• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DATA DAN ANALISA. diambil dari berbagai sumber, diantaranya : 2. Wawancara / Interview dengan pihak-pihak terkait

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II DATA DAN ANALISA. diambil dari berbagai sumber, diantaranya : 2. Wawancara / Interview dengan pihak-pihak terkait"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

DATA DAN ANALIS A

2.1 Sumber Data

Data data dan informasi yang digunakan untuk mendukung proyek TA ini akan diambil dari berbagai sumber, diantaranya :

1. Literatur : buku dan artikel dari media elektronik maupn non elektronik 2. Wawancara / Interview dengan pihak-pihak terkait

3. Pengamatan langsung di lapangan

2.1.1 Data Penyelenggara Hari Tanpa Belanja di Indonesia

2.1 Logo KUNCI Cultural Studies Center

KUNCI Cultural Studies Center

didirikan di Yogyakarta, Indonesia, September 1999. KUNCI Cultural Studies Center bersifat nirlaba dan independen, bekerja untuk mengembangkan kajian budaya, memberdayakan anak muda, dan melakukan pendidikan populer.

Tim Kerja

Nuraini Juliastuti (Direktur), Antariksa (M anajer Program), Yuli Andari, Ella Ayuningtyas, Annisa M uharammi, Helena Rea

(2)

Alamat KUNCI Cultural Studies Center

Jl. Nagan Lor 17 Yogyakarta 55133 INDONESIA Tel: +62 274 414231

Email: editor@kunci.or.id

2.1.2 Hasil Survey

Hasil survey target audience terhadap buy nothing day di mall pondok indah 1 & 2 dan Senayan City.

a) Target audience yang menyatakan tahu dan pernah mendengar buy nothing day sebanyak 62 % . sedangkan yang menyatakan tidak pernah tahu sebanyak 38%. hal ini menujukan gerakan bisa tidak difokuskan terhadap keberadaan buy nothing day itu sendiri.

b) sedangkan tentang atas dasar apa BND dicetuskan, sebanyak 54,84% responden menjawab tahu dan sisanya sebanyak 45,16% menjawab tidak tahu. hal ini menunjukan masih banyak audience yang belum tahu betul latar belakang dan untuk apa diadakannya BND.

c) Apakah BND perlu dilakukan di Indonesia khususnya kota besar seperti jakarta, 93,5% menjawab perlu dan 6,45% menjwab tidak perlu.

d) BND menurut responden, 41,94% menjawab BND sebagai perayaan dan tantangan melawan konsumerisme dengan tidak belanja selama 24jam. sisanya 58,06% menjawab sebagai proses awal bagi mereka untuk mengubah kebiasaan mengkonsumsi dengan mengetahui alasan-alasannya (dampak dan fakta-faktanya)

(3)

konsumerisme dan produk luar) 19,35% responden menilai cukup sementara sisanya sebanyak 80,65 menilai belum cukup.

f) 96 % responden mengatakan merasa perlu dan ingin mengetahui lebih tentang dampak konsumerisme dan kapitalisme serta fakta dan dampak yang telah dilakukan oleh produsen dan media terhadap masyarakat, sedangkan sisanya sebanyak 4% mengatakan tidak perlu.

g) tentang media komunikasi seperti apa yang diharapkan oleh audience untuk mendapatkan kebutuhan informasi tentang konsmerisme dan kapitalisme serta dampaknya, 82% menyatakan media cetak (koran, majalah, brosur), 14% menginginkan internet, dan 4% menginginkan gimmick.

h) 98% audience menyatakan opininya bahwa fakta serta wacana menegenai konsumerisme lah yang mampu mengubah pandangan mereka. sedang kan 2% lainnya menjawab teriakan anti konsumerise secara besara-besaran yang mampu mengubah pandangan mereka.

