• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Miftahul Janah (2016) hasil penelitian yang berjudul Gambaran Faktor- Faktor Penghambat Kunjungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Miftahul Janah (2016) hasil penelitian yang berjudul Gambaran Faktor- Faktor Penghambat Kunjungan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu

Miftahul Janah (2016) hasil penelitian yang berjudul Gambaran Faktor-Faktor Penghambat Kunjungan Lansia Ke Posyandu Lansia Di unit Kerja Puskesmas Ngajun RW 07 dan RW 08 Dusun Talun Desa Kesamben menyatakan bahwa dari hasil penelitian study kasus dapat disimpulkan terdapat empat tema yang menjadi gambaran faktor-faktor penghambatan kunjungan lansia ke posyandu lansia di wilayah kerja puskesms Ngajun dusun Talun desa Kesamben RW 07 dan RW 08, yaitu : kurangnya pengetahuan dan informasi tentang posyandu lansia, persepsi lansia yang salah tentang posyandu lansia, tidak sempat datang ke posyandu karena kesibukan sehari-hari, kurangnya dukungan keluarga terhadap kunjungan posyandu lansia.

Franciskus Roendang Sitindaon (2009) hasil penelitian yang berjudul Persepsi Lansia Penghuni Panti Wreda “Hanna” Yogyakarta Terhadap Panti Wreda “Hanna” Yogyakarta menyatakan bahwa pada aspek pihak pengelola, relasi lansia dengan perawat, dan relasi sesama lansia adalah positif. Pada aspek fasilitas dan lingkungan fisik panti persepsi lansia yang menjadi subyek penelitian negatif.

Sari Pratiwi Apdianti (2018) hasil penelitian yang berjudul Hubungan Antara Persepsi Lansia Dengan Keaktifan Lansia Datang Ke Posyandu Polindes Larangan Kecamatan Larangan menyatakan bahwa responden yang mempunyai persepsi positif 91 (40.08%) Responden aktif ke posyandu, sedangkan responden yang mempunyai persepsi negatif 136 (59.91%) responden tidak aktif ke posyandu. Berdasarkan hasil uji statistik chi- squere antara persepsi dengan keaktifan lansia datang ke posyandu diperoleh X2 hitung 67.49 dan X2 table 3,841 karen X2 hitung > X2 tabel, maka H1 diterima yang artinya ada ’’Hubungan antara persepsi dengan keaktifan lansia datang ke posyandu di Polindes Larangan Dalam wilayah kerja Puskesmas Larangan Kabupaten Pamekasan’’. Berdasarkan Hasil tabulasi silang dapat disimpulkan bahwa persepsi dapat memberikan pengaruh pada keaktifan lansia datang ke posyandu, karena persepsi yang positif sangat mendukung Lansia dalam mensukseskan posyandu Lansia. Sedangkan persepsi negatif yang tertanam dalam diri lansia akan menyebabkan lansia tidak akan aktif dalam posyandu.

(2)

9

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu oleh Sihmi Mufidatul Wahyuni (2003) yang berjudul “Persepsi Pegawai Rumah Sakit Terhadap Praktikan Profesi Pekerja Sosial (Study di Badan Rumah Sakit Daerah Kabupaten Malang) menyatakan bahwa persepsi dari rumah sakit yag menyatakan bahwa profesi pekerja sosial medis baik berjumlahkan sekitar 56,7%, sedangkan persepsi dari pegawai rumah sakit yang menyataka bahwa profesi pekerja sosia medis kurang baik berjumlhkan 43,3%, serta terdapat pula faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dari pegawai rumah sakit yaitu faktor intern dan faktor ekstern.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu oleh Iwan K. Mbuilima (2019) yang berjudul “Gambaran Persepsi Masyarakat Tentang Manfaat Posyandu Lansia Di Kelurahan Naioni RW 04 Kecamatan Alak Kota Kupang” menyatakan bahwa sebagian bessar masyarakat di Kelurahan Naioni RW 04 Kecamatan Alak Kota Kupang memiliki persepsi yang baik tentang manfaat posyandu lansia di tinjau dari komponen afektif (sikap dan nilai), dan sebagian besar masyarakat di Kelurahan Naioni RW 04 Kecamatan Alak Kota Kupang memiliki persepsi yang cukup tentang manfaat posyandu lansia di tinjau dari komponen kognitif (mental atau otak), serta sebagian besar masyarakat di Kelurahan Naioni RW 04 Kecamatan Alak Kota Kupang memiliki persepsi yang cukup tentang manfaat posyandu lansia di tinjau dari komponen konaktif (perilaku).

