7
DASAR TEORI
Bab dua ini akan membahas tentang dasar teori. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai perkembangan telekomunikasi yang berupa penjelasan mengenai Jaringan generasi ke-3 (3G), Jaringan LTE dan jaringan generasi ke-4 (4G). Kemudian penjelasan dasar mengenai OFDM yang merupakan sistem yang dipakai pada sebagian besar jaringan telekomunikasi, serta penjelasan mengenai PAPR.
Seperti yang telah diutarakan pada bab sebelumnya bahwa pada paper-paper yang telah dipublikasikan masih belum didapatkan penjelasan secara mendetail baik mengenai DFTS-OFDM maupun nilai PAPR pada DFTS-OFDM yang membuat DFTS-OFDM menjadi yang paling tepat untuk digunakan untuk proses uplink pada jaringan 4G.
Pada paper[1] dijelaskan tentang garis besar skema OFDM serta SC-FDMA (DFTS-OFDM) namun tidak dijelaskan secara detail mengapa DFTS-OFDM yang baik digunakan dalam transmisi uplink pada LTE, namun hanya mengatakan bahwa pada DFTS-OFDM nilai PAPR akan lebih kecil dibandingkan pada OFDM tanpa menyertakan keterangan lebih lanjut detail dari pernyataan tersebut.
2.1 Perkembangan Telekomunikasi
Teknologi telekomunikasi telah menjadi kebutuhan harian. Dalam satu dekade terakhir, teknologi telekomunikasi telah berevolusi dari teknologi mahal yang hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil pengguna menjadi sebuah sistem yang dapat digunakan oleh sebagian besar populasi dunia. Untuk memahami kerumitan sistem komunikasi mobile, sangatlah penting untuk memahami dari mana mereka datang dan bagaimana sistem selular berkembang.
Dalam kurun waktu 10 tahun terjadi perkembangan yang sangat pesat dengan berbagai penemuan atau inovasi teknologi komunikasi dan pada akhir tahun 90-an muncul teknologi 2G (Generasi Kedua). Perbedaan utama dari teknologi 1G dan 2G adalah 1G masih menggunakan sistem analog sedangkan 2G sudah menggunakan sistem digital. Dengan adanya teknologi Generasi Kedua, maka munculah teknologi selular yang baru yakni GSM, yang merupakan suatu sistem komunikasi wireless.
Pada awal tahun 2000-an munculah teknologi generasi 2.5 (2.5 G) yang mempunyai kemampuan transfer data yang lebih cepat. Yang terkenal dari generasi ini adalah GPRS (General Packet Radio Service) dan EDGE (Enhanced Data rates for
GSM Evolution). Suatu protokol yang mengatur cara kerja transfer data pada sistem
wireless GSM. Dalam teorinya, kecepatan transfer data EDGE dapat mencapai 384 kbps. Selanjutnya setelah teknologi 3G pengembangan akan jaringan dan berbagai peralatan pendukungnya terus dilakukan hingga saat ini lahirlah teknologi LTE (Long Term
Evolution).
2.1.1 Proses uplink pada Jaringan 3G
Saat ini standard dari 3G UMTS menyediakan kecepatan maksimum dalam mengunduh data yaitu sebesar 384 kbps. Namun dengan banyaknya pengguna maka akan membutuhkan kecepatan transfer data yang lebih tinggi untuk mendukung layanan data yang membutuhkan laju data yang lebih tinggi. Oleh sebab itu permintaan akan kenaikan kecepatan data menjadi penting. Hal ini menghasilkan perkembangan dari teknologi 3G HSPA.