2.1.3 Hari Tanpa Belanja / Buy Nothing Day

2.2 Logo Buy Nothing Day

Hari Tanpa Belanja (B.Inggris: Buy Nothing Day) adalah sebutan hari tidak resmi untuk melawan budaya konsumerisme dan globalisasi. Ide awal dari buy nothing day adalah berhenti dan berpikir bagaimana yang kita konsumsi dapat menghancurkan dunia dan siapa saja yang tinggal disana. Buy nothing day pertama kali dicetuskan oleh seorang seniman yang berasal dari Vancouver, Ted

(4)

Dave pada september 1992. Ted Dave adalah seseorang yang bekerja di dunia advertising, ide ini adalah hasil pemikirannnya tentang protes terhadapa dunia iklan dan marketing yang selalu memaksa kita (konsumer) untuk menkonsums i lebih. M oto nya yang pertama adalah : “enough is enogh”. Buy nothing day kemudian menjadi sangat populer ketika organisasi anti-konsumerisme yang bernama Adbusters, Kanada memulai promosi tentang buy nothing day ini di internet pada tahun 1995. Adbusters memulai kampanye nya dengan membuat parodi-parodi dari iklan yang sudah ada untuk menunjukan betapa bodohnya iklan dapat membuat kebiasaan pada konsumer. Orang-orang yang merayakan hari tersebut tidak akan melakukan transaksi jual-beli selama 24 jam, kemudian biasanya partisipan melakukan aksi kampanye yang menyerukan bahaya konsumerisme kepada publik, dan mengajak mereka untuk berpartisipasi. Kini Hari Tanpa Belanja telah dirayakan secara internasional di lebih dari 65 negara.

Apa tujuannya?

Sebagai konsumen, kita seharusnya mempertanyakan produk-produk yang kita beli dan perusahaan-perusahaan yang membuatnya. Idenya adalah untuk membuat orang berhenti dan berpikir tentang apa dan seberapa banyak yang mereka beli telah berpengaruh pada lingkungan dan negara-negara berkembang.

Siapa yang merayakan?

Anda! Ini adalah perayaan Anda! Beritahu teman-teman, pasanglah poster dan jangan belanja pada 26 November.

(5)

Mengapa ada perbedaan tanggal perayaan?

Di Amerika Serikat dan Kanada, Hari Tanpa Belanja tahun ini dirayakan 28 November 2003, sehari setelah perayaan Thanksgiving. Di Indonesia, Hari Tanpa Belanja akan dirayakan 26 November 2005—pada hari Sabtu, di mana oran g biasa menghabiskan waktu untuk berakhir pekan dan pergi berbelanja.

Apa yang akan saya dapatkan?

Selama 24 jam Anda akan mengambil jarak dari konsumerisme dan meras a bahwa belanja itu tidak terlalu penting. Setelah itu Anda akan mendapatkan kembali kehidupan Anda. Itu adalah sebuah perubahan besar! Kami ingin Anda membuat komitmen untuk mengurangi belanja, lebih sering mendaur-ulang, dan mendorong para produsen untuk bersikap lebih jujur dan fair. Konsumerisme modern mungkin merupakan sebuah pilihan yang tepat, tetapi tidak seharusnya berdampak buruk bagi lingkungan atau negara-negara berkembang.

Apakah itu berarti saya dilarang belanja?

Percayalah, sehari tanpa belanja tak akan membuat Anda menderita. Kami ingin mendorong agar orang-orang berpikir tentang akibat-akibat dari apa yang mereka beli bagi lingkungan dan negara-negara berkembang.

Belanja? Apa salahnya?

Sebenarnya bukan hanya belanja itu sendiri yang berbahaya, tetapi juga apa yang kita beli. Ada dua wilayah yang perlu kita perhatikan, yaitu lingkungan dan kemiskinan. Negara-negara kaya di Barat (hanya 20% dari populasi dunia)

(6)

mengkonsumsi lebih dari 80% sumber alam dunia, dan menyebabkan ketakseimbangan dan kerusakan lingkungan, serta kesenjangan distribusi kesejahteraan. Kita patut cemas pada cara barang-barang kita dibuat. Juga banyaknya perusahaan-perusahaan besar yang menggunakan tenaga kerja di negara-negara berkembang karena murah dan tidak ada sistem perlindungan pekerja.

Bagaimana dengan lingkungan?

Bahan-bahan baku dan cara pembuatan yang digunakan untuk membuat barang-barang kita memiliki dampak buruk seperti limbah beracun, rusaknya lingkungan, dan pemborosan energi. Pengiriman barang-barang ke seluruh dunia juga menambah tingkat polusi.

