• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERHUBUNGAN PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL (P.K.P.S)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERHUBUNGAN PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL (P.K.P.S)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

REPUBLIK INDONESIA

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN

PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL

(P.K.P.S)

(2)

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 20 TAHUN 2009

TANGGAL : 17 FEBRUARI 2009

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN

1. Landasan Hukum

Peraturan ini diumumkan secara resmi di bawah kewenangan Undang-undang No.1/2009 tentang Penerbangan, Bab XIII – Keselamatan Penerbangan, Bagian Keempat – Sistem Manajemen Keselamatan Penyedia Jasa Penerbangan.

2. Ruang Lingkup dan Penerapan a. Ruang lingkup

(1) Peraturan ini menguraikan persyaratan untuk suatu penyedia layanan

Safety Management System (SMS) yang beroperasi sesuai dengan ICAO Annex 6 – Operation of Aircraft, ICAO Annex 11 – Air Traffic Services, dan ICAO Annex 14 – Aerodromes.

(2) Di dalam konteks peraturan ini, istilah “Penyedia Layanan” harus dipahami dengan merujuk pada suatu organisasi yang berkaitan dengan penyediaan layanan penerbangan.

(3) Peraturan ini lebih memperhatikan proses dan aktifitas yang berkaitan dengan keselamatan daripada jabatan keselamatan, perlindungan lingkungan, atau kualitas layanan pelanggan.

(4) Penyedia layanan bertanggung jawab untuk layanan keselamatan atau produk yang disewa atau dibeli dari organisasi lain.

(5) Peraturan ini menetapkan persyaratan minimum yang dapat diterima; penyedia layanan dapat menetapkan persyaratan yang lebih ketat.

b. Penerapan dan penerimaan

Penyedia layanan harus mulai menerapkan Safety Management System

(SMS) yang dapat diterima oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara

pada :

(1) Operator pesawat atau penyedia layanan lainnya : 1 Januari 2009. (2) Operator Bandara Internasional : 1 Januari 2010. (3) Operator Bandara Domestik ; 1 Januari 2011. Mengandung sedikitnya :

(1) mengenali ancaman keselamatan dan penilaian dan mengurangi resiko;

(2) memastikan tindakan perbaikan diperlukan untuk mempertahankan suatu tingkat keselamatan yang dapat diterima dapat dilaksanakan;

(3)

(3) menyediakan pengamatan yang berkelanjutan dan penilaian tingkat keselamatan yang teratur dapat dicapai; dan

(4) suatu tujuan untuk membuat peningkatan tingkat keselamatan secara menyeluruh.

3. Referensi

ICAO Annex 6 – Operation of Aircraft, ICAO Annex 11- Air Traffic Services dan ICAO Annex 14 – Aerodromes, dan The ICAO Safety Management Manual (Doc 9859).

4. Definisi

Untuk tujuan dari Peraturan Menteri ini, istilah :

Acceptable Level of Safety berarti kinerja keselamatan minimum dari

penyedia layanan yang harus dicapai ketika melaksanakan fungsi kegiatan inti , yang dinyatakan dengan angka dari indikator kinerja keselamatan dan target kinerja keselamatan.

Accountability berarti kewajiban atau kemauan untuk bertanggungjawab atas

suatu tindakan seseorang.

Consequence berarti hasil potensial dari suatu ancaman.

Hazard berarti suatu keadaan, obyek atau kegiatan dengan potensi

menyebabkan luka terhadap orang, kerusakan terhadap peralatan atau struktur, kehilangan materi, atau pengurangan kemampuan untuk melaksanakan fungsi yang telah ditetapkan.

Mitigation berarti suatu tindakan terhadap ancaman potensial atau untuk

mengurangi resiko kemungkinan atau keparahan.

Predictive berarti suatu metode yang menangkap kinerja suatu sistem

sebagaimana terjadi dalam operasi normal sebenarnya.