Dengan peningkatan pada trafik data, para operator ingin membawa peningkatan pendapatan dari transmisi data. Keunggulan lain dari pengenalan 3G HSPA adalah dapat memasukkan pembaruan perangkat lunak ke dalam sistem. Jaringan 3G HSPA menggunakan dua protokol, yaitu untuk proses downlink menggunakan HSDPA (High Speed Downlink Packet Access) dan untuk proses
uplink menggunakan HSUPA (High Speed Uplink Packet Access) yang dapat
diperoleh dari 3G UMTS (Universal Mobile Telecommunication System), agar dapat menghasilkan kecepatan transfer data yang lebih tinggi.
HSDPA adalah suatu teknologi terbaru dalam sistem telekomunikasi bergerak yang dikeluarkan oleh 3GPP. HSDPA mempunyai layanan berbasis paket data di WCDMA downlink data rate mencapai 14.4 Mbps dan bandwidth 5MHz.
HSUPA adalah pasangan teknologi dari HSDPA, namun diaplikasikan pada proses uplink dari UE (user equipment) ke stasiun pusat (NodeB). HSUPA juga menyediakan peningkatan kecepatan yang cukup bagi para penggunanya di proses
uplink. Namun HSUPA tidak menyediakan kapasitas yang sama pada proses
uplink dibandingkan dengan proses downlink dikarenakan karena secara umum
Pada intinya HSUPA merupakan teknologi yang mirip dengan HSDPA. Namun tetap ada perbedaan mendasar yang membedakan keduanya,
Diantaranya[3]:
1. Proses uplink pada UMTS bersifat non-orthogonal karena ortogonalitas yang sempurna tidak dapat dilakukan pada setiap UE. Sebagai akibatnya, akan banyak gangguan antara transmisi uplink pada sel-sel yang sama. 2. Pada downlink, proses buffering dialokasikan pada NodeB tunggal,
sedangkan pada uplink didistribusikan dengan beberapa UE.
3. Sumber penyebaran data proses downlink adalah pada energi transmisi. Pada proses uplink, sumbernya terbatas pada level gangguan yang masih bisa ditoleransi dan ini tergantung pada energi transmisi dari berbagai UE.
HSUPA terdiri dari 2 teknologi dasar yang juga dipakai oleh HSDPA, yaitu
scheduling dan hybrid ARQ[4] :
1. Scheduling
Proses scheduling pada HSUPA sangat diperlukan untuk dapat mengatur kapan dan di laju data manakah UE diperbolehkan untuk memancarkan.
Semakin tinggi laju data yang digunakan oleh terminal, maka harus semakin tinggi energi terminal yang diterima di NodeB agar dapat mempertahankan Eb/N0 yang diperlukan untuk kesuksesan proses
masih dapat ditoleransi. Bila level gangguan terlalu tinggi, beberapa proses pengiriman data di sel tertentu, kanal pengaturan dan pengiriman pada proses uplink yang tidak terjadwal mungkin tidak dapat diterima semestinya. Sebaliknya, level gangguan yang terlalu rendah mengindikasikan jika UE dan kapasitas sistem tidak dimanfaatkan dengan baik. Oleh sebab itu, HSUPA bergantung pada scheduler untuk memberikan data dengan izin pengiriman kepada pengguna untuk dipakai sebagai laju data tinggi tanpa melebihi batas toleransi maksimum level gangguan dalam sel.
Pada HSUPA, data yang akan dikirim bertempat di UE. Di saat yang sama, scheduler yang terletak di NodeB mengatur aktivitas pengiriman yang berbeda-beda dalam sel. Oleh karena itu, mekanisme komunikasi antara keputusan scheduling untuk UE dan untuk menyediakan informasi balik dari UE ke scheduler sangat dibutuhkan.
Kerangka scheduling dalam HSUPA terdiri dari dua bagian penting, yaitu scheduling grants yang dikirim oleh NodeB scheduler untuk mengatur pengiriman data pada UE dan scheduling request yang dikirim oleh UE ke sumber yang meminta.
