• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

5.1. Kondisi Eksisting Perairan Danau

5.1.1. Parameter Fisika, Kimia dan Mikrobiologi Perairan Danau

Pengetahuan mengenai kondisi kualitas perairan danau yang dicerminkan oleh nilai konsentrasi beberapa parameter kualitas air, baik secara fisika, kimia maupun secara biologi sangat diperlukan dalam merancang pengelolaan dan pengendalian pencemaran perairan tersebut. Penilaian ini pada dasarnya dilakukan dengan membandingkan nilai parameter kualitas air dari hasil pengukuran di lapangan dengan baku mutu perairan sesuai peruntukannya yang berlaku di Indonesia yakni mengacu pada PP RI No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Salah satu pemanfaatan perairan Danau Maninjau adalah digunakan sebagai sumber air baku air minum, maka berdasarkan peraturan tersebut dalam penelitian ini sebagai pembanding digunakan baku mutu air kelas 1, yaitu air yang peruntukannya digunakan sebagai air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Hasil analisis parameter fisika, kimia dan mikrobiologi perairan danau secara lengkap disajikan pada Lampiran 2.

Suhu Perairan

Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses metabolisme organisme di perairan. Perubahan suhu yang mendadak atau kejadian suhu yang ekstrim akan mengganggu kehidupan organisme bahkan dapat menyebabkan kematian. Suhu perairan dapat mengalami perubahan sesuai dengan musim, letak lintang suatu wilayah, ketinggian dari permukaan laut, letak tempat terhadap garis edar matahari, waktu pengukuran dan kedalaman air.

Suhu air mempunyai peranan dalam mengatur kehidupan biota perairan, terutama dalam proses metabolisme. Kenaikan suhu menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, namun di lain pihak juga mengakibatkan turunnya kelarutan oksigen dalam air. Oleh karena itu, maka pada kondisi tersebut organisme akuatik seringkali tidak mampu memenuhi kadar oksigen terlarut untuk

(2)

keperluan proses metabolisme dan respirasi (Effendi, 2003). Adapun sebaran suhu di perairan Danau Maninjau selama penelitian disajikan pada Gambar 10.

28,15 28,2 28,13 28,31 28,47 28,25 27,83 27,96 27,94 27,66 28,07 28,06 27 27,5 28 28,5 29

Lm .Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Am pang Bt.Kalarian Tb.As am

S u h u ( 0 C ) Sungai Danau

Gambar 10. Sebaran nilai rata-rata suhu di perairan Danau Maninjau.

Hasil pengukuran suhu pada lokasi penelitian secara keseluruhan tidak memperlihatkan variasi yang besar, bahkan relatif stabil yaitu berkisar antara 28,15–28,47 0C, dengan nilai rata-rata 28,25 0C. Melihat keadaan suhu di daerah penelitian, dapat disimpulkan bahwa kondisi suhu di perairan Danau Maninjau masih memenuhi baku mutu air kelas 1. Dengan demikian, perairan Danau Maninjau dapat digunakan sebagai sumber air baku air minum.

Total Padatan Tersuspensi (TSS), Kecerahan dan Kekeruhan

Padatan tersuspensi terdiri dari komponen terendapkan, bahan melayang dan komponen tersuspensi koloid. Padatan tersuspensi mengandung bahan anorganik dan bahan organik. Bahan anorganik antara lain berupa liat dan butiran pasir, sedangkan bahan organik berupa sisa-sisa tumbuhan dan padatan biologi lainnya seperti sel alga, bakteri dan sebagainya (Peavy et al., 1986).

TSS, kecerahan dan kekeruhan merupakan parameter-parameter yang saling terkait satu sama lain. Peningkatan konsentrasi padatan tersuspensi sebanding dengan peningkatan konsentrasi kekeruhan dan berbanding terbalik dengan kecerahan. Ketiga parameter tersebut mempunyai peranan yang sangat penting dalam produktivitas perairan. Hal ini berkaitan erat dengan proses fotosintesis dan respirasi organisme perairan. Keberadaan total padatan tersuspensi di perairan mempengaruhi intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam badan air.

(3)

Hasil pengukuran total padatan tersuspensi di perairan Danau Maninjau berkisar antara 46,47–56,7 mg/l dengan rata-rata 51,59 mg/l (Gambar 11). Tingginya kadar padatan tersuspensi di perairan Danau Maninjau disebabkan oleh tinggingya pemanfaatan lahan, baik untuk pertanian maupun permukiman. Menurut Sastrawijaya (1991), nilai TSS antara 50–100 mg/l merupakan perairan dalam kondisi mesotrof atau perairan danau dengan tingkat kesuburan sedang.

57,63 50,86 59,72 51,2 51,46 52,74 53,23 53,22 50,5 56,7 46,47 52,44 0 15 30 45 60 75

Lm .Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Am pang Bt.Kalarian Tb.Asam

T S S ( m g /L ) Sungai Danau

Gambar 11. Sebaran nilai rat-rata TSS di perairan Danau Maninjau.

Nilai TSS apabila diperbandingkan dengan baku mutu air kelas 1 yang mempersyaratkan konsentrasi total padatan tersuspensi maksimum 50 mg/l, maka perairan Danau Maninjau sudah melampaui baku mutu yang diperbolehkan, kecuali stasiun Muara Batang Maransi. Dengan demikian, perairan danau secara umum tidak layak lagi untuk dimanfaatkan sebagai sumber baku air minum, namun masih layak dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan.

Nilai kecerahan suatu perairan berhubungan erat dengan penetrasi cahaya matahari ke dalam badan air. Cahaya matahari akan membantu proses terjadinya fotosintesis yang akan menghasilkan oksigen terlarut yang merupakan faktor penting dalam kehidupan akuatik. Nilai kecerahan di perairan Danau Maninjau berkisar antara 76–83 cm dengan nilai rata-rata 78,6 cm (Gambar 12).

Nilai kecerahan antar stasiun penelitian mempunyai variasi yang relatif kecil dan hampir menyebar merata pada setiap stasiun. Adanya perbedaan nilai kecerahan ini diduga karena pengaruh dari kuantitas maupun kualitas air dari daerah aliran sungai yang membawa partikel-partikel bahan organik ke perairan danau.

(4)

68 72 77 58 68 69 81 73 76 80 83 80 0 20 40 60 80 100

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb. Asam

K e c e ra h a n ( c m ) Sungai Danau

Gambar 12. Sebaran nilai rata-rata kecerahan di perairan Danau Maninjau.

Kekeruhan digunakan untuk menyatakan derajat kegelapan di dalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan mempengaruhi penetrasi cahaya matahari yang masuk ke badan perairan, sehingga dapat menghalangi proses fotosintesis dan produksi primer perairan. Kekeruhan biasanya terdiri dari partikel anorganik yang berasal dari erosi dari DAS dan resuspensi sedimen di dasar danau (Wetzel, 2001). Kekeruhan memiliki korelasi positif dengan padatan tersuspensi, yaitu semakin tinggi nilai kekeruhan maka semakin tinggi pula nilai padatan tersuspensi. Dari hasil analisis kualitas air menunjukkan bahwa nilai kekeruhan di perairan Danau Maninjau berkisar antara 21,94–23,97 JTU dengan nilai rata-rata 23,26 JTU (Gambar 13). WHO (1992), mensyaratkan nilai kekeruhan untuk air minum maksimal 5 JTU, dengan demikian perairan Danau Maninjau tidak layak digunakan sebagai sumber air baku air minum.

13,29 13,09 14,37 14,01 13,5 13,44 21,94 23,13 23,86 23,97 23,34 23,31 0 5 10 15 20 25 30

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb. Asam

K e k e ru h a n ( J T U ) Sungai Danau

(5)

Total Dissolved Solid (TDS)

Hasil pengukuran total padatan terlarut (TDS) di perairan Danau Maninjau berkisar antara 113,97–117,73 mg/l, dengan nilai rata-rata 115,83 mg/l (Gambar 14). Baku mutu kualitas air kelas 1 berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 untuk total padatan terlarut maksimum 1000 mg/l. Nilai total padatan terlarut perairan danau masih di bawah ambang batas baku mutu yang dipersyaratkan. Dengan demikian, perairan Danau Maninjau masih layak digunakan sebagai sumber air baku air minum. 112,37 117,17 113,97 114,79 117,73 115,47 115,76 105,94 112,35 111,93 113,56 109,6 90 100 110 120

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb.Asam

T D S ( m g /L ) Sungai Danau

Gambar 14. Sebaran nilai rata-rata TDS di perairan Danau Maninjau.

Nilai total padatan terlarut yang didapatkan pada penelitian ini lebih tinggi dari nilai total padatan tersuspensi. Hal ini menggambarkan bahwa padatan yang masuk ke perairan Danau Maninjau lebih banyak yang berbentuk padatan yang ukurannya kecil (padatan terlarut), atau padatan yang terdapat di perairan Danau Maninjau lebih didominasi oleh padatan yang berasal dari limbah-limbah organik.

Warna Perairan

Hasil pengukuran nilai warna perairan di Danau Maninjau berkisar antara 12,99–14,73 unit PtCo, dengan nilai rata-rata 13,88 unit PtCo (Gambar 15). Nilai ini menggambarkan bahwa perairan Danau Maninjau sudah melebihi nilai perairan alami yang digunakan sebagai sumber air baku air minum, yaitu 10 unit PtCo. Berdasarkan WHO (1992), yang mensyaratkan nilai warna untuk air minum maksimal 15 unit PtCo, maka perairan Danau Maninjau masih layak digunakan sebagai sumber air baku air minum. Nilai warna perairan ini diduga ada kaitannya

(6)

dengan masuknya limbah organik dan anorganik yang berasal dari kegiatan KJA dan permukiman penduduk di sekitar perairan danau. Kondisi ini juga dapat meningkatkan blooming pertumbuhan fitoplankton dari filum Cyanophyta (Effendi, 2003). 13,26 12,99 14,21 14,73 14,23 13,84 9,74 10,74 10,4 9,54 10,31 9,66 0 2 4 6 8 10 12 14 16

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb.Asam

W a rn a ( U n it P tC o ) Sungai Danau

Gambar 15. Sebaran nilai rata-rata warna air di perairan Danau Maninjau.