Probability berarti kemungkinan suatu keadaan atau kejadian tidak aman

dapat terjadi.

Reactive berarti adopsi dari suatu pendekatan dimana tindakan pengamanan

adalah suatu tanggapan terhadap suatu kejadian yang telah terjadi, seperti insiden dan kecelakaan.

Risk berarti penilaian, yang dinyatakan dengan istilah kemungkinan yang telah

diperkirakan dan keparahannya , dari akibat ancaman yang diambil sebagai rujukan dari situasi terburuk yang dapat diramalkan.

(4)

Risk Management berarti identifikasi, analisis dan eliminasi, dan atau

pencegahan pada suatu tingkat resiko yang dapat diterima yang mengancam kemampuan dari suatu organisasi.

Safety berarti suatu keadaan dimana resiko luka terhadap orang atau

kerusakan harta benda dikurangi sampai pada, dan dipertahankan di bawah, suatu tingkat yang dapat diterima melalui suatu proses berkelanjutan dari identifikasi ancaman dan manajemen resiko yang berkelanjutan.

Safety Assesment berarti suatu analisis sistematis dari perubahan peralatan

atau prosedur yang diajukan untuk mengenali dan mencegah kelemahan sebelum perubahan tersebut dilaksanakan.

Safety Assurance berarti suatu tindakan yang diambil oleh penyedia layanan

berkaitan dengan pengamatan kinerja keselamatan dan tindakan yang diambil.

Safety Audit berarti tindakan yang dilaksanakan oleh Otoritas Penerbangan

Sipil berkaitan dengan program keselamatan, dan tindakan yang diambil oleh penyedia layanan berkaitan dengan SMS.

Safety Management System berarti suatu pendekatan sistematis untuk

mengelola keselamatan, termasuk struktur organisasi yang diperlukan, kewajiban,kebijakan dan prosedur.

Safety Manager berarti seseorang yang bertanggungjawab memberikan

panduan dan arahan untuk sistem manjemen keselamatan organisasi.

Safety Oversight berarti suatu kegiatan Otoritas Penerbangan Sipil sebagai

bagian dari program keselamatan, dilaksanakan dengan memperhatikan penyedia layanan SMS, untuk mengkonfirmasikan pemenuhan terhadap kebijakan keselamatan perusahaan, tujuan, sasaran, dan standar secara berkelanjutan.

Safety Performance Indicator berarti sasaran yang telah ditentukan oleh

penyedia layanan , berkaitan dengan komponen utama penyedia layanan SMS, dan dinyatakan dalam angka-angka.

Safety Performance Monitoring berarti kegiatan dari penyedia layanan

sebagai bagian dari SMS, untuk mengkonfirmasikan pemenuhan kebijakan keselamatan perusahaan , tujuan , sasaran dan standar secara berkelanjutan.

Safety Performace Target berarti sasaran jangka menengah atau panjang

dari penyedia layanan SMS, yang ditentukan dengan menimbang antara yang diinginkan dan yang tercapai pada setiap individu penyedia layanan, dan dinyatakan dalam angka-angka.

Safety Policy berarti suatu pernyataan yang mencerminkan manajemen

keselamatan organisasi dan menjadi landasan dimana organisasi SMS dibangun. Kebijakan keselamatan menggariskan metode dan proses yang akan digunakan oleh organisasi untuk mencapai hasil yang diinginkan.

(5)

Safety Programme berarti suatu rangkaian peraturan dan kegiatan yang

diarahkan untuk peningkatan keselamatan.

Safety Requirement berarti prosedur operasi,teknologi, sistem dan program

dimana ukuran kehandalan, ketersediaan, kinerja dan atau ketepatan dapat ditetapkan untuk mencapai indikator kinerja dan target kinerja.

Severity berarti akibat yang mungkin akibat dari kejadian atau kondisi tidak

aman , dengan merujuk pada situasi paling buruk yang dapat diramalkan.