Scheduling grant mengatur batas maksimum yang diperbolehkan untuk
Di HSDPA, pengguna tunggal akan dialamatkan pada masing-masing TTI. Namun untuk HSUPA strategi scheduling mengatur beberapa pengguna yang dialamatkan secara paralel, alasannya adalah terminal tunggal tidak dapat memanfaatkan kapasitasnya secara penuh.
Selain permasalahan pada terminal, gangguan antar sel juga harus dapat ditanggulangi. Walaupun scheduler memperbolehkan UE untuk mengirim data pada laju data tinggi berdasarkan level gangguan dalam sel yang dapat diterima, hal ini dapat menyebabkan gangguan yang tidak dapat diterima oleh sel-sel tetangga. Oleh karena itu dalam soft handover, serving
cells bertanggung jawab dalam proses scheduling. Kemudian UE bertugas
mengawasi informasi scheduling dari seluruh sel.
Keuntungan dalam menggunakan Fast scheduling adalah ia mengizinkan pengisian koneksi yang lebih mudah. Sejumlah besar pengguna dapat dimasukkan dalam sistem serta mekanisme scheduling dapat menangani beberapa pengguna yang membutuhkan pengiriman data secara bersamaan. Namun bila hal ini menimbulkan level gangguan yang tidak dapat ditoleransi oleh sistem, maka scheduler akan secara cepat bertindak dan membatasi laju data yang mungkin dipakai. Tanpa fast
scheduling kendali pengisian harus lebih dapat menjaga batas dalam sistem
bilamana beberapa pengguna mengirimkan data secara terus menerus.
2. Hybrid ARQ dengan perpaduan lunak
NodeB menuju UE untuk mengindikasikan kesuksesan decoding atau untuk meminta pengiriman ulang dari kesalahan yang diterima oleh blok pengiriman.
Hybrid ARQ dapat dimanfaatkan tidak hanya sebagai penahan terhadap
gangguan yang tiba-tiba, namun juga untuk meningkatkan efisiensi jaringan, kapasitas dan jangkauan.
2.1.2 Jaringan Long Term Evolution (LTE)
Perkembangan teknologi telekomunikasi sangat pesat. Teknologi telekomunikasi seluler saat ini mulai bergerak secara kolektif dari 3G menuju 4G. LTE (Long Term Evolution) adalah sebuah nama baru dari layanan yang mempunyai kemampuan tinggi dalam sistem komunikasi bergerak (mobile). Hal ini merupakan langkah menuju generasi ke-4 (4G) dari teknologi radio yang dirancang untuk meningkatkan kapasitas dan kecepatan jaringan telepon mobile, hal tersebut dapat terlihat dari arsitektur LTE yang lebih sederhana dari teknologi sebelumnya, penggunaan OFDM, antena cerdas (MIMO), serta beberapa teknologi pendukung lainnya.
Banyak yang menyebut LTE sebagai “4G”, namun tak sedikit pula yang menyebut LTE Release 10 atau LTE-Advance sebagai 4G, dengan peluncuran perdana LTE Release 8 yang lebih dikenal dengan “3.9G”.
2.1.2.1 LTE sebagai kandidat 4G
ini masih disebut sebagai generasi 3.9G. Meskipun begitu, pada teknologi ini telah terdapat beberapa perubahan dibandingkan dari teknologi sebelumnya, baik dalam hal teknis maupun aplikasinya. Dari sisi teknis, perubahan yang dapat dilihat adalah adanya arsitektur yang lebih sederhana dari teknologi sebelumnya, penggunaan antena cerdas (MIMO), OFDM, dan lain-lain. Dari sisi aplikasi, user dapat menikmati layanan LTE baik voice maupun data, semua komunikasi telah full IP, sehingga dapat menguntungkan user dari segi harga.
Jaringan LTE mampu mentransformasikan pengalaman pengguna telekomunikasi, memperbarui layanan mobile broadband ke tingkatan baru sehingga kegiatan mobile seperti browsing internet, mengirim email, video
sharing, serta aplikasi lain akan sangat mudah diakses tanpa ada
interverensi atau keterlambatan.