Apakah satu hari akan membuat perubahan?

Hari Tanpa Belanja tidak akan mengubah gaya hidup kita hanya dalam satu hari, ia lebih merupakan sebuah pengalaman melakukan perubahan! Kami bertujuan membuat Hari Tanpa Belanja mengendap dalam ingatan setiap orang—layaknya peringatan Lebaran, Natal, atau Tujuh Belasan—agar juga berpikir tentang diri mereka sendiri, tentang keluarga terdekatnya, keluarga, sahabat, teman-teman, dan masa depan.

(7)

2.1.4 Sejarah singkat konsumerisme

Globalisasi merupakan akibat dari perubahan tatanan sistim ekonomi dan politik dunia pasca perang dunia ke dua. Ijtihad Ekonomi Politik International (EPI) di Bretton Woods pada tahun 1944 merupakan titik awal munculnya babak baru tatanan kehidupan secara menyeluruh setelah sebelumnya pernah terjadi di Eropa pada era revolusi industri abad XVII. M unculnya Word Bank, IMF, UNO, GATT, dan WTO sebagai seperangkat sistem EPI, mendorong semua negara masuk dalam sebuah "aturan main kayu" yang tak mungkin dihindari. Sejarah timbulnya budaya konsumerisme tidak terlepas dari rentetan modus operandi evolusi kapitalisme.Singkatnya, telah terjadi globalisasi budaya massa yang membentuk dan mengkondisikan gaya hidup masyarakat dunia ketiga, masyarakat negara berkembang dan negara-negara pasca Soviet dalam sebuah bingkai besar, yakni konsumerisme.

2.1.5 Konsumerisme

Apa itu konsumerisme-konsumtivisme?

Pemaknaan istilah konsumtivisme dan konsumerisme jelas berbeda, tetapi kerap kali konsumtivisme di-sama-arti-kan dengan konsumerisme. Kedua istilah tersebut adalah dua hal yang berbeda maknanya. Dari kedua arti kata-kata tersebut jelas bahwa konsumerisme justru yang harus digalakkan dan konsumtivisme yang harus dijauhi.

Konsumtivisme merupakan paham untuk hidup secara konsumtif, sehingga oran g yang konsumtif dapat dikatakan tidak lagi mempertimbangkan fungsi atau

(8)

kegunaan ketika membeli barang melainkan mempertimbangkan prestise yang melekat pada barang tersebut. Oleh karena itu, arti kata konsumtif (consumtive) adalah boros atau perilaku yang boros, yang mengonsumsi barang atau jas a secara berlebihan. Dalam artian luas konsumtif adalah perilaku berkonsums i yang boros dan berlebihan, yang lebih mendahulukan keinginan daripada kebutuhan, serta tidak ada skala prioritas atau juga dapat diartikan sebagai gaya hidup yang bermewah-mewah.

Sedangkan konsumerisme itu sendiri merupakan gerakan konsumen (consumer movement) yang mempertanyakan kembali dampak-dampak aktivitas pasar bagi konsumen (akhir). Dalam pengertian lebih luas, istilah konsumerisme, dapat diartikan sebagai gerakan yang memperjuangkan kedudukan yang seimban g antara konsumen, pelaku usaha dan negara termasuk hak asasi manusia berikut dampaknya bagi konsumer. Nampaknya dewasa ini konsumerisme telah mengalami pergeseran makna.

Kata konsumerisme berasal dari kata consumpt yang berarti memakai atau menggunakan. Kata konsumerisme sendiri memiliki dua makna (1) dilihat sebagai gerakan atau kebijakan untuk melindungi konsumen dengan menata metode dan standar kerja produsen, penjual dan pengiklan. Ini pengertian yang dikemukakan oleh Engel dkk. (2) paham atau gaya hidup yang menganggap barang-barang mewah sebagai ukuran kebahagiaan, kesenangan, dan sebagainya. Sehingga di sini konsumerisme dimaknai sebagai gaya hidup yang tidak hemat dan keterpakuan pada peningkatan pembelian barang-barang. M akna kedua

(9)

inilah yang akan kita bahas sebagai pintu gerbang adanya gerakan semacam anti-konsumerisme dan “Buy Nothing Day” itu sendiri.

