahun pelajaran 2012/2013,
belajar mengajar IPS berlangsung dengan menggunakan metode diskusi
kelompok pada pokok bahasan Perkembangan Teknologi Produksi,
Komunikasi dan Transportasi.
Lokasi penelitian dalam penelitian tindakan kelas ini adalah kelas IV
SD Negeri Kenaran 2. SD tersebut beralamat di Watubalik Sumberharjo
Prambanan Sleman Yogyakarta.
D. Subjek penelitian
Subjek dalam penelitian ini, yaitu siswa kelas IV di SD Negeri Kenaran
2 Prambanan dengan jumlah 19 anak yang terdiri dari siswa putra 9 anak dan
siswa putri 10 anak.
E. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian yang dikembangkan oleh
Kemmis dan MC Taggart (dalam Suwarsih Madya, 1994: 25), seperti
tampak pada gambar di bawah ini.
Keterangan Gambar:
Siklus I: 1. Perencanaan I 2. Tindakan I 3. Observasi I 4. Refleksi I Siklus II: 1. Perencanaan II
[image:43.595.162.481.476.684.2]2. Tindakan II 3. Observasi II 4. Refleksi II
Penelitian tindakan kelas dapat dilakukan dengan beberapa siklus.
Pelaksanaan penelitian tindakan kelas, tidak ada ketentuan yang jelas
mengenai banyaknya siklus yang harus dilakukan. Siklus akan dihentikan jika
penelitian tindakan kelas sudah mampu mencapai indikator keberhasilan yang
sudah ditentukan. Penelitian ini dilakukan melalui tahapan perencanaan,
tindakan, observasi, dan refleksi.
1. Tahap Perencanaan Tindakan
Penyusunan rencana merupakan tindakan yang akan dilakukan untuk
meningkatkan keterampilan proses siswa. Pada tahap ini peneliti dan
kolaborator merencanakan apa saja yang akan dilakukan untuk mengatasi
masalah yang ada di sekolah berdasarkan hasil observasi awal. Peneliti
bersama guru merancang pelaksanaan pemecahan masalah, setelah peneliti
dan guru mempunyai persamaan persepsi terhadap permasalahan siswa
dalam pembelajaran IPS terutama dalam kecerdasan interpersonal siswa.
Melihat kondisi siswa dan permasalahan yang ada di kelas, peneliti
bersama guru memutuskan untuk menggunakan metode diskusi yang
diyakini mampu meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa. Hasil dari
perencanaan adalah sebagai berikut:
a. Peneliti dan guru menetapkan waktu pelaksanaan penelitian tindakan
kelas.
b. Peneliti dan guru membuat skenario pembelajaran, perangkat
pembelajaran, dan instrumen penelitian, mulai dari Rencana
c. Mempersiapkan media atau alat peraga yang akan digunakan dalam
pembelajaran.
2. Tindakan
Peneliti melaksanakan tindakan pembelajaran menurut skenario yang
telah disiapkan sebelumnya, yaitu tindakan dipandu oleh perencanaan
yang telah disusun secara rasional. Sifat skenario tindakan adalah
fleksibel dan terbuka terhadap perubahan dalam pelaksanaannya, dengan
kata lain, tindakan bersifat tidak tetap dan dinamis, serta memerlukan
keputusan cepat terhadap sesuatu yang perlu dilakukan.
Skenario pembelajaran dirancang melalui tiga tahap yaitu: kegiatan
awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir.
a. Kegiatan Awal
Pada tahap ini, guru melakukan kegiatan awal, yang terdiri
dari: presensi siswa, memusatkan perhatian, menyampaikan tujuan
pembelajaran.
b. Kegiatan Inti Pembelajaran
Inti pembelajaran diawali dengan penjelasan materi oleh guru
atau peneliti. Siswa melakukan pembelajaran dengan disisipkan
diskusi di dalamnya. Pada tahap ini diharapkan masalah siswa yaitu
kecerdasan interpersonal yang kurang baik akan berangsur
menghilang karena guru dan siswa sama-sama aktif dalam
c. Kegiatan Akhir
Pada tahap ini guru menjelaskan tentang hal-hal yang belum
dilakukan oleh siswa. Akhir dari kegiatan ini adalah evaluasi.
3. Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan upaya mengamati
pelaksanaan tindakan. Observasi dilakukan dengan mengamati proses
pembelajaran yang sedang berlangsung di kelas. Observasi ini
mengungkapkan berbagai hal menarik dalam pelaksanaan kegiatan
pembelajaran untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal dengan
metode diskusi.
Hal tersebut, semua dicatat dalam kegiatan observasi yang terencana
secara fleksibel dan terbuka. Evaluasi diperlukan untuk mengetahui
apakah proses pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan skenario yang
telah disusun bersama. Hal ini juga bertujuan untuk mengetahui tingkat
ketercapaian sasaran pembelajaran yang diharapkan, dan juga masalah
siswa yang ada dapat berangsur menghilang, yaitu kecerdasan
interpersonal siswa yang masih rendah akan berangsur meningkat.
4. Tahap Refleksi
Refleksi merupakan bagian yang sangat penting untuk memahami
dan memberikan makna terhadap proses dan hasil pembelajaran yang
terjadi. Refleksi adalah kegiatan mengkaji dan mempertimbangkan hasil
tindakan dianalisis kemudian dijadikan acuan perubahan atau perbaikan
tindakan yang dianggap perlu untuk dilakukan pada tindakan selanjutnya.