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman atau pH merupakan nilai yang menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam air. Nilai pH suatu perairan dapat mencerminkan keseimbangan antar asam dan basa dalam perairan tersebut. Nilai pH berkisar antara 1-14, pH 7 adalah batasan tengah antara asam dan basa (netral). Semakin tinggi pH suatu perairan maka makin besar sifat basanya, demikian juga sebaliknya, semakin rendah nilai pH maka semakin asam suatu perairan.

Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa parameter, antara lain aktivitas biologi, suhu, kandungan oksigen dan ion-ion. Dari aktiviatas biologi dihasilkan gas CO2 yang merupakan hasil respirasi. Gas ini akan membentuk ion buffer atau

penyangga untuk menjaga kisaran pH di perairan agar tetap stabil (Pescod, 1978). Hasil pengukuran pH di perairan Danau Maninjau memperlihatkan bahwa nilai pH perairan danau lebih rendah dari perairan sungai, yaitu berkisar antara 7,32–7,46, dengan nilai rata-rata 7,38. Hal ini diduga akibat adanya pengaruh buangan limbah penduduk yang masuk ke perairan danau. Limbah atau sampah tersebut mengandung berbagai macam senyawa kimia yang bersifat basa seperti buangan deterjen, yang dapat meningkatkan nilai pH di perairan. Namun demikian, secara keseluruhan pH perairan danau masih berada pada kisaran yang

(7)

aman sebagai sumber air baku air minum berdasarkan ambang batas baku mutu kualitas air kelas 1 yang mensyaratkan nilai pH antara 6–9. Dengan demikian, pH perairan Danau Maninjau dapat mendukung kehidupan yang ada di dalamnya dan dapat dipergunakan sebagai sumber air baku air minum.

7,32 7,37 7,43 7,46 7,37 7,36 7,45 7,47 7,44 7,48 7,4 7,39 7,2 7,25 7,3 7,35 7,4 7,45 7,5

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb.Asam

p

H

Sungai Danau

Gambar 16. Sebaran nilai rata-rata pH di perairan Danau Maninjau.

Karbondioksida (CO2) Bebas

Karbondioksida akan selalu bereaksi dengan air hingga menghasilkan asam karbonat (H2CO3). Sumber utama CO2 dalam perairan dapat berasal dari

atmosfir dan hasil respirasi organisme perairan. Udara yang selalu bersentuhan dengan air akan mengakibatkan terjadinya proses difusi CO2 ke dalam air.

Kadar karbondioksida bebas di perairan Danau Maninjau berkisar antara 7,2–8,76 mg/l, dengan kadar rata-rata 7,96 mg/l (Gambar 17). Karbondioksida yang terdapat di dalam air merupakan hasil proses difusi CO2 dari udara dan hasil

proses respirasi organisme akuatik. Selain itu, CO2 di perairan juga dihasilkan dari

penguraian bahan-bahan organik oleh bakteri (Saeni, 1989).

Kadar karbondioksida bebas di perairan berkaitan erat dengan bahan organik dan kadar oksigen terlarut (Sastrawijaya, 1991). Peningkatan kadar CO2

diikuti oleh penurunan kadar oksigen terlarut. Karbondioksida akan mempengaruhi proses pernafasan organisme perairan terutama pada kondisi DO < 2 mg/l. Pada kondisi demikian, maka akan terjadi keracunan CO2, sehingga daya

serap oksigen oleh hemoglobin akan terganggu yang disebut dengan

methemoglobinemia. Keadaan ini dapat mengakibatkan organisme mati lemas

(8)

7,7 7,91 7,79 7,51 7,6 7,6 8,76 8,33 7,56 7,2 7,97 7,97 0 2 4 6 8 10

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb.Asam

C O 2 b e b a s ( m g /L ) Sungai Danau

Gambar 17. Sebaran nilai rata-rata CO2 bebas di perairan Danau Maninjau.

Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen merupakan salah satu gas terlarut di perairan alami dengan kadar bervariasi yang dipengaruhi oleh suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfir. Selain diperlukan untuk kelangsungan hidup organisme di perairan, oksigen juga diperlukan dalam proses dekomposisi senyawa-senyawa organik menjadi senyawa anorganik. Sumber oksigen terlarut terutama berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer. Difusi oksigen ke dalam air terjadi secara langsung pada kondisi stagnant (diam) atau karena agitasi (pergolakan massa air) akibat adanya gelombang atau angin.

Hasil pengukuran kandungan oksigen terlarut di perairan danau berkisar antara 5,1–6,7 mg/l, dengan nilai rata-rata 5,96 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa di perairan danau konsumsi oksigennya lebih tinggi sebagai akibat dari terjadinya peningkatan jumlah limbah organik yang berasal dari kegiatan di badan perairan danau, terutama kegiatan budidaya ikan pada KJA. Gambar 18 memperlihatkan bahwa kandungan oksigen terlarut di perairan danau lebih rendah dari kandungan oksigen terlarut di perairan sungai.

Kandungan oksigen terlarut di perairan danau sudah melebihi baku mutu air kelas 1 sebagai sumber air baku air minum yang mensyaratkan kandungan oksigen terlarut > 6 mg/l. Kandungan oksigen terlarut ini memberikan gambaran bahwa secara umum perairan danau sudah tercemar oleh bahan organik yang mudah terurai. Hal ini menunjukkkan bahwa perairan danau tidak lagi layak

(9)

digunakan sebagai sumber air baku air minum, namun untuk kegiatan budidaya perikanan perairan Danau Maninjau masih layak untuk dimanfaatkan.

7,2 8,4 7,3 8,3 8,1 8,2 5,1 6,2 5,6 6,7 5,9 6,24 0 2 4 6 8 10

Lm . Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Am pang Bt.Kalarian Tb.Asam

D O ( m g /L ) Sungai Danau

Gambar 18. Sebaran nilai rata-rata DO di perairan Danau Maninjau.

Penyebab kandungan oksigen terlarut di stasiun muara Sungai Limau Sundai dan Bandar Ligin di atas ambang batas baku mutu diduga karena padatnya pemanfaatan lahan pada ekosistem perairan danau terutama untuk KJA, sehingga dekomposisi bahan organik menjadi bahan anorganik oleh mikroorganisme pengurai juga semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Beveridge (1987) yang menyatakan bahwa laju konsumsi oksigen pada budidaya KJA dua kali lebih tinggi dari pada laju konsumsi oksigen di perairan yang tidak ada KJA-nya. Selain itu, menurunnya kandungan oksigen terlarut ini juga disebabkan oleh banyaknya limbah organik yang berasal dari limbah domestik dari daerah sempadan danau.

Biochemical Oxygen Demand (BOD5)

BOD5 merupakan parameter yang dapat digunakan untuk menggambarkan

keberadaan bahan organik di perairan. Hal ini disebabkan BOD5 dapat

menggambarkan jumlah bahan organik yang dapat diuraikan secara biologis, yaitu jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk memecahkan atau mengoksidasi bahan-bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Nilai BOD5 yang tinggi menunjukkan semakin besarnya bahan organik yang

terdekomposisi menggunakan sejumlah oksigen di perairan. Adapun sebaran nilai rata-rata BOD5 di perairan Danau Maninjau diperlihatkan pada Gambar 19.

(10)

Gambar 19 mempresentasikan bahwa nilai BOD5 di perairan danau

berkisar antara 2,89–6,42 mg/l, dengan rata-rata 4,52 mg/l. Berdasarkan baku mutu air kelas 1, nilai BOD5 yang dipersyaratkan < 2 mg/l. Dengan demikian,

disimpulkan bahwa perairan Danau Maninjau sudah tercemar oleh bahan organik mudah urai (BOD5) dan tidak layak dipergunakan sebagai sumber air baku air

minum, namun masih dapat dipergunakan untuk kegiatan budidaya KJA. Tingginya kadar BOD5 tersebut terutama disebabkan oleh padatnya pemanfaatan

areal di sekitar sungai untuk permukiman penduduk. Hal ini akan mengintroduksi limbah domestik masuk ke perairan danau.

6,42 2,89 5,54 3,15 4,86 4,25 4,4 3,38 3,78 3,63 4,13 3,18 0 1 2 3 4 5 6 7

Lm .Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Am pang Bt.Kalarian Tb.As am

B O D5 (m g /L ) Sungai Danau

Gambar 19. Sebaran nilai rata-rata BOD5 di perairan Danau Maninjau.

Pada perairan yang relatif tenang (stagnant) seperti Danau Maninjau, limbah organik yang masuk dimungkinkan akan mengendap dan terakumulasi pada subtrat dasar perairan, sehingga proses dekomposisi meningkat dan menyebabkan kandungan oksigen terlarut menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Anggoro (1996) yang menyatakan bahwa menumpuknya bahan pencemar organik di perairan akan menyebabkan proses dekomposisi oleh organisme pengurai juga semakin meningkat, sehingga konsentrasi BOD5 juga

meningkat. Di samping itu menurut Canter and Hill (1979), peningkatan nilai BOD5 merupakan indikasi menurunnya kandungan oksigen terlarut di perairan

karena adanya aktivitas organisme pengurai.

Chemical Oxygen Demand (COD)

Parameter lain yang juga dapat digunakan sebagai penduga pencemaran limbah organik adalah COD. Nilai COD menggambarkan total oksigen yang

(11)

dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologi (biodegradable) maupun yang sukar didegradasi (non

biodegradable) menjadi CO2 dan H2O.