Konsumerisme adalah penyamaan kebahagiaan personal dengan membeli harta benda (material possession) dan konsumsi. Dengan kata lain, tak ada kebahagiaan kecuali dengan memiliki kerajaan materi. Karena kekayaan materi adalah perhatian sentral dalam akidah konsumerisme.

Budaya konsumerisme adalah budaya konsumsi yang ditopang oleh proses penciptaan terus-menerus lewat penggunaan citra, tanda, dan makna simbolik dalam proses konsumsi. Ia juga budaya belanja yang proses perubahan dan perkembangbiakannya didorong logika hasrat (desire) dan keinginan (want) ketimbang logika kebutuhan (need).

Dunia konsumerisme adalah dunia yang dibentuk oleh nilai-nilai keterpesonaan, kepanikan, bebas hasrat, ekstasi, kecepatan, “hysteria” dan sebagainya. Spirit itulah yang membawa dunia ke sebuah kondisi yang melampaui batas, sebuah situasi yang tidak dapat lagi dikendalikan oleh manusia, ke dalam kondisi yang “disarati” oleh ketidakpuasan materi.

(10)

2.1.6 Konsumerisme & Wacana

Di dalam wacana konsumerisme, hidup dikondisikan untuk selalu berpindah dari satu hasrat ke hasrat berikutnya, dari satu kejutan ke kejutan berikutnya. Rangkaian hasrat dan kejutan yang berpacu dengan kecepatan tinggi menyedot setiap energi manusia hanya untuk materi. Di dalam ekstasi kecepatan tidak ada waktu lagi untuk memikirkan jiwa, untuk perenungan, pencerahan, dan kepasrahan. Kecepatan telah membentuk panorama lain masyarakat, yaitu panorama panik; panik kapital, komoditi, media, uang, seks, tontonan. Inilah panik komiditi yang datang dan pergi dalam kecepatan tinggi, yang tidak meninggalkan jejak-jejak spirit dan dalam tontonan yang muncul tidak meninggalkan bekas hikmah. Karena semuanya telah dikonstruksi oleh mesin-mesin kapitalisme. Deskripsi yang menerangkan bahwa manusia telah berada di ruang-ruang “hyper”, tidaklah terlepas dari “kegilaan” di dalam masyarakat global dengan beraneka ragam bentuk dan berbagai dimensinya yang tercipta melalaui tiga wacana utama yang menopangnya; Kapitalisme (Ekonomi), Postmodernisme (Sosial budaya), Cyberspace (Tekhnologi).

Masyarakat Konsumer

Apa yang kita beli, tidak lebih dari tanda-tanda yang ditanamkan ke dalam objek-objek konsumsi, yang membedakan pilihan pribadi orang yang satu dengan yang lainnya. Tema-tema gaya hidup tertentu, kelas dan prestise tertentu adalah makna-makna yang jamak ditanamkan ke dalam objek-objek konsumsi. Dengan kata lain, objek-objek konsumsi kini telah menjelma menjadi seperangkat sistem klasifikasi status, prestise bahkan tingkah laku masyarakat. Dalam kondisi seperti

(11)

inilah kemudian lahirlah sebuah masyarakat yang dibentuk dan dihidupi oleh konsumsi, yang menjadikan konsumsi sebagai pusat aktivitas kehidupan, dengan hasrat selalu dan selalu mengkonsumsi.

M enurut Baudrillard kita tidak lagi mengontrol objek tetapi dikontrol objek. Objek konsumsi semakin kompleks tetapi siklus percepatan dan tempo pergantiannya semakin cepat. Konsumsi bukan lagi makna-makna ideologis yang dicari melainkan kegairahan dan ekstasi pergantian objek-objek. Logika yang mendasari bukan lagi logika kebutuhan (need) melainkan logika hasrat (desire) seperti halnya hawa nafsu seksual yang imajiner atau bawah sadar lapangan psikoanalis. Konsumer skizoprenik menciptakan komodifikasi chronos (ini lalu ini lalu ini lalu ini) sampai titik terjauh.

