KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr, wb
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberi kekuatan dan kesempatan kepada kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan waktu yang di harapkan walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana, dimana makalah ini membahas tentang “HIV/AIDS” dan kiranya makalah ini dapat meningkatkan pengetahuan kita khususnya tentang bagaimana dan apa bahaya dari penyakit HIV/AIDS.
Dengan adanya makalah ini,mudah-mudahan dapat membantu meningkatkan minat baca dan belajar teman-teman.selain itu kami juga berharap semua dapat mengetahui dan memahami tentang materi ini, karena akan meningkatkan mutu individu kita
Kami sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih sangat minim,sehingsaran dari dosen pengajar serta kritikan dari semua pihak masih kami harapkan demi perbaikan laporan ini. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini .
Tasikmalaya , November 2013
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ………. Daftar Isi ……….………. BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……….…..………. B. Rumusan Masalah ………... C. Tujuan ………...…...
BAB II: PEMBAHASAN
A. Pengertian HIV/AIDS ………..………… B. Etiologi ………..………... C. Patofisiologi ………. D. Manifestasi Klinis ………...………. E. Komplikasi ………..………. F. Pemeriksaan Penunjang ………...…… G. Tata Laksana HIV……….
BAB III: ASUHAN KEPERAWATAN
A. Kesimpilan ... B. Saran...
DAFTAR PUSTAKA ………....
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) pertama kali dikenal pada tahun 1981 di Amerika Serikat dan disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV-1). AIDS adalah suatu kumpulan gejala penyakit kerusakan system kekebalan tubuh; bukan penyakit bawaan tetapi diddapat dari hasil penularan. penyakit ini merupakan persoalan kesehatan masyarakat yang sangat penting di beberapa negara dan bahkan mempunyai implikasi yang bersifat internasional dengan angka moralitas yang peresentasenya di atas 80 pada penderita 3 tahun setelah timbulnya manifestasi klinik AIDS. Pada tahun 1985 Cherman dan Barre-Sinoussi melaporkan bahwa penderita AIDS di seluruh dunia mencapai angka lebih dari 12.000 orang dengan perincian, lebih dari 10.000 kasus di Amerika Serikat, 400 kasus di Francis dan sisanya di negara Eropa lainnya, Amerika Latin dan Afrika. Pada pertengahan tahun 1988, sebanyak lebih dari 60.000 kasus yang ditegakkan diagnosisnya sebagai AIDS di Amerika Serikat telah dilaporkan pada Communicable Disease Centre (CDC) dan lebih dari setengahnya meninggal. Kasus-kasus AIDS baru terus-menerus di monitor untuk ditetapkan secara pasti diagnosisnya. Ramalan baru-baru ini dari United States Public Health Service menyatakan, bahwa pada akhir tahun 1991, banyaknya kasus AIDS secara keseluruhan di Amerika Serikat doperkirakan akan meningkat paling sedikit menjadi 270.000 dengan 179.000 kematian. Juga telah diperkirakan, bahwa 74.000 kasus baru dapat di diagnosis dan 54.000 kematian yang berhubungan dengan AIDS dapat terjadi selama tahun 1991 saja. Sebagai perbandingan dapat dikemukakan, kematian pasukan Amerika selama masa perang di Vietnam berjumlah 47.000 korban.
Selain itu, berdasarkan data Departemen kesehatan (Depkes) pada periode Juli-September 2006 secara kumulatif tercatat pengidap HIV positif di tanah air telah mencapai 4.617 orang dan AIDS 6.987 orang. Menderita HIV/AIDS di Indonesia dianggap aib, sehingga dapat menyebabkan tekanan psikologis terutama pada penderitanya maupun pada keluarga dan lingkungan disekeliling penderita.
Pada umumnya, penanganan pasien HIV memerlukan tindakan yang hampir sama. Namun berdasarkan fakta klinis saat pasien control ke rumah sakit menunjukkan adanya perbedaan respon imunitas (CD4). Hal tersebut menunjukkan terdapat factor lain yang berpengaruh, dan factor yang diduga sangat berpengaruh adalah stress.