Dari hasil analisis kualitas air perairan Danau Maninjau menunjukkan bahwa nilai COD perairan berkisar antara 9,8–12,4 mg/l, dengan nilai rata-rata 10,96 mg/l. Gambar 20 memperlihatkan bahwa nilai COD perairan danau lebih tinggi dari nilai COD sungai. Hal ini menunjukkan bahwa pada perairan danau terjadi penumpukan bahan organik yang berasal dari kegiatan di badan perairan danau (KJA). Nilai COD yang tinggi ditemukan pada perairan sekitar Sungai Limau Sundai, Jembatan Ampang dan Batang Kalarian.

Berdasarkan baku mutu air kelas 1 yang mempersyaratkan nilai COD untuk air baku air minum adalah < 10 mg/l, maka perairan Danau Maninjau telah mengalami pencemaran oleh bahan organik sulit terurai. Dengan demikian perairan Danau Maninjau secara umum tidak lagi memenuhi syarat untuk digunakan sebagai sumber air baku air minum.

8,7 7,9 7,6 8,5 8,1 7,34 12,4 9,8 9,8 11,6 11,2 11 0 2 4 6 8 10 12 14

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb.Asam

C O D ( m g /L ) Sungai Danau

Gambar 20. Sebaran nilai rata-rata COD di perairan Danau Maninjau.

Nilai COD yang diperoleh pada penelitian ini jauh lebih besar (mendekati 2,5 kali lebih besar) dibandingkan BOD5. Menurut Metcalf and Eddy (1979),

perbedaan nilai COD dengan BOD5 biasanya terjadi pada perairan tercemar

karena bahan organik yang mampu diuraikan secara kimia lebih besar dibandingkan penguraian secara biologi.

(12)

Nitrat (N-NO3-), Nitrit (N-NO2-) dan Ammonia (N-NH3)

Keberadaan senyawa nitrogen dalam perairan dengan kadar yang berlebihan dapat menimbulkan permasalahan pencemaran. Kandungan nitrogen yang tinggi di suatu perairan dapat disebabkan oleh limbah yang berasal dari limbah domestik, pertanian, peternakan dan industri. Hal ini berpengaruh terhadap kelimpahan fitoplankton.

Hasil pengukuran kadar nitrat di perairan Danau Maninjau berkisar antara 0,21–0,38 mg/l, dengan nilai rata-rata 0,26 mg/l (Gambar 21). Secara umum, kandungan nitrat perairan danau masih berada di bawah baku mutu air kelas 1, yang mensyaratkan kandungan nitrat untuk air baku air minum maksimal 10 mg/l. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perairan danau tergolong tidak tercemar oleh senyawa nitrat dan masih layak sebagai sumber air baku air minum.

0,21 0,21 0,2 0,38 0,22 0,22 0,18 0,2 0,24 0,18 0,21 0,23 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb.Asam

N O3 (m g /L ) Sungai Danau

Gambar 21. Sebaran nilai rata-rata nitrat di perairan Danau Maninjau.

Hasil pengukuran kandungan nitrit di perairan Danau Maninjau berkisar antara 0,07–0,08 mg/l, dengan nilai rata-rata 0,072 mg/l. Gambar 22 memperlihatkan semua stasiun penelitian mengandung nitrit yang tinggi, kecuali perairan danau sekitar Batang Maransi. Tingginya kandungan nitrit di perairan danau diduga berasal dari masukan limbah rumah tangga dan limbah KJA. Secara umum nilai nitrit di perairan danau sudah melampaui ambang batas baku mutu air kelas 1 yang mensyaratkan kandungan nitrit < 0,06 mg/l. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perairan Danau Maninjau tidak layak lagi untuk digunakan sebagai sumber air baku air minum.

(13)

0,07 0,06 0,07 0,08 0,07 0,07 0,05 0,05 0,05 0,04 0,04 0,05 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb.Asam

N O2 ( m g /L ) Sungai Danau

Gambar 22. Sebaran nilai rata-rata nitrit di perairan Danau Maninjau.

Nitrit merupakan senyawa nitrogen beracun yang biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit. Pada manusia, keracunan nitrit dapat menyebabkan penyakit yang disebut methemoglobinemia (penyakit bayi biru). Hal ini disebabkan karena senyawa nitrit dapat mengikat haemoglobin dalam darah, sehingga dapat mengurangi kemampuan haemoglobin sebagai pembawa oksigen dalam darah, yang pada akhirnya akan menimbulkan sindrom berupa kebiruan, lemah dan pusing (Amdur et al., 1991; Darmono, 2001). Lebih lanjut Darmono (2001) menyatakan bahwa tingginya kandungan nitrit dalam air minum juga dapat mengakibatkan kanker pada lambung dan saluran pernafasan pada orang dewasa. Oleh karena itu kandungan nitrit dalam air minum tidak boleh lebih dari 10 mg/l (UNEP-IETC/ILEC, 2001).

Ammonia di perairan danau dapat berasal dari nitrogen organik dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air berasal dari dekomposisi bahan organik oleh mikroba dan jamur. Selain itu, ammonia juga berasal dari denitrifikasi pada dekomposisi limbah oleh mikroba pada kondisi anaerob. Ammonia juga dapat berasal dari limbah domestik dan limbah industri.

Hasil analisis kualitas air menunjukkan kadar ammonia di perairan danau berkisar antara 0,22–0,26 mg/l, dengan nilai rata-rata adalah 0,255 mg/l. Berdasarkan baku mutu air kelas 1 sebagai sumber air baku air minum mensyaratkan kandungan ammonia maksimal 0,5 mg/l. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perairan Danau Maninjau masih layak dipergunakan sebagai

(14)

sumber air baku air minum. Adapun sebaran nilai rata-rata ammonia di perairan Danau Maninjau diperlihatkan pada Gambar 23.

0,25 0,26 0,25 0,26 0,24 0,24 0,23 0,23 0,23 0,23 0,24 0,25 0,21 0,22 0,23 0,24 0,25 0,26 0,27

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb.Asam

N H3 ( m g /L ) Sungai Danau

Gambar 23. Sebaran nilai rata-rata ammonia di perairan Danau Maninjau.

Ortofosfat

Di perairan, fosfor tidak ditemukan dalam keadaan bebas melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan senyawa organik berupa partikulat. Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan dan merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan, sehingga menjadi faktor pembatas yang mempengaruhi produktivitas perairan.

Fosfat yang terdapat di perairan bersumber dari air buangan penduduk (limbah rumah tangga) berupa deterjen, residu hasil pertanian (pupuk), limbah industri, hancuran bahan organik dan mineral fosfat (Saeni, 1989). Umumnya kandungan fosfat dalam perairan alami sangat kecil dan tidak pernah melampaui 0,1 mg/l, kecuali bila ada penambahan dari luar oleh faktor antropogenik seperti dari sisa pakan ikan dan limbah pertanian (Kevern, 1982).

Hasil analisis kualitas air menunjukkan kadar fosfat di perairan Danau Maninjau berkisar antara 0,41–0,46 mg/l, dengan nilai rata-rata 0,43 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa di perairan danau terjadi akumulasi fosfat yang bersumber dari kegiatan KJA. Selain berasal dari sisa pakan ikan, menurut Percella (1985) kotoran manusia dan deterjen juga mengandung unsur fosfor yang cukup tinggi yang dapat meningkatkan kandungan fosfat di perairan danau. Sejalan pernyataan tersebut Chester (1990) menyatakan bahwa fosfat yang terdapat di perairan sungai atau danau bersumber dari kegiatan antropogenik seperti limbah perkotaan dan

(15)

pertanian serta polifosfat yang terdapat pada deterjen. Gambar 24 memperlihatkan perairan danau mengandung kadar fosfat yang lebih tinggi dari perairan sungai.

0,44 0,41 0,46 0,44 0,42 0,41 0,15 0,14 0,19 0,24 0,12 0,16 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45 0,5

Lm.Sundai Bt.maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb.Asam

F o s fa t (m g /L ) Sungai Danau

Gambar 24. Sebaran nilai rata-rata fosfat di perairan Danau Maninjau.

Berdasarkan baku mutu air kelas 1 sebagai sumber air baku air minum dipersyaratkan kadar fosfat < 0,2 mg/l. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perairan Danau Maninjau sudah berada di atas ambang baku mutu yang ditetapkan dan tidak dapat digunakan sebagai sumber air baku air minum. Tingginya kandungan fosfat berasal dari kegiatan KJA yang berlangsung di perairan danau. Menurut Barbieri and Simona (2003), perairan yang tercemar limbah organik, khususnya organik fosfat akan meningkatkan tegangan permukaan air dalam bentuk lapisan tipis, sehingga dapat menghalangi difusi O2

dari udara ke dalam badan air

Pestisida

Pestisida masuk ke dalam perairan melalui berbagai jalur, antara lain melalui buangan limbah domestik, limpasan dari persawahan, pencucian tanah, dan curah hujan. Penyebaran residu pestisida dalam lingkungan perairan sangat dipengaruhi oleh sejumlah proses pengangkutan interaktif seperti penguapan, presipitasi dari udara, pencucian dan aliran. Proses penguapan berdampak pada turunnya kepekatan dalam air, sedangkan presipitasi dari udara, pencucian dan limpasan dari daerah sekitar perairan danau akan meningkatkan kepekatan atau akumulasi pestisida di perairan danau.