Skizofrenia menjadi terminologi yang tepat untuk menggambarkan kuasa hasrat dalam kehidupan masyarakat kapitalisme lanjut. Pribadi yang telah terjangkiti penyakit ini tidak lagi mampu mengontrol kesadarannya. Kesadarannya terbelah, tercabik-cabik, sehingga tidak mampu mengendalikan hasrat dan tindakannya. Perilakunya menjadi obsesif dan kompulsif. Fredric Jameson menyebutnya sebagai “konsumen skizofrenik”, yaitu para konsumer yang hanyut dalam kegilaan pergantian produk, gaya, tanda, prestise, identitas tanpa henti, tanpa mampu lagi menemukan kedalaman makna dan nilai-nilai transendensi di baliknya.

(12)

M asyarakat ini disebut sebagai masyarakat konsumer. M asyarakat konsumer menyikapi objek-objek konsumsi yang berupa komoditi tidak lagi sekedar memiliki manfaat (nilai-guna) dan harga (nilai-tukar) seperti dijelaskan Marx, namun lebih dari itu ia kini menandakan status, prestise dan kehormatan (nilai-tanda dan nilai-simbol). Nilai-(nilai-tanda dan nilai-simbol, yang berupa status, prestise, ekspresi gaya dan gaya hidup, kemewahan dan kehormatan adalah motif utama aktivitas konsumsi masyarakat konsumer. Pada merk pakaian, jam tangan, minyak wangi, rumah bahkan juga yang sebenarnya merupakan kebutuhan yang paling buncit, tiba-tiba menjadi bahan rebutan untuk dikonsumsi.

Indonesia selalu menjadi pasar yang “terlalu baik” untuk hampir segala macam produk. Jiwa konsumtif bangsa Indonesia, mulai dari tingkat yang paling rendah hingga tingkat yang paling tinggi di pemerintahan, seakan tidak bisa dikontrol. Orang miskin yang berlagak kaya. Orang yang sedang-sedang saja berlagak konglomerat. Orang yang berkecukupan berlagak negara ini miliknya. Derajat dan harga diri seseorang kini dinilai dari kepemilikan properti dan penampilan. Liberalisasi Global telah membuat negara dunia ketiga sebagai negara-negara pekerja, kelas pekerja tidak mempunyai kemampuan untuk mencipta oleh karena itu kelas pekerja cuma ahli di dalam satu hal yaitu membeli atau mengkonsumsi. Sehingga masyarakat negara-negara dunia ketiga memang lebih cenderung untuk lebih konsumtif. M asyarakat di Indonesia sangat terkenal dengan julukan masyarakat konsumtif. Sayangnya budaya itu adalah budaya yang dianggap wajar oleh manusia Indonesia.

(13)

Gaya Hidup / Lifestyles

Dalam kegiatan konsumsi, seringkali dikaitkan dengan life style (gaya hidup). Padahal gaya hidup sendiri ketika dikemukakan pertama kali oleh Alfred Adler tahun 1929 adalah gambaran mengenai manusia yang memiliki kekuatan untuk memilih, menguji karakternya dan mengatur arah kehidupan. Bagi Adler life style merupakan penjumlahan total dari nilai-nilai, gairah, pengetahuan, tujuan-tujuan yang bermakna dan hal-hal yng ekstrinsik yang membuat seseorang itu unik. Sementara saat sekarang gaya hidup dikiatkan dengan pekerjaan apa yang dimiliki, bagaimana menghabiskan waktu luang, dan benda apa saja yang dimiliki dan dikonsumsi. Sehingga terma life style lebih mengacu kepada "apa yang Anda miliki", ketimbang "siapa Anda?"

Kebudayaan konsumer yang dikendalikan sepenuhnya oleh hukum komoditi, yang menjadikan konsumer sebagai raja; yang menghormati setinggi-tingginya nilai-nilai individu, yang memenuhi selengkap dan sebaik mungkin kebutuhan-kebutuhan, aspirasi, keinginan dan nafsu, telah memberi peluang bagi setiap orang untuk asyik dengan sendirinya (Piliang, 1999, hal. 44).