Stress yang dialami pasien HIV menurut konsep psikoneuroimunologis, stimulusnya akan melalui sel astrosit pada cortical dan amigdala pada system limbic berefek pada hipotalamus, sedangkan hipofisis akan menghasilkan CRF (Corticotropin Releasing Factor). CRF memacu pengeluaran ACTH (Adrenal corticotropic hormone) untuk memengaruhi kelenjar korteks adrenal agar menghasilkan kortisol. Kortisol ini bersifat immunosuppressive terutama pada sel zona fasikulata. Apabila stress yang dialami pasien sangat tinggi, maka kelenjar adrenal akan menghasilkan kortisol dalam jumlah besar sehingga dapat menekan system imun (Apasou dan Sitkorsky,1999), yamg meliputi aktivitas APC (makrofag); Th-1 (CD4); sel plasma; IFN ; IL-2;IgM-IgG, dan Antibodi-HIV (Ader,2001).
Perawat merupakan factor yang berperan penting dalam pengelolaan stress, khususnya dalam memfasilitasi dan mengarahkan koping pasien yang konstruktif agar pasien dapat beradaptasi dengan sakitnya. Selain itu perawat juga berperan dalam pemberian dukungan social berupa dukungan emosional, informasi, dan material (Batuman, 1990; Bear, 1996; Folkman Dan Lazarus, 1988).
Salah satu metode yang digunakan dalam penerapan teknologi ini adalah model asuhan keperawatan. Pendekatan yang digunakan adalah strategi koping dan dukungan social yang bertujuan untuk mempercepat respon adaptif pada pasien terinfeksi HIV, meliputi modulasi respon imun (Ader, 1991 ; Setyawan, 1996; Putra, 1990), respon psikologis, dan respon social (Steward, 1997). Dengan demikian, penelitian bidang imunologi memilki empat variable yakni, fisik, kimia, psikis, dan social, dapat membuka nuansa baru untuk bidang ilmu keperawatan dalam mengembangkan model pendekatan asuhan keperawatan yang berdasarkan pada paradigm psikoneuroimunologi terhadap pasien HIV (Nursalam, 2005).
B. Rumusan Masalah
2. Bagaimana patofisiologi virus HIV ?
3. Bagaimana manifestasi klinik dan pemeriksaan penunjang dalam penanganan penularan virus HIV/AIDS ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian HIV/AIDS serta memahami bahayanya. 2. Mengetahui dan memahami patofisiologi virus HIV.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian HIV/AIDS
AIDS atau Sindrom Kehilangan Kekebalan tubuh adalah sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia seesudah system kekebalannya dirusak oleh virus HIV. Akibat kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena bebrbagai jenis infeksi bakteri, jamur, parasit, dan virus tertentu yang bersifat oportunistik. Selain itu penderita AIDS sering kali menderita keganasan,khususnya sarcoma Kaposi dan imfoma yang hanya menyerang otak. Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk dalam family lentivirus. Retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selam periode inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus yang lain, HIV menginfeksi tubuh dengan periode imkubasi yang panjang (klinik-laten), dan utamanya menyebabkan munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan system imun dan menghancurkannya. Hal tersebut terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasi diri. Dalam prose itu, virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit.
Siklus Hidup HIV
Sel pejamu yang terinfeksi oleh HIV memiliki waktu hidup sangat pendek; hal ini berarti HIV secara terus-menerus menggunakan sel pejamu baru untuk mereplikasi diri. Sebanyak 10 milyar virus dihasilkan setiap harinya. Serangan pertama HIV akan tertangkap oleh sel dendrite pada membrane mukosa dan kulit pada 24 jam pertama setelah paparan. Sel yang terinfeksi tersebut akan membuat jalur ke nodus limfa dan kadang-kadang ke pembuluh darah perifer selama 5 hari setelah papran, dimana replikasi virus menjadi semakin cepat.
Siklus hidup HIV dapat dibagi menjadi 5 fase, yaitu : Masuk dan mengikat
Reverse transkripstase Replikasi
Budding Maturasi
Tipe HIV
Ada 2 tipe HIV yang menyebabkan AIDS: HIV-1 dan HIV-2.