Jenis pestisida yang di temukan di perairan Danau Maninjau adalah

(16)

pemberantas hama pertanian. Pestisida tersebut masing-masing berupa insektisida dari jenis klororganik dan organofosfat yang sering dipergunakan dalam pemberantasan hama dan penyakit tanaman di sekitar perairan danau. Hasil analisis kualitas air menunjukkan kadar DDT di perairan danau berkisar antara 0,0012–0,0023 µg/L, dengan kadar rata-rata 0,0016 µg/L. Kadar DDT tersebut relatif kecil bila dibandingkan dengan baku mutu air kelas 1 sebagai sumber air baku air minum yaitu maksimal 2 µg/L. Dapat disimpulkan, bahwa perairan Danau Maninjau masih di bawah ambang baku mutu yang ditetapkan dan dapat digunakan sebagai sumber air baku air minum. Namun demikian, mengingat sifat dari pestisida ini sangat stabil di dalam air, tanah, tanaman dan hewan, bahkan pada manusia, maka pestisida tersebut akan terakumulasi dan memberi dampak toksik yang sangat berbahaya terhadap makluk hidup.

Kandungan DDT tertinggi berasal dari aliran Batang Maransi. Hal ini disebabkan karena di sekitar aliran limbah kegiatan yang mendominasinya adalah pertanian lahan sawah. Hal ini senada dengan pernyataan Krylova et al. (2003) melaporkan bahwa kadar pestisida klororganik atau organochlorine pesticides (OCPs) di Danau Ladoga Finlandia antara 0,00001–0,00025 µg/L berasal dari daerah pertanian di sekitar perairan danau. Gambar 25 memperlihatkan bahwa kandungan DDT di perairan danau lebih tinggi daripada aliran limbah (sungai).

0 0,0011 0 0,0021 0,0017 0,0019 0,0015 0,0018 0,0022 0,0012 0,0016 0,0023 0 0,0005 0,001 0,0015 0,002 0,0025 0,003

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb.Asam

D D T ( u g /L ) Sungai Danau

Gambar 25. Sebaran nilai rata-rata DDT di perairan Danau Maninjau.

Pestisida jenis klororganik sudah dilarang penggunaannya oleh

Environmental Protection Agency (EPA) (Amdur and Klaassen, 1991), tetapi

(17)

yang ramah lingkungan seperti organofosfat dan karbamat, menyebabkan insektisida ini masih beredar di pasaran.

Hasil analisis kualitas air tentang kadar karbofenotion di perairan Danau Maninjau berkisar antara 0,94–2,76 µg/L, dengan kadar rata-rata 1,99 µg/L (Gambar 26). Karbofenotion merupakan jenis insektisida dari golongan organofosfat yang memiliki sifat persisten yang relatif rendah (10-90 hari) dibandingkan dengan insektisida golongan klororganik, yaitu 2–4 tahun (Khan, 1980). Walaupun kadar karbofenotion yang ditemukan di perairan danau relatif kecil, tetapi perlu mendapat perhatian yang serius, mengingat pestisida mempunyai dampak buruk terhadap kesehatan, terutama manusia dan hewan.

0,99 3,03 1,93 2,11 2,12 1,87 1,76 1,73 1,84 1,93 2,76 0,94 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt. Kalarian Tb.Asam

K a rb o fe n o ti o n ( u g /L ) Sungai Danau

Gambar 26. Sebaran nilai rata-rata karbofenotion di perairan Danau Maninjau.

Bakteri Fecal Coliform

Bakteri Coliform dapat digunakan sebagai indikator adanya pencemaran feses atau kotoran manusia dan hewan di dalam perairan. Golongan bakteri ini umumnya terdapat di dalam feses manusia dan hewan. Oleh sebab itu keberadaannya di dalam air tidak dikehendaki, baik ditinjau dari segi kesehatan, estetika, kebersihan maupun kemungkinan terjadinya infeksi yang berbahaya. Beberapa jenis penyakit dapat ditularkan oleh bakteri coliform melalui air, terutama penyakit perut seperti tipus, kolera dan disentri (Suriawiria, 1993).

Hasil analisis kandungan bakteri fecal coliform di perairan danau berkisar antara 68–77 MPN/100 ml, dengan nilai rata-rata 72 MPN/100 ml (Gambar 27). Hal ini menunjukkan bahwa perairan Danau Maninjau mengandung bahan organik yang cukup tinggi sebagai sumber kehidupan mikroorganisme. Suriawiria

(18)

(1993) menyatakan bahwa kehadiran mikroba patogen di dalam air akan meningkat jika kandungan bahan organik di dalam air cukup tinggi, yang berfungsi sebagai tempat dan sumber kehidupan mikroorganisme.

31 75 68 69 77 71 72 28 29 29 26 30 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb.Asam

F . C o li fo rm ( M P N /1 0 0 m l) Sungai Danau

Gambar 27. Sebaran nilai rata-rata fecal coliform di perairan Danau Maninjau.

Kandungan fecal coliform tertinggi ditemukan di stasiun muara Sungai Jembatan Ampang. Hal ini berkaitan dengan semakin tingginya buangan limbah feses yang berasal dari penduduk yang bermukim di sekitar perairan danau. Kepadatan penduduk dan jumlah ternak di sekitar perairan danau juga merupakan faktor utama penyebab tingginya kandungan coliform di perairan danau.

Kebiasaan masyarakat membuang feses ke danau masih terus berlangsung dan intensitasnya semakin tinggi dengan bertambahnya jumlah penduduk yang tinggal dan menggunakan danau untuk kebutuhan MCK. Kondisi ini sangat membahayakan kesehatan penduduk yang menggunakan air dari danau, karena dapat tertular berbagai penyakit, misalnya penyakit kulit dan disentri.

Nilai kandungan bakteri coliform yang didapatkan pada penelitin ini, secara umum menggambarkan bahwa kandungan bakteri coliform masih di bawah ambang batas yang diizinkan. Dapat disimpulkan bahwa perairan Danau Maninjau termasuk dalam ambang batas yang memenuhi baku mutu air sebagai sumber air baku air minum yang mensyaratkan nilai fecal coliform di bawah 100 MPN/100 ml.

Bakteri total coliform, seperti halnya fecal coliform juga merupakan bakteri indikator dalam menilai tingkat higienitas suatu perairan. Hasil analisis kandungan bakteri total coliform pada perairan Danau Maninjau didapatkan

(19)

bahwa kadar total coliform berkisar antara 75–95 MPN/100 ml, dengan kandungan rata-rata 85 MPN/100 ml (Gambar 28). Nilai ini secara umum menggambarkan bahwa kandungan bakteri total coliform di perairan Danau Maninjau masih di bawah ambang batas baku mutu air kelas 1 yang mensyaratkan kandungan total coliform maksimal 1000 MPN/100 ml. Namun demikian, nilai total coliform ini sudah menunjukkan bahwa kualitas perairan danau termasuk kondisi jelek (Dirjen P2M dan PLP, 1995).

85 75 85 95 82 85 56 40 54 53 40 39 0 20 40 60 80 100

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd. Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb.Asam

T . C o li fo rm ( M P N /1 0 0 m l) Sungai Danau

Gambar 28. Sebaran nilai rata-rata total coliform di perairan Danau Maninjau.

5.1.2. Status Kualitas Lingkungan Perairan Danau

Evaluasi kualitas perairan pada suatu lokasi penelitian dapat dilakukan dengan penentuan indeks mutu lingkungan perairan. Melalui pengindeksan, dengan kombinasi beberapa parameter kualitas air dapat digambarkan atau dijelaskan kondisi mutu perairan secara menyeluruh. Pada penelitian ini digunakan metode pengindeksan mutu lingkungan perairan (IMLP) modifikasi dari Ott (1978), yang dikembangkan oleh US-National Sanitation Fundations

Water Quality (US-NSF-WQI).

Hasil perhitungan nilai indeks mutu lingkungan perairan Danau Maninjau berkisar antara 67,75–70,47. Nilai indeks tertinggi dijumpai di stasiun Muara Batang Maransi dan terendah di stasiun Muara Sungai Limau Sundai (Gambar 29). Rendahnya nilai indeks mutu lingkungan di stasiun tersebut dibanding dengan stasiun lainnya, karena kegiatan dominan di sekitar daerah tersebut adalah permukiman, pasar dan perhotelan serta KJA, yang merupakan sumber pencemaran yang masuk ke perairan danau. Berdasarkan kriteria mutu lingkungan

(20)

perairan yang ditetapkan Ott (1978), memperlihatkan bahwa secara umum kondisi perairan Danau Maninjau tergolong pada kondisi tercemar sedang. Hasil perhitungan nilai indeks mutu lingkungan perairan di Danau Maninjau pada setiap stasiun penelitian secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 3.

67,75 70,47 68,4 69,96 68,19 68,29 0 10 20 30 40 50 60 70 N il a i IM L P

SL. Sundai Bt. Maransi Bd. Ligin SJ. Ampang Bt. Kalarian ST. Asam

Stasiun

Gambar 29. Nilai indeks mutu lingkungan perairan di Danau Maninjau.

5.2. Sumber dan Jenis Pencemar Perairan Danau

Tujuan utama yang ingin dicapai dalam analisis beban pencemar adalah untuk mengidentifikasi sumber pencemar, jenis bahan pencemar dan besarnya beban pencemaran yang masuk ke perairan Danau Maninjau. Secara garis besar, sumber pencemaran yang masuk ke perairan danau dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok sumber limbah, yaitu limbah yang berasal dari kegiatan luar danau (domestik, pertanian dan peternakan) dan limbah dari dalam danau (KJA). Hal ini sesuai dengan pendapat Garno (2002) yang menyatakan bahwa sumber utama pencemaran waduk dan danau berasal dari limbah domestik dan kegiatan KJA.

Dari hasil pengamatan lapangan diketahui berbagai jenis kegiatan yang berlangsung di sekitar kawasan danau, yang merupakan sumber beban pencemar yang masuk ke perairan danau. Kegiatan tersebut antara lain permukiman, pertanian dan peternakan, pariwisata, dan pasar. Sumber pencemar utama yang masuk ke perairan danau berasal dari limbah domestik, limbah dari KJA dan limbah perhotelan atau restoran serta limbah peternakan. Sumber dan jenis bahan pencemar yang potensial masuk ke perairan Danau Maninjau disajikan pada Tabel 24.