Peneliti dan guru dapat melakukan perubahan rencana tindakan pada
siklus berikutnya dengan mengacu pada hasil evaluasi sebelumnya, apabila
saat tindakan pertama hasil dari penelitian masih belum sesuai dengan
tujuan yang diharapkan, Dalam upaya memperbaiki tindakan pada siklus
yang berikutnya perlu dilakukan pemeriksaan terhadap catatan-catatan
hasil observasi, baik proses maupun produk.
F. Teknik Pengumpulan Data
Sugiyono (2008: 309) “Bila dilihat dari segi cara atau teknik
pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan
interview (wawancara), kuesioner (angket), observasi (pengamatan),
dokumentesi dan gabungan ketiganya”. Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan angket.
1. Observasi, meliputi pengamatan langsung terhadap segala aktivitas guru
dan siswa pada saat proses pembelajaran IPS berlangsung.
2. Angket, digunakan untuk mengukur kecerdasan interpersonal siswa
dalam pembelajaran IPS, baik sebelum maupun sesudah pelaksanaan
tindakan.
G. Instrumen Penelitian
Sugiyono (2008: 146), “Instrumen penelitian adalah suatu alat yang
a. Lembar pengamatan/ observasi, digunakan untuk mengumpulkan data
dan mencatat kegiatan yang dilakukan selama proses pembelajaran.
b. Penilaian produk berupa skala, digunakan untuk mengukur kecerdasan
interpersonal siswa setelah diberi tindakan yaitu metode diskusi
kelompok.
Berikut adalah kisi-kisi penilaian produk untuk mengukur kecerdasan
[image:48.595.134.527.305.552.2]interpersonal siswa.
Tabel 1. Kisi-kisi Penilaian Produk Kecerdasan Interpersonal
Variabel Indikator Item Jumlah
Kecerdasan Interpersonal
Social Sensivity Sikap empati 9, 15, 16, 26, 30
5
Sikap prososial 2, 3, 11 3 Social Insight Kesadaran Diri 8, 18, 19 3
Pemahaman situasi sosial dan etika sosial
1, 6,14 3
Keterampilan pemecahan masalah 5,12,13, 17,27 5 Social Communication Komunikasi efektif 4,7,20,21, 28,29 6 Mendengarkan efektif 10,22,23, 24,25 5
Diadospi dari Safaria (2005: 26)
H. Pengujian Instrumen
Untuk menguji validasi instrumen dalam penelitian ini, digunakan
pendapat dari ahli (judgement expert). Instrumen dikonstruksi tentang
aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, selanjutnya
I. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Sugiyono (2008: 335).
Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif. Teknik
analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis hasil tes kecerdasan
interpersonal yang berupa nilai rerata. Nilai rerata tersebut dianalisis dengan
cara statistik deskriptif.
Analisis data kualitatif digunakan untuk menganalisis hasil observasi
lapangan dan dokumen tugas siswa.
Langkah-langkah analisis dilakukan sebagai berikut:
1. Reduksi data, yaitu menyeleksi, menentukan fokus, menyederhanakan
hasil dari data yang diperoleh pada observasi maupun penilaian produk.
2. Data display/ penyajian data, yaitu menyajikan data yang telah direduksi
ke dalam laporan yang sistematis.
3. Penarikan kesimpulan
Untuk menganalisis skor rerata kecerdasan interpersonal digunakan
rumus:
Keterangan :
∑ X = Jumlah seluruh skor
N = Banyaknya subjek
(Sutrisno Hadi, 2000: 40)
Untuk mengukur keberhasilan siswa digunakan skala Likert, dimana
variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Indikator
tersebut dijadikan sebagai tolok ukur untuk menyusun item-item instrumen
yang berupa pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan
skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif.
Pilihan jawaban yang digunakan oleh peneliti adalah:
a. Untuk item instrumen tanpa tanda bintang:
Tidak pernah diberi skor 0
Jarang diberi skor 1
Kadang-kadang diberi skor 2
Sering diberi skor 3
b. Untuk item dengan tanda bintang:
Tidak pernah diberi skor 3
Jarang diberi skor 2
Kadang-kadang diberi skor 1
Sering diberi skor 0
J. Kriteria Keberhasilan Tindakan
Kriteria keberhasilan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua,
keberhasilan proses dan produk. Keberhasilan proses dapat dilihat dari
dengan metode diskusi, meliputi siswa aktif berpartisipasi dalam
mengembangkan kecerdasan interpersonalnya.
Kriteria keberhasilan produk didasarkan atas peningkatan keberhasilan
yang ditentukan yaitu 70% siswa mencapai taraf keberhasilan 70%. Siswa dikatakan berhasil jika memperoleh skor lebih besar sama dengan (≥) 63 dari
skor total penilaian produk yang berjumlah 90. Kriteria tersebut didasarkan
pada pendapat Safaria (2005: 31) bahwa kecerdasan interpersonal seseorang
dikatakan tinggi jika mencapai skor 70-90. Peneliti mengambil nilai 63 dari
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Kenaran 2 Prambanan yang
terletak di Jl. Watubalik, Sumberharjo, Prambanan, Sleman, Yogyakarta.
SD N Kenaran 2 terdiri dari 26 ruangan yang terdiri dari 12 ruang kelas, 1
ruang kepala sekolah, 1 ruang guru, 1 mushola, 1 ruang perpustakaan, 1 lab
komputer, 4 kamar mandi guru, 4 kamar mandi siswa dan 1 ruangan untuk
gudang.
Siswa SD Negeri Kenaran 2 secara keseluruhan berjumlah 280 siswa,
sedangkan gurunya berjumlah 20 guru.
2. Deskripsi Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri Kenaran 2.
Siswanya berjumlah 19 anak yang terdiri dari 11 siswa putri dan 8 siswa
putra. Wali kelas IV yang melaksanakan pembelajaran IPS dengan metode