HIV-1 bermutasi lebih cepat karena reflikasi lebih cepat. Berbagai macam subtype dari HIV-1 telah d temukan dalam daerah geografis yang spesifik dan kelompok spesifik resiko tinggi
Individu dapat terinfeksi oleh subtipe yang berbeda. Berikut adalah subtipe HIV-1 dan distribusi geografisnya:
Sub tipe A: Afrika tengah
Sub tipe B: Amerika selatan,brasil,rusia,Thailand Sub tipe C: Brasil,india,afrika selatan
Sub tipe D: Afrika tengah
Sub tipe E:Thailand,afrika tengah Sub tipe F: Brasil,Rumania,Zaire Sub tipe G: Zaire,gabon,Thailand Sub tipe H: Zaire,gabon
Sub tipe O: Kamerun,gabon
B. Etiologi
HIV ialah retrovirus yang di sebut lymphadenopathy Associated virus (LAV) atau human T-cell leukemia virus 111 (HTLV-111) yang juga di sebut human T-cell lymphotrophic virus (retrovirus) LAV di temukan oleh montagnier dkk. Pada tahun 1983 di prancis, sedangkan HTLV-111 di temukan oleh Gallo di amerika serikat pada tahun berikutnya. Virus yang sama ini ternyata banyak di temukan di afrika tengah. Sebuah penelitian pada 200 monyet hijau afrika,70% dalam darahnya mengandung virus tersebut tampa menimbulkan penyakit. Nama lain virus tersebut ialah HIV.
Hiv TERDIRI ATAS hiv-1 DAN hiv-2 terbanyak karena HIV-1 terdiri atas dua untaian RNA dalam inti protein yang di lindungi envelop lipid asal sel hospes.
C. Patofisiologi Virus HIV/AIDS
1. Mekanisme system imun yang normal
Sistem imun melindungi tubuh dengan cara mengenali bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh, dan bereaksi terhadapnya. Ketika system imun melemah atau rusak oleh virus seperti virus HIV, tubuh akan lebih mudah terkena infeksi oportunistik. System imun terdiri atas organ dan jaringan limfoid, termasuk di dalamnya sumsum tulang, thymus, nodus limfa, limfa, tonsil, adenoid, appendix, darah, dan limfa.
Sel B
Fungsi utama sel B adalah sebagai imunitas antobodi humoral. Masing-masing sel B mampu mengenali antigen spesifik dan mempunyai kemampuan untuk mensekresi antibodi spesifik. Antibody bekerja dengan cara membungkus antigen, membuat antigen lebih mudah untuk difagositosis (proses penelanan dan pencernaan antigen oleh leukosit dan makrofag. Atau dengan membungkus antigen dan memicu system komplemen (yang berhubungan dengan respon inflamasi).
Limfosit T
Limfosit T atau sel T mempunyai 2 fungsi utama yaitu : a. Regulasi sitem imun
b. Membunuh sel yang menghasilkan antigen target khusus.
Masing-masing sel T mempunyai marker permukaan seperti CD4+, CD8+, dan CD3+, yang membedakannya dengan sel lain. Sel CD4+ adalah sel yang membantu mengaktivasi sel B, killer sel dan makrofag saat terdapat antigen target khusus. Sel CD8+membunuh sel yang terinfeksi oleh virus atau bakteri seperti sel kanker.
o Fagosit o Komplemen
2. Penjelasan dan komponen utama dari siklus hidup virus HIV
inti. Gen pol mengode enzim reverse transcriptase, protease, integrase. Gen env mengode komponen structural HIV yang dikenal dengan glikoprotein. Gen lain yang ada dan juga penting dalam replikasi virus, yaitu : rev, nef, vif, vpu, dan vpr.
Siklus Hidup HIV
Sel pejamu yang terinfeksi oleh HIV memiliki waktu hidup sangat pendek; hal ini berarti HIV secara terus-menerus menggunakan sel pejamu beru untuk mereplikasi diri. Sebanyak 10 milyar virus dihasilkan setiap harinya. Serangan pertama HIV akan tertangkap oleh sel dendrite pada membrane mukosa dan kulit pada 24 jam pertama setelah paparan. Sel yang terinfeksi tersebut akan membuat jalur ke nodus limfa dan kadang-kadang ke pembuluh darah perifer selama 5 hari setelah papran, dimana replikasi virus menjadi semakin cepat.