Dalam masyarakat komoditas atau konsumer terdapat suatu proses adopsi cara belajar menuju aktivitas konsumsi dan pengembangan suatu gaya hidup (Feathersone, 2005). Pembelajaran ini dilakukan melalui majalah, koran, buku, televisi, dan radio, yang banyak menekankan peningkatan diri, pengembangan

(14)

diri, transformasi personal, bagaimana mengelola kepemilikan, hubungan dan ambisi, serta bagaimana membangun gaya hidup. Budaya konsumerisme terutama muncul setelah masa industrialisasi ketika barang-barang mulai diproduksi secara massal sehingga membutuhkan konsumen lebih luas. M edia dalam hal ini menempati posisi strategis sekaligus menentukan; yaitu sebagai medium yang menjembatani produsen dengan masyarakat sebagai calon konsumen. Konsumerisme adalah sebuah ideologi global baru. Berapa dan apapun harganya, mereka yg menganut ideologi ini pasti akan membayarnya. M ungkin, sadar ga sadar kita termasuk di dalamnya.

Para kapten iklan tahu, barang/jasa obyek konsumerisme tidak punya arti dalam diri sendiri. M ereka diburu dengan harga absurd karena memberi kita klaim pada rasa pédé dan eksklusif. Lantaran eksklusif, maka juga prestise dan status. Fakta bahwa semua itu ternyata bukan nirvana tidak soal karena status dan rasa pédé tertinggi pun dengan cepat dilampaui, konsumerisme bagai urusan mengejar langit di atas langit. Orang tidak hanya merasa naik mobil, tetapi Jaguar; tidak hanya merasa mengenakan pakaian, tetapi memakai Armani.

M asalah ini dikaji secara reflektif-akademik oleh seorang cendikiawan Prancis terkemuka, Jean Baudrillard. Secara umum, menurutnya, media berperan sebagai agen yang menyebar imaji-imaji kepada khalayak luas. Keputusan setiap orang untuk membeli atau tidak, benar-benar dipengaruhi oleh kekuatan imaji tersebut.

(15)

Konsumerisme memposisikan anda sebagai objek/korbannya. Bagian tubuh yang seharusnya disyukuri sebagai anugerah Tuhan YM E seperti rambut, warna kulit, bentuk badan dan lain sebagainya di “citra” kan menjadi sesuatu yang harus di sesali. Pencitraan rambut yang indah adalah rambut yang lurus membuat pemilik rambut keriting alami menjadi gelisah. pencitraan warna kulit putih adalah cantik dan menawan membuat pemilik warna kulit hitam manis menjadi gelisah. Demikian pula pencitraan tubuh yang ideal adalah yang langsing meningkatkan “Bulimia” dan “Anoreksia”.

Konsumeris ialah narcissists yang, dengan mengonsumsi mengada-ada, memberi ucapan selamat kepada diri sendiri. Dan, seperti selebriti, para konsumeris bagai wajah-wajah yang memuja topengnya sendiri.

Revolusi yang diciptakan konsumerisme adalah hipermarket yang ditandai dengan berkembangnya mall, plaza, shopping centre, TV shopping, teleshopping, E-businnes yang telah mendekontruksi konsep-konsep tentang pasar, ruang, waktu, belanja dan transaksi.

Hipermarket adalah permainan bebas tanda yang bukan penyampaian makna dan kebenaran tanda melainkan bujuk rayu lewat kepalsuan tanda dan kesemuan makna, topeng simulasi yang menampilkan ilusi dan seolah-olah realitas. Hipermarket telah memperangkap konsumen dalam janji-janji hadiah dan rayuan mega bonus.

(16)

Hipermarket bukan hanya tempat lalu lintas barang dan jasa tetapi juga hasrat libido segala aspek kehidupan kapital seperti politik, seks, olah raga, pendidikan, kebugaran, tubuh, keamanan, bahkan kematian dapat dikomersialisasikan. Demokrasi atau kebebasan memilih citra, tanda, dan gaya ditemntukan oleh elit, menjerat manusia dalam kekuasaan pasar, mensimulasi kebutuhan yang semakin beragam, digiring dalam dunia karnaval tanda, jutaan pesan-pesan. Hipermarket menciptakan semacam penyeragaman budaya ketimbang penganekaragaman budaya. M eskipun bentuknya beraneka ragam, namun dimuati dengan gagasan dan ideologi kebudayan yang sama, sebuah neo imperialisme kebudayaan yaitu M cDonaldinasi.

