• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERBANDINGAN PAIRWISE REVENUE SHARING CONTRACT DENGAN SPANNING REVENUE SHARING CONTRACT PADA MULTI ECHELON SUPPLY CHAIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PERBANDINGAN PAIRWISE REVENUE SHARING CONTRACT DENGAN SPANNING REVENUE SHARING CONTRACT PADA MULTI ECHELON SUPPLY CHAIN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERBANDINGAN PAIRWISE REVENUE SHARING

CONTRACT DENGAN SPANNING REVENUE SHARING CONTRACT

PADA MULTI ECHELON SUPPLY CHAIN

Rescha Dwi A. Putri1, *), Ahmad Rusdiansyah2) dan Naning A. Wessiani3)

1) Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jln Raya Kampus ITS, Surabaya, 60111, Indonesia

e-mail: [email protected]

2) Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember 3) Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

ABSTRAK

Supply chain contract merupakan salah satu mekanisme untuk mencapai keadaan dimana pemain-pemain dalam supply chain bertindak searah untuk mencapai global optimal solution pada kondisi decentralized supply chain. Revenue sharing contract merupakan salah satu model dari supply chain contract dimana supplier menawarkan harga wholesale yang lebih rendah dan buyer akan memberikan sebagian dari revenue-nya kepada supplier sebagai timbal baliknya. Pada multi eselon supply chain, terdapat dua tipe model revenue sharing contract. Tipe pertama yaitu kontrak dilakukan antar pasangan pemain dalam setiap eselon, sebagai contoh: kontrak antara manufacturer-distibutor dan kontrak antara distibutor-retailer. Tipe ini kemudian disebut dengan pairwise revenue sharing contract. Tipe kedua yaitu hanya terdapat sebuah kontrak yang mengikat semua pemain. Contohnya kontrak yang dilakukan oleh manufacturer kepada distributor dan retailer secara simultan. Tipe ini kemudian disebut dengan spanning revenue sharing contract. Penelitian ini melakukan analisis perbandingan antara kedua tipe model kontrak tersebut. Melalui percobaan numerik, dilakukan perbandingan performansi kedua model revenue sharing contract tersebut. Performansi yang dibandingkan adalah ekspektasi profit tiap pemain dalam supply chain, dan rasio profit tiap pemain pada kondisi adanya kontrak per profit tiap pemain pada kondisi tidak ada kontrak (desentralisasi).

Kata kunci: multi echelon supply chain, revenue sharing contract

PENDAHULUAN

Supply chain contract merupakan salah satu mekanisme untuk mencapai supply chain coordination. Supply chain coordination adalah keadaan dimana pemain-pemain dalam supply chain bertindak bersama-sama untuk mencapai global optimal solution yaitu memaksimalkan total profit ataupun meminimalkan total biaya supply chain (Chopra dan Meindl, 2004). Menurut Tsay (1999) terdapat dua tujuan utama dari supply chain contract yaitu: (1) meningkatkan total profit supply chain agar mendekati atau sama dengan profit supply chain pada kondisi sentralisasi, dan (2) mengakomodasi terjadinya risk sharing antar pemain-pemain dalam supply chain.

Telah banyak penelian pada bidang supply chain contract akhir-akhir ini. Dari hasil penelitian tersebut, terdapat banyak model-model supply chain contract yang berkembang. Tsay (1999) meneliti mengenai quantity flexibility contracts. Eppen dan Iyer (1997) meneliti mengenai backup agreements. Kemudian Emmons dan Gilbert (1998) meneliti mengenai buy back atau return policies. Lee dan Wang (1999) meneliti mengenai incentive mechanisms dan Cachon dan Lariviere (2000) meneliti mengenai revenue sharing contracts.

(2)

Pada revenue sharing contract, supplier menawarkan harga wholesale wc yang lebih

rendah dan buyer akan memberikan (1- ) dari revenue buyer kepada supplier sebagai timbal baliknya. Pada kondisi ini, buyer akan membeli dengan kuantitas yang lebih banyak sehingga ketersediaan produk di pihak buyer yang akan menjual produk tersebut ke end customer lebih tinggi. Ketersediaan produk yang lebih tinggi dapat meningkatkan pendapatan buyer. Pendapatan supplier juga menjadi meningkat karena buyer akan memberikan (1- ) dari revenue-nya kepada supplier.