Siklus hidup HIV dapat dibagi menjadi 5 fase, yaitu : Masuk dan mengikat
Reverse transkripstase Replikasi
Budding Maturasi
3. Tipe dan sub-tipe dari virus HIV.
Ada 2 tipe HIV yang menyebabkan AIDS: HIV-1 yang HIV-2. HIV-1 bermutasi lebih cepat karena reflikasi lebih cepat. Berbagai macam subtype dari HIV-1 telah d temukan dalam daerah geografis yang spesifik dan kelompok spesifik resiko tinggi , Individu dapat terinfeksi oleh subtipe yang berbeda. Berikut adalah subtipe HIV-1 dan distribusi geografisnya:
Sub tipe A: Afrika tengah
Sub tipe B: Amerika selatan,brasil,rusia,Thailand Sub tipe C: Brasil,india,afrika selatan
Sub tipe D: Afrika tengah
Sub tipe E:Thailand,afrika tengah Sub tipe F: Brasil,Rumania,Zaire Sub tipe G: Zaire,gabon,Thailand Sub tipe H: Zaire,gabon
Sub tipe O: Kamerun,gabon
4. Efek dari virus HIV terhadap system imun
Infeksi Primer atau Sindrom Retroviral Akut (Kategori Klinis A)
Infeksi primer berkaitan dengan periode waktu di mana HIV pertama kali masuk ke dalam tubuh. Pada waktu terjadi infeksi primer, darah pasien menunjukkan jumlah virus yang sangat tinggi, ini berarti banyak virus lain di dalam darah.
Sejumlah virus dalam darah atau plasma per millimeter mencapai 1 juta. Orang dewasa yang baru terinfeksi sering menunjukkan sindrom retroviral akut. Tanda dan gejala dari sindrom retrovirol akut ini meliputi : panas, nyeri otot, sakit kepala, mual, muntah, diare, berkeringat di malam hari, kehilangan berat badan, dan timbul ruam. Tanda dan gejala tersebut biasanya muncul dan terjadi 2-4 minggu setelah infeksi, kemudian hilang atau menurun setelah beberapa hari dan sering salah terdeteksi sebagai influenza atau infeksi mononucleosis.
Selama imfeksi primer jumlah limfosit CD4+ dalam darah menurun dengan cepat. Target virus ini adalah limfosit CD4+ yang ada di nodus limfa dan thymus. Keadaan tersebut membuat individu yang terinfeksi HIV rentan terkena infeksi oportunistik dan membatasi kemampuanthymus untuk memproduksi limfosit T. Tes antibody HIV dengan menggunakan enzyme linked imunoabsorbent assay (EIA) akan menunjukkan hasil positif.
5. Cara penularan HIV/AIDS
Virus HIV menular melalui enam cara penularan, yaitu : 1. Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS
Hubungan seksual secara vaginal, anal, dan oral dengan penderita HIV tanpa perlindungan bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsung, air mani, cairan vagina, dan darah dapat mengenai selaput lender vagina, penis, dubur, atau mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masuk ke aliran darah (PELKESI, 1995). Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro pada dinding vagina, dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk masuk ke aliran darah pasangan seksual (Syaiful, 2000).
2. Ibu pada bayinya
kontak antara kulit atau membrane mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan (Lily V, 2004).
3. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS
Sangat cepat menularkan HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
4. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril
Alat pemeriksaan kandungan seperti speculum,tenakulum, dan alat-alat lain yang darah,cairan vagina atau air mani yang terinfeksi HIV,dan langsung di gunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi bisa menularkan HIV.(PELKESI,1995).
5. Alat-alat untuk menoleh kulit
Alat tajam dan runcing seperti jarum,pisau,silet,menyunat seseorang, membuat tato,memotong rambut,dan sebagainya bisa menularkan HIV sebab alat tersebut mungkin di pakai tampa disterilkan terlebih dahulu.
