• Tidak ada hasil yang ditemukan

BioSMART ISSN: X Volume 5, Nomor 2 Oktober 2003 Halaman:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BioSMART ISSN: X Volume 5, Nomor 2 Oktober 2003 Halaman:"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Halaman: 115-119

© 2003 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

Perbandingan Produksi Telur Ratu Lebah (Apis mellifera ligustica) antara

Perkawinan Alami dengan Inseminasi Buatan Setelah dan Tanpa Pemberian

Karbon Dioksida

The proportion of queen bee’s (Apis mellifera ligustica) egg production between naturally mated

and artificial insemination after and without carbon dioxide treatments

SHINTA FEBRIANA, EDWI MAHAJOENO, SHANTI LISTYAWATI

Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta 57126 Diterima: 7 Juni 2003. Disetujui: 18 Agustus 2003

ABSTRACT

The objective of this experiment was to assess the effect of carbon dioxide treatments on the queen bee’s (Apis mellifera ligustica) egg production after artificial insemination and naturally mated process. This experiment was done from 1st to 29th November 2002, at KUD

Batu, Beji Village, Batu, Malang, East Java. This experiment used Completely Randomized Design by two factorials; they were type of mating and carbon dioxide treatments, with four treatments and six replicates. Parameters used in this experiment were morphology, temperature (cages and environment), first day ovipositions from the queen bee and her egg production abilities. The collected data were statistically analyzed by analysis homogeneity of variances and with Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) in 5% levels. The results of this experiment indicated that carbon dioxide treatments to queen bee after mating process (naturally mated and artificial insemination) could accelerates queen bee to start ovipositioning and to increase egg productions. The best combination treatments which resulted in the highest egg productions was the naturally mated on carbon dioxide treated queen bees (1453 eggs/day) against carbon dioxide untreated queen bees (686 eggs/day), whereas for the insemination’s queen bees, the highest egg production was inseminated on carbon dioxide treated queen bees (352 eggs/day) against carbon dioxide untreated (87 eggs/day).

Key words: Apis mellifera ligustica, naturally mated, artificial insemination, carbon dioxide, egg production. PENDAHULUAN

Budidaya lebah madu mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan di masa depan, terutama di Indonesia yang memiliki keanekaragaman jenis tanaman bunga sangat tinggi dan berpotensi sebagai pakan lebah madu. Apabila usaha pemeliharaan lebah madu dapat diusahakan secara intensif, maka Indonesia akan sanggup menjadi salah satu negara pemasok madu terbesar di dunia (Murtidjo, 2000).

Kegiatan budidaya lebah madu sangat bermanfaat bagi masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu dapat mendatangkan keuntungan bagi peternaknya, meningkatkan kesehatan masyarakat, dapat meningkatkan produktivitas tanaman hutan ataupun perkebunan hortikultura karena polinasi oleh lebah madu, mendorong peternak lebah madu untuk menanam pohon dan melindungi pohon sebagai pakan lebah madu, sumber polen dan nektar, sehingga mendukung pelestarian hutan (Murtidjo, 2000; Sudradjat, 1993).

Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi madu pada peternakan lebah madu dilakukan usaha perbanyakan anggota koloni. Usaha ini biasa dilakukan dengan cara menaikkan jumlah ratu lebah dan meningkatkan produktivitas ratu (telur ratu). Cara yang paling efektif, relatif singkat, dan menghemat biaya untuk perbanyakan

anggota koloni lebah madu adalah dengan teknik Inseminasi Buatan (IB). Untuk pelaksanaan inseminasi buatan dilakukan seleksi terhadap lebah madu yang mampu berproduksi tinggi, mudah beradaptasi dan tahan terhadap penyakit. Dengan demikian, semakin banyak ratu lebah yang mempunyai produksi telur yang tinggi diharapkan semakin banyak pula madu yang dihasilkan (Nurdiana, 2000; Widiastuti, 1998).