Sedang

(21)

Tabel 24. Sumber dan jenis bahan pencemar potensial perairan Danau Maninjau Jenis Pencemar

N0 Sumber

Tinja Limbah cair Limbah padat

1 Permukiman √ √ √ 2 KJA - √ √ 3 Pertanian - √ - 4 Peternakan √ √ - 5 Hotel √ √ √ 6 Restoran √ √ √ 7 Pasar - - √

Keterangan: √ = jenis pencemar dari sumber pencemar

Dari hasil pengamatan bahan-bahan pencemar yang berasal dari sumber pencemar (Tabel 24) masuk ke dalam perairan danau langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu. Dari limbah-limbah tersebut limbah KJA merupakan limbah yang masuk secara langsung ke perairan danau dalam jumlah yang banyak, sedangkan yang lainnya masuk secara tidak langsung melalui limpasan dari sungai-sungai yang mengalir ke danau.

Masyarakat di sekitar perairan danau umumnya belum memiliki saluran pembuangan air limbah rumah tangga. Limbah cair rumah tangga dibuang langsung ke danau atau ke sungai yang mengalir ke danau. Permukiman merupakan penyumbang beban pencemar, terutama bahan organik yang masuk ke perairan danau. Selain itu, hingga saat ini masih banyak masyarakat sekitar danau yang belum memiliki tanki septik untuk pembuangan tinja, seperti disajikan pada Tabel 25. Walaupun saat ini kadar coliform belum mencapai batas ambang, namum kondisi nilai coliform yang sudah mendekati nilai batas ambang dan banyaknya masyarakat yang langsung membuang tinja ke dalam badan air perlu diwaspadai mengingat pada masa yang akan datang jumlah penduduk dan jumlah kegiatan yang ada di sekitar danau akan semakin meningkat.

Untuk kawasan Danau Maninjau telah disediakan tempat lokasi pembuangan sampah sementara yang terletak di daerah Sungai Batang. Namun, dari pengamatan lapang, belum dimanfaatkan oleh masyarakat secara maksimal, tumpukan sampah masih banyak terlihat di sekitar danau, terutama yang terdapat di pasar-pasar, seperti Pasar Pakan Rabaa, Sungai Batang dan Bayur.

(22)

Tabel 25. Keadaan pembuangan tinja penduduk kawasan Danau Maninjau % Pembuangan tinja melalui

No Nagari Jumlah

penduduk Tanki septik Lainnya

1 Bayur 4.255 97 3 2 Maninjau 3.341 96 4 3 Sungai Batang 4.019 96 4 4 II Koto 4.781 93 7 5 III Koto 4.667 97 3 6 Tanjung Sani 5.592 91 9 7 Koto Kaciak 3.670 95 5

Sumber: Dinkes (Puskesmas) Kecamatan Tanjung Raya, (2006)

Hasil wawancara dengan beberapa kepala keluarga diperoleh rata-rata produksi sampah per keluarga adalah 8 kg/hari. Dari jumlah tersebut sekitar 10 % sampah ditangani sendiri, yaitu dengan jalan dibakar atau ditimbun. Di lain pihak produksi sampah di Pasar Maninjau, Pasar Rabaa dan Pasar Bayur serta Pasar Sungai Batang diperkirakan 4 m3/hari. Lokasi pasar tersebut terletak tidak begitu jauh (± 200 m) dari danau. Diperkirakan 25% dari sampah tersebut masuk ke perairan danau (LPP-UMJ, 2006). Berdasarkan data tersebut, maka diperkirakan jumlah sampah yang masuk dari permukiman ke perairan danau sebesar 506,592 ton per tahun. Hal ini setara dengan yang dilaporkan LPPM UBH (2002) bahwa sampah yang masuk ke perairan danau sebanyak 700 ton per tahun berasal dari sampah pertanian dan sampah rumah tangga.

Perairan Danau Maninjau selain dipergunakan untuk mandi, cuci dan kakus, air danau juga digunakan sebagai air baku air minum. Penggunaan deterjen untuk mencuci pakaian akan menambah beban pencemaran di perairan danau. Peavy et al. (1986) menyatakan bahwa deterjen merupakan salah satu penyebab kekeruhan air dan mengandung pospat, sehingga dapat merangsang pertumbuhan alga secara cepat. Selain itu, proses penguraian deterjen dalam air berlangsung lambat, menyebabkan deterjen akan terakumulasi di perairan. Hal ini dapat meracuni kehidupan dalam air.

Hotel dan restoran yang berada di sekitar danau telah membuat tanki septik untuk pembuangan tinja. Namun, dari pengamatan lapangan masih banyak restoran yang membuang limbah cair secara langsung ke perairan danau. Hotel yang tedapat di sekitar danau berjumlah 5 buah dengan rata-rata kamar 31 buah, sedangkan hotel melati berjumlah sebanyak 29 buah. Jumlah restoran atau rumah

(23)

makan yang terdapat di sekitar Danau Maninjau adalah 6 buah dengan rata-rata luas ruangan makan 30 m2.

Limbah cair dari hotel dan restoran umumnya dibuang melalui saluran atau dibuang langsung ke danau. Rata-rata pemakaian air dari pengunjung hotel adalah 250 liter orang-1 hari-1. Jumlah air limbah dari hotel diperkirakan sebesar 70% dari konsumsi air bersih (Temenggung, 2004). Rata-rata kunjungan hotel di Danau Maninjau sebanyak 19 orang setiap hari, maka dihasilkan limbah cair sebanyak 3.325 liter per harinya. Dengan demikian, kegiatan hotel diperkirakan menyumbang limbah cair ke perairan danau sebesar 1.197 m3 per tahun. Hal ini akan meningkatkan jumlah beban pencemaran di badan air danau.

Penduduk di Kecamatan Tanjung Raya, khususnya di daerah sempadan danau banyak yang memelihara berbagai jenis hewan ternak, yang meliputi sapi potong, kerbau, kambing dan ayam. Limbah ternak berupa tinja sebagian langsung mengalir ke danau atau ke sungai menuju danau dan sebagian lagi ditimbun sebagai pupuk. Pembuangan limbah ini dapat meningkatkan pengayaan unsur hara, sehingga dapat merangsang pertumbuhan secara pesat populasi organisme air seperti eceng gondok (Eichornia crassipes) dan plankton. Gejala ini dapat terlihat dengan jelas pada seluruh tepian danau. Demikian juga halnya dengan daerah yang padat dengan aktivitas keramba. Pada lokasi ini, terjadi peningkatan unsur hara yang berasal dari limbah domestik dan dari sisa pakan ikan. Hal ini akan menstimulir bagi perkembangan gulma air. Oleh karena itu gulma air (eceng gondok), saat ini telah menjadi gulma yang mendominasi perairan Danau Maninjau.

Dari sektor pertanian, konstribusi beban pencemar yang masuk ke perairan danau diduga juga besar. Mengingat luas lahan sawah di sekitar Danau Maninjau menurut monografi kecamatan adalah 2.518 ha. Hasil pengamatan lapang dan wawancara dengan petugas penyuluh pertanian Kecamatan Tanjung Raya, pemanfaatan lahan sawah oleh masyarakat, penggunaan pupuk dan pestisida dapat dikategorikan sangat intensif. Rata-rata pemakaian pupuk kimia (ZA, Urea, TSP, NPK dan KCl) untuk pertanian dan perkebunan berkisar antara 334–450 kg per ha per musim tanam. Setiap tahunnya perairan danau menerima masukan beban

(24)

pencemaran berupa fosfor (P) yang berasal dari lahan sawah sebesar 5.087,60 kg/tahun (LPPM-UMJ, 2006).

Selain itu, dari sektor pertanian juga terjadi erosi lahan. Dari hasil perhitungan PSDA Sumbar (2005), sedimentasi akibat erosi lahan di sekitar danau yang masuk ke badan perairan danau mencapai 2.410 ton per tahun. Terjadinya erosi dan sedimentasi ini pada akhirnya juga akan meningkatkan transpor hara dari penggunaan lahan yang terdapat di sekitar danau yang masuk ke perairan danau.

5.3. Beban Pencemaran Perairan Danau

Pada penelitian ini, analisis beban pencemaran yang masuk ke perairan danau dilakukan dengan melalui 2 pendekatan, yaitu (1) penghitungan berdasarkan beban limbah cair yang masuk melalui sungai, dan (2) estimasi (pendugaan) berdasarkan jenis kegiatan aktivitas masyarakat di sekitar perairan danau. Hasil estimasi diperoleh dari perkalian antara sumber penghasil limbah dalam hal ini jenis aktivitas masyarakat dengan konstanta beban limbah organik.

A. Penghitungan Beban Pencemaran Danau melalui Sungai

Sumber pencemaran yang masuk ke perairan Danau Maninjau secara umum berasal dari luar danau (limbah domestik) dan dari dalam danau (limbah KJA). Penghitungan beban pencemaran bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi sumber pencemaran, jenis pencemar dan besarnya beban pencemar yang masuk ke perairan danau.

Penghitungan beban pencemaran yang masuk ke danau bersumber dari

landbased sources (luar danau), sangat terkait dengan debit sungai yang mengalir

masuk ke perairan danau. Penghitungan beban pencemaran dari parameter limbah organik (COD dan BOD5), erosi (TSS), dan zat hara (nitrogen dan ortofosfat)

dihitung berdasarkan perkalian antara debit sungai dengan konsentrasi parameter kualitas air yang diteliti. Beban pencemaran total yang berasal dari luar danau adalah besarnya beban pencemar yang berasal dari enam sungai utama yang mengalir ke perairan Danau Maninjau, yaitu Sungai Limau Sundai, Batang Maransi, Bandar Ligin, Sungai Jembatang Ampang, dan Batang Kalarian serta Sungai Tembok Asam. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 26.