6. Menggunakan jarum suntik secara bergantian
Jarum suntik yang di gunakan di fasilitas kesehatan,maupun yang di gunakan oleh parah pengguna narkoba (injecting drug user-IDU) sangat berpotensi menularkan HIV. Selain jarum suntik, pada para pemakai IDU secara bersama-sama juga mengguna tempat penyampur, pengaduk,dan gelas pengoplos obat,sehingga berpotensi tinggi untuk menularkan
D. Manifestasi Klinis
Gejala dini yang sering dijumpai berupa eksantem, malaise, demam yang menyerupai flu biasa sebelum tes serologi positif. Gejala dini lainnya berupa penurunan berat badan lebih dari 10% dari berat badan semula, berkeringat malam, diare kronik, kelelahan, limfadenopati. Beberapa ahli klinik telah membagi beberapa fase infeksi HIV yaitu :
1.Infeksi HIV Stadium Pertama
Pada fase pertama terjadi pembentukan antibodi dan memungkinkan juga terjadi gejala-gejala yang mirip influenza atau terjadi pembengkakan kelenjar getah bening.
2.Persisten Generalized Limfadenopati
Terjadi pembengkakan kelenjar limfe di leher, ketiak, inguinal, keringat pada waktu malam atau kehilangan berat badan tanpa penyebab yang jelas dan sariawan oleh jamur kandida di mulut.
3.AIDS Relative Complex (ARC)
Virus sudah menimbulkan kemunduran pada sistem kekebalan sehingga mulai terjadi berbagai jenis infeksi yang seharusnya dapat dicegah oleh kekebalan tubuh. Disini penderita menunjukkan gejala lemah, lesu, demam, diare, yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dan berlangsung lama, kadang-kadang lebih dari satu tahun, ditambah dengan gejala yang sudah timbul pada fase kedua.
4.Full Blown AIDS.
E. Komplikasi a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi,dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
b. Neurologik
1. kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
2. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
3. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
4. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV).
c. Gastrointestinal
1. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi. 2. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik.
Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
3. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
d. Respirasi
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
f. Sensorik
Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Konfirmasi diagnosis dilakukan dengan uji antibody terhadap antigen virus structural. Hasil positif palsu dan negative palsu jarang terjadi.
2. Untuk transmisi vertical (antibody HIV positif) dan serokonversi (antibody HIV negative), serologi tidak berguna dan RNA HIV harus diperiksa. Diagnosis berdasarkan pada amflikasi asam nukleat.
3. Untuk memantau progresi penyakit, viral load (VL) dan hitung DC4 diperiksa secara teratur (setiap8=12 minggu). Pemeriksaan VL sebelum pengobatan menentukan kecepatan penurunan CD4, dan pemeriksaan pascapengobatan (didefinisikan sebagai VL <50 kopi/mL). menghitung CD4 menetukan kemungkinan komplikasi, dan menghitung CD4 >200 sel/mm3 menggambarkan resiko yang terbatas. Adapun pemeriksaan penunjang dasar yang diindikasikan adalah sebagai berikut :
Semua pasien CD4 <200 sel/mm3 Antigen permukaan HBV* Rontgen toraks Antibody inti HBV+ RNA HCV
Antibody HCV Antigen kriptokukus Antibody IgG HAV OCP tinja
Antibody Toxoplasma
Skrining GUM EKG
Sitologi serviks (wanita) Kultur darah mikrobakterium HAV, hepatitis A, HBV, hepatitis B, HCV, hepatitis C
*Antigen/antibody e HBV dan DNA HBV bila positif.
+ Antibodi permukaan HBV bila negative dan riwayat imunisasi
Bila terdapat kontak/riwayat tuberculosis sebelumnya, pengguna obat suntik dan pasien dari daerah endemic tuberculosis.
4. ELISA (Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay) adalah metode yang digunakan menegakkan diagnosis HIV dengan sensitivitasnya yang tinggi yaitu sebesar 98,1-100%. Biasanya tes ini memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi.
5. WESTERN blot adalah metode yang digunakan menegakkan diagnosis HIV dengan sensitivitasnya yang tinggi yaitu sebesar 99,6-100%. Pemeriksaanya cukup sulit, mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam.
6. PCR (polymerase Chain Reaction), digunakan untuk :
a. Tes HIV pada bayi, karena zat antimaternal masih ada pada bayi yang dapat menghambat pemeriksaan secara serologis. Seorang ibu yan menderita HIV akan membentuk zat kekebalan untuk melawan penyakit tersebut. Zat kekbalan itulah yang diturunkan pada bayi melalui plasenta yang akan mengaburkan hasil pemeriksaan, seolah-olah sudah ada infeksi pada bayi tersebut. (catatan : HIV sering merupakan deteksi dari zat anti-HIV bukan HIV-nya sendiri).
b. Menetapakan status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok berisiko tinggi. c. Tes pada kelompok berisiko tinggi sebelum terjadi serokonversi.
d. Tes konfirmasi untuk 2, sebab ELISA mempunyai sensitivitas rendah untuk HIV-2.