Sistem berarti serangkaian proses dan prosedur yang diorganisasikan.

Sistematic berarti bahwa kegiatan manajemen keselamatan akan dilaksanakan sesuai rencana yang telah ditetapkan dan berlaku dengan cara yang konsisten pada keseluruhan organisasi.

5. Umum

Penyedia layanan harus menetapkan ,mempertahankan, dan berpegang pada

Safety Management System (SMS) yang sesuai dengan ukuran, sifat, dan

tingkat kerumitan operasi yang diizinkan untuk dilaksanakan pada Spesifikasi Operasi dan ancaman keselamatan dan resiko yang berkaitan dengan operasi.

6. Kebijakan keselamatan dan Sasaran a. Persyaratan Umum

(1) Penyedia layanan harus menyatakan kebijakan keselamatan organisasi.

(2) Kebijakan keselamatan harus ditandatangani oleh Accountable

Executive perusahaan.

(3) Kebijakan keselamatan harus sesuai dengan persyaratan hukum yang berlaku dan standar internasional, praktek industri terbaik dan mencerminkan komitmen organisasi berkaitan dengan keselamatan. (4) Kebijakan keselamatan harus dikomunikasikan, dengan pengesahan

yang dapat dilaksanakan, terhadap keseluruhan perusahaan.

(5) Kebijakan keselamatan harus memasukan pernyataan secara jelas tentang ketentuan sumber daya manusia dan keuangan yang diperlukan dalam pelaksanaannya.

(6) Kebijakan keselamatan harus, antara lain memasukan sasaran berikut: (a) komitmen untuk melaksanakan suatu SMS;

(b) komitmen untuk peningkatan berkelanjutan dari tingkat keselamatan;

(6)

(c) komitmen untuk manajemen resiko keselamatan;

(d) komitmen untuk mendorong pekerja untuk melaporkan isu keselamatan;

(e) pembentukan standar secara jelas untuk tingkah laku yang dapat diterima;

(f) identifikasi tanggung jawab dari manajemen dan pekerja dalam kaitannya dengan kinerja keselamatan.

(7) Kebijakan keselamatan harus ditinjau ulang secara berkala untuk memastikan bahwa hal tersebut masih relevan dan sesuai dengan organisasi.

(8) Penyedia layanan harus menetapkan sasaran keselamatan untuk

SMS.

(9) Sasaran keselamatan harus dikaitkan pada indikator kinerja keselamatan, target kinerja keselamatan dan persyaratan keselamatan dari penyedia layanan SMS.

b. Struktur Organisasi dan tanggung jawab

(1) Suatu penyedia layanan harus menunjuk seorang Accountable

Executive yang bertanggung jawab dan dapat dimintai tanggung jawab

atas nama penyedia layanan untuk memenuhi persyaratan sesuai peraturan dan harus memberitahu Ditjen Perhubungan Udara tentang nama dari orang tersebut.

(2) Accountable Executive harus seseorang, orang yang dapat dikenali, tanpa memandang fungsi lain, harus memiliki tanggung jawab utama untuk pelaksanaan dan merpertahankan SMS.

(3) Accountable Executive harus memiliki:

(a) kendali penuh atas sumberdaya manusia yang dibutuhkan untuk operasi yang ijinkan pada Sertifikat Operasi ;

(b) kendali penuh atas sumber daya keuangan yang diperlukan untuk operasi yang diijinkan pada sertifikat operasi;

(c) wewenang akhir atas operasi yang dijinkan untuk dilaksanakan pada sertifikat operasi;

(d) bertanggunng jawab langsung atas urusan organisasi; dan (e) bertanggung jawab akhir dari segala urusan keselamatan.

c. Rencana Pelaksanaan SMS

(1) Suatu penyedia layanan harus mengembangkan dan mempertahankan suatu rencana pelaksanaan SMS.