(25)

Tabel 26. Total beban pencemaran dari sungai yang masuk ke perairan Danau Maninjau Januari-Juli 2006 (ton/tahun)

S t a s i u n N0 Para-meter SL. Sundai Bt. Maransi Br. Ligin SJ. Ampang Bt Kalarian ST. Asam Total 1 TSS 134,44 117,06 167,18 246,06 248,35 150,16 1063,25 2 COD 20,30 18,18 21,28 39,66 37,79 20,55 157,75 3 BOD5 5,60 2,72 5,96 7,61 8,31 3,86 34,05 4 N-NO3- 0,49 0,41 0,67 0,93 0,93 0,50 3,95 5 N-NH3 0,56 0,53 0,64 1,17 1,07 0,62 4,59 6 PO43- 0,37 0,28 0,64 0,89 0,70 0,42 3,30

Sumber: Data diolah, (2006)

Keterangan: SL = Sungai Limau; Bt = Batang; Br = Bandar; SJ = Sungai Jembatan ST = Sungai Tembok

Berdasarkan Tabel 26, terlihat bahwa beban pencemar terbesar yang masuk ke perairan Danau Maninjau adalah berupa TSS, diikuti oleh bahan organik sulit urai (COD). Sungai Batang Kalarian dan Sungai Tembok Asam merupakan sumber pemasok terbesar TSS yang masuk ke perairan danau, masing-masing menyumbang sebesar 248,35 ton dan 246,063 ton per tahun. Sungai Jembatan Ampang dan Batang Kalarian memberikan konstribusi yang besar terhadap pemasukan COD ke perairan danau yaitu masing-masing 39,658 dan 37,791 ton per tahun. Batang Kalarian merupakan pemasok terbesar limbah organik mudah urai (BOD5) ke perairan Danau Maninjau, yaitu sebesar 8,305 ton

per tahun. BOD5 masuk ke perairan danau dengan jumlah yang relatif sama dari

ke enam sungai yang mengalir ke perairan danau. Untuk limbah organik hara (N-NO3-, N-NH3, dan ortofosfat) Batang Kalarian merupakan pemasok limbah

tertinggi yang masuk ke perairan danau. Terjadinya perbedaan nilai dari beban pencemaran di masing-masing sumber pencemar tersebut dipengaruhi oleh besarnya masing-masing debit sungai yang mengalir ke danau.

B. Penghitungan Beban Pencemaran dari Aktivitas Penduduk

Daerah-daerah di sekitar sempadan Danau Maninjau dengan berbagai aktivitasnya merupakan daerah yang potensial sebagai penyumbang limbah cair yang masuk ke perairan danau. Besarnya beban limbah yang berasal dari berbagai aktivitas penduduk yang berada di sekitar perairan danau dihitung berdasarkan perkalian antara jenis aktivitas penduduk dengan konstanta beban limbah, khususnya untuk parameter limbah organik dan hara; BOD5, COD, N dan P

(26)

(ortofosfat). Aktivitas penduduk di sekitar sempadan danau, pada umumnya adalah permukiman, peternakan dan pertanian serta perhotelan. Penghitungan pendugaan beban limbah secara rinci disajikan pada Lampiran 4.

Sungai Limau Sundai melalui permukiman Nagari Maninjau dengan jumlah penduduk 3.199 jiwa dan jumlah hotel 5 unit dengan jumlah pengunjung per tahun sebanyak 6.575 orang, home stay sebanyak 29 buah, dan jumlah ternak sapi potong sebanyak 76 ekor. Aliran sungai ini memberikan masukan beban limbah cair ke perairan danau berupa BOD5 sebanyak 123,753 ton per tahun,

COD 243,951 ton per tahun, 48,387 ton N per tahun serta 7,400 ton P per tahun. Demikian juga halnya dengan Sungai Maransi yang melalui daerah permukiman Nagari Bayur sebagai daerah pertanian lahan basah (sawah) yang berbatasan langsung dengan danau dengan jumlah penduduk 4.255 jiwa dan jumlah ternak sapi potong sebanyak 198 ekor. DAS ini diperkirakan memberikan sumbangan beban limbah cair yang masuk ke perairan danau berupa BOD5 sebanyak 102,503

ton per tahun, 217,365 ton COD per tahun, dan 38,533 ton N per tahun serta 4,372 ton P per tahun.

Aliran Sungai Bandar Ligin yang melewati daerah permukiman Nagari Sungai Batang yang jumlah penduduknya 4.019 jiwa dan jumlah ternak sapi potong 396 ekor. Daerah ini diprediksi memberikan beban limbah cair berupa BOD5 sebanyak 165,081 ton per tahun, COD 358,222 ton per tahun, dan 59,964

ton N per tahun serta 5,882 ton P per tahun. Sementara itu DAS Sungai Jembatan Ampang yang melalui daerah permukiman Nagari II Koto dengan jumlah penduduk 4.781 jiwa dan 102 ekor sapi potong, diperkirakan menyumbang beban limbah cair ke perairan danau berupa 100,719 ton BOD5 per tahun, 203,851 ton

COD per tahun, 40,373 ton N per tahun serta 5, 667 ton P per tahun.

Aliran Sungai Batang Kalarian yang melalui daerah permukiman Nagari Koto Kaciak yang jumlah penduduknya 3.670 jiwa dan hewan ternak sapi potong sebanyak 94 ekor serta empat restoran, diperkirakan memberi sumbangan beban limbah cair berupa BOD5 ke perairan danau sebanyak 84,160 ton per tahun, 170

ton COD per tahun, dan 32,751 ton N per tahun serta 4,526 ton P per tahun. Begitu juga aliran Sungai Tembok Asam melalui daerah permukiman III Koto dengan jumlah penduduk 4.667 jiwa dan jumlah ternak sapi potong sebanyak 91

(27)

ekor, diperkirakan memberikan beban limbah cair berupa BOD5 sebanyak 98,916

ton per tahun, COD 199,230 ton per tahun, dan 39,899 ton N per tahun serta 5,723 ton P per tahun.

C. Penghitungan Beban Limbah KJA

Berdasarkan hasil survai jumlah KJA yang terdapat di perairan Danau Maninjau sampai pertengahan 2006 sebanyak 8.955 unit yang dipasang pada seluruh kawasan perairan Danau Maninjau. Pada KJA tersebut dibudidayakan ikan mas (Cyprinus carpio L) dengan padat tebar 350 kg/unit KJA dan berat ikan rata-rata 100 gram/ekor. Dengan demikian jumlah ikan di dalam KJA tersebut sebanyak 3.134,250 ton.

Hasil wawancara dengan petani ikan di perairan Danau Maninjau, rata-rata jumlah pakan yang diberikan untuk ikan mas untuk satu unit KJA adalah 50 kg/hari. Jumlah pakan yang dibutuhkan untuk 1 unit KJA selama satu periode pemeliharaan adalah 4,500 ton. Adapun lama waktu untuk satu periode pemeliharaan (saat mulai menebar sampai panen) dibutuhkan waktu tiga bulan. Dengan demikian jumlah pakan yang diberikan untuk 8.955 unit KJA dalam satu kali panen adalah 40.297,5 ton atau 161.190 ton per tahun.

Hasil pengamatan lapang, menunjukkan bahwa pada umumnya petani ikan di Danau Maninjau menggunakan pakan (pellet) dengan kandungan protein 18%. Untuk menentukan kandungan nitrogen dan fosfor yang terdapat dalam pakan, dilakukan dengan perkalian antara jumlah pakan (JP) yang diberikan dengan konstanta pakan (N = 4,86% dan P = 0,26%) (Nastiti et al., 2001). Dengan demikian, jumlah nitrogen dan fosfor yang terkandung dalam pakan yang diberikan pada kegiatan KJA di Danau Maninjau adalah N = 7.833,834 ton dan P = 419,094 ton. Dari pakan yang diberikan tersebut hanya 70% yang dimakan oleh ikan, dan sisanya sebanyak 30% akan lepas ke badan perairan danau sebagai bahan pencemar atau limbah (Rachmansyah, 2004; Syandri, 2006). Sementara itu, 15–30% dari nitrogen (N) dan fosfor (P) dalam pakan akan diretensikan dalam daging ikan dan selebihnya terbuang ke badan perairan danau (Beveridge, 1987; Avnimelech, 2000). Dengan demikian dapat ditentukan jumlah beban limbah nitrogen (N) dan fosfor (P) dari kegiatan KJA yang masuk ke badan perairan

(28)

danau yaitu itrogen sebesar 6.071,221 ton per tahun, dan fosfor sebesar 324,763 ton per tahun.

Beban limbah yang masuk ke badan perairan danau tersebut, menurut Midlen dan Redding (2000) yang berada dalam keadaan terlarut adalah 10% fosfor (P) atau sebesar 32,4763 ton dan 65% nitrogen (N) atau sebesar 3.9463 ton. Sementara itu yang berada dalam bentuk partikel adalah 65% fosfor (P) atau sebesar 211,096 ton dan 10 % nitrogen (N) atau sebesar 607,122 ton. Sisa pakan dalam bentuk partikel ini akan mengendap menjadi sedimen di dasar perairan danau.

D. Pendugaan Kapasitas Asimilasi Perairan Danau

Perairan danau memiliki kemampuan menampung beban pencemaran sampai pada batas-batas tertentu. Kemampuan ini dipengaruhi oleh proses pengenceran dan perombakan yang terjadi di dalamnya. Kapasitas asimilasi didefinisikan sebagai kemampuan air atau sumber air dalam menerima beban pencemar limbah tanpa menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air yang ditetapkan sesuai peruntukannya.