7. Serosurvei, untuk mengetahui prevalensi pada kelompok berisiko, dilaksanakan 2 kali pengujian dengan reagen yang berbeda.
G. Tata Laksana HIV
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
1. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi.
2. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.
3. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
4. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya. 5. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka pengendaliannya yaitu : Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah : 1. Didanosine
2. Ribavirin
3. Diedoxycytidine
Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
1. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian
a. Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji status imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes :
Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )
Terapiradiasi,defisiensinutrisi,penuaan,aplasia timik,limpoma,kortikosteroid,globulin anti limfosit,disfungsi timik congenital.
Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)
Limfositik leukemia kronis,mieloma,hipogamaglobulemia congenital,protein – liosing enteropati (peradangan usus).
b. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Sujektif)
Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ).
Sirkulasi
Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada cedera.
Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
Integritas dan Ego
Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
Eliminasi
Gejala : Diare intermitten, terus – menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal,perianal,perubahan jumlah,warna,dan karakteristik urine.
Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk, edema
Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan status indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan.
Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada pleuritis.
Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan gerak,pincang.
Pernafasan
Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada. Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya sputum.
Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse darah,penyakit defisiensi imun, demam berulang,berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum.
Gejala : Riwayat berprilaku seks beresiko tinggi,menurunnya libido,penggunaan pil pencegah kehamilan.
Tanda : Kehamilan,herpes genetalia
Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,isolasi,kesepian,adanya trauma AIDS Tanda : Perubahan interaksi
Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Kegagalan dalam perawatan,prilaku seks beresiko tinggi,penyalahgunaan obat-obatan IV,merokok,alkoholik.
c. Pemeriksaan Diagnostik a. Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
1. Serologis
Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa
Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif 2. Budaya
Histologis, pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan spina, luka, sputum, dan sekresi, untuk mengidentifikasi adanya infeksi : parasit, protozoa, jamur, bakteri, viral.
3. Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru 4. Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 – 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan evaluasi diagnostic.
Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji – kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu :
1. Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnya terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut seropositif.
2. Western Blot Assay
3. Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas. 4. Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody. c. Pelacakan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Penentuan langsung ada dan aktivitasnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk melacak perjalanan penyakit dan responnya. Protein tersebut disebut protein virus p24, pemerikasaan p24 antigen capture assay sangat spesifik untuk HIV – 1. tapi kadar p24 pada penderita infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) sangat rendah, pasien dengantiter p24 punya kemungkinan lebih lanjut lebih besar dari menjadi AIDS.
Pengkajian
Data dasar :
Nama : Tn. W
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : manonjaya
Analisa Data
DS : - diare sudah 1 bulan tak sembuh-sembuh meskipun sudah berobat kedokter. - Tn. W mengatakan bahwa dia diare cair kurang lebih 15x/hari
DO : - hasil foto thorax, pleural effusion kanan
Hasil LAB :
- Hb 11 gr/dl
- Leukosit 20.000/uL - Trombosit 160.000/uL - LED 30 mm
2. Diagnosa keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebih 2. Resiko terhadap infeksi b.d imunodefisiensi
Analisa data
No Data Etiologi Masalah
1 DS :
diare sudah 1 bulan tak sembuh-sembuh meskipun sudah berobat kedokter.
Tn. W mengatakan bahwa dia diare cair kurang lebih 15x/hari
DO :
- Na 98 mmoL/L - K 2,8 mmol/L - Cl 110 mmol/L
Output yang berlebih Kekurangan volume
cairan
2 DS :
Tn.W mengatakan BB menurun 7 kg dalam 1 bulan serta sariawan mulut tak kunjung sembuh.