Fitur utama yang harus diperhatikan dalam merancang kontrak dalam supply chain yaitu (1) apakah kontrak tersebut dapat mendorong pemain-pemain dalam supply chain untuk bertindak ke arah global optimum solution (koordinasi) dan (2) apakah kontrak tersebut dapat diterima oleh semua pemain dalam supply chain artinya profit setiap pemain dalam supply chain pada saat kontrak lebih besar dibandingkan profit pemain-pemain tersebut pada saat tidak ada kontrak (win-win solution). Fitur pertama yang disebutkan diatas dapat diukur dengan total pendapatan atau profit supply chain. Dengan adanya kontrak diharapkan total pendapatan atau profit total supply chain dapat meningkat dibandingkan dengan pada kondisi tidak ada kontrak (desentralisasi). Sedangkan fitur kedua yang disebutkan diatas dapat diukur dengan rasio profit pemain dalam supply chain dengan adanya kontrak per profit pemain pada kondisi tidak terikat kontrak (desentralisasi). Cachon and Lariviere (2005) meneliti bahwa revenue sharing contract lebih unggul dalah hal kordinasi yang dilakukan dibandingkan mekanisme kontrak lainnya seperti buy backs, quantity flexibility contracts, and sales rebates pada permasalahan price setting newsvendor.

Penelitian mengenai revenue sharing contracts juga dilakukan oleh Giannocarro dan Pontrandolfo (2004). Giannocarro dan Pontrandolfo (2004) mengembangkan model revenue sharing contracts yang telah diteliti oleh Cachon dan Lariviere (2000) untuk kondisi supply chain dua eselon. Selanjutnya Rhee dkk (2010) meneliti mengenai model revenue sharing contracts pada multi echelon supply chain dengan kondisi apabila pemain yang paling downstream melakukan kontrak ke semua pemain upstream-nya secara simultan yang kemudian disebut dengan spanning revenue sharing contract model. Penelitian ini akan membandingkan dua model kontrak yang telah dijelaskan diatas yaitu model pairwise contract dan model spanning contract dilihat dari kemampuan melakukan koordinasi, dan juga distribusi peningkatan profit yang dihasilkan pada pemain-pemain yang terikat kontrak tersebut dalam supply chain.

MODEL REVENUE SHARING CONTRACT

Pada Gambar 1 digambarkan kondisi multi echelon supply chain dimana terdapat n stage supply chain dan setiap stage tersebut terdapat 1 pemain. Pemberian nama pemain mengikuti pada stage ke berapa pemain tersebut berada dalam supply chain. Sebagai contoh, pemain yang berada pada stage 1 disebut pemain ke-1 dan seterusnya hingga pemain yang berada pada stage n disebut pemain ke-n. Garis putus-putus hitam menunjukkan aliran informasi mengenai kuantitas (Qi) yang dipesan oleh pemain ke i-1 kepada pemain ke i. Garis

tebal biru menunjukkan adanya aliran barang sejumlah Qi dari pemain ke-i kepada kemain ke

i-1. Garis putus-putus merah menunjukkan aliran informasi mengenai harga wholesale yang dipasang pemain ke i kepada pemain ke i-1. Garis tegas merah menunjukkan aliran uang yang mengalir dari pemain yang paling downstream (pemain ke 1) kepada pemain yang paling upstream (pemain ke-n). Aliran uang yang dimaksud dalam hal ini adalah harga wholesale yang dibayarkan pemain ke i-1 kepada pemain ke-i. Sedangkan tegas hijau menunjukkan adanya biaya lain selain harga wholesale yang ditanggung oleh setiap pemain. Biaya ini

(3)

termasuk didalamnya adalah biaya oprasional dan atau biaya transportasi yang ditanggung oleh setiap pemain dalam supply chain.