(2) Pelaksanaan SMS harus merupakan ketetapan organisasi yang akan mengadopsi dalam pengelolaan keselamatan dalam suatu cara yang akan memenuhi kebutuhan keselamatan organisasi.

(7)

(3) Rencana pelaksanaan SMS harus memasukan berikut ini; (a) sasaran dan kebijakan keselamatan;

(b) rencana keselamatan; (c) uraian sistem;

(d) analisis kesenjangan; (e) komponen SMS;

(f) tanggungjawab dan peran SMS; (g) kebijakan pelaporan keselamatan; (h) cara pelibatan pekerja;

(i) pelatihan keselamatan; (j) komunikasi keselamatan;

(k) pengukuran kinerja keselamatan;

(l) peninjauan ulang oleh manjemen atas kinerja keselamatan.

(4) Rencana pelaksanaan SMS harus diikuti oleh manajemen senior organisasi.

(5) Penyedia layanan harus, sebagai bagian dari rencana pengembangan

SMS, melengkapi uraian sistem.

(6) Uraian sistem harus memasukkan :

(a) interaksi sistem dengan sistem lain dalam sistem transportasi udara;

(b) fungsi sistem;

(c) pertimbangan kinerja manusia yang dibutuhkan dalam operasi sistem;

(d) komponen perangkat keras dari sistem; (e) komponen perangkat lunak dari sistem;

(f) prosedur yang berkaitan dalam menentukan panduan operasi dan penggunaan sistem;

(g) lingkungan operasi; dan

(h) penyewaan dan pembelian produk dan layanan.

(7) Suatu penyedia layanan harus, sebagai bagian dari pengembangan rencana pelaksanaan, melengkapi analisis kesenjangan, untuk :

(a) Identifikasi pengaturan keselamatan dan struktur yang dapat ada di keseluruhan organisasi;

(b) Menentukan pengaturan keselamatan tambahan yang diperlukan untuk melaksanakan dan mempertahankan SMS organisasi; dan (c) Rencana pelaksanaan SMS harus secara nyata menekankan

koodinasi antara SMS penyedia layanan dan SMS dari organisasi lain yang harus disediakan selama penyediaan layanan.

d. Koordinasi rencana tanggap darurat

Suatu penyedia layanan harus mengembangkan dan mempertahankan, atau mengkoordinasikan, dengan sesuai, suatu rencana tanggap darurat yang harus memastikan :

(8)

(1) Perpindahan secara teratur dan efisien dari operasi normal ke operasi darurat;

(2) Penunjukan otoritas darurat;

(3) Penunjukan penanggungjawab darurat; (4) Payung koordinasi usaha darurat;

(5) Kelanjutan operasi secara aman, atau mengembalikan pada operasi normal secepatnya.

e. Dokumentasi

(1) Penyedia jasa harus membuat dan menyimpan dokumentasi SMS, dalam bentuk kertas atau elektronik, untuk menjelaskan hal-hal berikut: (a) Kebijakan keselamatan;

(b) Tujuan keselamatan;

(c) Persyaratan, prosedur dan proses SMS;

(d) Tanggung jawab dan kewenangan untuk prosedur dan proses; dan (e) Keluaran SMS.

(2) Penyedia jasa harus, sebagai bagian dari dokumentasi SMS, membuat dan menyimpan Safety Management System Manual (SMSM), untuk menyampaikan pendekatan organisasi terhadap keselamatan ke seluruh organisasi.

(3) SMSM harus mendokumentasikan semua aspek dari SMS, dan isinya harus mengikutsertakan hal-hal berikut:

(a) ruang lingkup Safety Management System; (b) kebijakan dan tujuan keselamatan;

(c) tanggung jawab keselamatan; (d) personel kunci keselamatan; (e) prosedur kendali dokumentasi;

(f) identifikasi hazard dan skema manajemen resiko; (g) pengawasan pelaksanaan keselamatan;

(h) tanggap darurat/perencanaan terhadap segala kemungkinan. (i) manajemen perubahan; dan

(j) promosi keselamatan.