2.2 Lansia

2.2.1 Pengertian Lansia

Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004).

(3)

10

Menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4), UU No.13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Penuaan adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari, berjalan secara terus menerus, dan berkesinambungan. Selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan. (Depkes RI, 2001).

2.2.2 Batasan-batasan usia lanjut

Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda. Menurut World Health Organitation (WHO) lansia meliputi :

1) Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun; 2) Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun; 3) Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun; 4) Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun.

Berbeda dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI (2006) pengelompokkan lansia menjadi :

1) Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan kematangan jiwa (usia 55-59 tahun); 2) Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia lanjut dini (usia 60-64 tahun); 3) Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif (usia>65 tahun).

2.2.3 Perubahan yang terjadi pada lanjut usia 2.2.3.1 Perubahan fisik dan fungsi

Perubahan pada sistem fisik dan fungsi umumnya mengalami gangguan atau masalah, di antaranya adalah:

1) Sel; 2) sistem persarafan; 3) sistem pendengaran; 4) sistem penglihatan; 5) sistem kardiovaskular (jantung); 6) sistem pengaturan suhu tubuh; 7) sistem pernapasan; 8) sistem pencernaan; 9) sistem reproduksi; 10) sistem genitourinaria (ginjal); 11) sistem endokrin (kelenjar bantu dalam tubuh yang memproduksi hormon); 12) sistem integumen (kulit); 13) sistem musculoskeletal (tulang).

(4)

11 2.2.3.2 Perubahan mental

1) Dibidang mental atau psikis pada lansia perubahan dapat berupa sikap yang semakin egosentrik, mudah curiga, bertambah pelit atau tamak bila memiliki sesuatu; 2) yang perlu dimengerti adalah sikap umum yang ditemukan pada hampir setiap lanjut usia, yakni keinginan berumur panjang, tenaganya sedapat mungkin dihemat; 3) mengharapkan tetap diberi peranan dalam masyarakat; 4) Ingin mempertahankan hak dan hartanya, serta ingin tetap berwibawa. Perubahan ini juga mencakup pada kenangan (memori) dan juga Intelegentia Quotion (IQ). Kegagalan dalam melakukan penyesuaian diri dapat menyebabkan individu mengalami gangguan mental. Lanjut usia yang tidak bias menerima perubahan akan mengalami kegagalan penyesuaian diri dan akanberdampak pada mentalnya.

2.2.3.3 Perubahan psikososial

Nilai seseorang sering diukur melalui produktivitasnya dan identitasnya dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila mengalami pensiun, seseorang akan mengalami kehilangan. Beberapa perubahan dari psikososial pada lanjut usia (Nugroho, 2014:121), yaitu :

1) Marah adalah rasa tidak senang yang kuat, biasanya karena konflik atau pertentangan; 2) kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan atau ketakutan yang tidak jelas dan hebat; 3) penolakan adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengakui secara sadar tentang pikiran, keinginan, perasaan, atau kebutuhan terhadap kejadian nyata atau sesuatu yang merupakan ancaman; 4) ketergantungan adalah meletakkan kepercayaan kepada orang lain atau benda lain untuk bantuan yang terus-menerus, pententraman hati dan pemenuhan kebutuhan (Nugroho, 2014:27).

2.3 Posyandu Lansia

Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu wilayah tertentu, yang sudah disepakati dan digerakkan oleh masyarakat di mana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. (Kementerian Kesehatan, 2010).

(5)

12

Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Lanjut Usia adalah suatu wadah pelayanan kepada lanjut usia di masyarakat, yang proses pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat bersama lembaga swadaya masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintah dan non-pemerintah, swasta, organisasi sosial dan lain-lain, dengan menitik beratkan pelayanan kesehatan pada upaya promotif dan preventif. Disamping pelayanan kesehatan, posyandu lansia juga dapat diberikan pelayanan sosial, agama, pendidikan, ketrampilan, olah raga dan seni budaya serta pelayanan lain yang dibutuhkan lansia dalam rangka meningkatkan kualitas hidup melalui peningkatan kesehatan dan kesejahteraan mereka. Selain itu mereka dapat beraktifitas dan mengembangkan potensi diri. (KomNas Lansia, 2010:5). Posyandu lansia merupakan wahana pelayanan bagi kaum usia lanjut, yang dilakukan dari, oleh, dan untuk kaum usia lanjut yang menitikberatkan pada pelayanan promotif dan preventif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. (Notoatmodjo, 2007:290).

2.3.1 Tujuan posyandu lansia 2.3.1.1 Tujuan umum

1. Meningkatkan derajat kesehatan dan mutu pelayanan kesehatan usia lanjut dimasyarakat, untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna bagi keluarga.

2. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pelayanan kesehatan disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat usia lanjut.

2.3.1.2 Tujuan khusus

1. Meningkatkan kesadaran pada lansia. 2. Membina kesehatan dirinya sendiri. 3. Meningkatkan mutu kesehatan lansia.

(6)

13 2.3.2 Manfaat posyandu lansia

Manfaat posyandu lansia menurut Depkes RI (2006), adalah: 1. Kesehatan fisik usia lanjut dapat dipertahankan tetap bugar. 2. Kesehatan rekreasi tetap terpelihara.

3. Dapat menyalurkan minat dan bakat untuk mengisi waktu luang.

4. Pengetahuan lansia menjadi meningkat, yang menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat mendorong minat lansia sehingga lebih percaya diri dihari tuanya. 2.3.3 Sasaran posyandu lansia

1. Sasaran langsung yang meliputi Pra-lanjut usia (45-59 tahun), usia lanjut (60-69 tahun), usia lanjut resiko tinggi (>70 atau usia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan).

2. Sasaran tidak langsung yang meliputi Keluarga di mana usia lanjut berada, masyarakat di lingkungan usia lanjut berada, organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan usia lanjut, masyarakat luas. (Notoatmodjo, 2007:288).

2.3.4 Penyelenggaraan Posyandu Lansia

Pelayanan yang diselenggarakan dalam posyandu lansia tergantung pada mekanisme dan kebijakan pelayanan kesehatan suatu wilayah kabupaten maupun kota penyelenggara. Ada yang menyelanggarakan posyandu lansia sistem 5 (lima) meja seperti posyandu balita, ada yang menggunakan sistem pelayanan 7 (tujuh) meja, ada juga hanya menggunakan sistem pelayanan 3 (tiga) meja. (Ismawadi, 2010:50).

2.3.4.1 Sistem 7(tujuh) meja : 1. Meja 1 : Pendaftaran

2. Meja 2 : Pemeriksaan kesehatan

3. Meja 3 : Pengukuran tekanan darah, tinggi badan dan berat badan, serta dicatat di KMS

4. Meja 4 : Penyuluhan 5. Meja 5 : Pengobatan 6. Meja 6 : Pemeriksaan gigi

(7)

14 7. Meja 7 : PMT (pemberian makanan tambahan). 2.2.4.2 Sistem 5 (lima) meja :

1. Meja 1 : Pendaftaran

2. Meja 2 : Pengukuran dan penimbangan berat badan

3. Meja 3 :Pencatatan tentang tinggi badan dan berat badan, indeks massa tubuh (IMT), dan mengisi KMS.

4. Meja 4 : Penyuluhan, konseling dan pelayanan pojok gizi, serta pemberian PMT 5.Meja 5 : Pemeriksaan kesehatan dan pengobatan, mengisi data hasil pemeriksaan kesehatan pada KMS. Dan diharapkan setiap kunjungan para lansia dianjurkan untuk selalumembawa KMS lansia guna memantau status kesehatannya.

2.3.4.3 Sistem 3 (tiga) meja :

1. Meja 1 : Pendaftaran lansia, pengukuran dan penimbangan berat badan dan atau tinggi badan.

2. Meja 2 : Melakukan pencatatan berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh (IMT). Pelayanan kesehatan seperti pengobatan sederhana dan rujukan kasus juga dilakukan di meja 2 ini.

3. Meja 3 : Melakukan kegiatan penyuluhan atau konseling, disini juga bisa dilakukan pelayanan pojok gizi.

2.3.5 Kegiatan pada posyandu lansia

Menurut Komnas (2010), Kegiatan posyandu lansia ini mecakup upaya-upaya perbaikan dan peningkatan kesehatan masyarakat, seperti:

1. Promotif yaitu upaya peningkatan kesehatan, misalnya penyuluhan perilaku hidup sehat, gizi usia lanjut dalam upaya meningkatkan kesegaran jasmani. 2. Preventif yaitu upaya pencegahan penyakit, mendeteksi dini adanya penyakit dengan menggunakan KMS lansia.

3. Kuratif yaitu upaya mengobati penyakit yang sedang diderita lansia.

(8)

15

5. Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter/ spigmomanometer dan stetoskop serta penghitungan denyut nadi selama satu menit.

6. Pemeriksaan kadar gula darah dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit diabetes.

7. Penyuluhan bisa dilakukan di dalam maupun diluar kelompok dalam rangka kunjungan rumah atau konseling kesehatan dan gizi sesuai dengan masalah kesehatan yang dihadapi oleh individu dan atau kelompok lansia.

2.3.6 Pemanfaatan posyandu

Pemanfaatan posyandu merupakan suatu proses pengambilan keputusan yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pengetahuan, kesadaran akan kesehatan, dan nilai-nilai sosial budaya, pola relasi gender yang ada di masyarakat akan mempengaruhi pola hidup dalam masyarakat itu sediri (Kemenkes, 2010).

Pelayanan kesehatan adalah sebuah sistem palayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah untuk memberikan pelayanan preventif (pencegahan), dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran utamanya adalah masyarakat (Notoatmodjo, 2012).

2.3.7 Indikator pemanfaatan posyandu

Sesorang dikatakan memanfaatkan posyandu apabila ia dapat memberikan konstribusi besar dalam upaya menurunkan masalah kesehatan yaitu dengan mengunjungi posyandu lansia secara rutin dalam 3 bulan terakhir tanpa mengganggu aktivitas sehari-hari. Semakin rendah angka kesakitan, menunjukkan derajat kesehatan penduduk yang semakin baik. Sebaliknya, semakin tinggi angka kesakitan, menunjukkan derajat kesehatan penduduk semakin buruk (Kemenkes, 2010).

2.3.8 Faktor yang Mempengaruhi Kunjungan Posyandu Lansia

Menurut Kusuma Ningrum (2014) mengemukakan dalam penelitianya yang berjudul Faktor internal yang mempengaruhi kunjungan lansia ke posyandu adalah sebagai berikut :

(9)

16 1. Umur

Dikatakan faktor usia mempengaruhi lansia karena semua fungsi ingatan, penglihatan, pendengaran, daya konsentrasi dan kemampuan fisik secara umum mulai menurun sehingga memerlukan orang lain untuk memenuhi keperluanya dalam mempertahankan kunjungan ke posyandu lansia.

2.Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional dan juga dalam motivasi kerjanya akan berpotensi dari pada mereka yang berpendidikan lebih rendah atau sedang. Maka visi pendidikan adalah mencerdaskan manusia. Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami tentang posyandu lansia.

3. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek. Pengetahuan merupakan suatu domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang, pengetahuan tersebut bisa didapat dari pengalaman sendiri ataupun dari pengalaman orang lain (Notoadmdjo, 2012).

4. Jarak rumah

Konsep jarak tempat tinggal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam melakukan suatu kegiatan. Semakin jauh jarak antara tempat tinggal dengan tempat kegiatan semakin menurunkan motivasi seseorang dalam melakukan aktivitas. Sebaliknya semakin dekat jarak tempat tinggal dengan tempat kegiatan dapat meningkatkan usaha. Pengaruh jarak tempat tinggal dengan tempat kegiatan tidak terlepas dari adanya besarnya biaya yang digunakan dan waktu yang lama. Kaitannya dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan masih rendah, sehingga jarak antara rumah tinggal dan tempat pelayanan kesehatan mempengaruhi perilaku mereka (Azwar,2010).

5. Dukungan keluarga

Sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan. Sifat dan jenis dukungan social berbeda-beda dalam berbagai tahapan siklus kehidupan. Dukungan

(10)

17

keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal sebagai akibatnya. Hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 2010).

6. Peran kader posyandu

Seorang tenaga sukarela yang direkrut dari, oleh dan untuk masyarakat yang bertugas membantu kelancaran pelayanan rutin di posyandu. Sehingga seorang kader posyandu harus mau bekerja secara sukarela dan ikhlas, mau dan sanggup melaksanakan kegiatan posyandu, serta mau dan sanggup menggerakkan masyarakat untuk melaksanakan dan mengikuti kegiatan posyandu (Ismawati,.et al, 2010).

2.4 Persepsi

2.4.1 Pengertian persepsi

Persepsi menurut kamus besar bahasa Indonesia yaitu tanggapan ( penerimaan ) langsung dari sesuatu, serapan, dan proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancainderanya.

Adapun menurut Boyd, Walker dan Larreche dalam Fadila dan Lestari (2013:45), persepsi adalah proses dengan apa seseorang memilih, mengatur dan menginterprestasikan informasi.

Menurut Sondang P. Siagian (2004:98-99 “Persepsi adalah apa yang ingin dilihat seseorang yang belum tentu sesuai dengan fakta yang sebenarnya, yang menyebabkan dua orang yang melihat atau mengalami hal yang sama memberikan interpretasi yang berbeda tentang apa yang dilihat atau dialaminya.

Menurut Bimo Walgitu (2004:87-88), “Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris. Namun proses itu tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Oleh karena itu proses persepsi tidak dapat lepas dari proses penginderaan, dan proses penginderaan merupakan proses pendahulu dari proses persepsi.

(11)

18

Robbins (2003:126) mendeskripsikan persepsi dalam kaitannya dengan lingkungan, yaitu sebagai proses dimana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka.

Menurut Stephen P. Robbins (2003: 124-130), indikator-indikator persepsi ada dua macam, yaitu :

1. Penerimaan.

Proses penerimaan merupakan indikator terjadinya persepsi dalam tahap fisiologis, yaitu berfungsinya indera untuk menangkap rangsang dari luar.

2. Evaluasi

Rangsang-rangsangan dari luar yang telah ditangkap indera, kemudian dievaluasi oleh individu. Evaluasi ini sangat subjektif. Individu yang satu menilai suatu rangsangan sebagai sesuatu yang sulit dan membosankan. Tetapi individu yang lain menilai rangsang yang sama tersebut sebagai sesuatu yang bagus dan menyenangkan.

2.4.2 Proses Terjadinya Persepsi

Menurut Bimo Walgitu (2004:71), Proses terjadinya persepsi yaitu objek menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor. Proses stimulus mengenai alat indera merupakan proses kealaman atau proses fisik. Stimulus yang diterima oleh alat indera diteruskan oleh saraf sensoris ke otak. Proses ini yang disebut sebagai proses fisiologis. Kemudian terjadilah proses di otak sebagai pusat kesadaran sehingga individu menyadari apa yang dilihat atau apa yang didengar atau apa yang diraba. Proses yang terjadi dalam otak atau dalam pusat kesadaran inilah yang disebut sebagai proses psikologis. Dua orang yang melihat hal dan kejadian yang sama di waktu yang sama mungkin mempunyai interpretasi yang berbeda. Hal ini berdasarkan atas persepsi mereka yang dipengaruhi oleh beberapa hal yang menyangkut kondisi dari diri mereka sendiri, hal yang dilihat atau dialaminya serta kondisi lingkungan sekitarnya.

(12)

19 2.4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

Menurut Sobur dalam Franciskus Roendang Sitindaon (2009), factor yang mempengaruhi persepsi terbagi dua, yaitu factor intern dan factor ekstern.

2.4.3.1 Faktor intern/dari individu 1. Kepribadian

Faktor kepribadian dapat mempengaruhi persepsi individu. Individu yang memiliki ciri-ciri kepribadian introvert mungkin akan tertarik kepada individu yang memiliki ciri-ciri kepribadian yang sama atau berbeda. 2. Kebudayaan

Suatu benda atau objek akan dipersepsi secara berbeda oleh individu berdasarkan kebudayaan yang dianut dan dipraktekkan oleh individu itu sendiri. Oleh karena itu, seringkali terjadi bahwa ha yang dilihat sebagai sesuatu yang biasa oleh satu individu dianggap asing oleh individu yang lain. 3. Motivasi

Persepsi ditimbulkan jika individu memiliki keinginan terhadap objek atau benda yang ingin dipersepsinya. Orang dengan kebutuhan hubungan interpersonal yang sangat tinggi lebih memperhatikan tingkah laku rekan kerja terhadap dirinya dibandingkan orangg yang kebutuhan interpersonalnya rendah (Guirdham dalam Subor, 2003).

4. Minat/hal yang menarik

Persepsi lebih cepat dilakukan jika objek atau benda yang dipersepsi memberikan daya tarik yang besar bagi individu. Semakin besar suatu benda atau objek memberikan daya tarik semakin besar kemungkinan individu melakukan persepsi.

5. Kebutuhan/need

Persepsi terhadap objek atau benda lebih mungkin terjadi jika objek atau benda yang dipersepsi sesuai dengan kebutuhan individu akan sesuatu hal.