Gambar 1. Kondisi multi echelon supply chain

Pemain ke-1 akan menghadapi konsumen akhir dengan tingkat permintaan D(r).

Sebelum periode penjualan dimulai, pemain ke-1 harus menentukan kuantitas Q2 yang akan

dibelinya dari pemain ke-2 dengan mengetahui informasi harga wholesale 2 yang dipasang

oleh pemain ke-2. Demikian halnya dengan pemain ke-2, pemain ke-2 harus menentukan kuantitas Q3 yang akan dibelinya dari pemain ke-3 dengan mengetahui informasi harga

wholesale 3 yang dipasang oleh pemain ke-3. Hal ini terus terjadi hingga pemain ke n-1

menentukan kuantitas Qn yang akan dibelinya dari pemain n. Dengan demikian, pemain

ke-n harus meke-neke-ntukake-n harga wholesale yake-ng dipasake-ngke-nya kepada pemaike-n ke ke-n-1 terlebih dahulu sebelum kemudian pemain ke n-1 menentukan kuantitas Qn yang akan dibelinya dan harga

wholesale n-1 yang akan dipasangnya untuk direspon oleh pemain ke n-2.  Hal yang sama

juga terjadi hingga pemain ke-1 dalam menentukan kuantitas Qn yang akan dibelinya dan

harga r yang akan dipasangnya untuk direspon oleh konsumen akhir dengan tingkat permintaan D(r) sebagai fungsi dari harga r yang dipasang oleh pemain ke-1. Dengan tingkat

permintaan D(r), maka kuantitas yang terjual ke konsumen akhir adalah fungsi min [Q, D(r)].

Pada kondisi multi echelon supply chain yang telah dijelaskan di atas, revenue sharing contract dapat diterapkan pada supply chain tersebut untuk mencapai koordinasi dalam supply chain. Model revenue sharing contract yang dapat dilakukan dibedakan menjadi dua yaitu model pairwise contract dan model spanning contract. Pada pairwise contract terdapat sejumlan n-1 buah kontrak apabila terdapat n pemain. Setiap pemain akan melakukan kontrak dengan pemain upstream-nya dan pemain downstream-nya, sehingga setiap pemain akan terlibat pada dua buah kontrak kecuali pemain yang paling upstream (pemain ke-n) dan pemain yang paling downstream (pemain ke-1). Sedangkan pada spanning contract hanya terdapat satu buah kontrak yang mengikat semua pemain dalam supply chain. Dalam hal ini

(4)

spanning contract diinisiasi oleh pemain yang paling upstream yaitu pemain ke-n. Kedua model kontrak tersebut mengikat mengenai harga wholesale dan nilai yaitu nilai presentase pendapatan yang akan di-share kepada lawan kontraknya.

Pada pairwise contract, apabila terdapat n pemain maka akan terdapat n-1 buah kontrak seperti yang ada pada Gambar 2.

Gambar 2. Pairwise contract

Pada kondisi pairwise contract (pada notasi diberi superscript p), pemain ke-1 akan memberikan sebagaian dari pendapatannya kepada pemain ke-2 sehingga profit pemain ke-1 dimodelkan sebagai berikut:

∏ , (1)

Demikian halnya dengan pemain ke-2, pemain ke-2 akan memberikan sebagaian dari pendapatannya kepada pemain ke-3. Profit pemain ke-2 dimodelkan sebagai berikut:

∏ 1 , (2)

Sedangkan pada pemain ke-i dengan i = 3,4,…,n-1, profit pemain ke-i dimodelkan sebagai berikut:

, ,…, 1 1 … 1 ,

⋯ (3)