Konsentrasi polutan yang masuk ke perairan danau akan mengalami tiga fenomena, yakni dilution (pengenceran), dispersion (penyebaran) dan decay or

reaction (reaksi penguraian). Disamping itu kemampuan badan air dalam

menerima limbah yang masuk ditentukan oleh flushing time (kemampuan pembilasan atau penggelontoran) dan purifikasi perairan danau. Apabila beban limbah yang masuk ke perairan melebihi kemampuan asimilasinya, maka kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya pencemaran.

Penghitungan kapasitas asimilasi perairan danau dalam menampung beban pencemar dilakukan secara indirect approach (tidak langsung) yaitu dengan metode hubungan antara masing-masing parameter kualitas air di perairan danau dengan total beban pencemar di muara sungai. Kemudian hasil yang didapat dibandingkan dengan baku mutu air kelas 1 yang peruntukannya digunakan sebagai sumber air baku air minum. Jika kapasitas asimilasi belum terlampaui, menunjukkan bahwa beban pencemar yang masuk masih tergolong rendah, dimana beban yang masuk akan mengalami proses difusi atau dispersi atau penguraian di dalam lingkungan perairan danau. Hal ini ditandai oleh nilai

(29)

konsentrasi parameter beban pencemar yang masih di bawah nilai ambang batas baku mutu air. Begitu juga sebaliknya, jika nilai kapasitas asimilasinya telah terlampaui, berarti bahan yang masuk ke perairan danau tergolong tinggi.

Parameter beban pencemar yang dianalisis seperti TSS, bahan organik dan ortofosfat telah melampui kapasitas asimilasinya, sedangkan parameter lain seperti TDS dan NO3

masih di bawah kapasitas asimilasinya. Hal ini memperlihatkan bahwa perairan Danau Maninjau telah tercemar oleh TSS, bahan organik (COD, BOD5) dan ortofosfat. Grafik kapasitas asimilasi terhadap

parameter beban pencemar di perairan danau diperlihatkan pada Gambar 30-35. Penentuan kapasitas asimilasi untuk TSS (Gambar 30) dilakukan dengan persamaan regresi y = 19,72 + 0,0308 x dengan R2 = 0,89. Hasil perpotongan garis regresi dengan garis nilai baku mutu TSS (50 mg/l) menghasilkan nilai kapasitas asimilasi sebesar 984,7 ton per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa perairan Danau Maninjau telah tercemar oleh bahan pencemar TSS.

Beban limbah TSS (t on/ th)

K o n s e n tr a s i T S S ( m g / l) 1150 1100 1050 1000 950 54 53 52 51 50 984,7 50

Gambar 30. Hubungan antara beban pencemar TSS di muara sungai dengan kadar TSS perairan Danau Maninjau.

Penentuan kapasitas asimilasi untuk TDS (Gambar 31) dilakukan dengan persamaan regresi y = 92,35 + 0,0108 x dengan R2 = 0,71. Hasil perpotongan garis regresi dengan garis nilai baku mutu TDS (1000 mg/l) menghasilkan nilai kapasitas asimilasi sebesar 84,433 ton per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa perairan Danau Maninjau masih mampu “membersihkan diri” atau menguraikan limbah TDS sebesar 84.433 ton per tahun.

y = 19,72 + 0,0308 x R2 = 0,89

(30)

B e b a n lim b a h T D S ( t o n / t h ) K o n s e n tr a s i T D S ( m g / l) 2 3 0 0 2 2 5 0 2 2 0 0 2 1 5 0 2 1 0 0 2 0 5 0 1 1 7 , 5 1 1 7 , 0 1 1 6 , 5 1 1 6 , 0 1 1 5 , 5 1 1 5 , 0 1 1 4 , 5 1 1 4 , 0

Gambar 31. Hubungan antara beban pencemar TDS di muara sungai dengan kadar TDS perairan Danau Maninjau.

Penentuan kapasitas asimilasi untuk COD (Gambar 32) dilakukan dengan persamaan regresi y = -3,918 + 0,0942 x dengan R2 = 0,86. Hasil perpotongan garis regresi dengan garis nilai baku mutu COD (10 mg/l) menghasilkan nilai kapasitas asimilasi sebesar 147,73 ton per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa perairan Danau Maninjau telah tercemar oleh bahan organik sulit terurai (COD).

Be b a n lim b a h C O D ( t o n / t h ) K o n s e n tr a s i C O D ( m g / l) 1 7 5 1 7 0 1 6 5 1 6 0 1 5 5 1 5 0 1 4 5 1 4 0 1 3 ,0 1 2 ,5 1 2 ,0 1 1 ,5 1 1 ,0 1 0 ,5 1 0 ,0 9 ,5 1 4 7 ,7 3 1 0

Gambar 32. Hubungan antara beban pencemar COD di muara sungai dengan kadar COD perairan Danau Maninjau.

Penentuan kapasitas asimilasi untuk BOD5 (Gambar 33) dilakukan dengan

persamaan regresi y = 0,8925 + 0,0520 x dengan R2 = 0,85. Hasil perpotongan garis regresi dengan garis baku mutu BOD5 (2 mg/l) menghasilkan nilai kapasitas

asimilasi sebesar 21,31 ton per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa perairan Danau Maninjau telah tercemar oleh bahan pencemar yang mudah terurai (BOD5).

y = - 3,918 + 0,0942 x R2 = 0,86 y = 92,35 + 0,0108 x R2 = 0,71 1000 84.433 Baku mutu K a p a s it a s a s im ila s i

(31)

Be b a n lim b a h BOD ( t o n / t h ) K on s e n tr a s i B O D ( m g / l) 4 0 3 5 3 0 2 5 2 0 3 , 0 2 , 8 2 , 6 2 , 4 2 , 2 2 , 0 2 1 ,3 1 2

Gambar 33. Hubungan antara beban pencemar BOD5 di muara sungai

dengan konsentrasi BOD5 perairan Danau Maninjau.

Penentuan kapasitas asimilasi untuk ortofosfat (Gambar 34) dilakukan dengan persamaan regresi y = 0,163 + 0,0816 x dengan R2 = 0,97. Hasil perpotongan garis regresi dengan garis baku mutu ortofosfat (0,20 mg/l) menghasilkan nilai kapasitas asimilasi sebesar 0,46 ton per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa perairan Danau Maninjau telah tercemar oleh limbah fosfat .

Be ban limbah PO (ton/ t h)

K o n s e n tr a s i P O ( m g / l) 4 3 2 1 0 0,45 0,40 0,35 0,30 0,25 0,20 0,46 0,2

Gambar 34. Hubungan antara beban pencemar ortofosfat di muara sungai dengan kadar fosfat di perairan Danau Maninjau.

Penentuan kapasitas asimilasi untuk N-NO3- dilakukan dengan persamaan

regresi y = 0,0335 x + 0,925 dengan R2 = 0,77. Hasil perpotongan garis regresi dengan garis baku mutu NO3

(10 mg/l) menghasilkan nilai kapasitas asimilasi sebesar 295,3 ton per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa perairan Danau

y = 0,08 x + 0,16 R2 = 0,97 y = 0,163 + 0,0816 x R2 = 0,97 y = 0,849 + 0,0520 x R2 = 0,84 4 4

(32)

Maninjau masih mampu menguraikan limbah N-NO3- sebesar 295,3 ton per tahun (Gambar 35). B e b a n lim b a h NO ( t o n / t h ) K o n s e n tr a s i N O (m g / l) 4 , 5 0 4 , 2 5 4 , 0 0 3 , 7 5 3 , 5 0 0 , 2 6 0 , 2 5 0 , 2 4 0 , 2 3 0 , 2 2 0 , 2 1 0 , 2 0

Gambar 35. Hubungan antara beban pencemar NO3- di muara sungai

dengan kadar NO3- di perairan Danau Maninjau.

5.4. Persepsi Masyarakat dalam Pengendalian Pencemaran Perairan Danau A. Karakteristik Responden

Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap pengendalian pencemaran perairan danau, telah dilakukan observasi terhadap 150 responden masyarakat yang tinggal pada tiga nagari di sekitar Danau Maninjau. Karakteristik responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. Distribusi karakteristik responden pada tiga lokasi penelitian disajikan pada Tabel 27.

Tabel 27 memperlihatkan bahwa masyarakat di sekitar Danau Maninjau paling banyak berumur dewasa (20-55 tahun) sebanyak 79,33% dan paling sedikit berumur muda (< 19 tahun) sebanyak 3,3%. Kondisi ini menunjukkan bahwa masyarakat tersebut berada pada usia kerja yang produktif. Pendidikan masyarakat di sekitar danau tergolong rendah yakni tamat SD sebanyak 52,67%, namun masyarakat yang berpendidikan sedang atau tamat SLTP–SMU juga ada sebanyak 42%. Sedikit sekali masyarakat yang berpendidikan tinggi (tamat perguruan tinggi) yakni 5,3%. Pada umumnya masyarakat di sekitar danau memiliki perkerjaan sebagai petani yakni sebanyak 46%, sedangkan yang lainnya bekerja sebagai pedagang, nelayan dan PNS dengan jumlah masing-masingnya berturut-turut 20,6%, 12,6% dan 11,3%. Pendapatan masyarakat di sekitar danau

y = 0,925 + 0,0335 x R2 = 0,77 10 Baku mutu K a p a s it a s a s im ila s i 295,3 3 3

(33)

pada umumnya termasuk kategori rendah, yakni mencapai 64,6%. Hal ini menunjukkan bahwa rataan tingkat pendapatan masyarakat yang relatif masih rendah. Rendahnya tingkat pendapatan masyarakat tersebut berkaitan dengan pekerjaan mereka yang pada umumnya adalah sebagai petani.