7. Manajemen resiko keselamatan a. Umum

(1) Penyedia jasa harus membuat dan menyimpan Safety Data Collection

And Processing Sistem (SDCPS) yang tersedia untuk identifikasi hazard

dan analisis, penilaian dan mitigasi resiko keselamatan.

(2) SDCPS penyedia jasa harus mengikutsertakan metode reaktif, proaktif dan prediktif dari koleksi data keselamatan.

(9)

b. Identifikasi hazard

(1) Penyedia jasa harus membuat suatu cara formal untuk secara efektif mengumpulkan, mencatat, bertindak dan mengambil umpan balik dari

hazard pada operasi, yang mengkombinasikan metode reaktif, proaktif

dan prediktif dari pengumpulan data keselamatan. Cara formal dari pengumpulan data keselamatan harus mengikutsertakan sistem pelaporan wajib, sukarela dan rahasia.

(2) Proses identifikasi hazard harus mengikutsertakan langkah-langkah berikut:

(a) Pelaporan hazard, kejadian atau concern keselamatan; (b) Pengumpulan dan penyimpanan data keselamatan; (c) Analisis data keselamatan; dan

(d) Distribusi informasi keselamatan yang telah disaring dari data keselamatan.

c. Manajemen resiko

(1) Penyedia jasa harus membuat dan memelihara proses manajemen resiko formal yang menjamin analisis, penilaian dan mitigasi resiko dari konsekuensi hazard sampai pada tingkatan yang dapat diterima.

(2) Resiko dari konsekuensi setiap hazard yang diidentifikasi melalui proses identifikasi hazard seperti yang dijelaskan pada bagian 7.2 harus dianalisa berkenaan dengan kemungkinan dan kerumitan suatu kejadian, dan dinilai untuk mengetahui batasannya.

(3) Organisasi harus mendefinisikan tingkatan manajemen dengan kewenangan untuk membuat keputusan batasan resiko keselamatan. (4) Organisasi harus mendefinisikan kendali keselamatan untuk setiap

resiko yang dinilai sebagai berada didalam batasan.

8. Jaminan Keselamatan a. Umum

(1) Penyedia jasa harus membuat dan mempertahankan proses jaminan keselamatan untuk menjamin bahwa kendali resiko keselamatan dikembangkan sebagai konsekuensi dari identifikasi hazard dan aktifitas manajemen resiko berdasarkan paragraf 7 dapat mencapai tujuan yang dimaksud.

(2) Proses jaminan keselamatan harus memberlakukan SMS apakah kegiatan dan/atau operasi dilakukan secara internal atau outsource.

(10)

b. Pengawasan dan pengukuran pelaksanaan keselamatan

(1) Penyedia jasa harus, sebagai bagian dari kegiatan jaminan keselamatan

SMS, membuat dan menyimpan alat-alat yang diperlukan untuk menguji

pelaksanaan keselamatan dari organisasi sebagai perbandingan dengan kebijakan dan tujuan keselamatan yang disetujui, dan untuk memvalidasi keefektifan dari kendali resiko keselamatan yang diimplementasikan. (2) Pengawasan dan pengukuran pelaksanaan keselamatan berarti harus

mengikutsertakan hal-hal berikut: (a) pelaporan keselamatan; (b) audit keselamatan; (c) survei keselamatan; (d) tinjauan keselamatan; (e) pelajaran keselamatan; dan (f) investigasi keselamatan internal.

(3) Prosedur pelaporan keselamatan harus membuat suatu kondisi untuk menjamin pelaporan keselamatan yang efektif, termasuk kondisi berada dibawah perlindungan tindakan disiplin/administratif harus berlaku.

c. Manajemen perubahan

(1) Penyedia jasa harus, sebagai bagian dari kegiatan jaminan keselamatan

SMS, membuat dan menyimpan proses formal untuk manajemen

perubahan.