Apabila dirunut maka urutan penentuan keputusan oleh setiap pemain pada keadaan pairwise contract dimulai dari yang paling awal menetukan keputusannya adalah sebagai berikut: 1. Pemain ke-n menentukan parameter kontrak dan besarnya harga wholesale yang

memaksimalkan profitnya sesuai persamaan (3). Sehingga diperoleh persamaan berikut:

max ∏ max 1 1 … 1 , ⋯ (4) Pemain ke n Pemain ke n-1 Pemain ke 2 Pemain ke 1 Qn Qn Q3 Q3 Qn-1 Qn-1 Q2 Q2 n n-1 3 2 Min[Q,D(r) D(r) r cn cn-1 c2 c1 Stage 1 Stage 2 Stage n-1 Stage n Kontrak ke-1 ( , ) , Kontrak ke n-1 ( , ) Kontrak ke-2 ( , ) ,

(5)

2. Pemain ke-i dengan i = 3,4,…,n-1 menentukan parameter kontrak dan besarnya harga wholesale yang memaksimalkan profitnya sesuai persamaan (2). Sehingga diperoleh persamaan berikut:

max ∏ , ,…, max 1 1 … 1

, ⋯ (5)

3. Pemain ke-2 menentukan parameter kontrak dan besarnya harga wholesale yang memaksimalkan profitnya sesuai persamaan (1). Sehingga diperoleh persamaan berikut:

max ∏ max 1 , (6)

4. Pemain ke-1 menentukan besarnya kuantitas pemesanan yaitu:

, ,… (7)

Model kontrak yang selanjutnya yang dibahas pada penelitian ini adalah model kontrak yang mengikat semua pemain dalam satu kontrak yang disebut dengan spanning contract. Berbeda dengan model kontrak yang dijelaskan pada sub bab sebelumnya yaitu pairwise contract dimana kontrak dilakukan antar pasangan pemain dalam setiap eselon dalam supply chain, pada spanning contract hanya terdapat satu buah kontrak yang mengikat semua pemain dalam supply chain. Model spanning contract tersebut diilustrasikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Spanning contract

Pada kondisi spanning contract (pada notasi diberi superscript s), pemain ke-1 akan memberikan sebagaian dari pendapatannya kepada pemain ke-i=2,3,..n. Profit pemain ke-1 dimodelkan sebagai berikut:

(6)

∏ 1 ∑ , . (8) Dengan demikian profit pemain ke- i=2,3,..n-1. dimodelkan sebagai berikut:

∏ , ,… , (9)

Dan profit pemain ke-n dimodelkan sebagai berikut:

∏ , (10)

Apabila dirunut maka urutan penentuan keputusan oleh setiap pemain pada keadaan spanning contract dimulai dari yang paling awal menetukan keputusannya adalah sebagai berikut: 1. Pemain ke-n menentukan nilai parameter kontrak dan harga wholesale yang

memaksimalkan profitnya sesuai persamaan (10). Sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut:

max ∏ max , (11)

2. Pemain ke-i dengan i = 2,3,…,n-1 menentukan nilai parameter kontrak dan harga wholesale yang memaksimalkan profitnya sesuai persamaan (9). Sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut:

max ∏ , ,… max , (12)

3. Pemain ke-1 menentukan besarnya kuantitas pemesanan yaitu:

, ,…

∑ (13)

PERCOBAAN NUMERIK

Pada bagian ini dilakukan percobaan numerik untuk model pairwise revenue sharing contract dan model spanning revenue sharing contract dengan menggunakan problem data yang ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Problem data untuk percobaan numerik

Pada model pairwise revenue sharing contract, dilakukan percobaan beberapa nilai parameter kontrak dan harga wholesale untuk mencari nilai parameter kontrak dan harga wholesale yang optimal untuk dipasang oleh pemain ke-3 yang kemudian direspon oleh pemain ke-2 dan seterusnya hingga pemain ke-1 menentukan besarnya kuantitas pemesanan . Dari hasil percobaan pairwise contract tersebut dapat digambar hubungan antara nilai parameter kontrak dan terhadap nilai dan yang digambarkan pada Gambar 4 dan Gambar 5. Seiring dengan meningkatnya nilai dimana 1 merupakan persentase dari pendapatan pemain ke-1 untuk di-share kepada pemain ke-2, sehingga makin tinggi nilai maka makin kecil persentase dari pendapatan pemain ke-1 yang di-share kepada pemain ke-2. Pemain ke-2 akan memasang harga wholesale yang lebih rendah jika persentase dari pendapatan pemain ke-1 yang dishare kepada pemain ke-2 lebih besar.