LTE memiliki Radio Access Network sendiri yang bernama E-UTRAN. Jaringan intinya disebut Evolved Packet Core (EPC). EPC bersifat
all-IP dan mudah berinterkoneksi dengan jaringan IP lainnya, termasuk
Dalam rangka memenuhi persyaratan dari IMT Advanced tentang 4G, maka LTE mempunyai beberapa persyaratan seperti di bawah ini[1] :
1. Peak data rate LTE diharapkan untuk memiliki data rate sebesar 100 Mbps untuk downlink, dan 50 Mbps untuk uplink dengan alokasi
spectrum bandwidth 20 Mbps.
Pada standard 4G, 100 Mbps adalah data rate untuk suatu handset yang bergerak terhadap base station.
2. Mobilitas E-UTRAN harus dioptimalkan untuk kecepatan rendah dari 0-15km/jam.
3. Spektrum E-UTRA dapat beroperasi pada alokasi spektrum yang berbeda-beda, termasuk diantaranya adalah 1.25 MHz, 1.6 MHz, 2.5 MHz, 5 MHz,10 MHz, 15 MHz, dan 20 MHz baik pada uplink maupun
downlink.
4. Dapat mencapai 200 pengguna aktif dalam 1 sel (5 MHz).
5. User-plane latency kurang dari 5ms.
6. Pilihan spektrum frekuensi yang dapat disesuaikan dengan jaringan saat ini yaitu band GSM, CDMA, UMTS (450, 700, 850, 900, 1700, 1800, 1900, 2100, 2500 MHz)
7. Mendukung operasi FDD (Frequency Division Duplex) maupun TDD (Time Division Duplex).
2.1.2.2 Proses uplink pada LTE
Proses uplink berdasar pada transmisi OFDM yang berbeda dengan proses downlink dimana pada saat uplink memungkinkan efisiensi penguat terminal yang lebih tinggi.
Penggunaan DFTS-OFDM pada LTE uplink adalah karena pada DFTS-OFDM memungkinkan terjadinya pemisahan orthogonal pada pengiriman data. Pemisahan orthogonal itu sendiri berguna untuk menanggulangi gangguan antara pengiriman data dari terminal yang berbeda dalam satu sel.
Pada proses uplink bila mengalokasikan bandwidth yang amat besar untuk proses transmisi dari terminal tunggal bukanlah merupakan cara yang efisien. Dalam situasi ini, terminal dapat dialokasikan dari sebagian spectrum yang tersedia hanya dan terminal lain dapat dijadwalkan untuk mengirimkan data secara parallel dari bagian spectrum yang tersisa. Dengan kata lain pengiriman data pada proses uplink memungkinkan bekerja pada TDMA maupun FDMA.
2.1.3 Proses uplink pada Jaringan 4G
Discrete Fourier Transform-spread OFDM (DFTS-OFDM) adalah suatu
teknik multiple access baru yang digunakan untuk uplink pada LTE juga pada jaringan 4G. Teknik ini dapat pula dikatakan sebagai pengembangan dari OFDM yang telah ada sebelumnya. Hanya saja pada DFTS-OFDM terdapat penambahan proses DFT pada transmitter.
scheduling, atau yang sering disebut channel-dependent scheduling. Dalam
penggunaan DFTS-OFDM pada tujuan pengiriman uplink, scheduler memiliki akses baik dalam domain waktu maupun domain frekuensi. Atau dengan kata lain
scheduler dapat memilih pengguna dengan kondisi kanal yang terbaik.
Kemungkinan channel-dependent scheduler dapat bekerja maksimal adalah saat kanal berubah secara perlahan dalam waktu. Pada Jaringan 4G, keputusan
scheduling diambil sekali dalam 1 ms dan akan mengatur terminal mana yang
diperbolehkan untuk mengirimkan informasi selama interval waktu yang diberikan serta sumber frekuensi mana proses pengiriman akan terjadi, termasuk laju data yang dipakai.