(2) Proses formal untuk manajemen perubahan harus:

(a) Mengidentifikasi perubahan didalam organisasi yang dapat mempengaruhi proses dan pelayanan yang telah ada;

(b) Menjabarkan rencana untuk menjamin pelaksanaan keselamatan sebelum mengimplementasikan perubahan; dan

(c) Menghilangkan atau memodifikasi kendali resiko keselamatan yang tidak lagi dibutuhkan disebabkan oleh perubahan lingkungan operasional.

d. Pengembangan berkelanjutan dari sistem keselamatan

(1) Penyedia jasa harus, sebagai bagian dari kegiatan jaminan keselamatan

SMS, membuat dan menyimpan proses formal untuk mengidentifikasi

penyebab unjuk kerja yang dibawah standar dari SMS, menentukan implikasi operasinya, dan memperbaiki situasi yang menyebabkan unjuk kerja dibawah standar untuk menjamin pengembangan berkelanjutan dari SMS.

(2) Pengembangan berkelanjutan dari penyedia jasa SMS harus mengikutsertakan:

(a) Evaluasi proaktif dan reaktif dari fasilitas, peralatan, dokumentasi dan prosedur, untuk memeriksa keefektifan strategi untuk kendali resiko keselamatan; dan

(11)

(b) Evaluasi proaktif dari prestasi perseorangan, untuk menguji pemenuhan tanggung jawab keselamatan.

9. Promosi keselamatan a. Umum

Penyedia jasa harus membuat dan menyimpan pelatihan keselamatan formal dan kegiatan komunikasi keselamatan untuk menciptakan lingkungan dimana tujuan keselamatan organisasi dapat dicapai.

b. Pelatihan keselamatan

(1) Penyedia jasa harus, sebagai bagian dari kegiatan promosi keselamatan, membuat dan menyimpan program pelatihan keselamatan yang menjamin bahwa personel telah dilatih dan mempunyai kompetensi untuk melaksanakan tugas-tugas SMS.

(2) Ruang lingkup pelatihan keselamatan harus sesuai dengan keterbatasan perseorangan dalam SMS.

(3) Accountable Executive harus mengikuti pelatihan kewaspadaan keselamatan mengenai:

(a) kebijakan dan tujuan keselamatan; (b) tanggung jawab dan peranan SMS; dan (c) jaminan keselamatan

c. Keselamatan Komunikasi

(1) Suatu penyedia jasa akan, seperti memisahkan akitifitas promosi, mengembangkan dan memelihara alat-alat komunikasi keselamatan, untuk:

(a) memastikan bahwa semua staf sadar akan SMS; (b) konvesi keselamatan informasi kritis;

(c) menjelaskan mengapa tindakan keselamatan tertentu diambil;

(d) menjelaskan mengapa prosedur keselamatan diperkenalkan atau diubah;dan

(e) konvesi informasi keselamatan umum

(2) Alat-alat komunikasi keselamatan yang formal meliputi: (a) kebijakan keselamatan dan prosedur;

(b) surat kabar; dan (c) buletin.

d. Kebijakan Kualitas

Suatu penyedia layanan akan memastikan bahwa kebijakan mutu organisasi adalah konsisten dengan, dan mendukung pemenuhan dari

(12)

e. Implementasi SMS

(1) Suatu penyedia layanan jasa boleh menerapkan SMS oleh suatu pendekatan dibuat bertahap, yang meliputi empat tahap ketika diuraikan dalam sub paragraf (2) melalui / sampai sub paragraf (5) tentang paragraf ini.