Tabel 27. Sebaran karakteristik responden

Lokasi

Bayur Maninjau S. Batang Total

Karakteristik responden Kategori pengukuran N % N % N % n % Muda (< 19 tahun) 1 2 2 4 2 4 5 3,30 Dewasa (20–55 tahun) 41 82 37 74 41 82 119 79,33 Umur Tua (> 56 tahun) 8 16 11 22 7 14 26 17,30 Rendah(≤SD tamat) 26 52 27 54 26 52 79 52,67 Sedang (SLTP-SMU tamat) 21 42 20 40 22 44 63 42,00 Pendidikan Tinggi (D1-Sarjana) 3 6 3 6 2 4 8 5,30 Petani 23 46 22 44 24 48 69 46,00 Nelayan 6 12 4 8 9 18 19 12,60 Pedagang 11 22 12 24 8 16 31 20,60 PNS 6 12 7 14 4 8 17 11,30 Pekerjaan Lainnya 4 8 5 10 5 10 14 9,30 Rendah < Rp 500.000,- 34 68 27 54 36 72 97 64,60 Sedang (Rp 500.000-Rp 1.000.000) 13 26 15 30 11 22 39 26,00 Pendapatan Tinggi (> Rp 1.000.0000,-) 3 6 8 16 3 6 14 9,30

Sumber : Data diolah, (2006)

B. Persepsi Masyarakat

Pengetahuan masyarakat yang tinggal di sekitar perairan danau mempunyai peranan yang penting dalam proses pengendalian pencemaran yang terjadi di perairan danau tersebut. Oleh sebab itu, untuk mengetahui peranannya maka dilakukan analisis terhadap persepsinya dalam hal pengendalian pencemaran perairan danau. Analisis ini bertujuan untuk lebih memudahkan upaya pengendalian pencemaran yang terjadi di perairan danau.

Persepsi masyarakat yang tinggal di sekitar perairan danau tentang pengendalian pencemaran yang terjadi di perairan Danau Maninjau dapat ditentukan dari tiga jenis persepsi yaitu, persepsi tentang pencegahan pencemaran, persepsi tentang penanggulangan pencemaran, dan persepsi tentang partisipasi masyarakat. Masyarakat yang tinggal di sekitar perairan Danau Maninjau pada umumnya memiliki persepsi yang rendah terhadap pengendalian pencemaran

(34)

perairan danau. Hasil penelitian tentang persepsi responden masyarakat sekitar perairan Danau Maninjau diperlihatkan pada Gambar 36–38 dan Lampiran 7.

Persepsi masyarakat Bayur

56 24 20 64 22 14 68 18 10 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Rendah Sedang Tinggi

P e rs e n ta s e ( % )

Pencegahan Penanggulangan Partisipasi

Gambar 36. Persentase persepsi masyarakat Nagari Bayur tentang pengendalian pencemaran perairan danau.

Dari Gambar 36 terlihat bahwa responden masyarakat Nagari Bayur memiliki persepsi yang rendah terhadap pengendalian pencemaran yang terjadi di perairan Danau Maninjau, yaitu dalam hal pencegahan pencemaran (56%), penanggulangan pencemaran (64%) dan partisipasi dalam pengendalian pencemaran (68%). Sebagian kecil masyarakat yang memiliki persepsi sedang (21,3%) dan sisanya memiliki persepsi yang tinggi (14,67%) tentang pengendalian pencemaran perairan danau. Rendahnya persepsi masyarakat tersebut disebabkan pengetahuan masyarakat tentang bahaya pencemaran yang masih sangat rendah dan pendidikan yang masih rendah serta kurangnya sosialisasi kepada masyarakat.

Gambar 37 memperlihatkan bahwa responden masyarakat Nagari Maninjau memiliki persepsi yang rendah terhadap pengendalian pencemaran yang terjadi di perairan Danau Maninjau, yaitu dalam hal pencegahan pencemaran (54%), penanggulangan pencemaran (60%) dan partisipasi dalam pengendalian pencemaran (64%). Hanya sebagian kecil masyarakat memiliki persepsi sedang (24%), dan sisanya memiliki persepsi tinggi (16,67%) tentang pengendalian pencemaran perairan danau. Rendahnya persepsi masyarakat tersebut juga disebabkan oleh pengetahuan masyarakat tentang bahaya pencemaran yang masih sangat rendah dan pendidikan yang masih rendah serta tidak adanya sosialisasi kepada masyarakat.

(35)

Persepsi masyarakat Maninjau 54 28 18 60 24 16 64 20 16 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Rendah Sedang Tinggi

P e rs e n ta s e ( % )

Pencegahan Penanggulangan Partisipasi

Gambar 37. Persentase persepsi masyarakat Nagari Maninjau tentang pengendalian pencemaran perairan danau.

Gambar 38 memperlihatkan bahwa responden masyarakat Nagari Sungai Batang memiliki persepsi yang rendah terhadap pengendalian pencemaran yang terjadi di perairan Danau Maninjau, yaitu dalam hal pencegahan pencemaran (68%), penanggulangan pencemaran (72%) dan partisipasi dalam pengendalian pencemaran (68%). Sebagian kecil masyarakat yang memiliki persepsi sedang (13,33%) dan persepsi tinggi (10,67%) tentang pengendalian pencemaran perairan danau. Rendahnya persepsi masyarakat tersebut disebabkan pengetahuan masyarakat tentang bahaya pencemaran yang masih sangat rendah dan pendidikan yang masih rendah serta kurangnya sosialisasi oleh pemerintah ke masyarakat.

Persepsi masyarakat Sungai Batang

68 20 12 72 18 10 68 22 10 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Rendah Sedang Tinggi

P e rs e n ta s e ( % )

Pencegahan Penanggulangan Partisipasi

Gambar 38. Persentase persepsi masyarakat Nagari Sungai Batang tentang pengendalian pencemaran perairan danau.

(36)

Persepsi masyarakat sekitar perairan danau yang rendah merupakan suatu kondisi yang kurang menguntungkan dalam upaya melakukan pengendalian pencemaran perairan danau di masa depan. Untuk itu sangat di perlukan perhatian dan keterlibatan semua pihak, terutama pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan persepsi atau pengetahuan masyarakat tentang pengendalian pencemaran yang terjadi di perairan Danau Maninjau agar danau tersebut tetap terjaga dan lestari.

5.5. Pemodelan Sistem

Pemodelan diartikan sebagai suatu gugus pembuatan model yang akan menggambarkan sistem yang dikaji (Eriyatno, 1999). Tujuan utama dari penelitian ini adalah membangun model pengendalian pencemaran di perairan Danau Maninjau. Pemodelan sistem pengendalian pencemaran digunakan untuk menemukan dan penempatan peubah-peubah penting serta hubungan antar peubah dalam sistem tersebut yang bersandarkan pada hasil pendekatan kotak gelap (black box).

Model pengendalian pencemaran perairan danau disusun berdasarkan sumber beban pencemaran yang masuk ke periaran danau, yaitu sumber limbah dari kegiatan di luar danau dan dari kegiatan di badan air danau. Model tersusun oleh beberapa sub-sub model limbah, yaitu: sub-model penduduk, sub-model perhotelan, sub-model peternakan, sub-model pertanian dan sub-model KJA. Kelima sub-sub model tersebut dibuat secara parsial berdasarkan persamaan yang sesuai dengan masing-masing sub-model, kemudian diintegrasikan menjadi satu model pengendalian pencemaran perairan di Danau Maninjau. Model yang dibangun untuk kajian sistem adalah model simbolik (model matematika). Pemodelan sistem dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak (software) program Powersim versi 2.5 c.

Model umum (global) sumber beban limbah yang berasal dari luar danau dibangun dari 4 persamaan yang dijadikan indikator sumber limbah, yaitu limbah penduduk, hotel, pertanian dan limbah peternakan. Limbah penduduk berupa limbah rumah tangga diperhitungkan 0,5 kg per penduduk. Limbah hotel adalah limbah cair hotel yang dibuang langsung ke danau dengan perkiraan limbah sebanyak 10 kg per hari. Limbah ternak sapi potong yang ada di sekitar perairan

Gambar

Gambar 20. Sebaran nilai rata-rata COD di perairan Danau Maninjau.
Gambar 21. Sebaran nilai rata-rata nitrat di perairan Danau Maninjau.
Gambar 22. Sebaran nilai rata-rata nitrit di perairan Danau Maninjau.
Gambar 23. Sebaran nilai rata-rata ammonia di perairan Danau Maninjau.
+7

Referensi

Dokumen terkait

sedangkan dalam penilaian menerapkan sistem penilaian berkelanjutan yang mencakup tiga aspek, yaitu aspek.. kognitif, afektif, dan psikomotor. Dengan pencantuman

Karena nilai rata-rata post-test kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol dan terdapat perbedaan signifikan dari hasil uji statistik, maka hasil belajar siswa

Struktur sensor berbasis PFETs terdiri dari beberapa lapisan, diantaranya lapisan elektroda gate (Si-p), lapisan insulator (SiO 2 ), lapisan aktif (PANI) dan

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul PERSONAL BRANDING

Mengundang Warga Jemaat Bukit Benuas dan Paduan Suara seluruh Sektor Galatia, Efesus, Fili- pi, Kolose, Tesalonika dan Nazaret untuk membawakan puji-pujian dalam Ibadah

Berdasarkan dari praktikum pengamatan, pengumpulan, perhitungan, serta analisis data mengenai aspek biologi yang meliputi aspek pertumbuhan, rasio kelamin, reproduksi,

Bobot media ternyata turut berperan pada produktivitas jamur shiitake. Peningkatan hasil panen tubuh buah jamur mencapai rata-rata 73,85% oleh jamur yang ditumbuhkan pada

Tujuan dari penggunaan alat - alat berat tersebut adalah untuk memudahkan manusia dalam mengerjakan pekerjaannya, sehingga hasil yang diharapkan dapat tercapai lebih