DO :
- Leukosit 20.000/uL - Trombosit 160.000/uL - LED 30 mm
Imunodefisiensi Resiko infeksi
Rencana asuhan keperawatan
Dx : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebih
Tujuan : – mempertahankan hidrasi cairan yang dibuktikan oleh normalnya kadar elektrolit Kriteria hasil : – Terpenuhinya kebutuhan cairan secara adekuat
Intervensi Rasional
Mandiri
Kaji turgor kulit,membran mukosa, dan
rasa haus
Pantau masukan oral dan memasukkan
cairan sedikitnya 2500 ml/hari
Hilangkan makanan yang potensial
menyebabkan diare, yakni yang pedas/ makanan berkadar lemak tinggi, kacang, kubis, susu.
Berikan makanan yang membuat pasien
berselera.
Kolaborasi
Berikan obat-obatan sesuai indikasi :
antiemetikum, antidiare atau antispasmodik. Pantau hasil pemeriksaan laboratorium.
Berikan cairan/elektrolit melalui selang
makanan atau IV.
Indikator tidak langsung dari status
cairan.
Mempertahankan keseimbangan cairan,
mengurangi rasa haus, melembabkan mukosa. Mungkin dapat mengurangi diare.
Meningkatkan asupan nutrisi secara adekuat.
Mengurangi insiden muntah,
menurunkan jumlah keenceran feses mengurangi kejang usus dan peristaltik.
Mewaspadai adanya gangguan elektrolit
dan menentukan kebutuhan elektrolit.
Diperlukan untuk mendukung volume
sirkulasi, terutama jika pemasukan oral tidak adekuat.
Dx : Resiko infeksi b.d imunodefisiensi
Tujuan : – Mengurangi resiko terjadinya infeksi - Mempertahankan daya tahan tubuh
Kriteria hasil: – Infeksi berkurang - Daya tahan tubuh meningkat
Intervensi Rasional
Mandiri
Pantau adanya infeksi : demam, mengigil, diaforesis, batuk, nafas pendek, nyeri oral atau nyeri menelan.
Ajarkan pasien atau pemberi perawatan tentang perlunya melaporkan kemungkinan infeksi.
Pantau jumlah sel darah putih dan
Deteksi dini terhadap infeksi penting untuk melakukan tindakan segera. Infeksi lama dan berulang memperberat kelemahan pasien.
Berikan deteksi dini terhadap infeksi.
Peningkatan SDP dikaitkan dengan
infeksi
Memberikan informasi data dasar,
diferensial
Pantau tanda-tanda vital termasuk
suhu.
Awasi pembuangan jarum suntik dan
mata pisau secara ketat dengan menggunakan wadah tersendiri.
Kolaborasi
Beriakan antibiotik atau agen
antimikroba, misal : trimetroprim (bactrim atau septra), nistasin, pentamidin atau retrovir.
demam yang terjadi untuk menunjukkan bahwa tubuh bereaksi pada proses infeksi ang baru dimana obat tidak lagi dapat secara efektif mengontrol infeksi yang tidak dapat disembuhkan.
Mencegah inokulasi yang tak disengaja
dari pemberi perawatan.
Menghambat proses infeksi. Beberapa
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) pertama kali dikenal pada tahun 1981 di Amerika Serikat dan disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV-1). AIDS adalah suatu kumpulan gejala penyakit kerusakan system kekebalan tubuh; bukan penyakit bawaan tetapi diddapat dari hasil penularan. penyakit ini merupakan persoalan kesehatan masyarakat yang sangat penting di beberapa negara dan bahkan mempunyai implikasi yang bersifat internasional dengan angka moralitas yang peresentasenya di atas 80 pada penderita 3 tahun setelah timbulnya manifestasi klinik AIDS.
Secara fisiologis HIV menyerang sisitem kekebalan tubuh penderitanya. Jika ditambah dengan stress psikososial-spiritual yang berkepanjangan pada pasien terinfeksi HIV, maka akan mempercepat terjadinya AIDS, bahkan meningkatkan angka kematian.
Siklus hidup HIV dapat dibagi menjadi 5 fase, yaitu : Masuk dan mengikat
Reverse transkripstase Replikasi
Budding Maturasi
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidomologi, penularan, pencegahan, dan pemberantasannya.. Jakarta: Erlangga Medical Series
Muhajir. 2007. Pendidkan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Bandung: Erlangga
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1993. Mikrobiolog Kedokteran. Jakarta Barat: Binarupa Aksara
Djuanda, adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI