• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

7 1. Pengertian

Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja terjadi berulang-ulang untuk menyerang seorang target atau korban yang lemah, mudah dihina dan tidak bisa membela diri sendiri (SEJIWA, 2008). Bullying juga didefinisikan sebagai kekerasan fisik dan psikologis jangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok, terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan dirinya dalam situasi di mana ada hasrat untuk melukai atau menakuti orang itu atau membuat dia tertekan (Wicaksana, 2008).

Menurut Black dan Jackson (2007, dalam Margaretha 2010) Bullying merupakan perilaku agresif tipe proaktif yang didalamnya terdapat aspek kesengajaan untuk mendominasi, menyakiti, atau menyingkirkan, adanya ketidakseimbangan kekuatan baik secara fisik, usia, kemampuan kognitif, keterampilan, maupun status sosial, serta dilakukan secara berulang-ulang oleh satu atau beberapa anak terhadap anak lain.

Sementara itu Elliot (2005) mendefinisikan bullying sebagai tindakan yang dilakukan seseorang secara sengaja membuat orang lain takut atau terancam. Bullying menyebabkan korban merasa takut, terancam atau setidak - tidaknya tidak bahagia.

Olweus mendefenisikan bullying adalah perilaku negatif seseorang atau lebih kepada korban bullying yang dilakukan secara berulang-ulang dan terjadi dari waktu ke waktu. Selain itu bullying juga melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang, sehingga korbannya berada dalam keadaan tidak mampu mempertahankan diri secara efektif untuk melawan tindakan negatif yang diterima korban (Krahe, 2005).

Menurut uraian dari berbagai ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa bullying adalah penggunaan agresi dengan tujuan untuk menyakiti orang

(2)

lain baik secara fisik maupun secara mental serta dilakukan secara berulang. Perilaku bullying dapat berupa tindakan fisik, verbal, serta emosional/psikologis. Dalam hal ini korban bullying tidak mampu membela atau mempertahankan dirinya sendiri karena lemah secara fisik atau mental.

2. Penyebab Terjadinya Bullying

Menurut Ariesto (2009, dalam Mudjijanti 2011) dan Kholilah (2012), penyebab terjadinya bullying antara lain :

a) Keluarga

Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah : orang tua yang sering menghukum anaknya secara berlebihan, atau situasi rumah yang penuh stress, agresi, dan permusuhan. Anak akan mempelajari perilaku bullying ketika mengamati konflik-konflik yang terjadi pada orang tua mereka, dan kemudian menirunya terhadap teman-temannya. Jika tidak ada konsekuensi yang tegas dari lingkungan terhadap perilaku coba-cobanya itu, ia akan belajar bahwa “mereka yang memiliki kekuatan diperbolehkan untuk berperilaku agresif, dan perilaku agresif itu dapat meningkatkan status dan kekuasaan seseorang”. Dari sini anak mengembangkan perilaku bullying.

b) Sekolah

Karena pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini, anak-anak sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi terhadap anak lain. Bullying berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah sering memberikan masukan negatif pada siswanya, misalnya berupa hukuman yang tidak membangun sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota sekolah.

(3)

c) Faktor Kelompok Sebaya

Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman di sekitar rumah, kadang kala terdorong untuk melakukan bullying. Beberapa anak melakukan bullying dalam usaha untuk membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut.

Bullying termasuk tindakan yang disengaja oleh pelaku pada korbannya, yang dimaksudkan untuk menggangu seorang yang lebih lemah. Faktor individu dimana kurangnya pengetahuan menjadi salah satu penyebab timbulnya perilaku bullying, Semakin baik tingkat pengetahuan remaja tentang bullying maka akan dapat meminimalkan atau menghilangkan perilaku bullying.

3. Karakteristik Bullying

Menurut Ribgy (2002, dalam Astuti 2008) tindakan bullying mempunyai tiga karakteristik terintegrasi, yaitu:

a. Adanya perilaku agresi yang menyenangkan pelaku untuk menyakiti korban.

Bullying adalah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan kedalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang (Astuti, 2008).

b. Tindakan dilakukan secara tidak seimbang sehingga korban merasa tertekan.

Bullying juga melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang, sehingga korbannya berada dalam keadaan tidak mampu mempertahankan diri secara efektif untuk melawan tindakan negatif yang diterima korban (Krahe, 2005).

(4)

Bullying merupakan perilaku agresif tipe proaktif yang didalamnya terdapat aspek kesengajaan untuk mendominasi, menyakiti, atau menyingkirkan, adanya ketidakseimbangan kekuatan baik secara fisik, usia, kemampuan kognitif, keterampilan, maupun status sosial, serta dilakukan secara berulang-ulang oleh satu atau beberapa anak terhadap anak lain (Black dan Jackson 2007, dalam Margaretha 2010).

Ciri pelaku bullying antara lain (Astuti, 2008) :

a. Hidup berkelompok dan menguasai kehidupan sosial siswa disekolah

b. Menempatkan diri ditempat tertentu di sekolah / sekitarnya c. Merupakan tokoh populer di sekolah

d. Gerak - geriknya seringkali dapat ditandai : sering berjalan didepan, sengaja menabrak, berkata kasar, menyepelekan / melecehkan.

Pelaku bullying dapat diartikan sesuai dengan pengertian bullying yaitu bahwa pelaku memiliki kekuasaan yang lebih tinggi sehingga pelaku dapat mengatur orang lain yang dianggap lebih rendah. Korban yang sudah merasa menjadi bagian dari kelompok dan ketidakseimbangan pengaruh atau kekuatan lain akan mempengaruhi intensitas perilaku bullying ini. Semakin subjek yang menjadi korban tidak bisa menghindar atau melawan, semakin sering perilaku bullying terjadi. Selain itu, perilaku bullying dapat juga dilakukan oleh teman sekelas baik yang dilakukan perseorangan maupun oleh kelompok (Wiyani, 2012).

Ciri korban bullying antara lain (Susanto, 2010) :

a. Secara akademis, korban terlihat lebih tidak cerdas dari orang yang tidak menjadi korban atau sebaliknya.

b. Secara sosial, korban terlihat lebih memiliki hubungan yang erat dengan orang tua mereka.

(5)

c. Secara mental atau perasaan, korban melihat diri mereka sendiri sebagai orang yang bodoh dan tidak berharga. Kepercayaan diri mereka rendah, dan tingkat kecemasan sosial mereka tinggi. d. Secara fisik, korban adalah orang yang lemah, korban laki-laki

lebih sering mendapat siksaan secara langsung, misalnya bullying fisik. Dibandingkan korban laki-laki, korban perempuan lebih sering mendapat siksaan secara tidak langsung misalnya melalui kata-kata atau bullying verbal.

e. Secara antar perorangan, walaupun korban sangat menginginkan penerimaan secara sosial, mereka jarang sekali untuk memulai kegiatan-kegiatan yang menjurus ke arah sosial. Anak korban bullying kurang diperhatikan oleh pembina, karena korban tidak bersikap aktif dalam sebuah aktifitas.

4. Jenis – jenis Bullying

Ada beberapa jenis bullying menurut SEJIWA (2008) : a. Bullying fisik

Jenis bullying yang terlihat oleh mata, siapapun dapat melihatnya karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku bullying dan korbannya. Contoh - contoh bullying fisik antara lain : memukul, menarik baju, menjewer, menjambak, menendang, menyenggol dengan bahu, menghukum dengan membersihkan WC, menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi, memalak, melempar dengan barang, menghukum dengan berlari lapangan, menghukum dengan cara push up.

b. Bullying verbal

Jenis bullying yang juga bisa terdeteksi karena bisa terungkap indra pendengaran kita. Contoh - contoh bullying verbal antara lain : membentak, meledek, mencela, memaki - maki, menghina, menjuluki, meneriaki, mempermalukan didepan umum, menyoraki, menebar gosip, memfitnah.

(6)

c. Bullying mental atau psikologis

Jenis bullying yang paling berbahaya karena tidak tertangkap oleh mata atau telinga kita apabila tidak cukup awas mendeteksinya. Praktik bullying ini terjadi diam - diam dan diluar jangkauan pemantauan kita. Contoh - contohnya: mencibir, mengucilkan, memandang sinis, memelototi, memandang penuh ancaman, mempermalukan di depan umum, mendiamkan, meneror lewat pesan pendek, telepon genggem atau email, memandang yang merendahkan.

Menurut Bauman (2008), tipe-tipe bullying adalah sebagai berikut : a. Overt bullying, meliputi bullying secara fisik dan secara verbal,

misalnya dengan mendorong hingga jatuh, memukul, mendorong dengan kasar, memberi julukan nama, mengancam dan mengejek dengan tujuan untuk menyakiti.

b. Indirect bullying meliputi agresi relasional, dimana bahaya yang ditimbulkan oleh pelaku bullying dengan cara menghancurkan hubungan - hubungan yang dimiliki oleh korban, termasuk upaya pengucilan, menyebarkan gosip, dan meminta pujian atau suatu tindakan tertentu dari kompensasi persahabatan. Bullying dengan cara tidak langsung sering dianggap tidak terlalu berbahaya jika dibandingkan dengan bullying secara fisik, dimaknakan sebagai cara bergurau antar teman saja. Padahal relational bullying lebih kuat terkait dengan distress emosional daripada bullying secara fisik. Bullying secara fisik akan semakin berkurang ketika siswa menjadi lebih dewasa tetapi bullying yang sifatnya merusak hubungan akan terus terjadi hingga usia dewasa.

c. Cyberbullying, seiring dengan perkembangan di bidang teknologi, siswa memiliki media baru untuk melakukan bullying, yaitu melalui sms, telepon maupun internet. Cyberbullying melibatkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, seperti e-mail, telepon seluler dan peger, sms, website pribadi yang

(7)

menghancurkan reputasi seseorang, survei di website pribadi yang merusak reputasi orang lain, yang dimaksudkan adalah untuk mendukung perilaku menyerang seseorang atau sekelompok orang, yang ditujukan untuk menyakiti orang lain, secara berulang - ulang kali.

5. Proses Adopsi Perilaku Bullying Pada Remaja

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (ovent behaviour). Pengetahuan yang tercakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat. Salah satu dari ke enam domain tersebut adalah tahu (know). Proses perilaku dalam tahapan tahu (know) menurut Rogers (1974) yang dikutip dalam Notoatmodjo (2007), menyimpulkan bahwa pengadopsian perilaku baru didalam diri seseorang terjadi proses yang berurutan yakni :

1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut manyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

2. Interest, yakni seseorang mulai tertarik kepada stimulus.

3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya), hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5. Adaption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

6. Penelitian Terkait Perilaku Bullying

Berdasarkan penelitian Djati 2008 tentang “Hubungan antara Bullying dengan Depresi pada Pelajar SMA” diperoleh hasil bahwa ada hubungan positif sangat signifikan antara bullying dengan depresi pada siswa SMAN 5 Semarang. Semakin tinggi bullying pada siswa maka semakin tinggi pula depresi pada siswa, dan sebaliknya semakin rendah bullying pada siswa maka semakin rendah pula depresi pada siswa.

(8)

Berdasarkan riset yang dilakukan Staf Pengajar Fakultas Psikologi Universitas Muria Kudus (2009) diketahui dari 180 orang remaja di Kabupaten Kudus 94 % menyatakan pernah melakukan tindakan tidak menyenangkan terhadap orang lain. Tindakan tidak menyenangkan yang paling sering dilakukan adalah mengejek dan memberi julukan. Sasaran atau kepada siapa tindakan tidak menyenangkan tersebut dilakukan adalah 50 % kepada teman sekelas, 16 % adik kelas, 14 % kepada anak dari sekolah lain, 7 % kepada kakak kelas, 5 % kepada guru dan 8 % lain-lain (Mahardayani & Ahyani, 2009).

Penelitian Aznan Adviis Ardiyansyah dan Uly Gusniarti (2009) dengan judul “Faktor – faktor yang mempengaruhi bullying pada remaja” hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh besar terhadap terjadinya bullying adalah sebagai berikut: faktor pergaulan sosial tema yang muncul adalah kesetiakawanan dan dukungan teman-teman serta individu yang memiliki otoritas; faktor keluarga tema yang muncul adalah tanggapan orang tua yang menilai bullying sesuatu yang wajar dan biasa dilakukan oleh remaja dan salah satu anggota keluarganya ada yang menjadi pelaku bullying; faktor keinginan atau niat tema yang muncul adalah ingin mengganggu teman; faktor kebutuhan dan tema yang muncul adalah kebutuhan untuk mendapatkan kekuasaan (need for power), kebutuhan untuk menunjukan dominasi (need for dominance) dan kebutuhan untuk menyerang (need for aggression). Namun setiap faktor-faktor di atas memiliki hubungan satu dengan yang lainnya, yang apabila tidak terpenuhi beberapa faktor maka bullying tersebut memiliki kecenderungan tidak akan terjadi akan tetapi sebaliknya jika terpenuhi maka ada kecenderungan bullying akan terjadi.

Penelitian yang dilakukan oleh SEJIWA (2008) tentang kekerasan bullying di tiga kota besar di Indonesia, yaitu Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta mencatat terjadinya tingkat kekerasan sebesar 67,9% di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 66,1% di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kekerasan yang dilakukan sesama siswa tercatat sebesar

(9)

41,2% untuk tingkat SMP dan 43,7% untuk tingkat SMA dengan kategori tertinggi kekerasan psikologis berupa pengucilan. Peringkat kedua ditempati kekerasan verbal (mengejek) dan kekerasan fisik (memukul). Gambaran kekerasan di SMP di tiga kota besar yaitu Yogya: 77,5% (mengakui ada kekerasan) dan 22,5% (mengakui tidak ada kekerasan); Surabaya: 59,8% (ada kekerasan); Jakarta:61,1% (ada kekerasan) (Wiyani, 2012).

B. Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Bullying

Bullying termasuk tindakan yang disengaja oleh pelaku pada korbannya, yang dimaksudkan untuk menggangu seorang yang lebih lemah. Faktor individu dimana kurangnya pengetahuan menjadi salah satu penyebab timbulnya perilaku bullying, Semakin baik tingkat pengetahuan remaja tentang bullying maka akan dapat meminimalkan atau menghilangkan perilaku bullying (Kholilah, 2012).

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

a. Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif 1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa

(10)

yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2) Memahami (chomprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tesebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyimpulkan, meramalkan, menyebutkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi sebenarnya. Aplikasi ini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek kedalam komponen - komponen tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5) Sintesis (synthesis)

Sintesis yang dimaksud menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian - bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi objek. Penilaian -penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria - kriteri yang telah ada (Wawan & Dewi, 2010).

(11)

b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan adalah : 1) Faktor Internal

a) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah cita - cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal - hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Dikutip dari Notoatmodjo (2003), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan. Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.

b) Pekerjaan

Menurut Thomas (1993 dalam Wawan, A & Dewi (2010), pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga. c) Umur

Menurut Elisabeth BH (1995 dalam Wawan, A & Dewi (2010), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Hurclok (2004), semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari

(12)

segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai dari pengalaman dan kematangan jiwa.

2) Faktor Eksternal

a) Faktor Lingkungan

Menurut Ann. Mariner (1989 dalam Wawan, A & Dewi (2010), lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

b) Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi (Wawan, A & Dewi, 2010).

2. Remaja a. Pengertian

Remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa, yang usianya dimulai dari usia 11 tahun sampai dengan 21 tahun, dimana remaja mengalami perubahan fisik, kematangan organ seksual, kognisi, kepribadian, bersosialisasi, mulai mencari identitas dirinya dengan berbagai cara dan pengalaman yang mereka pilih (Laila, 2008). Istilah adolescence mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Pandangan ini diungkapkan oleh Piaget, “Secara psikologis, masa remaja adalah usia saat anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang – orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang -kurangnya dalam masalah hak (Al-Migwar, 2006).

b. Perkembangan Remaja

Ciri - ciri remaja menurut perkembangannya dibagi menjadi 3 tahap (Bahiyatun,2010) :

(13)

a) Lebih dekat dengan teman sebaya b) Ingin bebas

c) Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak

2) Tahap remaja abstrak (13 - 15 tahun), cirinya : a) Mencari identitas diri

b) Timbulnya keinginan untuk berkencan c) Mempunyai rasa cinta yang mendalam d) Berkhayal tentang aktifitas seks

3) Tahap remaja akhir (16 - 19 tahun), cirinya : a) Pengungkapan kebebasan diri

b) Lebih selektif dalam mencari teman sebaya c) Mempunyai citra jasmani

d) Mampu berpikir abstrak

c. Ciri-ciri Masa Remaja

Seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang kehidupan. Menurut Hurlock masa remaja mempunyai ciri - ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelumnya dan sesudahnya. Ciri - ciri tersebut akan diterangkan secara singkat di bawah ini (Hurlock, 2004):

1) Masa remaja sebagai periode yang penting

Kendatipun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting, namun kadar kepentingannya berbeda - beda. Ada beberapa periode yang lebih penting daripada beberapa periode lainnya, karena akibatnya yang langsung terhadap sikap dan perilaku, dan ada lagi yang penting karena akibat - akibat jangka panjangnya.

2) Masa remaja sebagai periode peralihan

Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya. Artinya, apa yang telah terjadi

(14)

sebelumnya akan meninggalkan bekasnya pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang.

3) Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Kalau perubahan fisik menurun maka perubahan sikap dan perilaku menurun juga. Perubahan yang sama yang hampir bersifat universal diantaranya, meningginya emosi, perubahan tubuh, dengan berubahnya minat dan pola perilaku, maka nilai - nilai juga berubah dan sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan.

4) Masa remaja sebagai usia bermasalah

Masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu. Pertama, sepanjang masa kanak - kanak, masalah anak - anak diselesaikan oleh orang tua dan guru - guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena para remaja merasa diri mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru - guru.

5) Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Salah satu cara untuk mencoba mengangkat diri sendiri sebagai individu adalah dengan menggunakan simbol status dalam bentuk mobil, pakaian dan pemilikan barang - barang lain yang mudah terlihat. Dengan cara ini remaja menarik perhatian pada diri sendiri dan agar dipandang sebagai individu, sementara pada saat yang sama ia mempertahankan identitas dirinya terhadap kelompok sebaya.

6) Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Banyak anggapan populer tentang remaja yang mempunyai arti yang bernilai, dan sayangnya banyak di antaranya yang bersifat

(15)

negatif. Remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal. 7) Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja cenderung melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita - cita. Cita -cita yang tidak realistik ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan teman-temannya, menyebabkan meningginya emosi yang merupakan ciri awal masa remaja.

8) Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan usia belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa.

C. Faktor Pendukung Terjadinya Bullying Pada Remaja

Setiap perilaku agresif, apapun bentuknya, pasti memiliki dampak buruk bagi korbannya. Para ahli menyatakan bahwa school bullying mungkin merupakan bentuk agresivitas antarsiswa yang memiliki dampak paling negatif bagi para korbannya. Hal ini disebabkan adanya ketidakseimbangan kekuatan dimana pelaku yang berasal dari kalangan siswa/siswi yang merasa lebih senior melakukan tindakan tertentu kepada korban, yaitu siswa/siswi yang lebih junior dan mereka merasa tidak berdaya karena tidak dapat melakukan perlawanan (Wicaksana, 2008).

Dari pernyataan diatas terdapat pula penelitian yang menyangkut tentang faktor pendukung terjadinya bullying, antara lain :

Berdasarkan hasil penelitian Ardianti (2009) disimpulkan bahwa identifikasi faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku bullying meliputi ; penampilan korban, yaitu korban yang mempunyai kulit hitam, berbadan

(16)

kecil, berpenampilan berbeda dari teman – teman lainnya dan bersikap canggung dalam bergaul. Perasaan berkuasa. Lingkungan, lingkungan di sekitar pelaku yang sering terjadi perilaku bullying dan menganggap bahwa bullying itu adalah hal yang biasa dan wajar terjadi. Pengalaman masa lalu, pengalaman menjadi korban sebelumnya yang mejadikan pelaku bullying ingin balas dendam. Perasaan iri, latar belakang pelaku, latar belakang keluarga yang berasal dari keluarga yang tidak harmonis menjadikan pelaku kurang mendapatkan kasih sayang dari orang tua, dan sering mendapat perlakuan kasar di rumah dan dari teman – teman.

Penelitian Sari (2011), yang mengkaji hubungan antara konformitas kelompok teman sebaya dan perilaku bullying pada siswa SMK X Jakarta Barat menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang cukup dan signifikan antara konformitas kelompok teman sebaya dan perilaku bullying pada siswa SMK X Jakarta Barat. Artinya semakin tinggi konformitas kelompok teman sebaya yaitu perubahan tingkah laku positif maupun negatif yang dilakukan oleh individu agar sesuai dengan norma suatu kelompoknya, maka semakin sering perilaku bullying dilakukan. Semakin rendah konformitas kelompok teman sebaya, maka semakin jarang perilaku bullying dilakukan pada siswa SMK X Jakarta Barat. Sebaliknya semakin sering perilaku bullying, maka semakin tinggi konformitas kelompok teman sebaya. Semakin jarang perilaku bullying maka semakin rendah konformitas kelompok teman sebaya pada siswa SMK X Jakarta Barat.

Sebagai remaja kebutuhan identitas sosial adalah sesuatu yang sangat kuat, sehingga mereka akan menerima apa saja segala persyaratan yang diberikan oleh kelompok. Pada masanya remaja mempunyai keinginan untuk tidak lagi bergantung pada keluarganya dan mulai mencari dukungan dan rasa aman dari kelompok sebayanya. Karena itu, pencarian identitas diri mereka dapatkan melalui penggabungan diri dalam kelompok sebaya atau kelompok yang diidolakan. Kelompok sebaya (dalam hal ini para siswa senior) kemudian menjadi model atau contoh

(17)

bagi remaja dalam upaya pencarian identitas diri (Juwita, 2008). Terjadinya bullying di sekolah merupakan proses dinamika kelompok, dimana ada pembagian – pembagian peran. Peran – peran tersebut adalah pelaku bullying, asisten pelaku bullying, reinforcer, korban bullying, defender dan penonton, sehingga pengetahuan remaja terhadap perilaku bullying akan mendorong terbentuknya tindakan seorang remaja untuk tidak melakukan perilaku bullying tersebut. Dengan adanya pengetahuan yang cukup maka akan timbul kesadaran dari diri remaja untuk tidak melakukan perilaku bullying.

(18)

D. Kerangka Teori

Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian

E. Kerangka Konsep

Bagan 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Tingkat pengetahuan remaja

tentang bullying Perilaku bullying

Tingkat Pengetahuan (Notoadmodjo, 2007) : 1. Know (Tahu) 2. Comprehention (Memahami) 3. Aplication (Aplikasi) 4. Analysis (Analisis) 5. Syntesis (Sintesis) 6. Evaluation (Evaluasi)

Proses Adopsi Perilaku (Notoadmodjo, 2007) :

1. Awareness (Kesadaran) 2. Interest (Merasa tertarik) 3. Evaluation

(Menimbang-nimbang)

4. Trial (Percobaan) 5. Adaption (Adaptasi)

Perilaku Bullying Faktor yang mendukung

terjadinya bullying Ariesto (2009, dalamMudjijanti, 2011) : 1. Faktor Keluarga 2. Faktor Sekolah 3. Faktor Kelompok Teman Sebaya

Jenis Perilaku Bullying (SEJIWA, 2008) : 1. Bullying Fisik

2. Bullying Verbal

(19)

F. Variabel Penelitian

Variabel Bebas : Tingkat Pengetahuan Variabel Terikat : Perilaku Bullying

G. Hipotesis

Ada hubungan antara tingkat pengetahuan remaja tentang bullying dengan perilaku bullying pada siswa SMK PGRI Semarang.

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Nganjuk telah dapat melaksanakan tugas pokok yaitu melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang

Selain dari beberapa karya di atas, Fazlur Rahman pernah menulis artikel yang berjudul “Iqbal in Modern Muslim Thoght” Rahman mencoba melakukan survei terhadap

nasionalnya dan ini adalah hukum Inggris. 4etapi hukum Inggris ini menun$uk kembali kepada hukum Prancis yaitu hukum dari domisili. Maka apakah menurut hukum Prancis akan

Manfaat yang ingin dicapai dalam melakukan studi ini adalah mengetahui kondisi sebaran perekonomian Propinsi Jawa Tengah sehingga diketahui potensi, peluang dan masalah-masalah

Penelitian ini akan menganalisis fakta sosial, peristiwa sosial, perilaku sosial yang terjadi di masyarakat dan perubahan sosial pada tokoh utama dalam novel

Loyalitas pelanggan hanya akan tercipta jika karyawan mempunyai antusiasme tinggi dalam melayani pelanggan (Kartajaya, 2007). Fokus utama dari One to One Marketing di Bank

a. Memastikan jam pelaksanaan praktek kerja dilakukan secara proporsional dengan jam istirahat agar tidak menimbulkan kelelahan sangat yang dapat