Ratu lebah yang diinseminasi buatan tidak mulai menghasilkan telur secepat ratu lebah yang kawin secara alami. Dalam tahapan proses inseminasi buatan, ratu lebah diberi perlakuan karbon dioksida sebanyak dua kali. Pemberian pertama bertujuan untuk anestesi, yakni membuat ratu lebah tidak bergerak dan mengendurkan jaringan ratu lebah agar ujung siring yang berisi semen lebah jantan mudah dimasukkan pada proses inseminasi buatan, sedangkan pemberian kedua bertujuan untuk merangsang ratu lebah segera menghasilkan telur setelah proses inseminasi buatan (Cobey, 2002; Sihombing 1997).

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di Desa Beji, Batu, Malang, Jawa Timur pada musim hujan tanggal 1-29 Nopember 2002.

(2)

Dalam penelitian ini diperlukan bahan sebagai berikut: 24 ratu lebah Apis millifera ligustica dewasa, 24 koloni inti lebah Apis mellifera ligustica kualitas unggul, 120 lebah jantan Apis mellifera ligustica dewasa (lima lebah jantan untuk setiap ratu lebah), karbon dioksida (CO2 99%),

natrium klorida (NaCl), dihidrostreptomisin, akuades, alkohol 96%, royal jelly, dan larutan gula. Pengumpulan data dilakukan dengan metode rancangan acak lengkap (RAL) dua faktorial yaitu jenis perkawinan (kawin alami dan inseminasi buatan) dan perlakuan pemberian karbon dioksida (dengan dan tanpa pemberian).

Langkah pertama adalah persiapan ratu lebah dengan cara grafting yaitu pencangkokan larva lebah umur kurang dari 24 jam ke dalam sel mangkokan buatan serta persiapan kotak kawin jenis panjang yang mempunyai dua ruang. Sepuluh hari setelah grafting larva dicangkok ke dalam kotak kawin, setelah dua hari ratu lebah akan lahir. Setelah ratu lebah lahir dilanjutkan dengan perkawinan alami dan inseminasi buatan. Perlakuan pemberian karbon dioksida untuk merangsang ratu lebah agar segera memproduksi telur dilakukan dalam tabung erlenmeyer 100 ml dengan volume satu gelembung per detik selama enam puluh detik. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah: pengukuran sifat fisik (morfologi) lebah, yaitu bobot tubuh (gram) dan panjang tubuh total (centimeter), suhu harian stup dan lingkungan, saat awal produksi telur ratu lebah yaitu selisih antara hari telur pertama keluar dengan hari setelah ratu selesai kawin, kemampuan bertelur ratu lebah (produksi ratu lebah) dengan cara menghitung banyaknya telur yang keluar selama tiga hari berturut-turut. Konversi luasan telur diperoleh dari menghitung luasan telur berbentuk jajaran genjang dengan 0,2232. Data dianalisis dengan sidik ragam dua faktorial dilanjutkan dengan DMRT 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu harian stup dan lingkungan

Penelitian dilakukan pada musim hujan yang merupakan musim paceklik bagi lebah madu. Jenis-jenis tanaman pendukung yang terdapat di areal penelitian di antaranya jagung (Zea mays), sono keling (Dalbergia latifiola), cabai rawit (Capsicum frutescens), labu (Cucumis melo), dan tanaman semak. Jagung, sono keling dan labu mengandung banyak tepung sari (pollen), namun nektarnya sedikit. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan nektar sebagai sumber karbohidrat (Winarno, 1981), lebah madu mendapatkan nektar dari tanaman semak dan dilakukan pemberian pakan buatan yaitu larutan gula dua hari sekali sebanyak 150 ml/stup. Larutan gula dibuat dari campuran gula dan air yang direbus dengan perbandingan 1:1 dan ditempatkan pada wadah khusus (feeder) yang terbuat dari plastik.

Selain pakan, suhu juga merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi kehidupan lebah madu (Sihombing, 1997). Menurut Pane (1989), suhu dapat mempengaruhi aktivitas hidup lebah madu (mencari makanan, berkembangbiak, dan perawatan keturunan) secara langsung maupun tidak langsung. Data hasil penelitian

menunjukkan bahwa suhu harian rata-rata dari stup adalah 29,7oC serta suhu harian rata-rata lingkungan adalah 30,6oC

(Tabel 1). Suhu ini merupakan suhu yang paling cocok untuk lebah madu karena menurut Murtidjo (2000), pada suhu sekitar 30-35oC, lebah pekerja sangat aktif mencari

nektar dan tepung sari dan ratu lebah juga sangat aktif melakukan perkawinan dan bertelur.

Selisih rata-rata antara suhu stup dengan suhu lingkungan tidak berbeda jauh, hal ini disebabkan karena lebah pekerja memiliki kemampuan untuk mengatur panas di dalam stup. Sumoprastowo dan Suprapto (1993) menyatakan bahwa suhu udara dalam stup banyak dipengaruhi oleh panas yang dilepaskan oleh tubuh lebah pekerja.

Tabel 1. Data suhu harian selama penelitian. Suhu (o C)

No. Tanggal

Stup Lingk. Rerata

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 10 Nov 2002 11 Nov 2002 12 Nov 2002 13 Nov 2002 14 Nov 2002 15 Nov 2002 16 Nov 2002 17 Nov 2002 18 Nov 2002 19 Nov 2002 20 Nov 2002 21 Nov 2002 22 Nov 2002 23 Nov 2002 24 Nov 2002 25 Nov 2002 26 Nov 2002 27 Nov 2002 28 Nov 2002 29 Nov 2002 30 31 28,5 30 31 31 30 32 31 30 31,5 32 30 29,5 30 28 28,5 27 26 27 30,5 31 30 31 32 32 33 30 31,5 34 35 31 31 32 31 29 28 26 27 27 30,25 31 29,25 30,5 31,5 31,5 31,5 31 31,25 32 33,25 31,5 30,5 30,75 30,5 28,5 28,25 26,5 26,5 27 Rata-rata 29,7 30,6 30,15

Pengukuran sifat fisik (morfologi)

Pengukuran sifat fisik (morfologi) diperlukan karena ukuran morfologi dari masing-masing kelompok lebah madu mempengaruhi aktivitas dalam koloni lebah madu (untuk lebah pekerja) dan keberhasilan dalam praktek inseminasi buatan (untuk lebah jantan dan ratu lebah). Kelompok lebah pekerja yang diambil untuk diukur sifat fisiknya adalah lebah pekerja yang telah melakukan aktivitas di luar sarang (terbang keluar) mencari nektar dan pollen dengan asumsi lebah pekerja tersebut telah produktif (dewasa). Untuk lebah jantan dan ratu lebah, lebah yang diambil untuk diukur adalah lebah-lebah dewasa yang berumur lebih dari 12 hari untuk ratu lebah dan diukur setelah diberi perlakuan karbon dioksida dan untuk lebah jantan berumur lebih dari 10 hari dan diukur sesaat sebelum pengambilan semennya.

Menurut data hasil pengukuran sifat fisik ketiga kelompok lebah (Tabel 2.) ukuran fisik ratu lebah lebih besar dibanding lebah jantan dan lebah pekerja sesuai dengan karakteristik dan fungsinya masing-masing dalam koloninya. Besar-kecilnya sifat fisik lebah tergantung dari persediaan pakan dalam stupnya. Untuk ratu lebah, yang

(3)

paling mencolok adalah ukuran abdomennya yang sangat panjang. Hal ini dikarenakan tugas ratu lebah adalah memproduksi telur sehingga sistem reproduksi di dalam abdomennya sangat berkembang. Semakin besar abdomen ratu lebah semakin produktif pula dalam menghasilkan telur, karena ratu lebah tersebut memiliki spermateka yang besar sehingga dapat menampung lebih banyak sperma.

Untuk lebah jantan ukuran caput dan thoraksnya hampir sama dengan ratu lebah. Namun lebah jantan memiliki dua pasang sayap yang panjangnya hampir sama dengan panjang tubuhnya, yang akan berguna ketika lebah jantan mengadakan proses perkawinan untuk dapat mengejar ratu lebah. Pada lebah pekerja, semakin besar ukuran fisiknya semakin produktif pula dalam beraktivitas, misalnya dalam hal mengumpulkan pakan.

Tabel 2. Ukuran tubuh ratu lebah, lebah jantan, dan lebah pekerja. Panjang Tubuh

No.

Bobot tubuh

(gram) Total (cm) Caput (mm) Thoraks (mm) Abdomen (mm) Ratu lebah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0,18 0,18 0,17 0,17 0,18 0,19 0,18 0,20 0,18 0,17 1,50 1,65 1,50 1,60 1,50 1,90 1,80 1,70 1,80 1,65 2,0 1,5 2,0 2,0 2,5 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 5,0 6,0 7,0 6,0 5,0 6,0 7,0 6,0 6,0 6,0 5,5 5,5 7,5 6,5 6,0 11,0 9,0 9,0 10,0 8,5 Rerata 0,18 1,66 2,0 6,0 7,85 Lebah jantan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0,19 0,19 0,17 0,19 0,19 0,18 0,20 0,18 0,17 0,18 1,70 1,70 1,60 1,75 1,70 1,55 1,60 1,50 1,50 1,65 2,0 3,0 3,0 2,5 2,0 2,5 3,0 2,0 3,0 3,0 7,0 5,0 5,0 7,0 7,0 6,0 5,0 6,0 5,0 5,5 8,0 9,0 8,0 8,0 8,0 7,0 8,0 7,0 7,0 8,0 Rerata 0,18 1,70 2,6 5,8 7,8 Lebah pekerja 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0,12 0,15 0,15 0,16 0,16 0,15 0,16 0,15 0,16 0,15 1,30 1,15 1,20 1,30 1,10 1,15 1,35 1,20 1,20 1,05 2,0 2,5 2,0 2,0 2,0 2,0 3,0 1,5 3,0 2,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,5 4,5 4,5 4,0 3,5 5,0 5,0 6,0 7,0 5,0 5,0 6,0 6,0 5,0 5,0 Rerata 0,15 1,20 2,2 4,1 5,5

Produksi telur ratu lebah

Setelah ratu-ratu lebah selesai melakukan perkawinan (alami maupun inseminasi buatan) setiap hari secara intensif stup-stup tempat ratu-ratu lebah tersebut berada diamati dan dijaga kebersihannya baik dalam ruangan stup maupun lingkungan sekitar stup, untuk menghindari

terjadinya serangan penyakit, hama atau predator. Ratu lebah selalu dicek keadaannya, apakah dalam keadaan sehat dan apakah sudah mulai mengeluarkan telur pertamanya.

Lama ratu lebah mengeluarkan telur pertamanya (dalam satuan hari) adalah selisih antara hari telur pertama keluar dengan hari, pada saat ratu lebah telah pulang kawin (untuk kawin alami) dan hari perlakuan inseminasi buatan. Pemberian karbon dioksida sebagai perangsang dilakukan satu hari setelah ratu lebah diinseminasi, karena menurut Sihombing (1997), dua puluh empat jam adalah waktu yang diperlukan spermatozoa untuk sampai dan akan disimpan oleh spermateka. Selain itu selang waktu ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada ratu lebah untuk beristirahat sehingga akan memperkecil tingkat stres setelah diinseminasi.

Pemberian karbon dioksida sebagai perangsang kepada ratu lebah yang sudah melakukan perkawinan alami dilakukan pada hari yang sama ketika ratu lebah telah selesai melakukan perkawinan alaminya. Untuk ratu-ratu lebah yang tidak diberi perlakuan karbon dioksida, penghitungan telur pertamanya dimulai setelah hari diinseminasi untuk ratu lebah yang diinseminasi dan hari pertama ratu lebah tidak lagi meninggalkan sarang untuk ratu lebah yang kawin alami, dengan asumsi bahwa ratu lebah yang sudah tidak terbang adalah ratu lebah yang telah selesai melakukan perkawinan alami.

Karbon dioksida per inhalasi ini akan masuk ke dalam tubuh ratu lebah melalui sistem respirasi. Pada Sihombing (1997) diketahui bahwa darah insekta, yang disebut hemolimfa (haemolymph) tidak berperan membawa oksigen dan karbon dioksida ke jaringan tubuh, fungsi tersebut diambil alih oleh sistem respirasi. Karbon dioksida diambil oleh darah dan didifusikan melalui dinding trakhea. Jumar (2000) juga mengatakan bahwa pernapasan pada serangga terjadi melalui difusi. Gerakan-gerakan otot pada bagian abdomen menyebabkan kantong udara mengembang dan mengempis yang dapat mempercepat proses difusi.

Mekanisme perangsangan karbon dioksida adalah dengan mempengaruhi sistem syaraf pusat ratu lebah sehingga mempengaruhi cepat-lambatnya ratu lebah mulai bertelur dan mempengaruhi produksi telurnya. Karbon dioksida yang masuk ke tubuh melalui sistem respirasi (trakhea) akan meningkatkan jumlah karbon dioksida dalam tubuh, sehingga terjadi hipoksia atau kekurangan oksigen yang menyebabkan relaksasi otot (gerakan mengendur/memanjang). Ratu lebah menjadi pingsan dan hal ini juga yang terjadi dalam proses anestesi. Selanjutnya karena gerakan-gerakan otot yang mengendur tadi menyebabkan sperma yang berada dalam oviduk median dapat masuk ke dalam spermateka dengan optimal dan tidak banyak yang terbuang (Jumar, 2000; Sihombing, 1997; Boulton dan Blogg, 1994).

Dari data yang diperoleh, diketahui bahwa perbandingan hari pertama ratu lebah bertelur tidak berbeda jauh satu dengan lainnya, dalam arti bahwa karbon dioksida tidak berpengaruh besar dalam perangsangan produksi ratu lebah untuk segera bertelur. Namun demikian pengaruh perangsangan dari pemberian karbon dioksida

(4)

terhadap ratu-ratu lebah tersebut tetap ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ratu-ratu lebah yang diberi perlakuan karbon dioksida lebih cepat menghasilkan telur pertama dibandingkan ratu-ratu lebah yang tidak diberi perlakuan karbon dioksida.

Tabel 3. Pengamatan hari pertama ratu lebah hasil inseminasi buatan dan kawin alami mulai bertelur.

Dengan CO2 (A K1) Tanpa CO2 (A K2) No Tgl. selesai kawin Tgl. pemberian CO2 Tgl. telur pertama Lama telur keluar (hari) Tgl. selesai kawin Tgl. telur pertama Lama telur keluar (hari) Inseminasi buatan 1 2 3 4 5 6 12 Nov 12 Nov 12 Nov 13 Nov 13 Nov 13 Nov 13 Nov 13 Nov 13 Nov 14 Nov 14 Nov 14 Nov - ** 18 Nov 21 Nov - * 18 Nov 19 Nov 0 6 9 0 5 6 14 Nov 14 Nov 14 Nov 15 Nov 15 Nov 15 Nov 21 Nov 23 Nov - * 22 Nov - # 21 Nov 7 9 0 7 0 6 X 6,5 7,25 S2 3,61 3,87 Perkawin alami 1 2 3 4 5 6 20 Nov 22 Nov 20 Nov 21 Nov 20 Nov 22 Nov 20 Nov 22 Nov 20 Nov 21 Nov 20 Nov 22 Nov 25 Nov 26 Nov 24 Nov 24 Nov 24 Nov 26 Nov 5 4 4 3 4 4 11 Nov 10 Nov 9 Nov 10 Nov 12 Nov 10 Nov 16 Nov 16 Nov 16 Nov 14 Nov 12 Nov 10 Nov 5 5 6 7 4 6 X 4 5,5 S2 0,36 1,05

Keterangan: * = hilang, ** = mati, # = tidak bertelur.

Tabel 3. menunjukkan bahwa rata-rata lamanya telur pertama keluar setelah inseminasi buatan pada ratu lebah yang diberi perlakuan karbon dioksida adalah 6,5 hari sedang pada ratu lebah yang tidak diberi perlakuan karbon dioksida adalah 7,25 hari. Adapun rata-rata lamanya telur pertama keluar setelah perkawinan alami pada ratu lebah yang diberi perlakuan karbon dioksida adalah 4 hari, sedang pada ratu lebah yang tidak diberi karbon dioksida adalah 5,5 hari.

Kosongnya empat data hasil penelitian dari empat ratu lebah pada perlakuan inseminasi buatan dikarenakan ratu lebah mati, hilang, dan tidak mengeluarkan telur (inseminasi gagal) sehingga menyebabkan besarnya nilai S2

(simpangan baku). Ratu lebah yang mati atau tidak juga mengeluarkan telur diperkirakan karena banyak perlakuan terhadap ratu lebah yang diinseminasi buatan, sehingga menyebabkan stres, di antaranya pengguntingan sayap, pemberian tanda pada thoraks, perlakuan inseminasi buatan, pengurungan ratu lebah dalam sangkar, serta pemberian karbon dioksida. Selain itu pemberian karbon dioksida dan “penculikan” ratu lebah dapat membuat lebah-lebah pekerja dalam koloni tidak mengenali bau (feromon) dari ratu lebah, sehingga mereka tidak mau merawat dan memberi makan. Ratu lebah yang diinseminasi tidak dapat melakukan perkawinan alami, sehingga dapat stres dan berkurang produksi telurnya. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kecepatan ratu lebah mengeluarkan telur yang pertama adalah ketersediaan pakan, suhu, dan perawatan (kontak dengan lebah pekerja).

Menurut Cobey (2002) aktivitas perkawinan terbang pada perkawinan alami dapat merangsang ratu lebah menghasilkan telur, karena terjadi kontak dengan lebah jantan dan lebah pekerja yang menyebabkan hormon dan feromon ratu lebah berfungsi penuh. Ratu lebah yang kembali dari melakukan perkawinan alami mempunyai lendir dalam ruang kelaminnya (valve fold). Lendir tersebut diduga membuat semacam “tutup alami” (vaginal plug) setelah perkawinan untuk mencegah keluarnya semen.

Pada pengamatan mengenai produksi telur ratu lebah, penghitungan telur dilakukan pada hari pertama telur keluar selama tiga hari berturut-turut dengan cara menghitung luasan sisiran yang diisi telur (umur kurang dari 24 jam). Konversi luasan telur yang berada dalam sel-sel sisiran didapat dari menghitung luasan telur berbentuk jajaran genjang dengan penghitungan panjang dikalikan lebar dalam satuan cm (centimeter). Jumlah telur dalam pengamatan didapat dengan membagi luasan telur yang berbentuk jajaran genjang dengan 0,2232 (Ruttner, 1976 dalam Widiastuti, 1998).

Kemampuan ratu lebah bertelur per hari dihitung berdasarkan jumlah telur yang dihasilkan dalam waktu sehari. Parameter ini dijadikan sebagai indikator potensi ratu lebah pada masa reproduksi selanjutnya. Banyaknya jumlah telur yang dihasilkan ratu lebah setiap hari selama pengamatan, dapat digunakan untuk memperkirakan kelangsungan produktivitas telur ratu lebah berikutnya. Ratu lebah yang mempunyai potensi jelek pada saat itu, hampir dapat dipastikan pada masa-masa berikutnya juga akan menunjukkan hasil yang jelek.

Tabel 4. Produksi telur ratu lebah pada inseminasi buatan dan perkawinan alami dengan variasi pemberian karbon dioksida.

Perlakuan CO2 Inseminasi buatan ( I ) Perkawinan alami (A)

Dengan CO2 (K1) 351,78 a 1452,06 c

Tanpa CO2 (K2) 86,61 b 685,89 d

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.

Hasil produksi telur ratu lebah dapat disajikan pada Tabel 4. Dari keempat perlakuan didapatkan bahwa hasil telur tertinggi diperoleh dari variasi perkawinan alami dan pemberian karbon dioksida (A K1) yaitu sebesar 1452,06

butir telur/hari. Hasil telur terendah diperoleh dari variasi inseminasi buatan dan tanpa pemberian karbon dioksida (I K2) sebesar 86,61 butir telur/hari. Berdasarkan uji Duncan,

produksi telur ratu lebah berbeda sangat nyata satu sama lain pada keempat variasi perlakuan.

Gambar 1. menunjukkan bahwa jenis perkawinan dan pemberian perlakuan karbon dioksida berpengaruh terhadap produksi telur ratu lebah. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, perbedaan jenis perkawinan berpengaruh secara nyata terhadap produksi telur ratu lebah, demikian pula pemberian karbon dioksida. Produksi telur tertinggi di peroleh pada perkawinan alami dan pemberian karbon dioksida menambah besar produksi telur ratu lebah.