Kehidupan masyarakat konsumer hampir seluruh energinya dipusatkan bagi pelayanan hawa nafsu, nafsu kebendaan, kekuasaan, seksual, ketenaran, popularitas, kecantikan, kebugaran, keindahan, kesenangan, sementara hanya menyisakan sedikit ruang bagi penajaman hati, kebijaksanaan, kesalehan dan pencerahan spiritual.

Fast fact – Consumption

a) Negara-negara kaya di Barat (hanya 20% dari populasi dunia) mengkonsumsi lebih dari 80% sumber alam dunia, dan menyebabkan ketakseimbangan dan kerusakan lingkungan, serta kesenjangan distribusi kesejahteraan.

b) Setengah dari populasi dunia hidup dengan 2 dollar sehari. - GlobalWatch c) Pada Tahun 1950, populasi global sebesar 2.6 miliar orang. saat itu kita

(17)

mempunyai 53 juta mobil, yang berarti aktif sebanyak 1 mobil untuk 50 orang. Hari ini, populasi global sebanyak 6 milliar orang dan 500 juta mobil – yang berarti terdapat lebih dari 1 mobil untuk setiap 12 orang. d) Jumah kekayaan alam yang di konsumsi oleh Cina pada tahun 2031 sama

dengan jumlah yang dikonsumsi Amerika saat ini. - OneWorld

e) Produksi minyak bumi global saat ini sekitar 81 barrel per hari, dan diprediksi akan turun drastis sekitar 39 barrel per hari. - Energy Watch Group via Guardian

f) Pada tahun 2003, konsumsi bahan bakar per kapita di amerika utara sebesar 1,593.1 litres per orang, dimana pada negara berkembang sebesar 59.2 liter.

g) Atmosfer carbon dioksida pada November 1958 sebesar 313.34 bagian pada November 2007 meningkat 20% menjadi 382.35. - Carbony.com h) Pemakaian bahan plastik di dunia meningkat dari 5 juta ton pada tahun

1950 menjadi sekitar 100 juta ton pada hari ini. - WasteOnline

i) Di USA pemakaian listrik per kapita sebesar 12,343.098 kWh per tahun dan 71.4% dari energy yang dihasilkan berasal dari minyak bumi. Australia mengkonsumsi 10,252.432 kWh per kapita, dengan 90.8% berasal dari minyak bumi. - NationMaster

j) Antara tahun 2004 dan 2005 sekitar 10 juta are dari hutan yang hilang di Amerika Selatan.

(18)

2.1.7 Dampak Konsumerisme dan lingkungan

Pertumbuhan jumlah penduduk, pola konsumsi yang berlebihan, dan aktivitas ekonomi yang terkait memberikan tekanan besar pada sistem pendukung lingkungan bumi. Tuntutan manusia terhadap lingkungan yang semakin besar menimbulkan degradasi tanah, kerusakan akibat polusi yang dahsyat, hilangnya keanekaragaman hayati dan spesies hewan, dan penggundulan hutan yang semakin meluas. Tanda-tanda lain yang menunjukan bahwa alam sudah mulai menunjukan batas-batasnya kepada agenda manusia adalah susutnya cadangan air yang mengakibatkan kekurangan air di beberapa tempat; terjadinya gelombang panas yang memecahkan rekor; dan berkurangnya panen. Beberapa bentuk kerusakan lingkungan yang dahsyat-- misalnya, munculnya gas-gas penghasil efek rumah kaca dengan laju yang terlalu tinggi untuk bisa diserap lautan-lautan dunia—tampaknya akan menjadi masalah yang semakin serius di masa mendatang.