2.2 Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM)
Dalam bab-bab sebelumnya telah dituliskan bahwa pada proses downlink Jaringan Generasi Ke-4 (4G) digunakan sebuah teknik transmisi yand bernama Orthogonal
Frequency Division Multiplexing (OFDM). Pada subbab ini akan diterangkan secara
garis besar prinsip dasar dari OFDM, sistematika OFDM serta OFDM sebagai teknik yang diterapkan pada proses downlink Jaringan 4G.
2.2.1 Prinsip Dasar OFDM
G Dari Gambar pengirim maupun pe
Pada proses p IFFT dan parallel-t bit-bit serial dikonve
Converter, sehingga
adalah R/N dimana konversi bit serial ke
Gambar 2.1 Blok diagram OFDM[1]
bar 2.1 dapat dilihat secara jelas proses dari upun penerima.
s pengiriman terdiri dari blok-blok serial-to-par
to-serial. Deretan data yang akan ditransmis
konversikan ke dalam bentuk paralel oleh ngga bila bit rate semula adalah R maka bit rate di
na N adalah jumlah jalur paralel atau jumlah s l ke paralel akan ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Modulasi OFDM[3]
ri OFDM baik pada
paralel, modulator,
isikan yaitu deretan oleh serial-to-paralel te di tiap jalur paralel
subcarrier. Prinsip
Sinyal hasil modulasi tersebut terdiri dari Nc yang merupakan modulator kompleks, dimana setiap modulator berinteraksi dengan satu OFDM subcarrier. Sehingga sinyal modulasi x(t) pada OFDM dengan interval waktu mTu ≤ t ≤
(m+1)Tu adalah :
…(2.1)
Dimana xk(t) adalah nilai k yang termodulasi oleh subcarrier dengan
frekuensi fk = k.∆f dan ak(m) adalah simbol modulasi yang dipakai pada subcarrier
ke-k selama simbol OFDM ke-m dengan interval waktu mTu ≤ t ≤ (m+1)Tu .
Gambar 2.2 menunjukkan bahwa pada setiap interval simbol OFDM, modulasiNc
akan ditransmisikan secara paralel.
Jumlah dari subcarrier OFDM berkisar antara kurang dari ratusan hingga ribuan, dengan range subcarrier spacing antara ratusan kHz turun hingga beberapa Hz saja. Penggunaan subcarrier spacing ini tergantung pada keadaan lingkungan dimana sistem itu bekerja, termasuk pemilihan frekuensi saluran radio secara maksimal dan variasi laju kanal.
Sinyal OFDM hasil modulasi kemudian dialirkan ke dalam Inverse Fast
Fourier Transform (IFFT) untuk mengubah sinyal dari domain frekuensi ke dalam
sinyal domain waktu dengan cara mencuplik sinyal x(t) dengan laju Tss/N. Sinyal OFDM yang telah diaplikasikan ke dalam IFFT ini kemudian dikonversikan lagi ke dalam bentuk serial. Setelah disisipi cyclic prefix dengan cara menyalin bagian akhir simbol sepanjang periode CP (yang digunakan dan ditempatkan pada awal simbol), barulah data dikirim.
Saat proses penerima, setelah melalui kanal maka sinyal informasi akan diterima oleh penerima. Pada gambar blok penerima teridiri dari blok-blok
dialirkan ke FFT kemudian didemodulasikan dan dikonversikan ke dalam bentuk serial oleh paralel-to-serial Converter dan akhirnya kembali menjadi bentuk data informasi.