(2) Tahap 1 perlu menyediakan suatu rancangan bagaimana kebutuhan

SMS akan dijumpai dan terintegrasi kepada aktifitas pekerjaan

organisasi dan kerangka tanggung jawab untuk implementasi menyangkut SMS:

(a) mengidentifikasi eksekutif yang dapat dipertanggung jawabkan dan tanggung jawab manager keselamatan;

(b) mengidentifikasi orang (atau kelompok perencanaan) di dalam organisasi yang bertanggung jawab untuk menerapkan SMS;

(c) menguraikan sistem (operator udara, jasa penyedia ATC, organisasi pemeliharaan yang disetujui, lapangan terbang operator yang bersertifikat);

(d) melakukan suatu analisis celah menyangkut sumber daya yang meninggalkan pentas organisasi dengan nasional dan kebutuhan internasional untuk penetapan suatu SMS;

(e) mengembangkan suatu rencana implementasi SMS yang menjelaskan bagaimana organisasi akan menerapkan SMS atas dasar kebutuhan nasional dan standar dan rekomendasi praktis, uraian sistem dan hasil dari analisis celah;

(f) mengembangkan dokumentasi yang relevan kepada hasil sasaran dan kebijakan keselamatan; dan

(g) mengembangkan dan menetapkan alat-alat komunikasi keselamatan. (3) Tahap 2 perlu melaksanakan penerapan unsur-unsur menyangkut SMS, rencana implementasi proses reaksi yang mengacu pada manajemen resiko keselamatan:

(a) mengambil resiko manajemen dan identifikasi yang menggunakan proses reaktif;

(b) pelatihan relevan untuk:

i. komponen perencanaan implementasi SMS; dan

ii. manajemen resiko keselamatan (proses reaktif). (c) dokumentasi relevan untuk :

i. komponen perencanaan implementasi SMS; dan ii. manajemen resiko keselamatan (proses reaktif).

(4) Tahap 3 perlu mempraktekkan unsur-unsur rencana implementasi SMS yang mengacu pada resiko keselamatan yang proaktif dan proses yang bersifat prediksi:

(a) Mengambil resiko manajemen dan identifikasi proaktif dan proses bersifat prediksi.

(b) Pelatihan relevan untuk:

i. Komponen perencanaan implementasi SMS; dan

ii Manajemen resiko keselamatan (proses proaktif dan proses bersifat prediksi).

(13)

(c) Dokumentasi relevan untuk:

i. Komponen perencanaan implementasi SMS; dan

ii Manajemen resiko keselamatan (proses proaktif dan proses bersifat prediksi).

(5) Tahap 4 perlu mempraktekkan penerapan jaminan keselamatan operasional:

(a) Pengembangan dari tingkatan penerimaan tentang keselamatan; (b) Pengembangan target dan indikator keselamatan;

(c) SMS yang berkelanjutan;

(d) Pelatihan relevan jaminan operasional keselamatan; dan (e) Dokumentasi relevan jaminan keselamatan operasional.

MENTERI PERHUBUNGAN

ttd

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang memiliki akurasi terbesar ada pada bit rate 32kbit/s dengan threshold 0.999, sedangkan untuk nilai K tidak berpengaruh.. Karena dengan nilai K berbeda

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan

Kepala Dinas Sosial mempunyai tugas memimpin dan melaksanakan tugas membantu Bupati dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah dan tugas

berkelanjutan melalui program yang terarah.  Penyediaan insentif bagi dosen untuk pembuatan proposal penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.  Penyediaan dana

capaian kinerja dan ikhtisar realisasi kinerja SKPD yang diterbitkan pada tahun dimaksud / jumlah jenis laporan capaian kinerja dan ikhtisar x 100 PROGRAM PERENCANA- AN

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan Tahun 2016 merupakan pertanggungjawaban atas kinerja lembaga dalam

Tugas Belajar adalah penugasan yang diberkan oleh pejabat pembina kepegawaian kepada Aparatur Sipil Negara untuk mengikuti atau melanjutkan pendidikan formsl

Secara praktik konsentrasi penitran 20-100 kali lebih kali pekat dari larutan yang di titrasi, Pada metode ini larutan yang dihasilkan harus seencer ungkin namun suatu hal yang