Jika kita ingin menganalisa dampak dari kegiatan manusia terhadap lingkungan, permasalahan sebenarnya adalah bukan hanya sekedar produksi tetapi juga konsumsi beserta pola dan efeknya. Barang dan jasa tidak akan diproduksi, dibeli, dijual, dan diperdagangkan bila tidak ada permintaan dari masyarakat (Rothman 1998). Perhatian yang lebih seharusnya ditujukan terhadap penggunaan kekayaan alam yang di sebabkan oleh konsumsi yang berlebihan. Akibat pola konsumsi yang sangat tinggi di beberapa bagian dunia, dasar dari kebutuhan konsumsi di sebagian besar kehidupan masyarakat dunia banyak yang tidak terpenuhi. Hasil dari permintaan yang berlebihan dan pola hidup yang

(19)

berlebihan yang berlangsung dalam kehidupan orang-orang kaya, yang menyebabkan alam kita menjadi rusak.

2.2 Target S asaran a) Demografi

Sex : Laki-laki dan Perempuan Usia : 20 - 43

Pendidikan : S1

b) Geografi

Tempat Tinggal : Kota-kota besar (Jakarta khususnya)

c) Psikografi

Terbuka, imajinatif, mempunyai selera, suka seni, menyukai humor, berani tampil, suka musik, suka hangout ke mall, cafe, dan cofeeshop, membeli barang di mall ataupun butik, suka film, menghargai sesuatu yang bagus/indah, suka hal-hal baru, rasa ingin tahu tinggi, suka belanja, mengikuti teknologi.

(20)

2.3 Analisa S WOT

Strenght (kekuatan)

M edia yang digunakan merupakan media yang cukup informatif, yang menarik dari proyek ini adalah cara distribusi dan mendapatkan buku tersebut, yaitu dengan cara mengumpulkan teaser yang disebar sebelumnya lalu di barter dengan buku tersebut pada hari Buy Nothing Day, cara ini dilakukan untuk menunjukan spirit Buy Nothing Day itu sendiri. Isi yang ditawarkan dalam menyampaikan pesan juga terbilang menarik yaitu di dominasi dengan visual, dalam hal ini visual berbasis desain grafis. Kehadirannnya diharapkan dapat menumbuhkan minat baca, menyegarkan dan pada akhirnya dapat merubah sikap, sifat, dan tingkah laku pembacanya.

Opportunity (kesempatan)

Dengan tampilan visual yang berbeda dan menarik diharapkan menjadi daya tarik pembaca. M edia yang digunakan mempunyai market coverage yang tinggi, fleksibel, dan praktis. Juga melihat kebiasaan audience sebelum belanja selalu memperhatikan media cetak (majalah, koran, brosur, katalog, dll) sebagai referensi.

Threat (Ancaman)

M inat baca masyarakat yang kurang dan Pola pikir masyarakat yang sudah terlampau jauh mengikuti arus globalisasi dan imperialisme budaya yang berpikir konsumerisme sebagai pencitraan diri dan tingkatan dalam status sosial.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Suharsimi Arikonto (1989) memberi batasan subjek penelitian sebagai benda, hal atau orang tempat data untuk variabel penelitian melekat, dan yang

Sebanyak 7 dari 12 karyawan juga merasa training yang disediakan perusahaan seringkali belum up-to-date sehingga tidak cukup untuk membekali karyawan dalam

Parfum Laundry Lubuk Linggau Timur Ii HUB: 081‐3333‐00‐665 ﴾WA,TELP,SMS﴿ Beli di Toko, Agen, Distributor Surga Pewangi Laundry Terdekat/ Dikirim dari Pabrik.. Jual

3HPEHODMDUDQ WXWRULDO \DQJ GLPDNVXG GDODP NHJLDWDQ LQL DGDODK GLPDQD SHPEHODMDUDQ GLODNXNDQ VHFDUD PDQGLUL XQWXN PDWHULPDWHUL \DQJ

Penataan adalah segala upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk mengatur dan menata keberadaan dan pendirian Pasar Tradisional, Pusat perbelanjaan dan

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pembentuk ketahanan sosial ekonomi dalam kehidupan petani tambak di Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Semarang melalui

Setiap program CD yang dilakukan PT Indo Tambangraya Megah memberikan kontribusi nyata dalam pemberdayaan masyarakat untuk mencapai keberlanjutan dan kemandirian,

Peran stakeholder dalam sistem rantai pasok kelapa sawit di Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Barat sangat menentukan volume pasokan, keuntungan, dan nilai tambah yang