Pengertian dari Orthogonal Frequency-Division Multiplex adalah dimana dua
subcarrier OFDM yang termodulasi xk1 dan xk2 yang saling tegak lurus pada
interval waktu mTu ≤ t ≤ (m+1)Tu , yaitu :
∆ ∆ 0 …(2.2)
dengan k1 ≠k2
2.2.2 Sistematika OFDM
Pada subbab ini akan diterangkan lebuh lanjut mengenai sistematika OFDM yang meliputi demodulasi OFDM yang terjadi saat proses penerimaan data, penggunaan IFFT pada modulator begitu pula penggunaan FFT pada demodulator, serta proses penyisipan cyclic prefix.
2.2.2.1 Demodulasi OFDM
Pada
Gambar 2.3 Demodulasi OFDM[3]
da demodulasi OFDM, penanggulangan
subcarrier OFDM tidak terjadi saat pemisaha
yang ada. Namun orthogonalitas subcarrier-berlangsung saat struktur spesifik domain frekue
r dikombinasikan dengan pemilihan secara
∆f bernilai sama dengan masing-masing l
(1/Tu).
ntasi OFDM menggunakan IFFT/FFT
da subbab sebelumnya telah dibahas mengenai m demodulator (Gambar 2.3) yang dapat digunaka p dasar OFDM. Proses modulasi OFDM dapat di oses IFFT yang diikuti dengan konversi digital
bar 2.2. Secara umum, dengan memilih IFFT an 2m untuk beberapa integer m, modulasi OF da proses implementasi radix-2 IFFT (Inve
.
gangguan antara isahan spektrum dari
-subcarrier OFDM
Gambar 2.
r 2.4 Modulasi OFDM dengan proses IFFT[3] u diingat bahwa IDFT/IFFT sebagai implement dalah salah satu pilihan dalam implementas suatu keharusan untuk digunakan di setiap
Cyclic Prefix
da sistem komunikasi, cyclic prefix memiliki de ngan pengulangan simbol terakhir itu sendiri. W akan membuang sampel dari cyclic prefix terse
miliki 2 tujuan yaitu, untuk menghilangkan ya dan sebagai pengulangan simbol yang dapa
erhana dalam domain frekuensi, seperti equal ar cyclic prefix dapat beroperasi secara efektif, pa us minimal sama dengan panjang dari kanal mul
m memahami orthogonalitas dari subcarrie hui bahwa subcarrier yang termodulasi xk(t) pa
ri jumlah integer dari eksponensial kompleks
modulasi terintegrasi yaitu . Namun, d
entasi dari modulator ntasi transmitter dan ap spesifikasi
radio-ki definisi mengawali i. Walaupun biasanya rsebut, namun cyclic kan ISI dari simbol pat digunakan untuk qualisasi dan estimasi if, panjang dari cyclic
multipath.
arrier adalah dengan
pada persamaan 2.1 pleks selama interval
time-dispersi
rsive orthogonalitas tiap subcarrier akan hi
orthogonalitas pada subcarrier tersebut adal da demodulator pada satu lintasan akan overlap
ri lintasan yang berbeda seperti pada Gambar 2. t kanal time-dispersive tidak hanya akan t
tetapi juga diantara subcarrier.
Gambar 2.5 Perkiraan penerimaan sinyal[5 uk mengatasi masalah ini dan membuat sin rhadap penyebaran waktu pada kanal radio, maka enggunakan penyisipan cyclic prefix.
da Gambar 2.6 tampak bahwa bagian terakhir da n dimasukkan ke bagian awal dari simbol
cyclic prefix akan meningkatkan panjang sim
u+TCP, dimana TCP adalah panjang cycl
an dari simbol OFDM itu sendiri. Dalam G orthogonalitas subcarrier pada kanal time-di
n bila pada penerima hanya membawa simbol
aktu dan tergantung pada rentang
ndek dari panjang cyclic prefix. Hal ini juga m dakmunculan ISI pada proses penyisipan cyclic pr
hilang. Alasan dari dalah korelasi waktu
erlap dengan batasan
r 2.5. Oleh karena itu, n terjadi ISI dalam
[5]
sinyal OFDM tidak aka proses transmisi
Ga
Gambar 2.6 Penyisipan Cyclic Prefix
yisipan cyclic prefix ini dibawa di keluaran w IFFT. Sample terakhir NCP dari blok kelua
akan dikopi dan dimasukkan ke dalam blok blok dari N menjadi N+NCP.