(5)

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

Kawin Alami Inseminasi Buatan

Jenis perkawinan

Produksi telur (butir/hari)

Dengan Karbon dioksida Tanpa Karbon dioksida

Gambar 1. Produksi telur ratu lebah pada variasi jenis

perkawinan dan pemberian karbon dioksida.

Pemberian karbon dioksida dapat mempercepat produksi telur ratu lebah, hal ini disebabkan perlakuan perangsangan tersebut dapat menyempurnakan atau memaksimalkan proses masuknya sperma lebah jantan yang telah berada dalam saluran utama oviduk ke dalam spermateka. Menurut Jumar (2000), gerakan otot serangga ditentukan juga oleh konsentrasi oksigen dan karbon dioksida dalam tubuh. Konsentrasi oksigen yang rendah akibat pemberian karbon dioksida menyebabkan spirakel ratu lebah akan terus membuka, sehingga menyebabkan gerakan otot sekitar abdomen mengendur dan membuat gerakan sperma ke spermateka menjadi optimal. Selain itu, permukaan spirakel juga memiliki mekanisme membuka– menutup yang diakibatkan oleh kontraksi otot. Gerakan otot-otot ini berhubungan dengan sistem syaraf pusat.

Secara alami, sperma lebah jantan yang telah masuk ke saluran reproduksi ratu lebah tidak semuanya masuk dan tersimpan dalam spermateka, sebagian besar akan keluar dan terbuang. Menurut Cobey (2002), pemberian perlakuan karbon dioksida sebagai perangsang digunakan untuk memperbaiki pemasukan sperma yang sebelumnya telah dikumpulkan ke dalam spermateka. Namun untuk ratu lebah yang diinseminasi, pengaruh pemberian karbon dioksida dalam perangsangan produksi telur diduga telah merangsang peningkatan produksi suatu hormon pertumbuhan yang disebut juvenile hormone, sedangkan pada perkawinan alami ratu lebah akan mengeluarkan hormon ini karena rangsangan lebah jantan. Hormon juvenile akan merangsang proses perteluran ratu lebah dan mempengaruhi banyaknya telur yang diproduksi (Cobey, 2003; Latshaw, 2003).

Sampai saat ini belum ada penelitian yang spesifik mengenai mekanisme fisiologi dari perangsangan karbon dioksida terhadap produksi telur ratu lebah yang diinseminasi (Latshaw, 2003; Huang, 2003; Cobey, 2003), sedangkan menurut Caulfield dan Bunce (1994, dalam Atmowidi, 1999), sampai saat ini masih sangat sedikit diketahui tentang pengaruh langsung peningkatan

konsentrasi karbon dioksida di lingkungan terhadap kehidupan serangga, terutama serangga herbivor.

Perkawinan alami pada lebah madu memberikan hasil/produksi telur yang lebih baik dibandingkan inseminasi buatan. Pengaruh stress pada ratu lebah dari perlakuan pada tahapan-tahapan inseminasi buatan mengurangi keberhasilan dari inseminasi buatan yang, bahkan dapat menyebabkan kematian. Selain itu, ratu lebah yang diinseminasi tidak akan mengalami kontak langsung dengan lebah-lebah jantan, sehingga dapat menimbulkan stress karena hambatan perkawinan. Persiapan penyediaan semen lebah jantan juga mempengaruhi keberhasilan inseminasi buatan, karena ratu lebah tidak akan bereproduksi jika spermatekanya belum cukup terisi semen lebah jantan.

KESIMPULAN

Pemberian karbon dioksida sebagai perangsang, mempercepat ratu lebah untuk mulai bertelur dan memperbesar produksi telur ratu lebah hasil inseminasi buatan dan kawin alami. Produksi telur ratu lebah hasil inseminasi buatan yang diberi karbon dioksida 352 butir telur/hari dan yang tidak diberi karbon dioksida adalah 87 butir telur/hari. Produksi telur ratu lebah hasil kawin alami yang diberi karbon dioksida adalah 1453 butir telur/hari dan yang tidak diberi karbon dioksida adalah 686 butir telur/hari.