(13)

20 6. Pengalaman

Pengalaman individu terhadap suatu benda atau peristiwa berpengaruh terhadap begaimana individu melihat benda atau peristiwa. Individu yang berpengalaman dengan benda atau objek yang sering dialaminya tidak aan merasa asing, sedangkan indiidu yang jarang atau tidak pernah memilii pengalaman terhadap suatu benda atau objek akan merasa asing.

2.4.3.2 Faktor ektern/diluar individu 1. Kejelasan objek

Objek atau benda yang besifat abstrak akan lebih mengalami kesulitan untuk dipersepsi dibandingkan dengan objek bersifat objektif atau nyata.

2. Objek baru yang lebih menarik

Individu akan lebih melakukan persepsi terhadap objek atau benda yang baru dan menarik dibandingkan dengan objek lama yang telah sering dialami.

3. Percepatan dari objek

Gerakan yang cepat lebih efektif Dallam menimbulkan stimulus pada seseorang untuk melakukan persepsi dibandingkan gerakan yang lambat.

4. Intensitas

Stimulus harus kuatt agar dapat dipesepsi oleh individu sehingga kekuatan stimulus akan turut menentukan disadari atau tidaknya stimulus itu. Kuatnya stimulus akan lebih mudh direspondaripada stimulus yang lemah.

5. Ulangan

Objek atau benda yang ditampilkan secara berulang lebih memungkinkan menarik perhatian individu. Ulangan yang dilakukan terhadap objek atau benda mengakibatkan individu akan mengingat dan akan lebih sering memperhatikan dibandingkan objek atau benda yang frekuensi penampilannya kecil.

(14)

21 6. Keakraban

Benda atau objek yang dikenal oleh individu lebih menarik perhatian. 7. Ukuran

Pada umumnya stimulus yang besar lebih menguntungkan dalam menarik perhatian bila dibandingkan dengan ukuran yang kecil.

8. Kontras

Objek atau benda yang memiliki sifat atau ciri-ciri yang berbeda dari objek atau benda yang biasa dilihat oleh individu akkan lebih menarik perhatian. Hal ini dikarenakan perbedaan yang menonjol diantara objek atau benda yang hadir.

2.4.4 Persepsi Positif dan Negatif

Menurut Robbins (2002: 14) bahwa persepsi positif merupakan penilaian individu terhadap suatu objek atau informasi dengan pandangan yang positif atau sesuai dengan yang diharapkan dari objek yang dipersepsikan atau dari aturan yang ada. Sedangkan, persepsi negatif merupakan persepsi individu terhadap objek atau informasi tertentu dengan pandangan yang negatif, berlawanan dengan yang diharapkan dari objek yang dipersepsikan atau dari aturan yang ada. Penyebab munculnya persepsi negatif seseorang dapat muncul karena adanya ketidakpuasan individu terhadap objek yang menjadi sumber persepsinya, adanya ketidaktahuan individu serta tidak adanya pengalaman inidvidu terhadap objek yang dipersepsikan dan sebaliknya, penyebab munculnya persepsi positif seseorang karena adanya kepuasan individu terhadap objek yang menjadi sumber persepsinya, adanya pengetahuan individu, serta adanya pengalaman individu terhadap objek yang dipersepsikan.

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis tindakan dari penelitian ini yaitu jika diterapkan model pembelajaran bermain peran (role playing), maka dapat meningkatkan keterampilan berbicara dalam

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan metode De Novo Programming untuk menentukan jumlah Paving cetak yang harus

Mengevaluasi dan menilai secara periodik hasil – hasil pelaksanaan urusan Dinas Kesehatan yang menjadi tugas pokok dan fungsi puskesmas

Dengan demikian, masih dianggap perlu untuk melakukan penelitian menurut pandangan hukum Islam mengenai praktik kerja sama pertanian di Kecamatan Obi, maka akan

Dalam konteks yang lebih luas, teknologi informasi merangkumi semua aspek yang berhubungan dengan mesin (komputer dan telekomunikasi) dan teknik yang digunakan

Turbin yang bergerak karena uap dipergunakan baling baling kapal dan sisa amoniak yang dari turbin menggunakan air dingin dari kedalaman laut yang suhunya C,

H 1e : Ukuran perusahaan memiliki hubungan positif terhadap book tax gap di Indonesia Penelitian ini dilakukan berdasarkan pendapat dalam literatur analisis keuangan yang

Kebutuhan cairan ini tergantung pada umur, jenis kelamin, aktivitas, suhu lingkungan, ukuran tubuh (BB dan TB), serta kondisi kesehatan. Apabila kebutuhan cairan