penerima, sample yang bersesuaian dibuang se bagai contoh : proses DFT/FFT.
kurangan dari penyisipan cyclic prefix hanyal
dari energi sinyal penerima yang dimanfaatkan
ehingga mengisyaratkan adanya energi yang hi si.
nlink pada Jaringan 4G
dikirim dalam setiap slot pada saat proses dow
ource grid yang terdiri dari subcarrier
= 6 dan = 110.
n waktu diskrit pada luaran IFFT dengan blok awal, menambah
ng sebelum demodulasi
yalah sebagian kecil
kan oleh demodulator
g hilang pada proses
downlink digambarkan
Jumlah simbol OFDM tergantung pada panjang cyclic prefix dan jarak
subcarrier yang dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Setiap elemen dalam resource grid disebut resource element dengan indeks (k,l) dalam suatu slot, dimana 0, … , !" #$ % 1 dan ' 0, … , #( )!" % 1. Resource block digunakan untuk mendeskripsikan pemetaan
dari kanal fisik tertentu ke resource element (RE).
Tabel 2.1 Parameter resource block untuk downlink[1]
Gambar 2.7 Downlink Resource Grid
G
Gambar 2.8 Struktur Frame Tipe 1[6]
mbar 2.8 struktur frame tipe 1 ini radio fra ot sama sebesar 0.5 ms. Masing-masing subfram urut, sehingga satu radio frame terdiri dari 10 subf n 4G juga mendukung untuk operasi TDD
tipe 2 dengan struktur dasar RB dan RE tetap sa agian subframe digunakan untuk downlink bagai special frame (untuk beralih antara tra
truktur frame tipe 2, radio frame 10 ms terdi g masing-masing 5 ms. Setiap setengah frame
an panjang masing-masing 1 ms. Pada Gamba kan special frame dibagi menjadi 2 slot denga
Special subframe terdiri dari DwPTS (Downli
eriod), UpPTS (Uplink Pilot Timeslot). Ke
-masing dengan total panjang 1 ms.
frame 10 ms dibagi
transmisi uplink dan
Gambar 2.9 Struktur Frame Tipe 2[6]
2.3 Peak-to-Average Power Ratio (PAPR)
Salah satu permasalahan yang penting dalam tugas akhir ini adalah mengenai
Peak-to-Average Power Ratio (PAPR), dimana PAPR merupakan salah satu sebab
dipilihnya sebuah sistem baru pengganti OFDM yang digunakan dalam proses uplink Jaringan 4G. Pada subbab berikut akan dijelaskan mengenai definisi PAPR secara umum dan garis besar PAPR pada OFDM.
2.3.1 Definisi PAPR
2.3.2 PAPR pada OFDM
Nilai PAPR yang besar akan menyebabkan sistem membutuhkan komponen sistem yang memiliki daerah linier yang besar untuk mengakomodasi amplitudo sinyal. Sedangkan Power Amplifier (PA) adalah salah satu komponen sistem yang tidak linear. PA yang tidak linear akan menyebabkan distorsi yang sifatnya non-linear sehingga akan muncul intermodulasi, yaitu frekuensi baru pada sinyal yang akan ditransmisikan. Intermodulasi menyebabkan terjadinya interferensi di antara
subcarrier dan menyebabkan terjadinya pelebaran spektraldari sinyal keseluruhan.
Secara matematis nilai PAPR dapat dirumuskan dengan[7] :
*+*,
-- atau *+*, . 10log …(2.3)
Dimana N adalah jumlah subcarrier.