DAFTAR PUSTAKA

Atmowidi, T. 1999. Peningkatan konsentrasi karbon dioksida lingkungan dan dengaruhnya terhadap interaksi serangga tanaman. Hayati 6 (1): 21-24.

Boulton, T. B. dan C. E. Blogg. 1994. Anestesiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

Cobey, S. 2002. Inseminasi Buatan Lebah Ratu (Apis mellifera). Bogor: Pusat Perlebahan Nasional, Perhutani..

Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta: P.T. Rineka Cipta.. Latshsaw, J. 2003. Konsultasi pribadi. www.ohioqueenbreeders.com/

insemination.htm ohioQB@aol.com [10 Maret 2003]

Huang, Z. 2003. [Assistant Professor, Department of Entomology, Michigan State University]. Konsultasi pribadi. http://bees@msu.edu. [6 Maret 2003]

Murtidjo, B. A. 2000. Memelihara Lebah Madu. Yogyakarta: Penerbit Kanisius..

Nurdiana, D. 2000. Viabilitas Spermatozoa Lebah Lokal (Apis cerana F.) dan Prospeknya untuk Inseminasi Buatan. [Skripsi S1]. Bogor: Jurusan Biologi FMIPA IPB.

Pane, R. 1989. Pengaruh iklim terhadap perkembangan lebah madu. Duta Rimba 15 (111-112): 39-44.

Sihombing, D.T. H. 1997. Ilmu Ternak Lebah Madu. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sudradjat, A. 1993. Strategi pembinaan perlebahan Indonesia. Jurnal Kehutanan Indonesia 6 (1992/1993): -

Sumoprastowo dan Suprapto, A. 1993. Beternak Lebah Madu Modern. Jakarta: Penerbit Bhratara Niaga Media..

Widiastuti, B. 1998. Seleksi Bibit Unggul Lebah Madu (Apis mellifera Linn.) (Hymenoptera: Apidae) di Daerah Jawa dengan Teknik Perkawinan Silang secara Inseminasi Buatan. [Skripsi S1]. Bogor: Jurusan Biologi FMIPA IPB.

Winarno, F.G. 1981. Madu Teknologi Khasiat dan Analisa. Jakarta: Galia Indonesia.

Gambar

Tabel 1. Data suhu harian selama penelitian.
Tabel 2. Ukuran tubuh ratu lebah, lebah jantan, dan lebah pekerja.
Tabel 3. Pengamatan hari pertama ratu lebah hasil inseminasi  buatan dan kawin alami  mulai bertelur
Gambar 1. Produksi telur ratu lebah pada variasi  jenis  perkawinan dan pemberian karbon dioksida

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil Analisis sidik ragam pada pengamatan berat biji tanaman kacang pada perlakuan pupuk P dan kompos TKKS menunjukkan interaksi yang nyata (Tabel.. Hasil

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) yang dilaksanakan di SD Negeri Tegalpanggung berlangsung mulai tanggal 2 Juli sampai dengan 17 September 2014. Dengan kegiatan

program BioEdit, kemudian dianalisis dengan menggunakan program BLAST dari NCBI (National Center of Biotechnology Information) pada situs (www.ncbi.nlm.nih.gov) untuk

1) Masa pengulangan harus disesuaikan dengan siklus Pendidikan Profesi Dokter Gigi yang sedang berlangsung. 2) Tiga hari menjelang masa pengulangan yang bersangkutan

Jadi dalam penelitian ini akan membahas dampak hidup bertetangga dengan lokalisasi Gang Sadar terhadap keutuhan rumah tangga warga Desa Karangmangu yang

Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Presiden Nomor 120 Tahun 2017

•Penjelasan Informasi Tahap I •Time Schedule Pengerjaan •Survey Lokasi •Penandatangan MOU •Pembayaran investasi 70 % •Penyerahan SOP •Pembayaran investasi 70 % •Penyerahan

Selera konsumen akan sangat mempengaruhi trend perkembangan pasar, maka dari itu penulis akan berusaha untuk menarik perhatian konsumen dengan menawarkan busana yang lebih modis