Variabel Nilai C1 1 C2 2 C3 4 Price r 30 Demand    Berdistribusi normal, mean =100, s.d. =30

(7)

Sebaliknya pemain ke-2 akan memasang harga wholesale yang lebih tinggi jika persentase dari pendapatan pemain ke-1 yang di-share kepada pemain ke-2 lebih kecil (nilai besar).

Gambar 4. Hubungan antara nilai parameter kontrak terhadap nilai

Gambar 5. Hubungan antara nilai parameter kontrak dan terhadap nilai

Selain hubungan antara nilai parameter kontrak dan terhadap nilai dan , dari hasil percobaan juga dapat ditarik kesimpulan mengenai nilai parameter kontrak yang feasible. Kondisi feasible diukur dari profit pemain yang tidak negatif. Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah factor desirability yang artinya profit pemain pada saat kontrak lebih tinggi dari pada profit pada kondisi desentralisasi (tanpa kontrak). Dari hasil percobaan diperoleh nilai parameter kontrak dan yang memenuhi kriteria tersebut yang ditampilkan pada Tabel 2.

‐1.00 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 Nil ai  w2  op ti mal Nilai θ2 Nilai  Nilai  Nilai 

(8)

Tabel 2. Nilai parameter kontrak dan yang memenuhi kriteria feasible dan desirability pada pairwise contract

Pada model spanning contract, dilakukan percobaan beberapa nilai parameter kontrak dan harga wholesale untuk mencari nilai parameter kontrak dan harga wholesale yang optimal untuk dipasang oleh pemain ke-3 yang kemudian direspon oleh pemain ke-2 dan seterusnya hingga pemain ke-1 menentukan besarnya kuantitas pemesanan .Pada percobaan numerik ini, nilai dan dicoba dari nilai 0.05 hingga 0.95 dan tentunya 1. Dari 176 percobaan pasangan nilai dan terdapat 18 pasangan nilai dan yang memenuhi kriteria feasible dan desirability. Pasangan nilai dan tersebut beserta hasil percobaan numeriknya disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai parameter kontrak dan yang memenuhi kriteria feasible dan desirability

pada spanning contract

Dari hasil percobaan numerik diperoleh hubungan antara nilai dan terhadap harga wholesale dan harga wholesale . Hubungan ini digambarkan oleh grafik pada Gambar 6 dan Gambar 7.

(9)

Gambar 6 Hubungan antara harga wholesale nilai dengan nilai dan

Gambar 7 Hubungan antara harga wholesale nilai dengan nilai

Perbandingan hasil percobaan numerik untuk model pairwise contract dengan model spanning contract pada suatu nilai parameter kontrak tertentu (nilai =0.2 dan =0.4) ditampilkan pada Gambar 8.

Gambar 8. Perbandingan profit pemain pada kondisi spanning contract untuk nilai =0.2 dan

=0.4 dengan pairwise contract untuk nilai =0.2 dan =0.4 dan kondisi desentralisasi

‐4.00 ‐2.00 0.00 2.00 4.00 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 N ila i w3 Nilai θ3 0 200 400 600 800 1000 1200

Pemain ke‐1 Pemain ke‐2 Pemain ke‐3

Pairwise Contract Spanning Contract Desentralisasi Nilai  Nilai  Nilai 

(10)

Perbandingan percobaan numerik pada pairwise contract dengan spanning contract ditampilkan pada Tabel 4. Jika dilihat dari rasio profit tertinggi yang diperoleh pemain, maka pada model pairwise contract rasio tertinggi untuk pemain ke-1 berada pada nilai dan yang paling besar (lihat Tabel 5.30 yang diberi shading berwarna kuning). Tentunya semakin besar nilai maka semakin kecil bagian dari pendapatannya yang di-share kepada pemain ke-2 sehingga profit pemain ke-1 semakin tinggi. Rasio tertinggi untuk pemain ke-2 berada pada nilai = 0,2 dan =0,45. Sedangkan rasio tertinggi untuk pemain ke-3 berada pada nilai dan yang paling kecil.

Pada model spanning contract, rasio tertinggi untuk pemain ke-1 berada pada nilai dan yang paling kecil (lihat Tabel 5.31 yang diberi shading berwarna kuning). Rasio tertinggi untuk pemain ke-2 berada pada nilai dan yang paling besar. Sedangkan rasio tertinggi untuk pemain ke-3 berada pada nilai = 0,2 dan =0,6.

Tabel 4. Percobaan numerik pairwise contract

Tabel 5. Percobaan numerik spanning contract

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini yaitu dari hasil percobaan numerik yang telah dilakukan pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa model spanning contract bisa menghasilkan total rasio profit pada saat kontrak per profit sebelum kontrak yang lebih besar dibandingkan model pairwise contract namun distribusi peningkatan profit

(11)

pada pairwise contract maupun pada spanning contract ditentukan oleh besarnya parameter yang merupakan hasil negosiasi pada saat kontrak tersebut dibuat.

DAFTAR PUSATAKA

Cachon, G.P., Lariviere, M.A. 2000. Supply chain coordination with revenue sharing contracts: strengths and limitations. Working paper,The Wharton School of Business, University of Pennsylvania, Philadelphia.

Cachon, G.P., Lariviere, M.A. 2005. Supply chain coordination with revenue sharing contracts: strengths and limitations. Management Science no. 51 pp. 30-44.

Chopra, S., dan Meindl, P. 2004. Supply chain management: strategy, planning, and operations (2nd ed.) Upper Saddle River, NJ: Practice Hall.

Emmons, H., Gilbert, S.M. 1998. The role of return policies in pricing and inventory decisions for catalogue goods. Management science no.44 pp. 276-283.

Eppen, G.D., Iyer, A.V. 1997. Backup agreements in fashion buying-the value of upstream flexibility. Management science no 43. pp. 1169-1184.

Giannocarro,I., Pontrandolfo, P. 2004. Supply chain coordination by revenue sharing contracts. International Journal of Production Economics no. 89 pp.131-139.

Lee, H., Whang, S. 1999. Decentralized multi echelon supply chain: incentives and information. Management science no 45.

Rhee, B., Veen, J.A.A., Venugopal, V., Nalla, V.R. 2010 A new revenue sharing mechanish for coordinating multi echelon supply chains. Operation research letters no. 38 pp. 296-301.

Tsay, A. 1999. The quantity flexibility contract and supplier customer incentives. Management science no. 45 pp. 1339-1358.

Gambar

Gambar 1. Kondisi multi echelon supply chain
Gambar 2. Pairwise contract
Gambar 3. Spanning contract
Tabel 1 Problem data untuk percobaan numerik
+5

Referensi

Dokumen terkait

Data yang digunakan berupa data triwulanan yang berhubungan dengan hasil produksi gas bumi dari perusahaan-perusahaan yang berproduksi di daerah Kabupaten X, data

Dengan perjanjian internasional yang diratifi- kasi oleh Indonesia membawa pengaruh pada KUHP, khususnya dalam tindak pidana aerial hijacking yaitu terdapat

Meskipun Proyek Dam Ayung Multiguna dan Proyek Suplai Air untuk Wilayah Selatan dari Bali dinilai layak secara ekonomi, namun rasion B/C hanya sedikit sekali diatas poin impas

Melalui wawancara ini peneliti dapat menyimpulkan setelah melakukan pencarian informasi secara pasif dan aktif, kemudian terlibat dalam pencarian informasi secara

Puji syukur senantiasa Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah serta inayah-Nya, sehingga penyusunan skripsi dengan judul”

Data Primer menurut Indriantoro dan Supomo (2002:146), merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media

Pemikiran-pemikiran tentang pendidikan multikultural, saat ini telah mengalami perubahan jika dibandingkan konsep awal yang muncul pada tahun 1960-an. Beberapa di